Kamis, 16 Juni 2022

Makalah Obligasi Syariah

 

I. Pendahuluan

         Obligasi syariah atau biasa disebut sukuk adalah salah satu efek[1] yang diperdagangkan di pasar modal saat ini. Baik di dunia international maupun di tingkat nasional. Instrumen keuangan ini tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan instrumen keuangan konvensional lainnya.

         Makalah ini, memaparkan tentang sukuk, mulai dari pengertian, jenis-jenis, dasar hukum, karakteristik, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk.

        

II.  Pengertian

         Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti ‘kontrak’. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga, yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten atau Badan Pelaksana Pasar Modal (Abdul Manan:2010).

         Jika diperhatikan pengertian obligasi di atas, maka dapat dipastikan bahwa obligasi yang dimaksudkan adalah obligasi konvensional. Hal ini dikenali dari potongan kalimat “…menjanjikan imbalan bunga…” yang dalam obligasi syariah dianggap haram atau terlarang, sebagaimana dikemukakan pada pembahasan selanjutnya.

          Adapun Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten[2] kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN-MUI, 2002).

         Obligasi syariah biasa juga disebut sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab صكوك, jamak dari صك sakk[3], yang berarti ‘instrumen legal, amal, cek’. Sukuk dapat pula diartikan dengan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan, yang paling tidak terbagi atas:

1.      kepemilikan aset berwujud tertentu;

2.      nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau

3.      kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu (Wikipedia Indonesia:2010)

 

III. Jenis-jenis Obligasi Syariah (Sukuk)

            Menurut AAOIFI (the Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions) via Depkeu:2010, terdapat banyak jenis sukuk yang dikenal secara international, di antaranya:

A.  Sukuk ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak guna (manfaat) suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.

         Untuk lebih jelasnya lihat skim ijarah berikut (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9):

                     Gambar 1 : Model Skim Sukuk Ijarah

          Contoh skim ijarah bisa dilihat pada penerbitan obligasi ijarah Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan obligasi ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah. Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, yang atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan pokok dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9).

B.  Sukuk mudarabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal.

         Untuk lebih jelasnya lihat skim mudarabah berikut MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9):

Gambar 2: Model Skim Sukuk Mudarabah

         Sebagai contoh, Berlian Laju Tanker telah menerbitkan obligasi mudarabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES dan KSEI ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan (MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:9).

C.  Sukuk musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah yang merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal yang digunakan untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan atau kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing.

D. Sukuk istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ yang merupakan suatu bentuk perjanjian jual beli antara para pihak untuk pembiayaan suatu proyek. Adapun cara, jangka waktu, dan harga ditentukan oleh berdasarkan kesepakatan para pihak.

            Menurut Iwan P. Pontjowinoto (2004), jenis-jenis obligasi adalah sebagai berikut:

A.    Menurut Jenis Pendapatan, terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1.   Pendapatan bagi hasil (obligasi mudarabah).

2.   Pendapatan sewa/fee (obligasi ijarah).

3.   Pendapatan marjin (obligasi istishna’).

B.     Menurut jenis emiten

1.   Emiten korporasi (swasta maupun BUMN/D).

2.   Emiten lembaga keuangan.

3.   Emiten pemerintah (pusat maupun daerah).

C.     Menurut jenis investor

1.   Investor local (domestik).

2.   Investor global (internasional).

D.    Menurut kebutuhan investasi

1.   Mendapatkan hasil yang teratur (fixed income).

2.   Mendapatkan pertambahan nilai jangka panjang.

3.   Mendapatkan control (penguasaan atau pemilikan).

         MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:8) mengemukakan paling tidak terdapat enam akad penting yang dapat menjadi basis pengembangan obligasi syariah. Empat di antaranya telah disebutkan di atas (yaitu akad ijarah, mudarabah, musyarakah, dan istishna’), dua yang lainnya adalah 1) murabahah yaitu akad jual beli barang yang pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati, penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual tersebut; dan 2) salam yang merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.

         Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bab XXV, Pasal 605 (Suyud Margono dkk., 2009: 136) disebutkan bahwa “penerbitan obligasi dapat digunakan antara lain dalam transaksi: a. mudarabah/muqaradah; b. qirad; c. musyarakah; d. murabahah; e. salam; f. istishna’; dan g. ijarah.”

         Ketentuan di atas sesuai dengan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah. Dalam ketentuan khusus fatwa tersebut nomor 1 disebutkan bahwa “Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain: a. mudarabah (muqaradah)/ qirad; b. musyarakah; c. murabahah; d. salam; e. istishna’; f. ijarah.”

 

IV. Dasar Hukum Obligasi Syariah (Sukuk)

         Menurut Sapto Rahardjo (2003: 142) dasar hukum obligasi syariah di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pendapat ulama tentang keharaman bunga (interest).

2. Pendapat ulama tentang keharaman obligasi yang penghasilannya berbentuk bunga (kupon).

3. Pendapat ulama tentang obligasi syariah yang menggunakan prinsip mudarabah, murabahah, musyarakah, istishna, dan salam.

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20 DSN/IV/2001 mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi Reksadana Syariah.[4]

5. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 32/DSN-MUI/IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah.

            Adapun isi Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 32/DSN-MUI/IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah adalah (MUI:2010),

Pertama, Ketentuan Umum:

obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;

obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah;

Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Kedua, Ketentuan Khusus:

Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:

Mudharabah (Muqaradah)/ Qirad.

Musyarakah.

Murabahah.

Salam.

Istishna’.

Ijarah.

Jenis usaha yang dilakukan Emiten (mudarib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;

Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (mudarib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur non halal;

Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;

Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.

         Adapun landasan hukum yang menjadi pegangan DSN-MUI dalam menetapkan bolehnya penggunaan obligasi adalah (Muhammad Firdaus dkk.[ed.], 2005:77-79),

1.      Q.S. al-Maidah [5]: 1, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…”

2.      Q.S. al-Isra’ [17]: 34, “…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”

3.      Q.S. al-Baqarah [2]: 275, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

4.      H.R. at-Tirmidzi, “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram; dan kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

5.      H.R. Ibnu Majah, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan diri orang lain.”

6.      Kaidah Fiqh: “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”; “Kesulitan dapat menarik kemudahan”; “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”

 

 

 

V.    Karakteristik Obligasi Syariah (Sukuk)

       Adapun karakteristik sukuk adalah (Depkeu:2010),

1.   merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat;  

2.   pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad yang digunakan;

3.   terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir;

4.   penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV);

5.   memerlukan underlying asset; dan,

6.   penggunaan proceds[5] (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.

 

VI. Rating Obligasi

         Rating obligasi di Indonesia dilakukan oleh PT Pemerintah Efek Indonesia (PEFINDO) yang didirikan pada tahun 1993. Rating dilakukan untuk mengevaluasi risiko instrument utang. Dengan demikian, saham tidak dirating oleh Pefindo. Rating dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama, analisis pefindo menyiapkan review internal terhadap perusahaan yang mengeluarkan instrumen utang. Analisis tersebut kemudian menyajikan  review ke manajemen Pefindo untuk didiskusikan. Tahap kedua, rekomendasi rating diberikan kepada komite rating kemudian akan menentukan rating perusahaan tersebut. Komite rating terdiri dari analisis dan manajemen Pefindo, ditambah dua orang dari luar Pefindo dengan tujuan untuk menjaga objektivitas, profesionalisme, dan independensi rating. Tabel berikut ini menyajikan rating obligasi (Mamduh M. Hanafi, 2004:476-477).

Rating

Keterangan

AAA

Instrumen utang dengan risiko sangat rendah. Tingkat pengembalian teramat baik (excellent); perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko investasi.

AA

Instrumen utang dengan risiko sangat rendah. Tingkat pengembalian yang sangat baik; perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi barangkali akan berpengaruh terhadap risiko investasi, tetapi tidak terlalu besar.

A

Pengembalian utang dengan risiko rendah. Tingkat pengembalian baik; meskipun perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi akan meningkatkan risiko investasi.

BBB

Tingkat pengembalian yang memadai. Perubahan pada kondisi pada kondisi keuangan, bisnis, atau ekonomi mempunyai kemungkinan besar meningkatkan risiko investasi dibandingkan dengan kategori yang lebih tinggi.

BB

Investasi. Perusahaan mempunyai kemampuan membayar bunga dan pokok pinjaman, tetapi kemampuan tersebut rawan terhadap perubahan pada kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan.

B

Instrumen untuk saat ini mengandung risiko investasi. Tingkat pengembalian tidak terlindungi secara memadai terhadap kondisi ekonomi, bisnis, dan keuangan.

C

Instrument keuangan yang bersifat spekulatif dengan kemungkinan besar bangkrut.

D

Instrumen keuangan sedang default/bangkrut.

Catatan

Tanda + atau – bisa ditambahkan di belakang rating untuk menegaskan tingkat rating lebih lanjut. Sebagai contoh, suatu perusahaan barangkali mempunyai rating A+, yang berarti rating A tingkat atas.

 

 

VII.          Perbedaan Obligasi Syariah (sukuk) dengan Obligasi Konvensional

         Menurut Hamidi: 2003, dalam harga penawaran,  jatuh tempo, pokok obligasi saat jatuh tempo, dan rating antara Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional tidak ada bedanya. Perbedaan keduanya terdapat pada pendapatan dan return, yang dapatb dijelaskan sebagai berikut:

Keterangan

Obligasi syariah

Obligasi konvensional

Harga penawaran

100%

100%

Jatuh tempo

5 tahun

20 tahun

Pokok obligasi pada saat jatuh tempo

100%

100%

Pendapatan

Bagi hasil

Bunga

Return

15,5-16% indikatif

15,5-16% tetap

Rating

AA+

AA+

 

MI. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan (2008:8) mengemukakan perbandingan kedua obligasi tersebut di atas dengan memasukkan obligasi mudarabah dan obligasi ijarah sebagai berikut:

Perbandingan Obligasi dan Sukuk

 

Obligasi Konvensional

Syariah

Mudharabah

Syariah

Ijarah

Akad (Transaksi)

Tidak ada

Mudharabah (Bagi hasil)

Ijarah (sewa/lease)

Jenis Transaksi

-

Uncertainty Contract

certainty Contract

Sifat

Surat Hutang

Investasi

Investasi

Harga Penawaran

100%

100%

100%

Pokok Obligasi saat Jatuh Tempo

100%

100%

100%

Kupon

Bunga

Pendapatan/Bagi Hasil

Imbalan/Fee

Return

Float/Tetap

Indikatif berdasarkan Pendapatan/Income

Ditentukan sebelumnya

Fatwa Dewan Syariah Nasional

Tidak Ada

No. 33/DSN-MUI/IX/2002

No: 41/DSN-MUI/III/2004

Jenis Investor

Konvensional

Syariah/Konvensional

Syariah/Konvensional

 

 

 

Departemen Keuangan (2010) mengemukakan perbedaan obligasi dan sukuk sebagai berikut:

 

Deskripsi

Sukuk

Obligasi

Penerbit

Pemerintah, Korporasi

Pemerintah, Korporasi

Sifat Instrumen

Sertifikat kepemelikan/penyertaan atas suatu aset

Instrumen pengakuan hutang

penghasilan

Imbalan, bagi hasil, margin

Bunga/kupon, capital gain

Jangka waktu

Pendek-menengah

Menengah-panjang

Underlying asset

perlu

Tidak perlu

Pihak yang terkait

Obligor, SPV, investor, trustee

Obligor/issuer, investor

price

Market price

Market price

Investor

Islami, konvensional

Konvensional

Pembayaran pokok

Bullet atau amotisisasi

Bullet atau amortisisasi

Penggunaan hasil penerbitan

Harus sesuai syariah

Bebas

 

  Selain itu, untuk mempertegas perbedaan keduanya, dapat dilihat dalam pelaksanaanya, yaitu haruslah sesuai dengan prinsip syariah. Sapto Raharjo, 2003; 144-145, mengemukakan bahwa secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut:

a.  Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasi atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.

b. Obligasi syariah mudarabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsure non-halal.

c.  Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut.

d.                                  Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodic atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.

e.  Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DPS atau oleh Tim Ahli syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.

f.  Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.

g. Apabila Emiten berbuat kelalaian atau cedera janji, maka pihak investor dapat menarik dananya.

h. Hak kepemilikan obligasi syariah mudarabah dapat dipindahtangankan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.

 

VIII.       Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk

         Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010),

1. Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.

2. Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset; c. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.

3. Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.

 

IX. Penutup

         Dari berbagai paparan di atas, sedikit banyak diketahui gambaran tentang obligasi syariah, termasuk di dalamnya obligasi konvensional. Makalah ini diharapkan menjadi langkah awal untuk pendalaman selanjutnya tentang obligasi syariah atau sukuk.

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Beik, Irfan Syauqi, Menyambut SUN Syariah, www.PesantrenVirtual.com, akses Maret 2007.

 

Dunil, Z., Kamus Istilah Perbankan Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

 

Departemen Keuangan, Mengenal Sukuk: Instrumen dan Pembiayaan Berbasis Syariah, www.dmo.or.id., akses 17 Mei 2010.

 

Firdaus, Muhammad, dkk. (ed.), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah; Konsep Dasar Obligasi Syariah, Jakarta: Renaisan, 2005.

 

Hamidi, M. Luthfi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayang Abadi Publishing, 2003.

 

Hanafi, Mamduh M., Manajemen Keuangan, Yogyakarta; Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM, 2004.

 

Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2007.

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, mui-online@mui.or.id, akses Januari 2010.

Manan, Abdul, Obligasi Syariah, www.obligasisyariah, akses 06-05-2010.

Margono, Suyud, dkk. (ed.), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009.

Pramono,  IM. Sigit dan A. Aziz Setiawan, Peran Obligasi Syariah dalam Pengembangan Infrastruktur, 2008, www.Konsultasi Muamalat, akses 06-05-2010.

 

Rahardjo, Sapto, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang & Bank, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Wikipedia Indonesia, Sukuk, www.wikipediaindonesia.obligasisyariah, akses 06-05-2010.

Winarno, Sigit, dan Sujana Ismaya, Kamus Besar Ekonomi, Bandung: Pustaka Grafika, 2003.

                [1]Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang. Unit penyertaan tanda investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivative dari efek (Z. Dunil, 2004:43).

 

                [2]Badan usaha (pemerintah) yang mengeluarkan kertas berharga yang diperjualbelikan (Sigit Winarno dan Sujana Ismaya, 2003:181).

                [3]Sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan Arab menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa Latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi perbankan kontemporer (Beik: 2007).

                [4]Penjelasan lebih lengkap tentang reksadana syariah akan disampaikan pada makalah khusus yang membahas tentang reksadana syariah.

                [5]a. istilah lain bagi aliran kas neto (net cash flow) yang ditentukan dengan menjumlahkan keuntungan sesudah pajak dengan depresiasi; b. sejumlah uang tunai, aktiva dan jasa-jasa lainnya yang diperoleh atas penjualan promes atau emisi (penerbitan surat-surat berharga lainnya); c. suatu hasil dari mendiskontokan promes. (Sudarsono dan Edilius: 2001, 223).