BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi
yang berkesinambungan tentang berbagai isu ekonomi dalam pandangan syariah.
Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur dalam berbagai literature
hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan perhatian khusus terhadap analisis
ekonomi. Sekalipun demikian, terdapat beberapa catatan para cendekiawan muslim
yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan di
antaranya memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik. Diantara
pembahasan para cendikiawan adalah beberapa madzhab tentang perekonomian
islam pada era kontemporer, yaitu madzhab Iqtishaduna, madzhab Mainstream,
madzhab pemikiran alternatif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pola pemikiran ekonomi islam pada periode
kontemporer?
2. Bagaiman pola pemikiran tokoh madzhab ?
3. Apa saja yang termasuk dalam pemikiran ekonomi islam
kontemporer ?
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Mengetahui tentang pemikiran ekonomi islam dipriode kontemporer.
2.
Mengetahui tentang tokoh-tokoh mazhab.
3.
Mengetahui apa saja yg termasuk dalam pemikiran ekonomi islam pada priode
kontemporer.
D.
MANFAAT
1.
Memberi informasi tentang pemikiran ekonomi pada priode kontemporer.
2.
Dapat mempelajari tentang sejarah pemikiran ekonomi islam priode
kontemporer.
3.
Menambah pengetahuan tentang sejarah pemikiran ekonomi islam priode
kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A. POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA PERIODE KONTEMPORER
Dalam perkembangan ekonomi global dan
semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami,
maka ekonomi islam mempunyai tantangan besar dalam menghadapinya. Diantaranya
adalah:
Pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan
keuangannya.
Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat
meningkatkan dan menjamin kelangsungan hidup serta kesejahteraan umat, dapat
menghapus kemiskinan dan pengangguran, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri.
Ketiga, mengenai perangkat peraturan: hukum
dan kebijakan baik dalam skala nasional dan internasional.[1]
Ekonomi islam tidak bisa begitu saja
terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma ekonomi konvensional akan tetap
berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan pelaksanaannya. Terdapat beberapa pandangan/madzhab yang populer
dalam era kontemporer ini, diantaranya adalah madzhab iqtishaduna yang
dipelopori oleh Baqr as-Sadr. Madzhab ini memandang bahwa ilmu ekonomi tidak
akan pernah sejalan dengan hukum islam karena keduanya berangkat dari folosofi
yang bertolak belakang. Disamping itu teori-teori yang dikembangkan oleh
ekonomi konvesional akan ditolak dan tidak dipergunakan sama sekali, sebagai
gantinya madzhab ini menyusun teori-teori baru tentang ekonomi yang sumbernya
langsung dari al-Quran dan as-Sunnah. Selanjutnya terdapat satu madzhab yang
bertolak belakang dengan madzhab baqir, yaitu madzhab Mainstream. Madzhab ini
tidak meninggalkan teori konvesional secara sekaligus, karena madzhab ini punya pandangan
bahwa semua permasalahan ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan
konvesional. Letak perbedaanya hanya terdapat di cara menyelesaikan masalah
ekonomi tersebut. Berikutnya terdapat madzhab Alternatif, yang berpandangan bahwa
analitis kritis tidak hanya dilakukan di sistem ekonomi sosialisme dam
kapitalisme saja, bahkan harus dilakukan di ekonomi islam itu sendiri. Madzhab
ini juga mengkritik madzhab-madzhab lainnya, madzhab Baqr dianggap berusaha
menemukan teori baru yang sebenarnya telah ditemukan orang lain. Madzhab
Mainstream dianggap sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik hanya saja di
madzhab ini menghilangkan unsur riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.[2] Dalam hakikatnya nilai-nilai dasar
ekonomi syariah dengan background tauhid harus meliputi: kepemilikan
(ownership), keseimbangan (equilibrium), dan keadilan (justice). Ketiga nilai
dasar tersebut dapat diperincikan sebagai berikut.[3]
1. Kepemilikan (ownership)
Pemilikan terletak pada kemanfaatanya dan bukan mengusai
secara mutlak terhadap sumber-sunber ekonomi.
Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia, jika orang itu mati maka
harus didistribusikan kepada ahlu warisnya menurut ketentuan islam. Sebagaimana
firman Allah yang artinya :
“Diwajibkan atas kamu, jika seseorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara adil dan baik, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.[4]
Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap
sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau hajat hidup orang
banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau dikuasai negara.
2. Keseimbangan (equilibrium), yang pengaruhnya terlihat
pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan
(moderation), berhemat (parsimory), dan menjauhi keborosan (extravagance).
3. Keadilan (justice). Keadilan dalam masalah ekonomi:
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak
islam.
b) Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi. Artinya keadilan
dalam produksi dan konsumsi.
B. PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
Pemikiran
ekonomi Islam kontemporer ini merupakan buah pikiran dari para ekonom Muslim
pada abad ke-20 Masehi. Jika dalam pemikiran ekonomi Islam klasik dibagi
menjadi 3 fase, maka pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini dibagi menjadi 3
aliran, yaitu aliran Iqtishādunā, aliran Mainstream, dan aliran
Alternatif. Masing-masing dari ketiga aliran ini memiliki corak pemikiran yang berbeda-beda.
1. Aliran Iqtishādunā
Corak utama
dari aliran ini adalah pemikirannya tentang masalah ekonomi yang muncul karena
adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat dari sistem
ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.
Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya.
Sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi
sangat miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang
tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Aliran ini
menolak pernyataan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi disebabkan oleh adanya
keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya alam yang tersedia
jumlahnya terbatas. Karena hal tersebut bertentangan dengan firman Allah: “Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar: 49).
Aliran ini
dipelopori oleh Baqir Sadr. Nama aliran ini pun diambil dari nama karyanya Iqtishādunā.
Menurutnya, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk
dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan
masalah ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Baginya,
Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran … (tidak pula) hubungan
antara laba dan bunga bank … (tidak pula) fenomena diminishing returns
di dalam produksi, yang baginya merupakan ”ilmu ekonomi”. Jadi menurutnya,
ekonomi Islam adalah doktrin karena ia membicarakan semua aturan dasar
dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai keadilan
sosial. Sebagai doktrin, sistem ekonomi Islam juga berhubungan dengan
pertanyaan ”apa yang seharusnya” berdasarkan kepercayaan, hukum, konsep dan
definisi yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam doktrin ekonomi Sadr,
keadilan menempati posisi sentral, sehingga menjadi tolak ukur untuk menilai
teori, kegiatan dan output ekonomi.
2. Aliran Mainstream
Corak utama
dari pemikiran aliran ini adalah kebalikan dari aliran Iqtishādunā dalam
memandang masalah ekonomi. Menurut aliran ini, masalah ekonomi timbul memang
dikarenakan kelangkaan (scarcity) Sumber Daya Alam sementara keinginan
manusia tidak terbatas. Untuk itu, manusia diarahkan untuk melakukan prioritas
dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dan keputusan dalam menentukan skala
prioritas tersebut tidak dapat dilakukan semaunya sendiri karena dalam Islam
sudah ada rujukannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Aliran ini
ditokohi oleh 4 tokoh utama, yaitu Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah
Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.
a. Muhammad
Abdul Mannan.
Pemikiran
ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; Islamic Economics: Theory and
Practice (1970) dan The Making of Islamic Economic Society (1984).
Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam.” Ketika ekonomi Islam dihadapkan pada masalah ”kelangkaan”, maka
bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan dalam ekonomi Barat. Bedanya
adalah pilihan individu terhadap alternatif penggunaan sumber daya, yang
dipengaruhi oleh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut
Mannan, yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem sosio-ekonomi lain
adalah sifat motivasional yang mempengaruhi pola, struktur, arah dan komposisi
produksi, distribusi dan konsumsi. Dengan demikian, tugas utama ekonomi Islam
adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi asal-usul permintaan dan
penawaran sehingga dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah distribusi yang
lebih adil.
b. Muhammad
Nejatullah Siddiqi.
Pemikiran
ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; The Economic Enterprise in Islam
(1971) dan Some Aspects of The Islamic Economy (1978). Ia mendefinisikan
ekonomi Islam sebagai “respon para pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi
yang dihadapi pada zaman mereka masing-masing. Dalam usaha ini, mereka dibantu
oleh Qur’an dan Sunnah, baik sebagai dalil dan petunjuk maupun sebagai
eksprimen.” Siddiqi menolak determinisme ekonomi Marx. Baginya, ekonomi
Islam itu modern, memanfaatkan teknik produksi terbaik dan metode organisasi
yang ada. Sifat Islamnya terletak pada basis hubungan antarmanusia, di samping
pada sikap dan kebijakan-kebijakan sosial yang membentuk sistem tersebut. Ciri
utama yang membedakan perekonomian Islam dan sistem-sistem ekonomi modern yang
lain, menurutnya, adalah bahwa di dalam suatu kerangka Islam, kemakmuran dan
kesejahteraan ekonomi merupakan sarana untuk mencapai tujuan spritual dan
moral. Oleh karena itu, ia mengusulkan modifikasi teori ekonomi Neo-Klasik
konvensional dan peralatannya untuk mewujudkan perubahan dalam orientasi nilai,
penataan kelembagaan dan tujuan yang dicapai.
c. Syed
Nawab Haidar Naqvi
Pemikiran
ekonominya dituangkan dalam karyanya; Ethics and Economics: An Islamic
Synthesis (1981). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “perilaku
muslim sebagai perwakilan dari ciri khas masyarakat muslim.” Ada 3 tema
besar yang mendominasi pemikiran Naqvi dalam ekonomi Islam. Pertama,
kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya manusia yang lebih
luas untuk mewujudkan masyarakat yang adil berdasarkan pada prinsip etika
ilahiyyah, yakni keadilan (Al-’Adl) dan kebajikan (Al-Ihsān).
Menurutnya, hal itu berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi
ekonomi dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah yang membedakan sistem
ekonomi Islam dari sistem ekonomi lainnya. Kedua, melalui prinsip Al-’Adl
wa Al- Ihsān, ekonomi Islam memerlukan suatu bias yang melekat dalam
kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan lemah secara ekonomis. Bias
tersebut mencerminkan penekanan Islam terhadap keadilan, yang ia terjemahkan
sebagai egalitarianisme. Ini adalah suatu butir penting yang sering kali ia
tekankan dalam tulisannya. Dan ketiga adalah diperlukannya suatu peran
utama negara dalam kegiatan ekonomi. Negara tidak hanya berperan sebagai
regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia (supplier) kebutuhan
dasar, tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik
di pasar barang maupun faktor produksi, demikian pula negara berperan sebagai
pengontrol sistem perbankan. Ia melihat negara Islam sebagai perwujudan atau
penjelmaan amanah Allah tatkala ia meletakkan negara sebagai penyedia, penopang
dan pendorong kegiatan ekonomi.
d. Monzer
Kahf.
Pemikiran
ekonominya dituangkan dalam karyanya; The Islamic Economy: Analytical of The
Functioning of The Islamic Economic System (1978). Ia tidak mengusulkan
suatu definisi ”formal” bagi ekonomi Islam, tetapi karena ilmu ekonomi
berhubungan dengan perilaku manusia dalam hal produksi, distribusi dan
konsumsi, maka ekonomi Islam, menurutnya, dapat dilihat sebagai sebuah cabang
dari ilmu ekonomi yang dipelajari dengan berdasarkan paradigma (yakni aksioma,
sistem nilai dan etika) Islam, sama dengan studi ekonomi Kapitalisme dan
ekonomi Sosialisme. Dengan pandangannya ini, ia mencela kelompok-kelompok
ekonom Islam tertentu. Ia menengarai suatu kelompok yang mencoba untuk
menekankan dengan terlalu keras perbedaan antara ekonomi Islam dan Barat.
Kelompok itu tidak memahami bahwa perbedaan antara keduanya sebenarnya terletak
pada filosofi dan prinsipnya, bukan pada metode yang digunakan. Di pihak lain,
terdapat juga kelompok lain yang secara implisit menerima asumsi-asumsi ekonomi
Barat yang sarat nilai. Kelompok lain yang ia tegur adalah mereka yang mecoba
menyamakan antara ekonomi Islam dan Fiqih Mu’amalat. Kelompok ini, menurutnya,
telah menyempitkan ekonomi Islam sehingga hanya berisi sekumpulan perintah dan
larangan saja, padalah seharusnya mereka membicarakan hal-hal seperti teori
konsumsi atau teori produksi. Semua kelompok tersebut tidak memahami posisi
ekonomi Islam dalam kerangka atau kategorisasi cabang ilmu pengetahuan serta
tidak pula bisa memisah-misahkan berbagai seginya seperti filosofinya, prinsip
atau aksiomanya, serta fungsi aktualnya.
3. Aliran Alternatif
Aliran ini
dikenal sebagai aliran yang kritis secara ilmiah terhadap ekonomi Islam, baik
sebagai ilmu maupun sebagai peradaban. Aliran ini mengkritik kedua aliran
sebelumnya. Aliran Iqtishādunā dikritik karena dianggap berusaha
menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan tokoh-tokoh
sebelumnya, sedangkan aliran Mainstream dikritik sebagai jiplakan ekonomi
aliran Neo-Klasik dan Keynesian dengan menghilangkan unsur riba serta
memasukkan variabel zakat dan akad, sehingga tidak ada yang orisinil dari
aliran ini. Namun aliran ini tidak hanya mengkritik ekonomi Islam saja, ekonomi
konvensional pun juga telah dikritik.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Timur
Kuran, Sohrab Behdad, dan Abdullah Saeed.
a. Timur
Kuran.
Ia adalah
seorang dosen ekonomi di Southern California University, USA. Pemikirannya bisa
ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “The Economyc System in
Contemporary Islamic Thought: Interpretation and Assessment”, dalam International
Journal of Middle East Studies Volume 18 tahun 1986, dan “On The Notion
of Economic Justice in Contemporary Islamic Thought”, dalam International
Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989.
b. Sohrab Behdad.
Pemikirannya
dapat ditemukan dalam tulisan artikelnya yang berjudul “Property Rights in
Contemporary Islamic Economic Thought: A Critical Perspective” dalam jurnal
Review of Social Economy Volume 47 tahun 1989.
c. Abdullah
Saeed.
Ia adalah
seorang Profesor Studi Arab-Islam di University of Melbourne, Australia.
Pemikirannya bisa ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “Islamic
Banking in Practice: A Critical Look at The Murabaha Financing Mechanism”
dalam Journal of Arabic, Islamic & Middle Eastern Studies tahun
1993, dan “The Moral Context of The Prohibition of Riba in Islam Revisited”
dalam American Journal of Islamic Social Science tahun 1995.
C. POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM
Ekonomi
islam mempunyai dua sifat dasar yaitu, Rabbani dan Insani. Disebut Rabbani karena
ekonomi islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyyah sedang disebut
Insani karena sistem ekonomi islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan
manusia. Atas dasar hal ini maka muncullah konsep-konsep. Antara lain:
1. Konsep tauhid Konsep ini menjelaskan tentang keesaan
Allah, yakni bagaimana hubungan manusia dengan Allah serta hubungan dengan
sesamanya dan alam sekitar. Sebagaiamana firman Allah:
Artinya : Dan tidaklah aku jadikan jin dan
manusia itu melainkan untuk menyembah dan beribadah kepaaku.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa hidup manusia
penuh dengan pengabdian kepada Allah SWT, bukan hanya pada ibadah khusus
seperti sholat, zakat, dan haji, bahkan mencakup seluruh aktivitas manusia
termasuk aktivitas dibidang ekonomi.
2. Konsep Rububiyyah Peraturan yang ditetapkan Allah
bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan manusia ke arah kesempurnaan
dan kemakmuran. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencari dan menjaga
rezeki yang diberikan Allah.
3. Konsep Khalifah Manusia sebagai kholifah di muka bumi
adalah sebuah qodrat dari Allah SWT. Hal ini merupakan rumusan untuk membina
konsep ekonomi islam, dan sekaligus sebagai falsafah ekonomi islam. Manusia
yang telah diberi amanah sebagai kholifah haruslah merealisasika kesejahteraan
yang seharusnya menjadi tujuan ekonomi islam.
4. Konsep Tazkiyah Konsep ini adalah konsep yang
membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlaq, sebagaimana misi dari dakwah
nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlaq.[5] Rasulullah bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang baik.”
Dari keempat konsep tersebut seorang tokoh madzhab
mainstream yang bernama Dr. Monzer Kahf,ketua Economist Group Association of Muslim Social Scientist, USA, dan
salah seorang ekonom di Islamic Reserch dan Training Institute Islamic
Devolepment Bank (IRTI-IDB), mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai
bagian tertentu dari agama. Beliau juga adalah orang yang pertama
mengaktualisasi analisis penggunaan beberapa institusi islam (misal zakat)
terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi, dan pendapatan.[6] Beliau mempunyai
asumsi dasar yakni tetntang islamic man
Baginya, semua oarang yang
berkeinginan untuk menerima paradigma islam maka dia dapat disebut sebagai
Islamic Man
Jadi orang islam tidak harus muslim.
Apabila seseorang terbiasa menerima tiga pilar ekonomi islam maka pemikiran dan
segala apa yang diputuskan akan berbeda dengan orang yang menjalankan ekonomi
konvesional. Adapun tiga pilar tersebut adalah:
1. Segala sesuatu adalah mutlak milik Allah, dan umat
manusia sebagai kholifah-Nya (memiliki hak / bertanggungjawab).
2. Tuhan itu satu, hanya hukum Allah yang dapat
diperlakukan.
3. Kerja
adalah kebijakan, dan kemalasan adalah sifat buruk; oleh karena itu diperlukan sikap
memperbaiki diri sendiri.[7] Teori
konsumsi dalam ekonomi islam juga mengenal rasionalisme. Rasionalisme adalah
salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala
sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa
perangkat aksioma yang relevan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Selama 14
abad sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai isu
ekonomi dalam pandangan syariah. Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut
terkubur dalam berbagai literature hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan
perhatian khusus terhadap analisis ekonomi. Terdapat beberapa mazhab-mazhab
yang terkenal diantaranya adalah mazhab iqtisudana
Baqir Sadi, mazhab Mainstream, mazhab
alternatif.
B. SARAN
Apabila makalah kami ada yang kurang dalam pengetikan, isi kami mohon
kritik dan saran dari teman-teman sekalian kurang lebihnya kami mohon maaf kami
ucapkan terimakasih.