Jumat, 27 Mei 2022

Makalah Sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan

 

 


 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang..................................................................................... 1
  2. Tujuan .................................................................................................. 3
  3. Manfaat................................................................................................ 3

BAB II ISI

  1. Tinjauan Teori....................................................................................... 4
  2. Pengertian Pelayanan Kesehatan ......................................................... 5
  3. Tujuan Pelayanan Kesehatan ............................................................... 7
  4. Bentuk Dan Jenis Pelayanan ............................................................... 7
  5. Syarat Pokok Pelayanan ...................................................................... 11
  6. Startifikasi Pelayanan .......................................................................... 12
  7. Jenjang Pelayanan Kesehatan............................................................... 13
  8. Upaya Pelayanan Rujukan.................................................................... 14

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan........................................................................................... 18
  2. Saran .................................................................................................... 18

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.

Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah yang tidak lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara akan melaksanakan fungsinya menyediakan kebutuhan hidup yang berkaitan dengan hidup berdampingan dengan orang lain di sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan sebagai “kebutuhan publik”. Salahsatu contoh kebutuhan publik yang mendasar adalah kesehatan. Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak dan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat.

Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang kesehatan adalah adanya Puskesmas. Tujuan utama dari adanya Puskesmas adalah menyediakan layanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yanng relatif terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu lembaga yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan atau non profit organization. Walaupun demikian kita dapat menutup mata bahwa dibutuhkan sistem informasi di dalam rumah sakit.

Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang kesehatan.Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan pelayanan di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam konstituisi, menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat. Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah selama ini dalam kebijakan politik di bidang kesehatan (heath politics), yang menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara tersusun, menyeluruh dan merata.

Oleh sebab itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Sistem Pelayanan Kesehatan” yang ada di Indonesia.

B.     Tujuan

a)      Siswa dapat mengetahui tentang pengertian pelayanan kesehatan.

b)      Siswa dapat mengetahui tentang bentuk dan jenis pelayanan kesehatan.

c)      Siswa dapat mengetahui tentang syarat pokok pelayanan kesehatan.

d)     Siswa dapat mengetahui tentang stratifikasi pelayanan kesehatan.

e)      Siswa dapat mengetahui tentang jenjang pelayanan kesehatan.

f)       Siswa dapat mengetahui tentang upaya pelayanan rujukan.

C.    Manfaat

a)      Untuk mengetahui tentang pengertian sistem pelayanan kesehatan.

b)      Untuk mengetahui tentang bentuk dan jenis pelayanan kesehatan.

c)      Untuk mengetahui tentang syarat pokok pelayanan kesehatan.

d)     Untuk mengetahui tentang stratifikasi pelayanan kesehatan.

e)      Untuk mengetahui tentang jenjang pelayanan kesehatan.

f)       Untuk mengetahui tentang upaya pelayanan rujukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Teori

Sistem adalah suatu keterkaitan diantara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (System is interconnected parts or elements in certain pattern of work).

Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih  luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO:1996).

Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor kompleks yang berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat diutuhkan.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.

Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:

  1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
  2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
  3. Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
  4. Kepemimpinan.

Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

B.     Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan adalah :

  1. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo

kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

  1. Menurut Azwar (1996)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.

  1. Menurut Depkes RI (2009)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

  1. Menurut Levey dan Loomba (1973)

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang dimaksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses, output, dampak, umpan balik.

1.      Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.

2.      Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga mengasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.

3.      Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.

4.      Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.

5.      Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.

6.      Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.

Contoh : Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas.

1.      Input adalah : Dokter, perawat, obat-obatan,

2.      Prosesnya : kegiatan pelayanan puskesmas,

3.      Outputnya : Pasien sembuh/tidak sembuh,

4.      Dampaknya : meningkatnya status kesehatan masyarakat,

5.      Umpan baliknya : keluhan-keluhan pasien terhadaf pelayanan,

6.      Lingkungannya : masyarakat dan instansi-instansi diluar puskemas tersebut.

 

 

C.    Tujuan Pelayanan Kesehatan :

·         Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.

·         Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari :

·         Preventif primer.Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik.

·         Preventif sekunder.Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.

·         Preventif tersier.Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.

·         Kuratif (penyembuhan penyakit)

·         Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental , cedera atau penyalahgunaan.

 

D.    Bentuk Dan Jenis Pelayanan Kesehatan

Bentuk pelayanan kesehatan adalah :

  1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:

1.      Dokter Umum (Tenaga Medis)

2.      Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services). Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.

Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

  1. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

1.      Dokter Spesialis

2.      Dokter Subspesialis terbatas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient services). Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.

  1. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

1.      Dokter Subspesialis

2.      Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.

Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1.      Pelayanan kedokteran

2.      Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

3.      Pelayanan kesehatan masyarakat

4.      Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

Perbedaan Pelayanan Kedokteran dengan Pelayanan Kesehatan Masyarakat :

No.

Pelayanan Kedokteran

Pelayanan Kesehatan Masyarakat

1.

Tenaga pelaksaannya adalah tenaga para dokter

Tenaga pelaksanaanya terutama ahli kesehatan masyarakat

2.

Perhatian utamanya adalah penyembuhan penyakit

Perhatian utamanya pada pencegahan penyakit

3.

Sasaran utamanya adalah perseorangan atau keluarga

Sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan

4.

Kurang memperhatikan efisiensi

Selalu berupaya mencari cara yang efisien

5.

Tidak boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etika kedokteran

Dapat menarik perhatian masyarakat

6.

Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat undang-undang

Menjalankan fungsi dengan mengorganisir masyarakat dan mendapat dukungan undang-undang

7.

Penghasilan diperoleh dari imbal jasa

Pengasilan berupa gaji dari pemerintah

8.

Bertanggung jawab hanya kepada penderita

Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat

9.

Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan

Dapat memonopoli upaya kesehatan

10.

Masalah administrasi sangat sederhana

Mengadapi berbagai persoalan kepemimpinan

Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.

Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.

Upaya kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu :

1.      Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

2.      UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah & menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.

3.      Jenjang : UKM Strata I, II & III.

4.      Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

5.      UKP adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah & menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.

Jenjang : UKP Strata I, II, & III

E.     Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah :

  1. Tersedia dan berkesinambungan

2.      Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan.

  1. Dapat diterima dan wajar

4.      Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

  1. Mudah dicapai

6.      Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

  1. Mudah dijangkau

8.      Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  1. Bermutu

10.  Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu menurut Somers adalah:

  1. Pelayanan kesehatan yang memadukan berbagai upaya kesehatan yakni peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit,pemulihan.

2.      Pelayanan kesehatan yang tidak hanya memperhatikan keluhan penderita,tapi juga latar belakang ekonomi,sosial,budaya,psikologi dan lainnya.

 

F.     Startifikasi Pelayanan Kesehatan

Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan kesehatan.

Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama. Namun secara umum stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.

  1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D.

  1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah Sakit tipe A dan B (Azwar, 1996).

G.    Jenjang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas lima, yaitu:

  1. Tingkat rumah tangga

a.       Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

  1. Tingkat masyarakat

a.       Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.

  1. Fasilitas pelayanan tingkat pertama

4.      Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.

  1. Fasilitas pelayanan tingkat kedua

6.      Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.

  1. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga

8.      Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.

 

H.    Upaya Pelayanan Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

  • Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :

1.      Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.

2.      Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

  • Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

1.      Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

2.      Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

  • Rujukan secara konseptual terdiri atas:

1.      Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:

2.      Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional dan lain-lain.

3.      Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.

4.      Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

5.      Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

6.      Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

7.      Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

8.      Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

  • Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

1.      Rujukan upaya kesehatan perorangan

2.      Antara masyarakat dengan puskesmas

3.      Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

4.      Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

5.      Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.

6.      Rujukan upaya kesehatan masyarakat

7.      Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

8.      Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral

9.      Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

 

 

  • Manfaat sistem rujukan, ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan:

1.      Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)

2.      Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.

3.      Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.

4.      Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

5.      Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)

6.      Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.

7.      Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.

8.      Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider)

9.      Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.

10.  Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin.

11.  Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu lembaga yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan atau non profit organization.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan.

B.     Saran

Pendidikan terhadap pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan komunitas, dengan harapan institusi pendidikan mampu mengajarkan cara memberikan pelayanan asuhan keperawatan komunitas sesuai standart asuhan keperawatan dan kode etik

 

Nilai dan Norma-Norma

 

2.1 Nilai

Pengertian Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyek. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.

Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Alport mengidentifikasikan 6 nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yaitu: nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi. Hierarki nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu sampai dengan masyarakat terhadap suatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai material.

Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu:

  • Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indera yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak;
  • Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni: jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum;
  • Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni;
  • Nilai kerohanian yaitu nilai yang berkaitan dengan tingkatan modalitas dari yang suci.

Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:

  • Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial;
  • Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari baik disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi);
  • Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya;
  • Nilai sosial bersifat relative;
  • Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai;
  • Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain;
  • Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok;
  • Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan; dan
  • Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

Nilai Sosial dapat berfungsi:

  • Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan;
  • Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan;
  • Sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial;
  • Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.

Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-pepatah ini menunjukan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat. Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:

  • Tanggapan mengenai hakekat hidup, variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”;
  • Tanggapan mengenai hakikat karya, variasinya: ada orang yang menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi;
  • Tanggapan mengenai hakikat waktu, variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan;
  • Tanggapan mengenai hakikat alam, Variasinya: masyarakat Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu berada diatas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam;
  • Tanggapan mengenai hakikat manusia, variasi: masyarakat tradisional atau feodal memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata. Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan yang lain secara horizontal (sejajar).

Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.

 

2.2 . Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.

Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Norma tersebut adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.

Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.

Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2.3  Norma Sosial

Dikatakan bahwa nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial.

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Tingkatan Norma Sosial

Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:

1. Cara (usage).

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.

2. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3. Tata kelakuan (Mores)

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4. Adat istiadat (Custom)

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Adat istiadat adalah kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.

Macam Norma Sosial

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :

1. Norma agama

Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran terhadap norma ini dinamakan dosa. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

2. Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.

 3. Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat.

 4. Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

5. Kode etik

Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.

2.4 Hubungan Antara Nilai Dengan Norma

Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin longgar.

Berbagai kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.5 Sosialisasi Nilai-Nilai Moral

Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang sekolah dan keadaan dalam masyarakat muncul karena beberapa alasan:

  1. penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar karena terjadinya diskoneksitas antara penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam masyarakat.
  2. sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga asal peserta didik, lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan seluruh masyarakat.
  3. adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan.

Program dalam dunia pendidikan formal akan “berhasil” jika didukung unsur-unsur sosial dalam masyarakat. Tanpa kerja sama dan dukungan antara sosial terkait, sosialisasi nilai-nilai moral sering mendapat kendala. Lembaga apa pun di masyarakat, entah milik pemerintah atau nonpemerintah, perlu mendukung perwujudan nilai-nilai moral yang disemai melalui dunia pendidikan formal. Perilaku yang korup, tak bertanggung jawab, dan manipulatif dengan sendirinya mengkhianati kaidah moral yang ingin diperkenalkan dunia pendidikan formal.

Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup:

  1. kebebasan dan otoritas: kebebasan memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak. Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan tanpa tanggung jawab mengundang pemegang roda pemerintahan dalam republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka. Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak;
  2. kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses membangun negara ini; Kedisiplinan rendah seperti Sampah bertebaran; para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan menggunakan “jam karet”; aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat.
  3. nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral dalam negara kita. Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik, peserta didik, dan seluruh masyarakat seharusnya memiliki hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani “liar” dan sesat. Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak bangsa. Penggelapan dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, “pembobolan” uang di bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup.

Ternyata bukan tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah kurikulum pendidikan formal yang terasa “mencekik”. Seorang pendidik bisa menanamkan nilai moral dalam sebuah kurikulum dengan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

  1. terbuka peluang bagi pendidik untuk menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang pelajaran yang dipegang selama ini.
  2. pendidik bisa menyisipkan ajaran tentang nilai moral melalui mitos-mitos rakyat.
  3. kejelian/kreativitas pendidik menggali identitas nilai moral.

Jelas, penanaman nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat otonom, tetapi selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan formal. Lingkungan keluarga, pengusaha, RT, lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan (negeri, tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan menghidupi perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan sosialisasi nilai-nilai moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.

2.6 Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Susila

Pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan hubungan dan interaksi baik langsung maupun tidak langsung. Di dalam proses antar hubungan dan interaksi itu, tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogen akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan masing-masing pribadi.

Keadaan interpredensi kebutuhan manusia lahir batin yang tiada batasnya akan berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan ketertiban, kesejahteraan manusia, maka di dalam masyarakat ada nilai-nilai, norma-norma.

Asas pandangan bahwa manusia sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan mengabdi norma-norma. Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai-nilai esensi manusia sebagai mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan realitas sosial sebab justru adanya nilai-nilai. Efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai, hanyalah dalam kehidupan sosial.

Tiap-tiap hubungan sosial mengandung moral. Atau dengan kata lain “Tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial”. Hubungan sosial harus dimaknai dalam makna luas dan hakiki. Yakni hubungan sosial horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan sosial-vertikal yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial vertikal bersifat transendental sering disebut hubungan rohaniah pribadi. Akan tetapi antara hubungan sosial tersebut sama-sama riil di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti dialami semua manusia.

Hubungan sosial vertikal sering disebut hubungan religius yang dianggap hubungan pribadi dan bersifat perseorangan dan bukan masalah sosial. Hubungan sosial horisontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa. Semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normatif itu menjadi kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang membedakan hidup manusia dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain.

Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral. Dan bila moralitas ditafsirkan meliputi nilai-nilai religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula dengan kesadaran-kesadaran supernatural yang super rasional. Esensi tersebut di atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah kodrat hakekat manusia secara potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia, potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (aktualisasi) atau sebaliknya tidak terlaksana. Inilah sebabnya ada kriteria di dalam masyrakat antara pribadi yang baik, yang ideal, dengan pribadi yang di anggap buruk atau asusila, dengan tingkah laku yang kurang dikehendaki.

Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila. Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau. Hukum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.

Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan sosial yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia. Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah sosial ini amat penting dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat.

Sebenarnya aspek susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan sosial. Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah sosial serta pelaksanaannya dalam tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas norma, nilai, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.

Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok, yaitu:

  1. untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya itu dengan demikian, selanjutnya dia tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru. Karena setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh anggotannya.

2. untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaidah-kaidah sosial yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan ini kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma, nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.