BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu
mantiq adalah ilmu yang berkaitan
dengan pembicaraan yang masuk akal yang sesuai dengan keadaan dan kenyataan
beserta argumentasi dan juga sesuai dengan dalil. Ilmu ini merupakan suatu
metode dalam penelitian ilmiah sehingga dalam pembahasan Ilmu Mantiq tidak bisa
dilepaskan dengan pembahasan sesuatu yang condong pada kebenaran dzatnya yang
berlaku diantara manathiqh. Perkataan itu dipandang dari segi perkataan itu
sendiri yang dapat mengarah pada keadaan benar atau tidak benar, hal ini dalam
Ilmu Mantiq disebut “qadhiyah”.
Sesuatu
itu akam mengandung kemungkinan dua kemungkinan yakni benar dan salah, hal
tersebut dibuktikan dengan suatu eksperimen untuk memastikan kebenartannya.
Gabungan dari dua sesuatu disebut qadhiyah (preposisi).
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian Qadhiyah?
2. Bagaimana
pembagian dalam Qadhiyah?
3. Bagaimana
Qadhiyah hamliyah?
4. Bagaimana
Qadhiyah syarthiyah?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang pengertian Qadhiyah
2. Untuk
mengetahui tentang pembagian Qadhiyah
3. Untuk
mengetahui tentang Qadhiyah hamliyah dan Qadhiyah syarthiyah
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Qadhiyah
Dari sudut pandang mantiq, shuroh
(formasi) seluruh istidlal-istidal mubasyir dibuat dari sebuah “qadhiyah”. Qadiyah adalah sebuah
kalimat khabari (informatif) yang
sempurna, seperti “Ali adalah orang yang adil”.
a. Qodhiyah
adalah kalimat yang sempurna
Para ilmu mantiq
membagi lafadz kepada dua bagian:
1. Mufrad
(tunggal); yaitu lafadz yang tidak memiliki bagian, seperti “A” yang berupa
huruf, atau jika ia memiliki bagian maka bagian dari lafadz tersebut tidak
menunjukkan bagian dari makna, seperti “Abdullah” sebagai sebuah nama bagi
seseorang. Ilmu mantiq juga membagi mufrad
kepada isim (kata benda), fi’il (kata kerja) dan harf (kata penghubung).
2. Murakkab
(majemuk); yaitu lafadz yang pertyama: ia memiliki bagian, kedua: setiap bagian
memiliki makna dan ketiga; makna dari setiap bagian adalah sesuatu yang
dimaksudkan, seperti kalimat “bunga itu indah”. Lafadz yang murakkab terbagi kepada dua; Taam dan Naqis.
Murakkab taam
adalah kalimat yang maknanya sempurna, sehingga pendengar dan tidak lagi
menunggu kelanjutannya, seperti kalimat “dia akan datang”.
Sedangkan
murakkab naqis adalah kalimat yang
maknanya tidak sempurna dan pendengar tidak merasa puas dan menunggu kelanjutan
dari kalimat tersebut, seperti kalimat ‘langit biru itu”.
b. Qadhiyah
adalah kalimat khabari yang sempurna
Murakkab
taam
terbagi kepada khabari dan insya’i:
1. Murakkab taam khabari
yaitu murakkab (kalimat tersusun)
yang menceritakan sebuah realitas, seperti kalimat “bunga itu indah”.
2. Murakkab taam insya’i
yaitu murakkab yang tidak
menceritakan sebuah realitas, akan tetapi ia hanya memunculkan sebuah makna,
seperti pertanyaan, permohonan, harapan. Contohnya “tulislah”, “apakah dia akan
datang” dan ‘semoga dia datang”.
B.
Pembagian
Qadhiyah
Walaupun qadhaiyah
memiliki pembagian yang banyak, akan tetapi disini akan dibahas dan disinggung
sebagian dari pembagian tersebu.
Pada pembagian pertama pertamanya qadhiyah terbagi kepada dua pembagian
asli:
1.
Qadhiyah Hamaliyah (preposisi predikatif)
Qadhiyah
ini adalah qadhiyah yang didalamnya
diterapkan hukum sesuatu atas sesuatu atau penafian hukum sesuatu terhadap
sesuatu, seperti “Ali adalah orang adil”. Setiap qadhiyah hamliyah memiliki dua
tharaf (sisi) dan memiliki satu
nisbah (hubungan). Sisi pertama disebut dengan “maudhu”(subjek) dan sisi kedua disebut dengan “mahmul” (predikat)
serta sesuatu yang menunjukan kepada nisbah
disebut dengan “rabithah”
(penghubung). Oleh karenanya, dalam contoh “cuaca adalah cerah”; ‘cuaca”
disebut dengan maudhu, ‘cerah”
disebut dengan mahmul dan “adalah”
merupakan Rabithah.
Dari segi maudhu-nya qadhiyah hamliyah terbagi
kepada beberapa bagian:
a. Syakhshiyah:
adalah qadhiyah hamliyah yang maudhunya bersifat partikular (juz’i), seperti “ka’bah adalah tempat
kiblat bagi kaum muslimin”.
b. Thobi’iyah:
adalah qadhiyah hamliyah yang maudhunya universal (kulli) dan mahmulnya tidak berhubungan dengan misdaq dan afrad dari maudhu
tersebut, seperti ‘manusia adalah nau’
(spesies)”.
Dalam qadhiyah-qadhiyah seperti ini,
mahmul berhubungan dengan mahfun kulli
(konsep universal) dari maudhu dan
tidak ada hubungannya dengan afrad
dan misdaq.
c. Muhmalah:
adalah qadhiyah hamliyah yang
mauhudnya kulli dan mahmulnya
memiliki hubungan misdaq dan afrad maudhu, akan tetapi tidak
menjelaskan jumlah dari afrad maudhu,
seperti “manusia adalah penyair”.
d. Mashurah:
atau musawwaroh adalah qadhiyah hamliyah yang mauhudnya kulli dan mahmul memiliki hubungan dengan misdaq
dan afrad maudhu serta dijelaskan
jumlah dari afrad tersebut,
seperti”seluruh manusia adalah berfikir”.
Sifat kulli dan juz’i dari jumlah afrad dari qadhiyah mahshurah secara istilah disebut dengan “kam qadhiyah” (kuantitas preposisi) dan
lafadz yang menunjukan sifat kulli dan juz’i disebut dengan “sur qadhiyah”, seperti kata “setiap”,
“sebagai” atau “ tidak ada sama sekali”.
2.
Qadhiyah
syarthiyah
Qadhiyah sartthiyah adalah qadhiyah yang didalamnya
memberikan hukum tentang keberadaan nisbah (hubungan) atau ketidak beradaannya
antara dua qadhiyah atau lebih, seperti “tidak setiap manusia yang berilmu, ia
pasti bahagia”. Setiap qadhiyah syarthiyah tersusun dari kalimat syart (syarat) dan kalimat jaza (kosekuensi) yang mana syart disebut dengan “muqaddam” dan jaza’ disebut dengan “taali”.
Berdasarkan bentuk hubungan antara
dua sisinya (muqaddam dan taali),
qadhiyah syarthiyah terbagi kepada bagian dibawah ini:
a. Syarthiyah muttashilah:
adalah qadhiyah syarthiyah yang
memberikan hukum tentang adanya hubungan antara dua nisbah, seperti “jika
matahari terbi, maka bintang-bintang akan hilang”.
Dalam qadhiyah syarthiyah muttashilah, jika
hubungan antara muqqadam dan taali bersifat dharuri (kemestian), disebut dengan
“syarthiyah muttashilah luzumiyah”
dan jika hubungan antara keduannya hanya berdasarkan kebersamaan yang
kebetulan, maka disebut dengan “syarthiyah
muttashilah ittifaqiyah”. Contoh dari qadhiyah
syarthiyah muttashilah luzumiyah
seperti “jiika hari mulai muncul, maka alam akan terang” dan contoh dari qadhiyah syarthiyah muttashilah ittifaqiyah
adalah seperti “jika karu mewariskan harta, maka lukman mewariskan hikmah”.
b. Syarthiyah munfhashilah:
adalah qadhiyah syarthiyah yang
dalamnya terdapat pemberian hukum tentang pertentangan dan keterpisahan atau
ketidakadaan pertentangan dari keterpisahan antara muqqadam dan taali, seperti
“bilangan itu, baik genap atau ganjil”.
Qadhiyah syarthiyah munfashilah
terbagi kepada pembagian berikut:
·
Infishali
Hakiki: yaitu pertentangan antara muqaddam dan taali yang
mana antara keduanya tidak bisa berkumpul bersama dan juga tidak bisa terangkat
bersama, seperti ”bilangan itu baik genap maupu ganjil”.
·
Infishli
Mani’ al-jami’: pertentangan dan keterpisahan antara
muqaddam dan taali dalam qadhiyah syarthiyah ini yang mana antara keduanya
tidak bisa berkumpul bersama walaupun keduanya bisa tertangkat bersama, seperti
“setiap kertas baik yang putih maupun hitam”.
·
Infishali
Mani’ al-Khulu’: pertentangan antara muqaddam dan taali
dalam qadhiyah syarthiyah ini yang mana antara keduas sisinya tidak bisa
terangkat bersama walaupun keduannya bisa berkumpul bersama, seperti “balasan
perbuatan itu baik didunia maupun diakhirat”.
Pembagian
qadhiyah hamliyah dan syarthiyah dari segi nisbah antara dua sisi
1. Mujabah
(positif): seperti “keadilan adalah perbuatan yang bagus” atau “manusia itu
baik yang merdeka atau hamba”
2. Salibah
(negatif): seperti “kezaliman tidak kokoh”
Kondisi yang menunjukkan positif atau
negatifnya (mujabah atau salibah) sebuah qadhiyah disebut dengan “kaef” sedang kondisi yang menunjukan
jumlah (kulliyah dan juz’iyah) sebuad
qadhiyah disebut dengan “kam”.
Dari segi unsur kam (kuantitas) dan kaef
(kualitas) dalam qadhiyah, maka qadhiyah mahshurah akan memiliki empat bentuk
di bawah ini:
·
Mujabah
kulliyah: seperti “semua manusia berfikir’
·
Mujabah
juz’iyah: seperti “sebagai manusia penyair”
·
Salibah
kulliyah: seperti “tidak ada satupun manusia yang batu”
·
Salibah
juz’iyah: seperti “sebagian manusia bukanlah ahli fikih”
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Qadhiyah adalah kalimat khabari yang
sempurna.
2. Pada
pembagian pertamanya qadhiyah dibagi kepada “hamliyah” dan “syarthiyah”.
Qadhiyah hamliyah adalah qadhiyah yang didalamnya ada penempatan hukum akan
adanya ketetapan mahmul atas maudhu atau ketidak adanya ketetapan, sementara
qadhiyah syarthiyah adalah qadhiyah yang didalamnya ada penetapan hukum tentang
keberadaan nisbah (hubungan) antara muqaddam dan taali atau tidak adanya
nisbah.
3. Dari
sisi maudhunya qadhiyah hamliyah terbagi kepada; Syakhshiyah, Thabi’iyah,
Muhmalah, dan Mahshurah.
4. Qadhiyah
Syarthiyah terbagi menjadi dua yaitu; Muttashilah dan Munfashilah.
5. Qadhiyah
Syarthiyah Muttashilah terbagi kepada Qadhiyah Luzumiyah dan Qadhiyah
Ittifaqhiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar