Sabtu, 20 April 2019

MAKALAH ILMU MANTIQ QADHIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu mantiq adalah ilmu yang berkaitan dengan pembicaraan yang masuk akal yang sesuai dengan keadaan dan kenyataan beserta argumentasi dan juga sesuai dengan dalil. Ilmu ini merupakan suatu metode dalam penelitian ilmiah sehingga dalam pembahasan Ilmu Mantiq tidak bisa dilepaskan dengan pembahasan sesuatu yang condong pada kebenaran dzatnya yang berlaku diantara manathiqh. Perkataan itu dipandang dari segi perkataan itu sendiri yang dapat mengarah pada keadaan benar atau tidak benar, hal ini dalam Ilmu Mantiq disebut “qadhiyah”.
Sesuatu itu akam mengandung kemungkinan dua kemungkinan yakni benar dan salah, hal tersebut dibuktikan dengan suatu eksperimen untuk memastikan kebenartannya. Gabungan dari dua sesuatu disebut qadhiyah (preposisi).
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Qadhiyah?
2.      Bagaimana pembagian dalam Qadhiyah?
3.      Bagaimana Qadhiyah hamliyah?
4.      Bagaimana Qadhiyah syarthiyah?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian Qadhiyah
2.      Untuk mengetahui tentang pembagian Qadhiyah
3.      Untuk mengetahui tentang Qadhiyah hamliyah dan Qadhiyah syarthiyah




BAB I
PEMBAHASAN

A.    Definisi Qadhiyah
Dari sudut pandang mantiq, shuroh (formasi) seluruh istidlal-istidal mubasyir dibuat dari sebuah “qadhiyah”. Qadiyah adalah sebuah kalimat khabari (informatif) yang sempurna, seperti “Ali adalah orang yang adil”.
a.       Qodhiyah adalah kalimat yang sempurna
Para ilmu mantiq membagi lafadz kepada dua bagian:
1.      Mufrad (tunggal); yaitu lafadz yang tidak memiliki bagian, seperti “A” yang berupa huruf, atau jika ia memiliki bagian maka bagian dari lafadz tersebut tidak menunjukkan bagian dari makna, seperti “Abdullah” sebagai sebuah nama bagi seseorang. Ilmu mantiq juga membagi mufrad kepada isim (kata benda), fi’il (kata kerja) dan harf (kata penghubung).
2.      Murakkab (majemuk); yaitu lafadz yang pertyama: ia memiliki bagian, kedua: setiap bagian memiliki makna dan ketiga; makna dari setiap bagian adalah sesuatu yang dimaksudkan, seperti kalimat “bunga itu indah”. Lafadz yang murakkab terbagi kepada dua; Taam dan Naqis.
Murakkab taam adalah kalimat yang maknanya sempurna, sehingga pendengar dan tidak lagi menunggu kelanjutannya, seperti kalimat “dia akan datang”.
Sedangkan murakkab naqis adalah kalimat yang maknanya tidak sempurna dan pendengar tidak merasa puas dan menunggu kelanjutan dari kalimat tersebut, seperti kalimat ‘langit biru itu”.
b.      Qadhiyah adalah kalimat khabari yang sempurna
Murakkab taam terbagi kepada khabari dan insya’i:
1.      Murakkab taam khabari yaitu murakkab (kalimat tersusun) yang menceritakan sebuah realitas, seperti kalimat “bunga itu indah”.
2.      Murakkab taam insya’i yaitu murakkab yang tidak menceritakan sebuah realitas, akan tetapi ia hanya memunculkan sebuah makna, seperti pertanyaan, permohonan, harapan. Contohnya “tulislah”, “apakah dia akan datang” dan ‘semoga dia datang”.
B.     Pembagian Qadhiyah
Walaupun qadhaiyah memiliki pembagian yang banyak, akan tetapi disini akan dibahas dan disinggung sebagian dari pembagian tersebu.
      Pada pembagian pertama pertamanya qadhiyah terbagi kepada dua pembagian asli:
1.      Qadhiyah Hamaliyah (preposisi predikatif)
Qadhiyah ini adalah qadhiyah yang didalamnya diterapkan hukum sesuatu atas sesuatu atau penafian hukum sesuatu terhadap sesuatu, seperti “Ali adalah orang adil”. Setiap qadhiyah hamliyah memiliki dua tharaf (sisi) dan memiliki satu nisbah (hubungan). Sisi pertama disebut dengan “maudhu”(subjek) dan sisi kedua disebut dengan “mahmul” (predikat) serta sesuatu yang menunjukan kepada nisbah disebut dengan “rabithah” (penghubung). Oleh karenanya, dalam contoh “cuaca adalah cerah”; ‘cuaca” disebut dengan maudhu, ‘cerah” disebut dengan mahmul dan “adalah” merupakan Rabithah.
Dari segi maudhu-nya qadhiyah hamliyah terbagi kepada beberapa bagian:
a.       Syakhshiyah: adalah qadhiyah hamliyah yang maudhunya bersifat partikular (juz’i), seperti “ka’bah adalah tempat kiblat bagi kaum muslimin”.
b.      Thobi’iyah: adalah qadhiyah hamliyah yang maudhunya universal (kulli) dan mahmulnya tidak berhubungan dengan misdaq dan afrad dari maudhu tersebut, seperti ‘manusia adalah nau’ (spesies)”.
Dalam qadhiyah-qadhiyah seperti ini, mahmul berhubungan dengan mahfun kulli (konsep universal) dari maudhu dan tidak ada hubungannya dengan afrad dan misdaq.
c.       Muhmalah: adalah qadhiyah hamliyah yang mauhudnya kulli dan mahmulnya memiliki hubungan misdaq dan afrad maudhu, akan tetapi tidak menjelaskan jumlah dari afrad maudhu, seperti “manusia adalah penyair”.
d.      Mashurah: atau musawwaroh adalah qadhiyah hamliyah yang mauhudnya kulli dan mahmul memiliki hubungan dengan misdaq dan afrad maudhu serta dijelaskan jumlah dari afrad tersebut, seperti”seluruh manusia adalah berfikir”.
Sifat kulli dan juz’i dari jumlah afrad dari qadhiyah mahshurah secara istilah disebut dengan “kam qadhiyah” (kuantitas preposisi) dan lafadz yang menunjukan sifat kulli dan juz’i disebut dengan “sur qadhiyah”, seperti kata “setiap”, “sebagai” atau “ tidak ada sama sekali”.
2.      Qadhiyah syarthiyah
Qadhiyah sartthiyah adalah qadhiyah yang didalamnya memberikan hukum tentang keberadaan nisbah (hubungan) atau ketidak beradaannya antara dua qadhiyah atau lebih, seperti “tidak setiap manusia yang berilmu, ia pasti bahagia”. Setiap qadhiyah syarthiyah tersusun dari kalimat syart (syarat) dan kalimat jaza (kosekuensi) yang mana syart disebut dengan “muqaddam” dan jaza’ disebut dengan “taali”.
            Berdasarkan bentuk hubungan antara dua sisinya (muqaddam dan taali), qadhiyah syarthiyah terbagi kepada bagian dibawah ini:
a.       Syarthiyah muttashilah: adalah qadhiyah syarthiyah yang memberikan hukum tentang adanya hubungan antara dua nisbah, seperti “jika matahari terbi, maka bintang-bintang akan hilang”.
Dalam qadhiyah syarthiyah muttashilah, jika hubungan antara muqqadam dan taali bersifat dharuri (kemestian), disebut dengan “syarthiyah muttashilah luzumiyah” dan jika hubungan antara keduannya hanya berdasarkan kebersamaan yang kebetulan, maka disebut dengan “syarthiyah muttashilah ittifaqiyah”. Contoh dari qadhiyah syarthiyah muttashilah luzumiyah seperti “jiika hari mulai muncul, maka alam akan terang” dan contoh dari qadhiyah syarthiyah muttashilah ittifaqiyah adalah seperti “jika karu mewariskan harta, maka lukman mewariskan hikmah”.
b.      Syarthiyah munfhashilah: adalah qadhiyah syarthiyah yang dalamnya terdapat pemberian hukum tentang pertentangan dan keterpisahan atau ketidakadaan pertentangan dari keterpisahan antara muqqadam dan taali, seperti “bilangan itu, baik genap atau ganjil”.
Qadhiyah syarthiyah munfashilah terbagi kepada pembagian berikut:
·         Infishali Hakiki: yaitu pertentangan antara muqaddam dan taali yang mana antara keduanya tidak bisa berkumpul bersama dan juga tidak bisa terangkat bersama, seperti ”bilangan itu baik genap maupu ganjil”.
·         Infishli Mani’ al-jami’: pertentangan dan keterpisahan antara muqaddam dan taali dalam qadhiyah syarthiyah ini yang mana antara keduanya tidak bisa berkumpul bersama walaupun keduanya bisa tertangkat bersama, seperti “setiap kertas baik yang putih maupun hitam”.
·         Infishali Mani’ al-Khulu’: pertentangan antara muqaddam dan taali dalam qadhiyah syarthiyah ini yang mana antara keduas sisinya tidak bisa terangkat bersama walaupun keduannya bisa berkumpul bersama, seperti “balasan perbuatan itu baik didunia maupun diakhirat”.
Pembagian qadhiyah hamliyah dan syarthiyah dari segi nisbah antara dua sisi
1.      Mujabah (positif): seperti “keadilan adalah perbuatan yang bagus” atau “manusia itu baik yang merdeka atau hamba”
2.      Salibah (negatif): seperti “kezaliman tidak kokoh”
Kondisi yang menunjukkan positif atau negatifnya (mujabah atau salibah) sebuah qadhiyah disebut dengan “kaef” sedang kondisi yang menunjukan jumlah (kulliyah dan juz’iyah) sebuad qadhiyah disebut dengan “kam”.
Dari segi unsur kam (kuantitas) dan kaef (kualitas) dalam qadhiyah, maka qadhiyah mahshurah akan memiliki empat bentuk di bawah ini:
·         Mujabah kulliyah: seperti “semua manusia berfikir’
·         Mujabah juz’iyah: seperti “sebagai manusia penyair”
·         Salibah kulliyah: seperti “tidak ada satupun manusia yang batu”
·         Salibah juz’iyah: seperti “sebagian manusia bukanlah ahli fikih”















BAB III
KESIMPULAN

1.      Qadhiyah adalah kalimat khabari yang sempurna.
2.      Pada pembagian pertamanya qadhiyah dibagi kepada “hamliyah” dan “syarthiyah”. Qadhiyah hamliyah adalah qadhiyah yang didalamnya ada penempatan hukum akan adanya ketetapan mahmul atas maudhu atau ketidak adanya ketetapan, sementara qadhiyah syarthiyah adalah qadhiyah yang didalamnya ada penetapan hukum tentang keberadaan nisbah (hubungan) antara muqaddam dan taali atau tidak adanya nisbah.
3.      Dari sisi maudhunya qadhiyah hamliyah terbagi kepada; Syakhshiyah, Thabi’iyah, Muhmalah, dan Mahshurah.
4.      Qadhiyah Syarthiyah terbagi menjadi dua yaitu; Muttashilah dan Munfashilah.
5.      Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah terbagi kepada Qadhiyah Luzumiyah dan Qadhiyah Ittifaqhiyah.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar