BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang
ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang
melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu
sisi dunia pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar
dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari
aspek kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia kita memang sungguh sangat
memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain.
Semantik merupakan
salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar, dalam
Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti (
Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan
dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata
semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya, (Chaer, 1995 :2).
Sejalan dengan berkembangnya zaman
perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami
pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak dapat
dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di bahas
secara mendalam di dalam pembahasan. Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam
beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki
banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak
serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi,
terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu
perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
Pengertian Semantik ?
2. Apakah
Tanda, lambang, Konsep dan Defenisi?
3. Bagaimanakah
jenis-jenis Semantik?
4. Apakah
pengertian makna?
5. Apakah
Faktor perubahan makna ?
6. Bagaimanakah
jenis-jenis makna menurut para ahli?
7. Bagaimanakah
jenis perubahan makna ?
8. Bagaimanakah
Analisis Kesalahan Semantik dalam Bahasa Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan
Pengertian Semantik ?
2. Memaparkan
jenis-jenis Semantik?
3. Menjelaskan
pengertian makna?
4. Memaparkan
Faktor perubahan makna ?
5. Memaparkan
jenis-jenis makna menurut para ahli?
6. Memaparkan
jenis perubahan makna ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Semantik
Kata
semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna.Semantik
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau
‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang
dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis
: signé linguistique).
Menurut Ferdinan de
Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :
1.
Komponen yang menggantikan, yang berwujud
bunyi bahasa.
2.
Komponen yang diartikan atau makna dari komponen
pertama.
Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai ataudilambangkan adaah
sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/
acuan / hal yang ditunjuk.
Jadi, Ilmu Semantik
adalah :
- Ilmu
yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
- Ilmu tentang makna
atau arti.
Pandangan yang bermacam-macam dari
para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik.
Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan
disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1.
Charles
Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah
“hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah
penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik
(inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna.
Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut
menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan
dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa
terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek
dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia
Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang
hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau
simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin
linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna
atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa
(fonologi, gramatikal dan semantik).
Pandangan semantik kemudian berbeda
dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan
pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai
ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada
struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi
stilistika
4. Studi semantik terarah pada
bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira
mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan
mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf,
1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri
dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan
semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang
logika simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The
Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga
unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang
menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan
referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang).
Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak
memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik
biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di
dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan
bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’
yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung
menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri
masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat
dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.
2.2 Jenis-jenis Semantik
Beberapa jenis semantik yang dibedakan berdasarkan
tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya, yaitu:
2.2.1
Semantik
Leksikel
Leksikel adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari
bentuk nomina leksikon (vocabulary, kosakata,
pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata
yang bermakna ( Chaer, 2002: 60 dalam Wahab 1995 ). Kalau leksikon disamakan
dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan
kata. Dengan demikian, makna leksikel dapat diartikan sebagai makna yang
bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikel dapat
juga diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita. Kajian makna bahasa yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau
kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai
semantik leksikel.
2.2.2
Semantik
Gramatikal
Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua
subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah cabang linguistik
yang mempelajari struktur intern kata, serta proses-proses pembentukannya;
sedangkan sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam
membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.
Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun satuan sintaksis yaitu
kata, frase, klausa, dan kalimat, jelas ada maknanya. Baik proses morfologi dan
proses sintaksis itu sendiri juga makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada
masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek
studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.
2.3.4
Semantik
Kalimat
Verhaar (1978: 126 dalam Parera 2004) mengutarakan semantik kalimat yang membicarakan
hal-hal seperti soal topikalisasi kalimat yang merupakan masalah semantik,
namun bukan masalah ketatabahasaan. Tentang semantik kalimat ini menurut beliau
memang masih belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik.
2.3
Pengertian Makna Semantik
Makna adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan
pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Pateda (Chaer,2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan
antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure(Chaer,
1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang
dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Konsep makna (KBBI) adalah cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek atau benda yang ada batasan-batasan
unsur penting. Contoh: sebuah buku, dapat kita maknai sebagai bahan ilmu
pengetahuan, lembaran, dan lainnya. Tetapi kalau berbicara tentang konsep makna
kajian tentang buku sangat luas mulai dari arti, makna, dan konsep. Itulah
kalau kita membicarakan tentang sebuah buku.
Makna kosa kata yang dikuasai
seseorang, merupakan bagian utama dari memori semantis yang tersimpan dalam
otak kita, yang disebut makna denotatif, atau sering juga disebut makna
deskriptif atau makna leksikal. Merupakan relasi kata dengan konsep benda/
peristiwa atau keadaan yang dilambangkan dengan kata tersebut.
Pada pembahasan kemarin sudah
disebutkan bahwa bahasa itu berupa sistem tanda bunyi. Dalam pembicaraan
semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan konsep atau
makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang
berada di luar bahasa.
2.4
Faktor
Perubahan Makna
Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Perkembangan dalam ilmu dan
teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang
tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap
digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat
dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari
makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh
perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai
sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik
isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif
kreatif”.
2.
Perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya
kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara
dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata
saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan
untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan
seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan
disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun
setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status
sosialnya digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan
timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia
menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.
3.
Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata
dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari
dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga
kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna
aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan
segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah
garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan
makna barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap
skripsi, menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka
kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam
bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih
ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain
secara metaforis atau secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang
digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam
bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih
saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna
yang lainnya.
4. Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar
bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau
pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda
dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang
lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa
lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata
uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari
bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke
dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda
lain seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar
urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab
amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan
berisi uang sebagai sogokan.
5.
Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak
terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang
lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa
pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti
tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang
seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga
ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah
lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan
istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan
aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak
sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa
frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat
sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak
contoh-contoh yang lain.
6.
Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata
sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun
karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat
maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang
menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang
tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini
disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi
disebut ameliorative. Contoh kata bini sekarang ini dianggap peyoratif
sedangkan kata istri dianggap ameliorative. Begitupun terjadi pada kata laki
dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat
sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan
pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan
dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau
amelioratifnya sebuah kata.
7.
Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah
kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan
atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena
itu kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan
bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya meninggal”
tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini
terjadi pula pada kata berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke
perpus yang maksudnya ke perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium
dan sebagainya. Kalau disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini
bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu
tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk
utuh disingkat menjadi bentuk yang lebih pendek.
7. Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi,
reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna.
Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk
kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut
telah melahirkan makna-makna gramatikal.
8.
Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan
atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa
Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan,
meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula
bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna
perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang
memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
2.5
Jenis Makna Semantik
Berikut akan dibahas mengenai
jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para
ahli bahasa.
a.
Makna Sempit
Makna
sempit (narrowed meaning) adalah
makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Bloomfield ( Pateda. 1933:
126) mengemukakan adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna
ujaran. Makan luas dapat menyempit, atau suka kata yang asalnya memiliki makna
luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) karena dibatasi.
Kridalaksana
(Chaer, 1993: 133), memberikan penjelasan bahwa makna sempit (specialised meaning, narrowed meaning)
adalah makna ujaran yang lebih sempit daripada makna pusatnya; misalnya, makna kepala dalam kepala batu. Selanjutnya, Djajasudarma (1993: 7-8) menjelaskan
bahwa kata-kata bermakna luas di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum
(generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan
atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan
menyempit (memiliki makna sempit), seperti pada contoh berikut.
(1) Pakaian dengan pakaian wanita
(2) Saudara dengan saudara kandung
Saudara tiri
Saudara sepupu
(3) Garis dengan garis bapak
garis miring
dan sebaginya.
b. Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau extended meaning)
adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan
Djajasudarma (Pateda, 1993: 8). Dengan pengertian yang hampir sama,
Kridalaksana (Chaer 1993: 133) memberikan penjelasan bahwa makna luas (extended meaning, situational meaning)
adalah makna ujaran yang lebih luas daripada makna pusatnya; misalnya makna
sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi
di Seskoal yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’.
Kata-kata yang
memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasa atau ide yang umum.
Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang
sempit, seperti pada contoh bahasa Indonesia berikut.
Pakaian dalam dengan pakaian
Kursi roda dengan kursi
Menghidangkan dengan menyiapkan
Memberi dengan menyumbang
Warisan dengan harta
Mencicipi dengan makan
dan sebagainya.
c. Makna Kognitif
Makna kognitif
disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan
adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah
makna lugas, makna apa adanya.
Makna kognitif
sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa makna
kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan makna kognitif
konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara
asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain.
Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasa atau perumpamaan.
Contoh: pohon.
d. Makna Konotatif Dan Emotif
Makna kognitif
dapat dibedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu
hubungan antara kata dengan acuannya () atau hubungan kata dengan denotasinya
(hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan
kegiatan luar bahasa;dan hubungan antara kata (ungkapan) dengan cirri-ciri
tertentu yang bersifat konotatif atau emotif.
Makna konotatif
adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam
makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Sementara Kridalaksana
(Chaer: 1993), memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna
sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul
atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Contoh kata
kurus, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai
makna konotatif
dapat dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada bagian pertama
bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif
muncul sebagai akibat asosiasi parasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau
apa yang didengar. Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan
masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang digunakan (lisan atau
tulisan) serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari
zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat incidental.
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang
melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) kea rah yang
positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan
adanya hubungan antara dunia konsep (reference)
dengan kenyataan, makna emotif menunjukkan sesuatu yang lain yang tidak
sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma,
1993).
Suatu kata
dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif atau dua kata dapat
memiliki makna kognitif yang sama, tetapi dua kata tersebut dapat memiliki
makna emotif yang berbeda. Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung
berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal
(makna) yang negatif.
e. Makna Referensial
Makna referensial (referensial meaning) adalah makna unsur
bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau
gagasan) dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut
denotasi; lawan dari konotasi Kridalaksana ( Chaer, 1993:133).
Sebuah kata atau leksem disebut
bermakna referensial kalau ada referennya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah
termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia
nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk
kata-kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai
referen.
Djajasudarma
(Chaer, 1993), menjelaskan makna referensial adalah makna yang berhubungan
langsung dengan kenyataan atau referen (acuan), makna referensial disebut juga
makna kognitif karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan
konsep, sama halnya dengan kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan
konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pemakai
bahasa.
f. Makna Konstruksi
Makna konstruksi
(construction meaning) adalah makna
yang terdapat di dalam konstruksi. Misalnya, makna milik yang diungkapkan
dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat
diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan.
Kridalaksana
(Chaer, 1993), makna konstruksi (contruction
meaning) adalah makna yang terdapat dalam kostruksi, misalnya ‘milik’ yang
dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh
yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain :
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu ?
g. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal
(bahasa Inggris lexical meaning, semantic
meaning, eksternal meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai lambing benda,
peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara
tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa inggris)
‘budaya’, di dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina
(kb) dan artinya: (1) kesopanab, kebudayaan; (2) perkembangbiakan
(biologi);sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina,
dan maknanya; (1) pikiran, akal budi; (2)kebudayaan; (3)yang mengenai
kebudayaan, yang sudah berkembang (beradab,maju). Semua makna, baik bentuk
dasar maupun bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Masih dalam hal
makna, Djajasudarma (Bateda, 1993) lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal
yang merupakan bandingan bagi makna leksikal. Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning,
functional meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang
menyangkut hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya
sebuah kata di dalam kalimat.
Mengenai dua
jenis makna ini, Kridalaksana (Chaer, 1993) menjelaskan makna leksikal (lexical meaning, semantic meanin, external
meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa,
dan lain-lain; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaannya atau konteksnya. Selanjutnya, makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning,
structural meaning, internal meaning) adalah hubungan antara unsur-unsur
bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya, hubungan antar kata
dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan
demikian, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem atau
kata meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda, memiliki makna leksikal
‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis
alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan leksem air memiliki makna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jadi, kalau dilihat dari contoh-contoh
tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna
leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi
prefix ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau
memakai baju’; dengan dasar kuda
melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
h. Makna Idesional
Makna idesional
dijelaskan Djajasudarma (Chaer,1993), makna idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat
penggunaan kata yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep atau
ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun
turunan. Kita mengerti ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau system)
pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan
wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga Negara.
Kata demokrasi
ini koita lihat di dalam kamus, dan kalau diperhatiakan pada hubungannya dengan
unsur lain dalam pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep yang
menjadi ide kata tersebut. Demikian juga dengan kata partisipasi mengandung makna rasa yang mengenakkan, orang akan
senang bila dikatakan ramping. Begitu
juga dengan kata kerempeng, yang juga bersinonim dengan kata kurus dan kata ramping, mempunyai
konotasi yang negative, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa
tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.
Idesional
‘aktivitas maksimal seseorang yang ikut serta di dalam suatu kegiatan (
sumbangan keaktifan)’. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya kita
dapat melihat paham yang terkandung di dalam makna suatu kata.
i.
Makna Proposisi
Makna proposisi
( proposional meaning) adalah makna
yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan
makna proposisi dapat kita lihat di bidang matematika, atau di bidang eksakta.
Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami
melalui konteks.
Di bidang
eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut siku-siku makna proposisinya
adalah sembilan puluh derajat (900). Makna proposisi dapat
diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat diubah lagi,
misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a. Satu tahun sama dengan dua belas bulan
b. Matahari terbit di ufuk timur.
c. Satu hari sama dengan dua belas jam.
d. Makhluk hidup akan mati.
e. Surge adalah tempat yang sangat baik.dsb.
j.
Makna Pusat
Kridalaksana (Chaer,
1993: 133) memberikan arti makna pusat (central meaning) adalah makna kata yang
umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat
disebut juga makna tidak berciri.
Makna pusat (central meaning) adalah makna yang
dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa,
kalimat, maupun wacana, memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan.
Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks.
Seseorang yang
berdialog dapat berkomunikasi dengan komunikatiftentang inti suatu pembicaraan,
serta pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau dialog karna
penalaran yang kuat. Sebagai contoh dapat kita lihat dapat kita lihatdalam
ekspresi berikut:
a. Meja itu bundar.
b. Harga-harga semakin memuncak.
c.
Akhir-akhir ini sering terjadi
banjir.
k.
Makna Piktorial
Makna pictorial
adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengaran atau
pembaca. Misalnya, pada situasi makna kita berbicara tentang sesuatu yang
menjijikan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar,sehingga ia
menghentikan kegiatan (aktivitas) makan.
Perasaan muncul
segera setelah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang menjijikan, atau
perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira, di samping
perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap saat dapat kita alami.
Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan makna piktorialnya.
a.
Kenapa kau sebut nama dia.
b. Kakus itu kotor sekali.
c.
Ah, konyol dia.
d. Ia tinggal di gang yang becek itu.
e.
Mobil itu hampir masuk jurang.dsb.
l.
Makna Idiomatik
Idiom adalah
satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya,
baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal
bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual
menerimah uang danyang membeli menerima rumahnya’; bentuk menjual sepeda bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membei
mendapat sepedanya’; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi, tidaklah memiliki makna seperti bentuk menjual rumah ataupun menjual sepeda, melainkan bermakna
‘tertawa dengan keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itu yang disebut makna
idiomatic. Seperti contoh bentuk lain, membanting
tulang, meja hijau, tulang punggung,dsb.
Kridalaksana
(Chaer, 1993) menyebutnya dengan makna kiasan (transferred meaning, figurative
meaning) adalah pemakaian kata dengan makna yang tidak sebenarnya.
Selanjutnya, Djajasudarman (pateda, 1993) memberikan pengertian makna idiomatik
adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun
dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan.
Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidah berubah), artinya kombinasi
kata-kata dalam idiom berbentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah
berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatic
didapat di dalam ungkapan dan peribahasa. Seperti terlihat pada ekspresi contoh
berikut.
a. Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
b. Aku tidak akan bertekuk lutut di
hadapan dia.
c. Kasian, sudah jatuh tertimpa tangga
pula.
d. Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi.
e. Tidak baik jadi orang cempala mulut
(lancang).
Idiom
dan peribahasa terdapat pada
semua bahasa, terutama pada bahasa yang penuturanya sudah memiliki kebudayaan
yang tinggi. Untuk mengenal makna
idomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca di dalam kamus,
khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.
2.7 Jenis
Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan
beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya
:
1.
Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas
adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya
memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki
makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun
waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan
makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada
dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya.
Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut
atau sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan
mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang
kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
2.
Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu
gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang
cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna
saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan
sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari
perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar
sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai
sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia
sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3.
Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu
suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna
asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut
pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang
digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus
seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4.
Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna
ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk
yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang
akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya
merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara
diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah
pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5.
zengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah
suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa
menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya
dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.
Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata
mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata
semantik merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Semantik
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau
‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang
dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis
: signé linguistique). Sebab-sebab perubahan makna yaitu
perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan social dan budaya,
perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera,
perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan
istilah.
Jenis perubahan makna yaitu
perubahan meluas, perubahan menyempit, perubahan total, penghalusan, dan
pengasaran.
Faktor yang memudahkan perubahan
makna yaitu faktor kebahasaan, faktor kesejarahan, faktor sosial, faktor
psikologi, faktor pengaruh bahasa asing dan faktor kebutuhan kata yang baru.
3.2 Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat
Indonesia pada umumnya dan mahasiswa hendaklah di zaman yang serba berubah ini
kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam
bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita cermati dengan baik agar
keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.