BAB 1
PENDAHULUAN
- Latar
belakang
Kode etik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk
bidang teknologi informasi, dipergunakan untuk membedakan baik dan dan buruk
atau apakah perilaku tokoh IT bertanggung jawab atau tidak. Kode etik
profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupaka
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum dan dirumuskan dalam etika profesi.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis
secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik.
Tujuan utama kode etik profesi adalah memberi pelayanan khusus dalam masyarakat
tanpa mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok.
Seorang auditor harus menaati kode etik profesi sehingga para
auditor dapat menjunjung standar etika tertinggi. Etika secara garis besar
disebut dengan serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral agar kehidupan masyarakat dapat berjalan secara
teratur. Alasan diperlukannya etika bagi
kehidupan profesional adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas
layanan yang diberikan oleh profesi.
- Rumusan
masalah
1.
Apa saja kode etik pada akuntan?
2.
Apa saja kode etik pada profesi
akntan?
3.
Apa aturan aturan pada kode etik?
- Tujuan
masalah
1.
Mengetahui kode etik pada akuntan?
2.
Mengetahui kode etik profesi
akuntan?
3.
Mengetahui aturan pada kode etik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prilaku etis bagi perorangan dan
profesional menurut
Josphson Institute terkait dengan perilaku etis :
1.
Dapat
Dipercaya (trustworthiness), termasuk kejujuran, integritas, keandalan,
dan kesetiaan.
- Kejujuran memerlukan suatu keyakinan
yang baik untuk menyatakan kebenaran.
- Integritas berarti seseorang
bertindak berdasarkan kesadaran, dalam situasi apapun.
- Keandalan berarti melakukan segala
usaha yang memungkinkan untuk memenuhi komitmen.
- Kesetiaan merupakan tanggung jawab
untuk mendukung dan melindungi kepentingan orang-orang tertentu dan organisasi
2.
Rasa
Hormat (respect), termasuk nilai-nilai kesopanan, kepatutan, penghormatan,
toleransi dan penerimaan.
Orang yang
penuh sikap hormat akan memperlakukan orang lain denga hormat dan
menerima perbedaan individu dan perbedaan keyakinan tanpa prasangka buruk.
3.
Tanggung
Jawab (responbility), berarti bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukannya dan member batas.[1]
Tanggung
jawab juga berarti melakukan yang terbaik dan memimpin dengan memberikan
teladan, serta kesungguhan dan melakukan perbaikan secara terus-menerus.
4.
Kewajaran
(fairness), dan keadilan termasuk masalah-masalah kesetaraan,
objektivitas, proporsionalitas, keterbukaan, dan ketepatan.
5.
Kepedulian
(caring), berarti secara tulus meperhatikan kesejahteraan orang lain,
termasuk berlaku empati dan menunjukkan kasih sayang.
6.
Kewarganegaraan
(citizenship), termasuk mematuhi hukum dan menjalankan kewajiban sebagai
bagian dari masyarakat seperti memilih dalam pemilu dan menjaga kelestarian
sumber daya.[2]
B.
Dilema Etika
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang
dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut.
Terdapat
dua faktor utama yang mungkin menyebabkan
orang berperilaku tidak etis, yakni:
1.
Standar
etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Misalnya,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil
isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan
berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga
dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah
menemukan dompet dan mengambil
isinya.
2.
Orang
tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri.
Misalnya,
seperti contoh di atas, seseorang
menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan
membuang dompet tersebut di tempat
tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Pembenaran
Atas Perilaku Tidak Etis
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan dilemma etika,
namun kehati-hatian tetap diperlukan untuk menghindari metode yang membenarkan
perilaku tidak etis.
Berikut ini adalah metode-metode pembenaran yang umumnya
digunakan yang akan mengakibatkan munculnya perilaku tidak etis :
1.
Semua
orang melakukannya.
Alasan
yang mendasari bahwa memalsukan laporan pajak, berlaku curang saat ujian, atau
menjual produk yang cacat merupakan tindakan yang dapat diterima, umumnya
berdasarkan alas an bahwa semua orang juga melakukan hal itu, sehingga perilaku
itu dapat diterima.
2.
Jika
ini legal, maka ini etis
Menggunakan
argument yang mengatakan bahwa semua perilaku legal merupakan perilaku yang
etis, sangat bergantung pada kesempurnaan hukum.
3.
Kemungkinan
terbongkar dan konsekuensi
Filosofi
ini bergantung pada evaluasi kemungkinan bahwa orang lain akan membongkar
perilaku tersebut. Biasanya orang tersebut juga akan menilai keparahan dari
hukuman (konsekuensi) yang akan dihadapi jika perilaku tidak etis tersebut
terbongkar.
Menyelesaikan Dilema Etika
Dalam
tahun-tahun belakangan ini, kerangka formal telah dikembangkan untuk membantu
orang-orang mengatasi masalah dilema etika. Tujuan dari kerangka tersebut
adalah untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etika dan memutuskan tindakan
yang tepat dengan menggunakan nilai pribadi orang tersebut.
Pendekatan
enam langkah berikut dimaksudkan sebagai pendekatan sederhana untuk
menyelesaikan dilema etika.
1.
Memperoleh
fakta-fakta relevan
2.
Mengidentifikasikan
masalah etika yang muncul dari fakta-fakta tersebut.
3.
Memutuskan
siapa yang akan terkena dampak dari dilemma tersebut dan bagaimana setiap orang
atau kelompok dapat terkena dampaknya.
4.
Mengidentifikasikan
alternative-alternatif yang tersedia bagi individu yang harus menyelesaikan
dilema tersebut.
5.
Mengidentifikasikan
konsekuensi yang mungkin muncul dari setiap alternative.
6.
Memutuskan
tindakan yang tepat.
C. Pentingnya Etika dalam Profesi Bidang
Akuntansi
Untuk pertama kalinya, dalam kongres
tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang
saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur
standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting
untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah
mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan
delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat
maupun di daerah.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Pengertian Etika menurut :
• Kamus
Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat
• Etika
adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral
• Maryani
& Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman
yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus
ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi”.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani
‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika
yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan
pada umumnya.
Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi:
• Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan
jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di
bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua
jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa
yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa
oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga
bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat
dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan
dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Fungsi Etika :
• Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan
dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
• Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu
ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
• Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap
yang wajar dalam suasana pluralisme.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
• Kebutuhan Individu
• Tidak Ada Pedoman
• Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi
dan Tak Dikoreksi
• Lingkungan Yang Tidak Etis
• Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika :
• Sanksi Sosial adalah Skala relatif kecil, dipahami
sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’.
• Sanksi Hukum adalah Skala besar, merugikan hak pihak
lain.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip
etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung
jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme
yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara
lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja
dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda
dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas.[3]
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.[4]
D.
Tujuan Dan Isi Kode Etik Perilaku
Profesional
Sebelum tahun
1973, perilaku anggota AICPA dalam praktik profesinya dipandu oleh sejumlah
aturan yang diterbitkan oleh dewan Pembina AICPA oleh AICPA. Pada tahun 1973,
aturan- aturan ini dikodifikasi dan disetujui oleh anggota AICPA. Sejak saat
itu terjadilah perubahan dalam aspek
ekonomi, hukum, dan perundan undangan dimasyarakat amerika, serta perubahan
sifat, ruang lingkup, dan jenis jasa yang ditawarkan CPA kepada public. Untuk
menjawab perubahan ini, pada tahun 1983 AICPA menunjuk suatu komite khusus
untuk mempelajari relefansi dari kode etik tahun 1973 terhadap lingkungan
ekonomi dan social. Komite tersebut ditugaskan untuk mengefaluasi relevansi
setandar etis yang berlaku sekaran terhadap profesionalisme, intregritas, dan
komitmen baik untu mutu jasa atau kepentinga public.
Berdasarkan rekomendasi dari komite
ini, suatu revisi atas Kode etik prilaku
professional AICPA disetujui oleh anggota AICPA pada tahun 1988. Kode
tersebut terdiri dari dua bagian: prinsip dan peraturan. Prinsip-prinsip
tersebut, yang berorientasi pada tujuan dan aspirasi, meliputi eman bidang:
(1) tanggung
jawab AICPA
(2) kepentingan public
(3) integritas
(4) objektivitas dan independensi
(5) kemahiran, dan
(6) lingkup serta sifat jasa[5]
Meskipun
prinsip-prinsip ini tidak dapat diberilakukan terhadap anggota AICPA, ada
alasan moral dan itu berarti suatu kerangka kerja bagi aturan untuk mengatur
kinerja pelayanan oleh CPA. Aturan tersebut dapat diterapkan terhadap anggota
AICPA dan merupakan standar minimum profesi. Setia CPA atau KAP bisa menerapkan
standar yang lebih ketat.
Sebagai tambahan bagi prinsip dan
aturan kode etik prilaku professional tersebut, AICPA juga menerbitkan
interprestasi dan ketetapan. Interprestasi peraturan prilaku (interprelations of the rules of conduct),yang
tidak disetujui oleh anggota AICPA, menggambarkan pedoman untuk mengaplikasikan
peraturan prilaku, ketetapan etika (ethics
rulings) berisi aturan formal AICPA yang menjawab pertanyaan spesifik
menyangkut prilaku etis yang tepat dalam berbagai situasi.
A. PRINSIP-PRINSIP
1. Prinsip-prinsip kode etik professional (principles of the code of professional conduct) menggambarkan
pengenalan profesi akan tanggung jawabnya kepada public, klien, dan para
kolega. Prinsip ini mendasari prilaku etis dan professional serta memandu para
anggota dalam melaksanakan tanggung jawab professionalnya. Sebagaimana
dituangkan dalam Kode Etik Perilaku
Profesional, “prinsip menuntut komitmen atas prilaku yang terhormat, bahkan
mengorbankan keuntungan pribadi”. Keenam prinsip tersebut sebagaimana
dinyatakan dalam Kode Etik Perilaku Profesional
ini :
a. Tanggung Jawab CPA
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai professional, CPA harus menggunakan pertimbangan professional
dan moral yang sensitif dalam semua aktivitasnya. Sebagaimana disebutkan CPA
atau akuntan publik melaksanakan suatu peran penting dimasyarakat. Mereka
bertanggung jawab bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode
akutansi dan pelaporn, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung
jawab khusus profesi bagi diri sendiri.
b. Kepentingan Publik
CPA wajib
memberikan pelayanannya bagi kepentingan
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen, pada
profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan
tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat,
termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis
serta keuangan.
c. Integritas
untuk memelihara
dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung
jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik
lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki
integritas. Agar publik dapat mepercayai suatu profesi, maka profesi tersebut
harus mampu bertindakdengan integritas dalam mengambil semua keputusan.
Integritas menuntut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat
kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan public tidak boleh dimanfaatkan
untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengkomodasi kesalahan akibat kurang berhati hati dan perbedaaan
pendapat yang jujur, akan tetapi , integritas tidak dapat mengakomodasi
kecurangan atau pelanggaran prinsip.
d. Obyektivitas dan Indepedensi
seorang CPA
harusmempertahankan obyektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam
melaksanakan tanggung jawab professional. Seorang CPA dalam praktik publik
harus independen dalam kenyataan dan penampilan ketika memberikan jasa auditing
dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektivitas menuntut seorang CPA untuk
tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Indepedensi menghindarkan diri dari hubungan
yang bisa merusak obyektivitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi. Meskipun CPA yang tidak berpraktik public
tidak dapat mempertahankan penampilan indepedensi, namun mereka juga harus
memiliki tanggung jawab mempertahankan obyektivitas dalam melaksanakan jasa professional. Tanpa
memandang jenis pekerjaan yang dilakukan, CPA harus melindungi integritas
pekerjan mereka, mempertahankan obyektivitas, dan meremehkan pertimbangan yang
dibuatnya.
e. Kemahiran
seorang CPA
harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan
kompetensi dan mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab professional
dengan sebaik baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk
melaksanakan jasa professional dengan sebaik-sebaiknya. Dalam memanfaatkan
kemahirannya, CPA harus melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan
kompetensi dan tekun.[6]
f. . Lingkup dan sifat Jasa
Seorang CPA yang
berpraktik public harus mempelajari prinsip Kode Etik Perilaku Profesional
dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan suatu
jasa atau tidak, anggota AICPA yang berpraktik public harus mempertimbangkan
apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku professional
CPA.
Sebagaimana disebutkan dalam Kode
Etik Perilaku Profesional, CPA harus
Ø Berpraktik
dalam perusahaan yang memiliki prosedur pengendalian mutu internal untuk
memastikan bahwa jasa diberikan kompeten dan diawasi secara memadai.
Ø
Menentukan apakah lingkup dan sifat jasa
lain yang diberikan kepada klien audit akan menciptakan konflik kepentingan
dalam melksanakan fungsi audit bagi klien tersebut.
Ø Menilai
apakah suatu aktivitas konsisten dengan perannya sebagai professional
(misalnya, apakah aktivitas diperluas secara layak atau variasi jasa yang ada
ditawarkan oleh anggota atau orang lain dalam profesi)
- Ketetapan
Etika Terpilih Mengenai Indepedensi, Integritas, Dan Obyektivitas
Ø Jika
seorang CPA menerima lebih dari satu hadiah dari klien, maka indepedensinya
mungkin berkurang.
Ø
Jika seorang CPA bersama sama mendatangi
cek bagi klien bahkan dalam situasi darurat, maka indepedensi akan berkurang.
Ø
Seorang CPA bisa menyediakan jasa
nasihat yang ekstensif bagi klien audit tanpa kehilangan indepedensinya
sepanjang dia tidak membuat keputusan manajemen.
Ø
Seorang CPA yang merupakan anggota
legislatif pemerintah lokal menyebabkan KAP tidak indepedensi terhadap badan
pemerintah tersebut.
Ø Seorang
klien CPA tidak mampu membayar jumlah honor atas jasa audit KAP, KAP tersebut mungkin tidak independen.[7]
KETETAPAN ETIKA TERPILIH MENGENAI
STANDAR UMUM, STANDAR KETAATAN, DAN PRINSIP AKUTANSI
Ø Seorang
CPA melaksanakan jasa akutansi tanpa biaya sebagai bendaharawan suatu klub
pribadi. CPA bisa menerbitkan laporan keuangan dalam kapasitasnya sebagai
bendaharawan kantor klub tersebut. Jika CPA tersebut menggunakan kop surat
kantornya. Maka ia harus menaati standar kompilasi.
Ø Seorang
CPA ingin menabahkan seorang analis sistem dalam jajaran stafnya. Meskipun
tidak di perlukan oleh CPA tersebut untuk melaksanakan semua jasa yang bisa
dilaksanakan seorang analis, namun dia harus mampu mendefinisikan tugas dan
mengevaluasi produk akhir dari analis sistem tersebut.[8]
- Aturan-Aturan Kode Etik Prilaku
Interpretasi
aturan etika merupakan interpretasi yang di keluarkan oleh badan yang di bentuk
oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan etika profesi
yang berlaku saat ini dapat di pakai sebagai interpretasi atau aturan etika
sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Adapun aturan yang berlaku bagi
auditor adalah sebagai berikut:
1.
Integritas
a. Melaksanakan
tugas nya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh sungguuh;
b. Menunjukan
kesetiaan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam
melaksanakan tugas;
c. Mengikuti
pperkembangan peraturan perundang- undang
dan mengungkapkan segala hal yang di tentukan oleh peraturan
perundang-undang dan profesi yang berlaku.
d. Menjaga
citra dan visi misi organisasi.
2. Obyektifitas
a. Mengungkapkan
semua fakta material yang di ketahuinya yang apabila tifak di ungkapan mungkin
dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang di audit;
b. Tidak
berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu
atau di anggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin yang
menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
c. Menolak
suatu pemberian auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan
profesianalnya.
3. Kerahasiaan
a. Secara
hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diberikan oleh si
audit;
b. Tidak
akan menggunakan informasi yang di peroleh untuk kepentingan pribadi/golongan
di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan
peraturan perundang-perundang.
4. Kompetensi
a. Melaksanakan
tugas pengawasan sesuai dengan stndart audit;
b. Terus
menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan;
c. Menolak
untuk melaksakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahliandan
keterampilan yang dimiliki.
Pelanggaran
Tindakan yang tidak sesuai dengan
kode etik tidak dapat di beri toleransi meskipun dengan alasan tindakan
tersebut di lakukan demi kepentingan organisasi, atau di perintahkan oleh
pejabat yang lebih tinggi.
Auditor tidak di perbolehkan untuk
melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau
tidak etis.
Pimpinan APIP harus melaporkan
pelanggaran kode etik oleh auditor
kepada pimpinan organisasi.
Auditor
APIP yang terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP
atas rekomondasi dari badan kehoratan profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang di
rekomondasikan oleh pimpinan APIP atas rekomondasikan oleh badan kehormatan
profesi antara lain berupa;
a.
Teguran tertulis;
b. Usulan
pemberhentian dari tim audit;
c.
Tidak di beri penugasan audit selama
jangka waktu tertentu..
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Untuk pertama kalinya, dalam kongres
tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang
saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur
standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting
untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah
mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan
delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat
maupun di daerah.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pengertian-etika-profesi.
http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055
M.Guy, auditing, Jakarta : Erlangga,
2002
I
Gede Wiranata, Dasar-dasar etika dan
moralitas, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 2005
[1]
I Gede Wiranata, Dasar-dasar etika dan
moralitas, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 248
[2]
Ibid., 260
[4]http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055
[5] M.Guy, auditing, (Jakarta : Erlangga, 2002), hlm. 59-60
[6] Ibid, 60-62
[7] Ibid, hlm.70
[8] Ibid, hlm. 72