Selasa, 04 Januari 2022

Makalah pola pemikiran ekonomi islam pada periode kontemporer

 

Top of Form

Bottom of Form

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

 Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai isu ekonomi dalam pandangan syariah. Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur dalam berbagai literature hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan perhatian khusus terhadap analisis ekonomi. Sekalipun demikian, terdapat beberapa catatan para cendekiawan muslim yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan di antaranya memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik. Diantara pembahasan para cendikiawan adalah beberapa madzhab tentang  perekonomian islam pada era kontemporer, yaitu madzhab Iqtishaduna, madzhab Mainstream, madzhab pemikiran alternatif.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa saja pola pemikiran ekonomi islam pada periode kontemporer?

2.      Bagaiman pola pemikiran tokoh madzhab ?

3.      Apa saja yang termasuk dalam pemikiran ekonomi islam kontemporer ?

 

C.           TUJUAN MASALAH

1.              Mengetahui tentang pemikiran ekonomi islam dipriode kontemporer.

2.              Mengetahui tentang tokoh-tokoh mazhab.

3.              Mengetahui apa saja yg termasuk dalam pemikiran ekonomi islam pada priode kontemporer.

 

 

 

 

 

D.          MANFAAT

1.              Memberi informasi tentang pemikiran ekonomi pada priode kontemporer.

2.              Dapat mempelajari tentang sejarah pemikiran ekonomi islam priode kontemporer.

3.              Menambah pengetahuan tentang sejarah pemikiran ekonomi islam priode kontemporer.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

A.    POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA PERIODE KONTEMPORER

Dalam perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami, maka ekonomi islam mempunyai tantangan besar dalam menghadapinya. Diantaranya adalah:

Pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya.

Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin kelangsungan hidup serta kesejahteraan umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri.

Ketiga, mengenai perangkat peraturan: hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional dan internasional.[1]

 

Ekonomi islam tidak bisa begitu saja terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma ekonomi konvensional akan tetap berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan  pelaksanaannya. Terdapat beberapa pandangan/madzhab yang populer dalam era kontemporer ini, diantaranya adalah madzhab iqtishaduna yang dipelopori oleh Baqr as-Sadr. Madzhab ini memandang bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan hukum islam karena keduanya berangkat dari folosofi yang bertolak belakang. Disamping itu teori-teori yang dikembangkan oleh ekonomi konvesional akan ditolak dan tidak dipergunakan sama sekali, sebagai gantinya madzhab ini menyusun teori-teori baru tentang ekonomi yang sumbernya langsung dari al-Quran dan as-Sunnah. Selanjutnya terdapat satu madzhab yang bertolak belakang dengan madzhab baqir, yaitu madzhab Mainstream. Madzhab ini tidak meninggalkan teori konvesional secara sekaligus, karena madzhab ini punya pandangan bahwa semua permasalahan ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvesional. Letak perbedaanya hanya terdapat di cara menyelesaikan masalah ekonomi tersebut. Berikutnya terdapat madzhab Alternatif, yang berpandangan bahwa analitis kritis tidak hanya dilakukan di sistem ekonomi sosialisme dam kapitalisme saja, bahkan harus dilakukan di ekonomi islam itu sendiri. Madzhab ini juga mengkritik madzhab-madzhab lainnya, madzhab Baqr dianggap berusaha menemukan teori baru yang sebenarnya telah ditemukan orang lain. Madzhab Mainstream dianggap sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik hanya saja di madzhab ini menghilangkan unsur riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.[2] Dalam hakikatnya nilai-nilai dasar ekonomi syariah dengan background tauhid harus meliputi: kepemilikan (ownership), keseimbangan (equilibrium), dan keadilan (justice). Ketiga nilai dasar tersebut dapat diperincikan sebagai berikut.[3]

1.      Kepemilikan (ownership)

Pemilikan terletak pada kemanfaatanya dan bukan mengusai secara mutlak terhadap sumber-sunber ekonomi.

Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia, jika orang itu mati maka harus didistribusikan kepada ahlu warisnya menurut ketentuan islam. Sebagaimana firman Allah yang artinya :

 

“Diwajibkan atas kamu, jika seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara adil dan baik, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.[4]

 

Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau dikuasai negara.

2.      Keseimbangan (equilibrium), yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimory), dan menjauhi keborosan (extravagance).

3.      Keadilan (justice). Keadilan dalam masalah ekonomi:

a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak islam.  

b) Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi. Artinya keadilan dalam produksi dan konsumsi.

 

B.     PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER 

Pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini merupakan buah pikiran dari para ekonom Muslim pada abad ke-20 Masehi. Jika dalam pemikiran ekonomi Islam klasik dibagi menjadi 3 fase, maka pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini dibagi menjadi 3 aliran, yaitu aliran Iqtishādunā, aliran Mainstream, dan aliran Alternatif. Masing-masing dari ketiga aliran ini memiliki corak pemikiran yang berbeda-beda.

1. Aliran Iqtishādunā

Corak utama dari aliran ini adalah pemikirannya tentang masalah ekonomi yang muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat dari sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

Aliran ini menolak pernyataan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi disebabkan oleh adanya keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya alam yang tersedia jumlahnya terbatas. Karena hal tersebut bertentangan dengan firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar: 49).

Aliran ini dipelopori oleh Baqir Sadr. Nama aliran ini pun diambil dari nama karyanya Iqtishādunā. Menurutnya, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Baginya, Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran … (tidak pula) hubungan antara laba dan bunga bank … (tidak pula) fenomena diminishing returns di dalam produksi, yang baginya merupakan ”ilmu ekonomi”. Jadi menurutnya, ekonomi Islam adalah doktrin karena ia membicarakan semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai keadilan sosial. Sebagai doktrin, sistem ekonomi Islam juga berhubungan dengan pertanyaan ”apa yang seharusnya” berdasarkan kepercayaan, hukum, konsep dan definisi yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam doktrin ekonomi Sadr, keadilan menempati posisi sentral, sehingga menjadi tolak ukur untuk menilai teori, kegiatan dan output ekonomi.

2. Aliran Mainstream

Corak utama dari pemikiran aliran ini adalah kebalikan dari aliran Iqtishādunā dalam memandang masalah ekonomi. Menurut aliran ini, masalah ekonomi timbul memang dikarenakan kelangkaan (scarcity) Sumber Daya Alam sementara keinginan manusia tidak terbatas. Untuk itu, manusia diarahkan untuk melakukan prioritas dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dan keputusan dalam menentukan skala prioritas tersebut tidak dapat dilakukan semaunya sendiri karena dalam Islam sudah ada rujukannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Aliran ini ditokohi oleh 4 tokoh utama, yaitu Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.

a. Muhammad Abdul Mannan.

Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; Islamic Economics: Theory and Practice (1970) dan The Making of Islamic Economic Society (1984). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.” Ketika ekonomi Islam dihadapkan pada masalah ”kelangkaan”, maka bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan dalam ekonomi Barat. Bedanya adalah pilihan individu terhadap alternatif penggunaan sumber daya, yang dipengaruhi oleh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut Mannan, yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem sosio-ekonomi lain adalah sifat motivasional yang mempengaruhi pola, struktur, arah dan komposisi produksi, distribusi dan konsumsi. Dengan demikian, tugas utama ekonomi Islam adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi asal-usul permintaan dan penawaran sehingga dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah distribusi yang lebih adil.

b. Muhammad Nejatullah Siddiqi.

Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; The Economic Enterprise in Islam (1971) dan Some Aspects of The Islamic Economy (1978). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “respon para pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi pada zaman mereka masing-masing. Dalam usaha ini, mereka dibantu oleh Qur’an dan Sunnah, baik sebagai dalil dan petunjuk maupun sebagai eksprimen.” Siddiqi menolak determinisme ekonomi Marx. Baginya, ekonomi Islam itu modern, memanfaatkan teknik produksi terbaik dan metode organisasi yang ada. Sifat Islamnya terletak pada basis hubungan antarmanusia, di samping pada sikap dan kebijakan-kebijakan sosial yang membentuk sistem tersebut. Ciri utama yang membedakan perekonomian Islam dan sistem-sistem ekonomi modern yang lain, menurutnya, adalah bahwa di dalam suatu kerangka Islam, kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi merupakan sarana untuk mencapai tujuan spritual dan moral. Oleh karena itu, ia mengusulkan modifikasi teori ekonomi Neo-Klasik konvensional dan peralatannya untuk mewujudkan perubahan dalam orientasi nilai, penataan kelembagaan dan tujuan yang dicapai.

c. Syed Nawab Haidar Naqvi

Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; Ethics and Economics: An Islamic Synthesis (1981). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “perilaku muslim sebagai perwakilan dari ciri khas masyarakat muslim.” Ada 3 tema besar yang mendominasi pemikiran Naqvi dalam ekonomi Islam. Pertama, kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya manusia yang lebih luas untuk mewujudkan masyarakat yang adil berdasarkan pada prinsip etika ilahiyyah, yakni keadilan (Al-’Adl) dan kebajikan (Al-Ihsān). Menurutnya, hal itu berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi ekonomi dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem ekonomi lainnya. Kedua, melalui prinsip Al-’Adl wa Al- Ihsān, ekonomi Islam memerlukan suatu bias yang melekat dalam kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan lemah secara ekonomis. Bias tersebut mencerminkan penekanan Islam terhadap keadilan, yang ia terjemahkan sebagai egalitarianisme. Ini adalah suatu butir penting yang sering kali ia tekankan dalam tulisannya. Dan ketiga adalah diperlukannya suatu peran utama negara dalam kegiatan ekonomi. Negara tidak hanya berperan sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia (supplier) kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar barang maupun faktor produksi, demikian pula negara berperan sebagai pengontrol sistem perbankan. Ia melihat negara Islam sebagai perwujudan atau penjelmaan amanah Allah tatkala ia meletakkan negara sebagai penyedia, penopang dan pendorong kegiatan ekonomi.

d. Monzer Kahf.

Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System (1978). Ia tidak mengusulkan suatu definisi ”formal” bagi ekonomi Islam, tetapi karena ilmu ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia dalam hal produksi, distribusi dan konsumsi, maka ekonomi Islam, menurutnya, dapat dilihat sebagai sebuah cabang dari ilmu ekonomi yang dipelajari dengan berdasarkan paradigma (yakni aksioma, sistem nilai dan etika) Islam, sama dengan studi ekonomi Kapitalisme dan ekonomi Sosialisme. Dengan pandangannya ini, ia mencela kelompok-kelompok ekonom Islam tertentu. Ia menengarai suatu kelompok yang mencoba untuk menekankan dengan terlalu keras perbedaan antara ekonomi Islam dan Barat. Kelompok itu tidak memahami bahwa perbedaan antara keduanya sebenarnya terletak pada filosofi dan prinsipnya, bukan pada metode yang digunakan. Di pihak lain, terdapat juga kelompok lain yang secara implisit menerima asumsi-asumsi ekonomi Barat yang sarat nilai. Kelompok lain yang ia tegur adalah mereka yang mecoba menyamakan antara ekonomi Islam dan Fiqih Mu’amalat. Kelompok ini, menurutnya, telah menyempitkan ekonomi Islam sehingga hanya berisi sekumpulan perintah dan larangan saja, padalah seharusnya mereka membicarakan hal-hal seperti teori konsumsi atau teori produksi. Semua kelompok tersebut tidak memahami posisi ekonomi Islam dalam kerangka atau kategorisasi cabang ilmu pengetahuan serta tidak pula bisa memisah-misahkan berbagai seginya seperti filosofinya, prinsip atau aksiomanya, serta fungsi aktualnya.

3. Aliran Alternatif

Aliran ini dikenal sebagai aliran yang kritis secara ilmiah terhadap ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sebagai peradaban. Aliran ini mengkritik kedua aliran sebelumnya. Aliran Iqtishādunā dikritik karena dianggap berusaha menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan tokoh-tokoh sebelumnya, sedangkan aliran Mainstream dikritik sebagai jiplakan ekonomi aliran Neo-Klasik dan Keynesian dengan menghilangkan unsur riba serta memasukkan variabel zakat dan akad, sehingga tidak ada yang orisinil dari aliran ini. Namun aliran ini tidak hanya mengkritik ekonomi Islam saja, ekonomi konvensional pun juga telah dikritik.

Tokoh-tokoh aliran ini adalah Timur Kuran, Sohrab Behdad, dan Abdullah Saeed.

a. Timur Kuran.

Ia adalah seorang dosen ekonomi di Southern California University, USA. Pemikirannya bisa ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “The Economyc System in Contemporary Islamic Thought: Interpretation and Assessment”, dalam International Journal of Middle East Studies Volume 18 tahun 1986, dan “On The Notion of Economic Justice in Contemporary Islamic Thought”, dalam International Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989.

b. Sohrab Behdad.

Pemikirannya dapat ditemukan dalam tulisan artikelnya yang berjudul “Property Rights in Contemporary Islamic Economic Thought: A Critical Perspective” dalam jurnal Review of Social Economy Volume 47 tahun 1989.

c. Abdullah Saeed.

Ia adalah seorang Profesor Studi Arab-Islam di University of Melbourne, Australia. Pemikirannya bisa ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “Islamic Banking in Practice: A Critical Look at The Murabaha Financing Mechanism” dalam Journal of Arabic, Islamic & Middle Eastern Studies tahun 1993, dan “The Moral Context of The Prohibition of Riba in Islam Revisited” dalam American Journal of Islamic Social Science tahun 1995.

C.     POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM

Ekonomi islam mempunyai dua sifat dasar yaitu, Rabbani dan Insani. Disebut Rabbani karena ekonomi islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyyah sedang disebut Insani karena sistem ekonomi islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Atas dasar hal ini maka muncullah konsep-konsep. Antara lain:

1.      Konsep tauhid Konsep ini menjelaskan tentang keesaan Allah, yakni bagaimana hubungan manusia dengan Allah serta hubungan dengan sesamanya dan alam sekitar. Sebagaiamana firman Allah:

 

 Artinya : Dan tidaklah aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk menyembah dan beribadah kepaaku.

 

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa hidup manusia penuh dengan pengabdian kepada Allah SWT, bukan hanya pada ibadah khusus seperti sholat, zakat, dan haji, bahkan mencakup seluruh aktivitas manusia termasuk aktivitas dibidang ekonomi.

 

2.      Konsep Rububiyyah Peraturan yang ditetapkan Allah bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan manusia ke arah kesempurnaan dan kemakmuran. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencari dan menjaga rezeki yang diberikan Allah.

3.      Konsep Khalifah Manusia sebagai kholifah di muka bumi adalah sebuah qodrat dari Allah SWT. Hal ini merupakan rumusan untuk membina konsep ekonomi islam, dan sekaligus sebagai falsafah ekonomi islam. Manusia yang telah diberi amanah sebagai kholifah haruslah merealisasika kesejahteraan yang seharusnya menjadi tujuan ekonomi islam.

4.      Konsep Tazkiyah Konsep ini adalah konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlaq, sebagaimana misi dari dakwah nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlaq.[5] Rasulullah bersabda yang artinya :

 

“Sesungguhnya hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.”

 

Dari keempat konsep tersebut seorang tokoh madzhab mainstream yang bernama Dr. Monzer Kahf,ketua Economist Group Association of                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Muslim Social Scientist, USA, dan salah seorang ekonom di Islamic Reserch dan Training Institute Islamic Devolepment Bank (IRTI-IDB), mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai bagian tertentu dari agama. Beliau  juga adalah orang yang pertama mengaktualisasi analisis penggunaan beberapa institusi islam (misal zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi, dan pendapatan.[6] Beliau mempunyai asumsi dasar yakni tetntang islamic man

Baginya, semua oarang yang berkeinginan untuk menerima paradigma islam maka dia dapat disebut sebagai Islamic  Man

Jadi orang islam tidak harus muslim. Apabila seseorang terbiasa menerima tiga pilar ekonomi islam maka pemikiran dan segala apa yang diputuskan akan berbeda dengan orang yang menjalankan ekonomi konvesional. Adapun tiga pilar tersebut adalah:

 

1.      Segala sesuatu adalah mutlak milik Allah, dan umat manusia sebagai kholifah-Nya (memiliki hak / bertanggungjawab).

2.      Tuhan itu satu, hanya hukum Allah yang dapat diperlakukan.

3.      Kerja adalah kebijakan, dan kemalasan adalah sifat buruk; oleh karena itu diperlukan sikap memperbaiki diri sendiri.[7] Teori konsumsi dalam ekonomi islam juga mengenal rasionalisme. Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      KESIMPULAN  

Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai isu ekonomi dalam pandangan syariah. Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur dalam berbagai literature hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan perhatian khusus terhadap analisis ekonomi. Terdapat beberapa mazhab-mazhab yang terkenal diantaranya adalah mazhab iqtisudana Baqir Sadi, mazhab Mainstream, mazhab alternatif.

 

B.     SARAN

Apabila makalah kami ada yang kurang dalam pengetikan, isi kami mohon kritik dan saran dari teman-teman sekalian kurang lebihnya kami mohon maaf kami ucapkan terimakasih.

 

 

 

 



[1] Hendrie Anto, Pengantar Ekomnomi Mikro Islam (yogyakarta: Ekonosia,2003,81

[2] Ibid.

[3] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.,251.

[4] Muhammad. Hambali, Pemikiran Ekonomi Muhammad Baqir ash-Sadr.

[5] Ibid.,13.

[6] Ibid.,13-15.

[7] Ibid.,82.