Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH KODE ETIK PROFESI

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

  1. Latar belakang

Kode etik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk bidang teknologi informasi, dipergunakan untuk membedakan baik dan dan buruk atau apakah perilaku tokoh IT bertanggung jawab atau tidak. Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupaka lanjutan dari norma-norma yang lebih umum dan dirumuskan dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik. Tujuan utama kode etik profesi adalah memberi pelayanan khusus dalam masyarakat tanpa mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok.

Seorang auditor harus menaati kode etik profesi sehingga para auditor dapat menjunjung standar etika tertinggi. Etika secara garis besar disebut dengan serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral agar  kehidupan masyarakat dapat berjalan secara teratur.  Alasan diperlukannya etika bagi kehidupan profesional adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi.

  1. Rumusan masalah

1.      Apa saja kode etik pada akuntan?

2.      Apa saja kode etik pada profesi akntan?

3.      Apa aturan aturan pada kode etik?

  1. Tujuan masalah

1.      Mengetahui kode etik pada akuntan?

2.      Mengetahui kode etik profesi akuntan?

3.      Mengetahui aturan pada kode etik?

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A.    Prilaku etis bagi perorangan dan profesional menurut Josphson Institute terkait dengan perilaku etis :

1.        Dapat Dipercaya (trustworthiness), termasuk kejujuran, integritas, keandalan, dan kesetiaan.

-       Kejujuran memerlukan suatu keyakinan yang baik untuk menyatakan kebenaran.

-       Integritas berarti seseorang bertindak berdasarkan kesadaran, dalam situasi apapun.

-       Keandalan berarti melakukan segala usaha yang memungkinkan untuk memenuhi komitmen.

-       Kesetiaan merupakan tanggung jawab untuk mendukung dan melindungi kepentingan orang-orang tertentu dan organisasi

2.        Rasa Hormat (respect), termasuk nilai-nilai kesopanan, kepatutan, penghormatan, toleransi dan penerimaan.

Orang yang penuh sikap hormat akan memperlakukan orang lain denga  hormat dan menerima perbedaan individu dan perbedaan keyakinan tanpa prasangka buruk.

3.        Tanggung Jawab (responbility), berarti bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya dan member batas.[1]

Tanggung jawab juga berarti melakukan yang terbaik dan memimpin dengan memberikan teladan, serta kesungguhan dan melakukan perbaikan secara terus-menerus.

4.        Kewajaran (fairness), dan keadilan termasuk masalah-masalah kesetaraan, objektivitas, proporsionalitas, keterbukaan, dan ketepatan.

5.        Kepedulian (caring), berarti secara tulus meperhatikan kesejahteraan orang lain, termasuk berlaku empati dan menunjukkan kasih sayang.

6.        Kewarganegaraan (citizenship), termasuk mematuhi hukum dan menjalankan kewajiban sebagai bagian dari masyarakat seperti memilih dalam pemilu dan menjaga kelestarian sumber daya.[2]

 

B.     Dilema Etika

Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut.

Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:

1.        Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.

2.        Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri.

Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.

 

Pembenaran Atas Perilaku Tidak Etis

Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan dilemma etika, namun kehati-hatian tetap diperlukan untuk menghindari metode yang membenarkan perilaku tidak etis.

Berikut ini adalah metode-metode pembenaran yang umumnya digunakan yang akan mengakibatkan munculnya perilaku tidak etis :

1.        Semua orang melakukannya.

Alasan yang mendasari bahwa memalsukan laporan pajak, berlaku curang saat ujian, atau menjual produk yang cacat merupakan tindakan yang dapat diterima, umumnya berdasarkan alas an bahwa semua orang juga melakukan hal itu, sehingga perilaku itu dapat diterima.

2.        Jika ini legal, maka ini etis

Menggunakan argument yang mengatakan bahwa semua perilaku legal merupakan perilaku yang etis, sangat bergantung pada kesempurnaan hukum.

3.        Kemungkinan terbongkar dan konsekuensi

Filosofi ini bergantung pada evaluasi kemungkinan bahwa orang lain akan membongkar perilaku tersebut. Biasanya orang tersebut juga akan menilai keparahan dari hukuman (konsekuensi) yang akan dihadapi jika perilaku tidak etis tersebut terbongkar.

 

Menyelesaikan Dilema Etika

Dalam tahun-tahun belakangan ini, kerangka formal telah dikembangkan untuk membantu orang-orang mengatasi masalah dilema etika. Tujuan dari kerangka tersebut adalah untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etika dan memutuskan tindakan yang tepat dengan menggunakan nilai pribadi orang tersebut.

Pendekatan enam langkah berikut dimaksudkan sebagai pendekatan sederhana untuk menyelesaikan dilema etika.

1.        Memperoleh fakta-fakta relevan

2.        Mengidentifikasikan masalah etika yang muncul dari fakta-fakta tersebut.

3.        Memutuskan siapa yang akan terkena dampak dari dilemma tersebut dan bagaimana setiap orang atau kelompok dapat terkena dampaknya.

4.        Mengidentifikasikan alternative-alternatif yang tersedia bagi individu yang harus menyelesaikan dilema tersebut.

5.        Mengidentifikasikan konsekuensi yang mungkin muncul dari setiap alternative.

6.        Memutuskan tindakan yang tepat.

 

C. Pentingnya Etika dalam Profesi Bidang Akuntansi

 

Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat maupun di daerah.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Pengertian Etika menurut :

• Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

• Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral

• Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.

 Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:

• Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.

• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.

• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

 

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:

(1) Prinsip Etika,

(2) Aturan Etika, dan

(3) Interpretasi Aturan Etika.

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

 

Fungsi Etika :

• Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan.

• Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

• Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :

• Kebutuhan Individu

• Tidak Ada Pedoman

• Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi

• Lingkungan Yang Tidak Etis

• Perilaku Dari Komunitas

 

Sanksi Pelanggaran Etika :

• Sanksi Sosial adalah Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’.

• Sanksi Hukum adalah Skala besar, merugikan hak pihak lain.

Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)

1. Tanggung Jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.

Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

 

3. Integritas

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4. Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.

Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.[3]

 

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi publik.

Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

 

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

 

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

 

8. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.[4]

D. Tujuan Dan Isi Kode Etik Perilaku Profesional

Sebelum tahun 1973, perilaku anggota AICPA dalam praktik profesinya dipandu oleh sejumlah aturan yang diterbitkan oleh dewan Pembina AICPA oleh AICPA. Pada tahun 1973, aturan- aturan ini dikodifikasi dan disetujui oleh anggota AICPA. Sejak saat itu terjadilah perubahan  dalam aspek ekonomi, hukum, dan perundan undangan dimasyarakat amerika, serta perubahan sifat, ruang lingkup, dan jenis jasa yang ditawarkan CPA kepada public. Untuk menjawab perubahan ini, pada tahun 1983 AICPA menunjuk suatu komite khusus untuk mempelajari relefansi dari kode etik tahun 1973 terhadap lingkungan ekonomi dan social. Komite tersebut ditugaskan untuk mengefaluasi relevansi setandar etis yang berlaku sekaran terhadap profesionalisme, intregritas, dan komitmen baik untu mutu jasa atau kepentinga public.

Berdasarkan rekomendasi dari komite ini, suatu revisi atas Kode etik prilaku professional AICPA disetujui oleh anggota AICPA pada tahun 1988. Kode tersebut terdiri dari dua bagian: prinsip dan peraturan. Prinsip-prinsip tersebut, yang berorientasi pada tujuan dan aspirasi, meliputi eman bidang:

(1) tanggung jawab AICPA             

(2) kepentingan public

(3) integritas

(4) objektivitas dan independensi

(5) kemahiran, dan

(6) lingkup serta sifat jasa[5]

Meskipun prinsip-prinsip ini tidak dapat diberilakukan terhadap anggota AICPA, ada alasan moral dan itu berarti suatu kerangka kerja bagi aturan untuk mengatur kinerja pelayanan oleh CPA. Aturan tersebut dapat diterapkan terhadap anggota AICPA dan merupakan standar minimum profesi. Setia CPA atau KAP bisa menerapkan standar yang lebih ketat.

Sebagai tambahan bagi prinsip dan aturan kode etik prilaku professional tersebut, AICPA juga menerbitkan interprestasi dan ketetapan. Interprestasi peraturan prilaku (interprelations of the rules of conduct),yang tidak disetujui oleh anggota AICPA, menggambarkan pedoman untuk mengaplikasikan peraturan prilaku, ketetapan etika (ethics rulings) berisi aturan formal AICPA yang menjawab pertanyaan spesifik menyangkut prilaku etis yang tepat dalam berbagai situasi.

A. PRINSIP-PRINSIP

    1. Prinsip-prinsip kode etik professional (principles of the code of professional conduct) menggambarkan pengenalan profesi akan tanggung jawabnya kepada public, klien, dan para kolega. Prinsip ini mendasari prilaku etis dan professional serta memandu para anggota dalam melaksanakan tanggung jawab professionalnya. Sebagaimana dituangkan dalam Kode Etik  Perilaku Profesional, “prinsip menuntut komitmen atas prilaku yang terhormat, bahkan mengorbankan keuntungan pribadi”. Keenam prinsip tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Kode Etik Perilaku Profesional  ini :

a. Tanggung Jawab CPA

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, CPA harus menggunakan pertimbangan professional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitasnya. Sebagaimana disebutkan CPA atau akuntan publik melaksanakan suatu peran penting dimasyarakat. Mereka bertanggung jawab bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akutansi dan pelaporn, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab khusus profesi bagi diri sendiri.

 

b. Kepentingan Publik

CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan  publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen, pada profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan.

c. Integritas

untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Agar publik dapat mepercayai suatu profesi, maka profesi tersebut harus mampu bertindakdengan integritas dalam mengambil semua keputusan. Integritas menuntut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan public tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengkomodasi kesalahan  akibat kurang berhati hati dan perbedaaan pendapat yang jujur, akan tetapi , integritas tidak dapat mengakomodasi kecurangan atau pelanggaran prinsip.

 

d. Obyektivitas dan Indepedensi

seorang CPA harusmempertahankan obyektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional. Seorang CPA dalam praktik publik harus independen dalam kenyataan dan penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektivitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan.  Indepedensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektivitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.  Meskipun CPA yang tidak berpraktik public tidak dapat mempertahankan penampilan indepedensi, namun mereka juga harus memiliki tanggung jawab mempertahankan  obyektivitas dalam  melaksanakan jasa professional. Tanpa memandang jenis pekerjaan yang dilakukan, CPA harus melindungi integritas pekerjan mereka, mempertahankan obyektivitas, dan meremehkan pertimbangan yang dibuatnya.

 

e. Kemahiran

seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi dan mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab professional dengan sebaik baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa professional dengan sebaik-sebaiknya. Dalam memanfaatkan kemahirannya, CPA harus melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan tekun.[6]

 

f. . Lingkup dan sifat Jasa

Seorang CPA yang berpraktik public harus mempelajari prinsip Kode Etik Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam  menentukan apakah dia akan melaksanakan suatu jasa atau tidak, anggota AICPA yang berpraktik public harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku professional CPA.

Sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Perilaku Profesional, CPA harus

Ø  Berpraktik dalam perusahaan yang memiliki prosedur pengendalian mutu internal untuk memastikan bahwa jasa diberikan kompeten dan diawasi secara memadai.

Ø  Menentukan apakah lingkup dan sifat jasa lain yang diberikan kepada klien audit akan menciptakan konflik kepentingan dalam melksanakan fungsi audit bagi klien tersebut.

Ø  Menilai apakah suatu aktivitas konsisten dengan perannya sebagai professional (misalnya, apakah aktivitas diperluas secara layak atau variasi jasa yang ada ditawarkan oleh anggota atau orang lain dalam profesi)

 

  1.  Ketetapan Etika Terpilih Mengenai Indepedensi, Integritas, Dan Obyektivitas

Ø  Jika seorang CPA menerima lebih dari satu hadiah dari klien, maka indepedensinya mungkin berkurang.

Ø  Jika seorang CPA bersama sama mendatangi cek bagi klien bahkan dalam situasi darurat, maka indepedensi akan berkurang.

Ø  Seorang CPA bisa menyediakan jasa nasihat yang ekstensif bagi klien audit tanpa kehilangan indepedensinya sepanjang dia tidak membuat keputusan manajemen.

Ø  Seorang CPA yang merupakan anggota legislatif pemerintah lokal menyebabkan KAP tidak indepedensi terhadap badan pemerintah tersebut.

Ø  Seorang klien CPA tidak mampu membayar jumlah honor atas jasa audit  KAP, KAP tersebut mungkin tidak independen.[7]

 

KETETAPAN ETIKA TERPILIH MENGENAI STANDAR UMUM, STANDAR KETAATAN, DAN PRINSIP AKUTANSI

Ø  Seorang CPA melaksanakan jasa akutansi tanpa biaya sebagai bendaharawan suatu klub pribadi. CPA bisa menerbitkan laporan keuangan dalam kapasitasnya sebagai bendaharawan kantor klub tersebut. Jika CPA tersebut menggunakan kop surat kantornya. Maka ia harus menaati standar kompilasi.

Ø  Seorang CPA ingin menabahkan seorang analis sistem dalam jajaran stafnya. Meskipun tidak di perlukan oleh CPA tersebut untuk melaksanakan semua jasa yang bisa dilaksanakan seorang analis, namun dia harus mampu mendefinisikan tugas dan mengevaluasi produk akhir dari analis sistem tersebut.[8]

                                           

  1. Aturan-Aturan Kode Etik Prilaku

Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang di keluarkan oleh badan yang di bentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat di pakai sebagai interpretasi atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Adapun aturan yang berlaku bagi auditor adalah sebagai berikut:

1.      Integritas

a.       Melaksanakan tugas nya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh sungguuh;

b.      Menunjukan kesetiaan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;

c.       Mengikuti pperkembangan peraturan perundang- undang  dan mengungkapkan segala hal yang di tentukan oleh peraturan perundang-undang dan profesi yang berlaku.

d.      Menjaga citra dan visi misi organisasi.

2.      Obyektifitas

a.       Mengungkapkan semua fakta material yang di ketahuinya yang apabila tifak di ungkapan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang di audit;

b.      Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau di anggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang mungkin yang menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;

c.       Menolak suatu pemberian auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesianalnya.

3.      Kerahasiaan

a.       Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diberikan oleh si audit;

b.      Tidak akan menggunakan informasi yang di peroleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-perundang.

4.      Kompetensi

a.       Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan stndart audit;

b.      Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan;

c.       Menolak untuk melaksakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahliandan keterampilan yang dimiliki.

Pelanggaran

Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat di beri toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut di lakukan demi kepentingan organisasi, atau di perintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.

Auditor tidak di perbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.

Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran  kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.

SANKSI ATAS PELANGGARAN

Auditor APIP yang terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomondasi dari badan kehoratan profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang di rekomondasikan oleh pimpinan APIP atas rekomondasikan oleh badan kehormatan profesi antara  lain berupa;

a.       Teguran tertulis;

b.      Usulan pemberhentian dari tim audit;

c.       Tidak di beri penugasan audit selama jangka waktu tertentu..

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat maupun di daerah.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pengertian-etika-profesi.

http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055

M.Guy, auditing, Jakarta : Erlangga, 2002

I Gede Wiranata, Dasar-dasar etika dan moralitas,  Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2005



[1] I Gede Wiranata, Dasar-dasar etika dan moralitas, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 248

[2] Ibid., 260

[4]http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055

[5] M.Guy, auditing, (Jakarta : Erlangga, 2002), hlm. 59-60

[6] Ibid, 60-62

[7] Ibid, hlm.70

[8] Ibid, hlm. 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar