Selasa, 08 Juni 2021

MAKALAH ULUMUL QURAN MUTAWIR, AHAD, AZIZ, GHARIB


KATA PENGANTAR

 

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Ulumul Qur’an.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dari temen-teman seperjuangan sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para kami sebagai mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada  dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan  pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan masalah............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hadist Mutawir............................................................................................... 3

2.2 Hadist Ahad.................................................................................................... 5

2.3 Hadist Aziz..................................................................................................... 7

2.4 Hadist Gharib.................................................................................................. 7

C. Macam-MacamMahabah.................................................................................. 8

BAB III PENUTUP

A.  Kesimpulan....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Dalam sejarahnya, Hadis dihimpun dan dikodifikasikan secara resmi pada abad kedua Hijriyah, berdasarkan hapalan dan ingatan mereka. Hadis sebelum dibukukan disebarkan secara hapalan dan diterima secara hapalan pula dengan  tingkat hapalan yang berbeda, tingkat kejujuran yang berbeda dan cara penerimaan serta penyampaian yang berbeda. Oleh karena itu dalam perkembangan penelitian  Hadis  terbagi kepada bebertapa macam bergantung pada tinjauannya. Adakalanya dilihat dari jumlah periwayat, dilihat dari kualitas sanad dan matan, dilihat dari sumber berita, panjang pendeknya sanad dan lain-lain.  Pada makalah ini terlebih dahulu akan dibahas macam-macam Hadis dilihat dari segi kuantitas atau jumlah periwayat Hadis.

B.       Rumusan Masalah

1.         Pengertian Hadits Mutawatir, Ahad, Masyhur, ‘Aziz ?

2.         Klasifikasi Hadits Mutawatir, Ahad, Masyhur, ‘Aziz ?

3.         Contoh Hadits Mutawatir, Ahad, Masyhur, ‘Aziz ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Hadits Mutawatir

A.       Pengertian Hadits Mutawatir

Mutawâtir dalam bahasa Arab dari kata :  تَواتَرَ يَتواتُرُ تواتُرًا فهو مُتَواتِرٌ

Yang berarti المتتابع = yang datang kemudian, beriring-iringan, atau beruntun. Dalam  istilah menurut al-Mas’udiy dalam kitab Minhat al-Mughits  pengertian mutawatir, yaitu  :

مَا رَواهُ  مِنَ الاِبْتِدَاءِ الى الانتهاءِ جمعٌ عن جمعٍ  تَمْنَعُ  العادةُ اتفاقَهُمْ  على الْكَذِبِ وهُوَ مِمَّا يُدْرَكُ بالحِسِّ

Hadis yang diriwayatkan oleh segolongan orang banyak dari permulaan  sampai akhir sanad sehingga menurut kebiasaan diketahui mustahil mereka sepakat bohong dan Hadis macam ini  tergolong yang didapatkan melalui panca indra.

 

B.       Syarat-syarat Hadits Mutawatir

1.        Periwayatnya orang banyak

Para ulama Hadis berbeda pendapat tentang minimal jumlah banyak pada  periwayat Hadis mutawâtir tersebut. Di antara mereka ada yang  berpendapat,  Abu Thayyib 4 orang (diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim), Ash-habu’sy-syafi’i berpendapat 5 orang (diqiyaskan jumlah para nabi yang mendapat gelar ulul azmi), atau  10 orang, 40 orang, 70 orang, bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Pendapaat yang lebih kuat minimal 10 orang.

 

 

2.        Jumlah banyak pada seluruh  tingkatan sanad

Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad. Jika jumlah  banyak tersebut  hanya pada sebagian sanad saja, tidak dinamakan mutawatir, tetapi nanti masuk pada Hadis ahad. Kesamaan banyak para periwayat tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, tetapi yang penting nilai verbalnya sama, yakni sama banyak. Misalnya, pada awal  Sanad 2 orang, sanad kedua 3 orang, sanad berikutnya 10 orang, 20 orang dan seterusnya tidak dinamakan mutawâtir. Jika sanad pertama  10 orang, sanad kedua 15 orang,   sanad berikutnya   20 orang, 25 orang, dan seterusnya, jumlah yang seperti ini tetap dinamakan sama banyak dan tergolong mutawâtir.

3.        Tercegah  sepakat bohong

Misalnya jika para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang  berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah  para periwayat yang banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan bohong secara uruf (tradisi). Tetapi jika jumlah banyak itu masih memungkinkan adanya kesepakatan bohong tidaklah mutawâtir.

4.         Beritanya bersifat indrawi

Maksudnya  berita yang diriwayatkan itu dapat  didengar dengan telinga  atau dilihat dengan mata kepala, tidak disandarkan pada logika akal seperti  sifatnya alam yang baru. Sandaran berita secara indrawi maksudnya dapat diindra dengan indra manusia, misalnya seperti ungkapan periwayatan : 

سَمِعْنَا  = Kami mendengar [dari Rasulullah bersabda begini]

 

 

 

 

 

C.            Macam-macam Hadits Mutawatir

1.   Mutawatir Lafdhi

adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.

Contoh :  مَنْ كَذَّبَ عَليَّ  مُتعمِّداً فلْيتَبَوأْ مقعَدَه مِنَ النَّار

Barang siapa  yang mendustakan atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap bertempat tinggal di neraka. (HR. Ahmad, Turmudzi, al-Nasa’i, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Al-Suyuthiy menyebutkan bahwa Ibn al-Shalah menyebutkan 62 orang sahabat yang meriwayatkan Hadis di atas dengan susunan redaksi dan makna yang sama. Contoh lain,  Hadis tentang telaga (al-hawdh) diriwayatkan lebih 50 orang sahabat, Hadis menyapu  sepatu (khawf) diriwayatkan 70 orang sahabat,  Hadis tentang mengangkat kedua tangan  dalam shalat oleh 50 orang sahabat, dan lain-lain.

2.   Mutawatir maknawi

ialah hadits mutawatir yang berbeda dalam lafadz tetapi adanya kesamaan dalam makna.

Contoh : Hadis tentang mengangkat kedua tangan dalam berdo`a banyak jumlahnya, di antaranya

عن أنسٍ قالَ رأيتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم يَرْفعُ يدَيْهِ في الدُّعاءِ حتى يُرَى بياضُ إبْطَيْهِ (أخرجه مسلم)

Dari Anas ra berkata : Aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya  dalam berdo’a sehingga terlihat keputih-putihan ketiaknya. (HR Muslim)

Dalam Hadis lain Nabi saw mengangkat kedua tangan ketika berdo’a qunut sebagaimana berikut :

ورَوَيْنَا عن ابنِ مسعودٍ ، أنهُ كانَ  يَرْفَعُ يدَيْهِ في القنوتِ  إلى ثَدْيَيْهِ (أخرجه البيهقي)

Kami meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa  beliau mengangkat kedua tangannya  dalam do’a qunut sampai setinggi dua susunya. (HR. al-Bayhaqiy)

Hadis yang ditampilkan di atas berbeda redaksi lafadznya tetapi adanya kesamaan dalam makna yaitu mengangkat kedua tangan ketika berdo’a sekalipun dalam kondisi yang berbeda.  Hadis pertama Nabi mengangkat kedua tangannya ketika minta hujan di tengah-tengah khuthbah jum’at  sedang Hadis ketiga ketika do’a qunut. Dalam penelitian al-Suyuthî  terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdo`a tetapi lafazh dan  kondisi berbeda ada kalanya dalam shalat istisqâ’, shalat gerhana mata hari, ziarah kubur di Baqî’,  ketika ada hujan angin yang besar, dalam suatu pertempuran, dan lain-lain. Maka disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan dalam berdo`a mutawâtir secara makna melihat keseluruhan periwayatan maknanya sama yakni Nabi mengangkat kedua taangannya ketika berdo’a.

D.      Hukum Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir memberi faedah ilmu dharuriy atau yakin kebenarannya tak ada keraguan bahwa berita itu datang dari Nabi Muhammad SAW dan wajib diamalkan.

2.2  Hadits Ahad

A.       Pengertian Hadits Ahad

Kata Ahad ( آحاد) bentuk jamak dari ahad (أحد ) dengan makna satuan. Menurut istilah hadis ahad adalah :  

مالَمْ يَجْمَعْ شُروطَ الْمُتواتِر

Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan Hadis mutawâtir.

 

 

B.       Macam-macam Hadits Ahad

1.    Hadits Masyhur

a.        Pengertian Hadits Masyhur

Dalam bahasa kata masyhur berasal شهَر َيشْهَر شُهْرةً ومَشْهورٌ  = tenar, terkenal, dan masyhur. Dalam istilah Hadits Masyhur adalah

ما رَواهُ ثلاثةٌ فَأكْثَرَ  ولَوْ فِيْ طبقةٍ واحدةٍ  ولَمْ يَصِلْ درجةَ التَّواتُرِ

Yakni Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih  sekalipun dalam satu tingkatan sanad dan  tidak mencapai derajat  mutawatir.

b.        Contoh Hadis masyhur sabda Rasulillah saw :

إنَّ اللهَ لا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزاعًا يَنْتَزِعُهُ مِن العبادِ ولكنْ يقبضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ العلماءِ حتىَّ إذا لم يُبْقِ عالماً اتخذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأفْتَوْا بغيرِ علمٍ فضلُّوْا وأَضَلُّوْا. (أخرجه البخاري)

Hadis di atas masyhur di tingkat sahabat, karena diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibn `Amr, `Aisyah, dan Abu Hurayrah. Sedangkan pada sanad di kalangan tabi`in lebih dari 3 orang. Hadis masyhur  bisa jadi terjadi pada satu atau dua tingkatan sanad saja atau pada seluruh tingkatan sanad.

Hukum Hadis masyhur bergantung kepada hasil penelitian atau pemeriksaan para ulama. Sebagain Hadis masyhûr ada yang shahih,  sebagian hasan, dan sebagian lagi ada yang dha`if, bahkan ada yang mawdhu`. Namun, memang diakui, bahwa ke-shahihan Hadis masyhur  lebih kuat dari pada  ke-shahihan Hadis `aziz dan gharib yang hanya diriwayatkan oleh  satu atau dua orang periwayat saja.

c.         Macam-macam Hadits Masyhur

1.        Masyhur dikalangan muhaditsin dan lainnya (golongan ulama ahli ilmu dan orang umum).

2.        Masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misal ahli hadits, fiqh, tasawuf, atau ahli nahwu atau lainnya.

3.        Masyhur dikalangan orang umum saja.

2.3   Hadits Aziz

a.    Pengertian  hadits aziz

Dari segi bahasa  kata aziz berasal dari kata  عَزَّ-يَعِزُّ-عزًّا-فهو عَزِيْزًا yang berarti   sedikit dan langka.  Hadis dinamakan `aziz (langka, sedikit, dan kuat) karena sedikit periwayatnya atau langka adanya. Dari segi istilah  definisinya, sebagai berikut :

هُو مَا رواهُ اثْنَانِ فقَطُّ ولَوْ في  طبقةٍ واحدةٍ

Yaitu Hadis yang diriwayatkan dua orang saja sekalipun dalam satu  tingkatan  sanad.

Maksud definisi di atas, bahwa  Hadis `Azîz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang periwayat pada salah satu atau sebagian tingkatan (thabaqât) sanad. Misalnya periwayat dua orang hanya di tingkatan sahabat saja atau hanya pada tingkatan tabi’in saja atau keduanya.

b.  Contoh hadits Aziz

لايُؤْمِنُ  أحدُكم حتىّ أكونَ أحبَّ اليهِ مِنْ والِدِهِ  ووَلَدِه والناسِ  أجْمَعِيْنَ  (أخرجه البخارى ومسلم )

Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu  sehingga aku lebih dicintai dari pada orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu Hurayrah, dari Anas diriwayatkan dua orang  yaitu ; Qatâdah dan `Abd al-`Azîz bin Shuhayb dari Shuhayb diriwayatkan dua orang yaitu Isma`îl bin `Ulaîyah  dan `Abd al- Warits bin Sa`îd, dan dari masing-masing diriwayatkan oleh jama`ah.

2.4   Hadits Gharib

a.    Pengertian hadits Gharib

Kata Gharîb  berasal dari kata    غرَبَ يغرُبُ غرْبا  فهو غَرِيْبٌ    yang berarti  sendirian (al-munfarid),  terisolir jauh dari kerabat, perantau, asing, aneh dan sulit dipahami. Ulama lain memberi nama lain yang searti dengan Gharîb adalah Hadis Fard. Kata Fard   (فَرد) diartikan  tunggal dan satu.  Dari segi istilah Hadis gharîb atau Hadis fard  ialah :

مَاانْفِرَدَ بِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ فِىْ اَيِّ مَوْضِعٍ وَقَعَ التَّفَرُّدُبِهِ مِنَ السَنَد

hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

b.   Pembagian Hadits Gharib

1.    Gharib Mutlak

ialah Hadis yang hanya seorang diri perawi dalam periwayatan Hadis sekalipun dalam satu tingkatan sanad. Contoh :

الوَلاءُ لَحْمةٌ كلَحمةِ النَّسَبِ لا يُباعُ ولا يُوْهَبُ  (أخرجه أحمد)

Hamba wala’  (pewaris budak adalah yang memerdekakannya) adalah daging bagaikan daging nasab tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan. (H.R Ahmad)

Hadis di atas Gharîb mutlak, karena hanya Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar sendirian yang meriwayatkannya.

2.    Gharib Nisbi

Ialah Hadis yang terjadi infirad (sendirian) pada satu sisi yang khusus, seperti tersendiri dari si perawi tertentu atau penduduk negeri tertentu dan atau sifat perawi tertentu.

Gharib Nisbi terbagi menjadi 3 macam :

1.         Gharib  pada perawi tertentu

Periwayatan Hadis ini dibatasi  dengan periwayat Hadis tertentu, misalnya  Hadis dari Sufyân bin `Uyaynah dari Wâ’il bin Dawûd dari putranya Bakar bin Wâ’il  dari al-Zuhriy  dari  Anas bahwa  :

أنَّ النبّيَّ ص م أَوْلمَ على صفِيَّةَ بسَويقٍ وتمرٍ

Bahwa Nabi saw mengadakan walimah untuk Shafiyah  dengan bubur sawiq  dan tamar (kurma).

Hadis ini diriwayatkan oleh Abû Dawûd, al-Turmudzi, al-Nasâ’i, dan Ibn Mâjah. Tidak ada yang meriwayatkannya dari  Bakar selain Wâ’il dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Wâ’il kecuali Ibn Uyaynah

2.         Gharîb  dalam sifat  ke-tsiqah-an perawi

Ke-gharîb-an  Hadis  dibatasi pada sifat ke-tsiqah-an seorang atau beberapa orang  periwayat saja, misalnya:

عن أَبِى وَاقدٍ أن النبيَّ ص م كانَ يَقْرأٌ فى الأضحَى والفطرِ بِ (ق~ وَاقْتَرَبتِ السَّاعَة)

Hadis dari Abi Waqid bahwa Nabi saw  membaca Surah Qaf dan Iqtarabat al-Sâ`ah pada shalat `Id al-Adha dan `Id al-Fithr.

Hadis di atas hanya diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa`id dari Ubaydillah bin `Abdillah dari Abî Wâqid. Di kalangan para periwayat yang tsiqah  tidak ada yang meriwayatkannya selain  dia, maka disebut gharâbah dalam kepercayaan (tsiqah).

3.         Gharîb  pada negeri tertentu

Sebutan nisbah bi al-balad diberikan kepada Hadis yang hanya diriwayatkan oleh suatu penduduk tertentu sedang penduduk yang lain tidak meriwayatkannya. Misalnya Hadis yang diriwayatkan  oleh Abu Dawûd dari al-Thayâlisiy dari Hammam dari Abi Qatâdah dari Abi Nadhrah dari Abi Sa`îd berkata :

أُمِرْناَ أن نَقْرأَ بفاتحةِ الكتا بِ وما تَيسَّرَ

Kami diperintah membaca Fatihah al-Qur’an dan apa yang mudah  dari al-Qur’an.

Al-Hakim berkata :“Hanya penduduk Bashrah yang meriwayatkan Hadis tersebut dari awal sanad sampai akhir.” Berdasarkan perkataan al-Hakim ini maka Hadis di atas disebut Gharîb Nisbiy, karena ke-gharîb-annya itu dibatasi pada ulama Bashrah saja yang meriwayatkannya, ulama dari negara lain tidak ada yang meriwayatkannya.

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Hadis berdasarkan jumlah  perawi  terbagi menjadi dua, yaitu : Mutawâtir dan Âhâd. Hadis muatawtir adalah Hadis yang diriwayatkan oleh  banyak orang pada seluruh sanad, banyaknya menurut kebiasaan tidak mungkin sepakat bohong. Contohnya seperti sabda Nabi :

من كذب عليّ  متعمّدا فليتبوأ مقعده من النار

Al-Suyuthi menyebutkan bahwa Ibn al-Shalâh menyebutkan 62 orang sahabat yang meriwayatkan Hadis di atas. Syarat Hadis mutawâtir ada 4 yaitu ; 1) perawinya banya,  2) Banyaknya perawi pada seluruh sanad, 3) banyaknya tidak mungkin sepakat bohong menurut aday kebiasaan dan 4) pada masalah indrawi bukan akli.   Hadis mutawâtir terbagi menjadi dua yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawi. Mutawatir lafdzi adalah lafal dan maknanya sama sedang muitawâtir maknawi adalah mutawâtiur secara makna.

Hadis Âhâd adalah Hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan Hadis mutawâtir yakni Hadis yang perawinya tidak banyak atau banyak tetapi tidak pada seluruh sanad  atau banyak tetapi masih memungkinkan bohong menurut tradisi. Hadis âhad terbagi menjadi 3 macam, jika jumlah perawi 3 orang atau lebih tetapi tidak mencapai mutawatir disebut Hadis masyhur, jika yang meriwayatkannya 2 orang disebut Hadis Aziz dan jika yang  meriwayatkannya hanya  satu orang disebut Hadis Gharîb.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul hadits. Bandung: Alma’arif, 1974

Nuruddin. Ulumul hadits. Bandung: Remaja Rosdakarya , 2012

Ad dimasyqi, Ibnu Nashirudin.  Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Media Eka Sarana, 2008

Majid, Abdul. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2009

Thahan, Mahmud. Taisir Musthalah al hadits. Bogor: Pustaka thariqul izzah 1985 (terjemah abu fuad)

Yuslem, nawir. Ulumul Hadits. Jakarta: Mutiara sumber widya, 2001