Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH IJARAH DAN WAKALAH

 

BAB I

 PENDAHULUAN

 

 

A.    Latar Belakang

                        Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an. kemampuan tertentu guna menghasilkan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi al-Qur’an pada dasarnya mempunyai peluang yang sama dengan pengembangan ilmu-ilmu lain dalam tradisi keilmuan Islam. Sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu ekonomi Qur’an belum berkembang pesat. Padahal kebutuhan terhadap ilmu ini dirasakan sudah mendesak, sehubungan kegagalan ilmu ekonomi modern dalam merealisasikan pembangunan dan kemaslahatan masyarakat. Dalam melakukan aktivitas berekonomi sering kali manusia melalaikana kewajibannya seperti pembayaran upah jasa menyewa seseorang. Didalam al-qur’an dijelaskan tatacara dalam menyewa atau perwakilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Islam mengajarkan tentang etika dalam menyewa seorang pekerja yang harus dibayarkan upahnya ktika selesai suatu pekerjannya. Selain itu dalam al-quran menjelaskan Transaksi Ijârah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai sebuah kebutuhan yang tidak mungkin sirna bagi manusia, bahkan semakin berkembang dengan berbagai model transaksi baru, Ijârah tidak lepas dari perhatian para Fuqaha.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertin Ijarah?

2.      Apa saja  ayat- ayat yang terkait Ijarah ?

3.      Bagaimana ayat dalam al-Quran menerangkan Ijarah?

4.      Apa pengertin Wakalah?

5.      Apa saja  ayat- ayat yang terkait Wakalah?

6.      Bagaimana ayat dalam al-Quran menerangkan Wakalah?

 

C.    Tujuan masalah

                        Dalam penulisan makalah ini bertujuan, agar kita dapat mengetahui tentang ayat-ayat yang merkaitang dengan Ijarah dan ayat-ayat yang berkaitan dengan Wakalah.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Ijarah

            Ijarah berasal dari kata al-ajru yang sama dengan al-iwadh yaitu ganti atau upah. Menurut Dr. Helmi Karim, Ijârah dalam pandangan syara' berarti akad atas manfaat dengan imbalan atau tukaran dengan syarat-syarat tertentu. Dalam arti luas, Ijârah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.[1] Sedangkan Dwi Suwiknyo, SEI. dalam bukunya Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, memberikan makna Ijârah dengan arti akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Secara Istilah, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.  Mu’ajir memberikan upah atau uang sewa kepada musta’jir, sehingga musta’jir mengakui pendapatan sewa atau upah. Mu’jir memberikan upah/sewa kepada musta’ir, sehingga musta’ir mengakui adanya pendapatan sewa/upah. Misalnya, transaksi seorang mahasiswa yang menyewa kamar untuk tempat tinggalnya selama kulih, atau para pekerja yang mendapat upah setiap bulannya. Kata lema ijarah dlam al-Qur’an yakni ista’jirhu (ajr) disebut sebanyak satu kali dalam QS. Qashah ayat 26. Juga ujurahunna  sebanyak enam kali termasuk dalam QS.th-Thalaq: 6.

 

 

 

 

 

1.      Surat ath-Thalaq: 6

 

£`èdqãZÅ3ór& ô`ÏB ß]øym OçGYs3y `ÏiB öNä.Ï÷`ãr Ÿwur £`èdr!$ŸÒè? (#qà)ÍhŠŸÒçGÏ9 £`ÍköŽn=tã 4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`ÍköŽn=tã 4Ó®Lym z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& ( (#rãÏJs?ù&ur /ä3uZ÷t/ 7$rã÷èoÿÏ3 ( bÎ)ur ÷Län÷Ž| $yès? ßìÅÊ÷ŽäI|¡sù ÿ¼ã&s! 3t÷zé& ÇÏÈ 

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS. Ath-Thalaq: 6)

 

a.      Kata Kunci

Ardhana                      : Mereka menyusukan

Faatuhunna                : Maka berilah mereka

Ujurahuna                      : Upah mereka

 

b.      Penjelasan

    Awal ayat ini menjelaskan bahwa menjadi kewajiban bagi suami memberikan tempat tinggal yang layak kepada istri yang sedang menjalani masa iddah dengan kemampuan suaminya. Tidak diperkenankan bagi suami untuk mempersulit dan menyempitkan hati istri dengan memberikan tempat tingggal yang tidak layak, “wala tudharruhunna litudhayyiqu’alaihinna.”Apabila istri yang ditalaq ba’in sedang hamil, maka wajib diberikan nafkah hingga melahiirkan karena mas iddah selesai hingga mereka melahirkan,“fa’anfiqu‘alaihinnahattayadhana hamlahunna.”

   Jika anaknya sudah lahir, maka mesti dimusyawarahkan mengenai kesehatan terutama air susu ibu. Meskipun masa iddah telah selesai, seorang ibu sebaiknyya tetap menyusui anaknya dan suaminya wajib memberikannya upah,“fa’inardha’na lakum fa’atuhunna ujurahunna.”Pemrintah ayat ini kepada para suami yang tetap memberikan nafkah yaitu atas upah menyusui anaknya dengan harga yang berlaku pada umumnya meskipun istri tersebut sudah selesai dari masa iddah. Pemberian upah tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan istrinya. Upah ini serupa dengan ketentuan upah pada transaksi llainnya. Seperti penjelasan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”

   Penutup ayat ini memberitahukan bahwa apabila diantara keduanya (mantan suami dan istri), tidak menyepakati hal tersebut maka suami diperkenankan memilih dan mempekerjakan wanita lain untuk menyusui anaknya tersebut.

وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

“Dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”

 

   Kewajiban seorang Ayah memberikan upah kepada perempuan yang telah menyusui anaknya ialah berdasarkan kemampuan.

Ketentuan ini termaktub dalam ayat berikutnya,

QS. al-Thalaq: 7

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.[2]

 

                                    Dalam buku al-Quran wa Tafsiruh yang diterbitkan departemen agama RI. disebutkan apabila kemampuan ayah itu hanya bisa memberikan makan karena rezekinya sedikit, maka hanya itulah yang menjadi kewajibannya.[3] Hal ini karena Allah swt. tidak akan memikulkan beban kepada seorang hamba melebihi batas kemampuannya, sebagaimana firmanNya dalam QS. Al-Baqarah: 286

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...الأية

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...

                      Tiada yang abadi di dunia ini, pada suatu waktu, Allah ‘azza wa jalla akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan, kekayaan sesudah kemiskinan, kecerdasan sesudah kebodohan, kebahagian sesudah penderitaan. Allah berfirman dalam QS. Alam Nasyrah: 6

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Artinya: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.[4]

 

 

2.      QS. Qashash: 26

 

ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ   

Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Qashash: 26)

 

 

a.      Kata Kunci

Ista’jirhu                      : Ambilah upahan dia sebagai pekerja.

Ista’jarta                      : Engkau ambil upahan sebagai pekerja.

a’qawiyyu                    : Yang kuat.

a’aminnu                     : Dapat dipercaya.

 

b.      Penjelasan

                        Ayat ini menjelaskan tentang Musa yang hendak diangkat sebagai pekerja pada keluarga sorang saleh yang memilik dua anak, semuanya wanita. Sebelumnya Musa telah membantu kedua wanita tersebut saat mengambilakn air untuk minum ternak mereka. Kisah tersebut dijelaskan dalam QS. Qashah ayat 23 dan 24, “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu) ? “Kedua wanita tadi itu menjawab: “Kami tidak dapat meminuumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. “maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) jkeduanya.” Karena mendapat pertolongan dari Musa, salah satu dari wanita itu hendak mempertemukan Musa dengan bapak mereka. Sebagaimana dijelaskna dalam QS> Qashas ayat 25, “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). (Bapaknya) berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”

                        Saat peretemuan itulah Musa mendapat tawaran untuuk menjadi pekerja di keluarga itu untuk mengurus ternak, “qalat ihdahunna yaabati ista’jirhu.”Pertimbangan kelluarga tersebut untuk menjadikan Musa pekerja mereka yaitu karena Musa tubuuh yang kuat serta dapat dipercaya, “inna khaira manista’jartal qawiyyu-aminu.”Pertimbanga keluarga tersebut untuk menjadikan Musa pekerja mereka yaitu karena Musa tubuh yang kuat serta dapat dipercaya, ”inna khaira manista’jartal qawiyyul-aminu.”

 

c.       Kesimpulan

                        Berdasarkan pada QS. Qashah ayat 26 dan QS ath-Thalaq ayat 6, seseorang boleh mengangkat pekerja dan menjadi pekerja atas suatu pekerjaan. Pekerja berhak mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah diselesaikannya. Begitu juga sebaliknya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban untuk membayar upah kepada pekerja tersebut.

 

B.     Pengertian Wakalah

            Wakalah berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Sedangakn secara istilah yaitu perjanjan pemberian kepercayaan kepada pihak lain sebaiwakil dalam melasanakan urusan tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan keperayaa. Wakil boleh mendapatkan keuntungan di luar transaksi atau berdasarkan kesepakatan bersama. Dngan demikia, wakalah secara sederhana merupakan akad pemberian kuasa dari muwakil (pembei kuasa) kepada wakil (penerima kuasa) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Dasar hukum wakalah terdapat dalam QS. al-Kahfi: 19 dan QS. an-Nisa: 35.

 

 

 

 

 

1.      QS. A-Kahfi: 19

 

y7Ï9ºxŸ2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuŠÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öNŸ2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqtƒ ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqtƒ 4 (#qä9$s% öNä3š/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$# öÝàZuŠù=sù !$pkšr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uŠù=sù 5-øÌÎ/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuŠø9ur Ÿwur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ  

Artinya: Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.

 

a.      Kata Kunci

Fab’atsu               : Maka Suruhlah.

Ahadakum            : Salah seorang di ntara kamu.

Biwariqikum         : Dengan uang perakmu.

Illal madinati        : ke kota.

Falyahzhur           : Maka lihatlah/perhatikanlah.

Ta’aman               : Makanan.

 

b.      Penjelasan

     Dalam ayat ini, Allah menerangkan tentang bagunanya para pemuda (ashhabul kahfi) yang tertidur di dalam gua karena uzlah.beratalah salah seorang darimereke kepada kawan-kawannya, “Berapa lama klia tinggalkan dalam gua ini?” Dia menanyakan ketidaktahuan tentang keadaan dirinya sendiri selama maa tidur itu, lalu meminta kpada lainnya untuk memberikn keterangan.Kawan-kawannya menjawab, “Kita tinggal dalam gua ini sehari atau setengah hari.” Padahal, yang menjawab itu pun tidak dapat memastikan berapa alam mereka tinggal karena pengaruh tidur masih belum lenyap dari jiwa mereka. Mereka belum melihat tanda-tanda yang menunjukan lamanya di gua itu. Kebnayakan alhi tafsir menuliskan waktu mereka datag memasuki gua dahulunya pada pagi hari, dan waktu mereka bangun pada sore hari. Akhirnya, ada dari mereka yang mengatakan, “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu tinggal di sini.” Kalmat sebagai jawaban yang terakhir ini sangat bijaksana untuk membantahi temannya yang lain.

     Perhaian mereka kemudian beralih pada kebutuhan mereka yatitu makan dan minum. Namun, ad juga yang mengatakan nahw untuk mengetahui berapa lama mereka tinggal di dalam gua itu hendaklah mereka keluar kota untuk memastikannya. Maka seorang dari mereka ada yangdisuruh pergi kekta  dengan membawa uang perak untukm membeli makana yang halal, “fab’atsu ahadukum biwariqikum hadzihiil madinati fal yanzhur ayyuha azka ta aman.” Dipesan pula kepada utusan ke kota itu supaya berhati-hati dalam perjalanan, baik saat mau masuk ataupun keluar dari kota jangan sampai memberithukan keberadaan mereka. Dari ayat ini ada kata fab’atsu yang sebagai landasan hukum wakalah. Yakni, seseorang yang boleh menyerhkan kepada orang lain sebagai ant diriny unuk urusan harta dan hak semasa hidupnya Pengutusan seorng dalam ayat ini unttu membeli makanan dan meliat kondisi kta. Bnu Araby mengatakan bahwa ayat ini yang paling kuat sebgai landasan dasar dari wakalah. Sebagai hadis tentang wakalah, diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Jabir ra.iaberkta: Aku kelur pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW maka  beliau bersabda,”Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq.” Aahadis yangdiriwayatkan oleh Muslim, dari Jabir ra bahwa Nabi SAW menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra disuruh menyembih binatang kurban yang belum disembelih.

2.      QS. an-Nisa: 35

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (An-Nisa: 35)

 

a.      Kata Kunci

Fab’atsu                      : Maka utuslah atau kirimlah.

Hakaman                    : Seorang hakam.

Min ahlihi                    : Dari keluarganya (laki-laki). 

Wahakaman                : Dan seorang hakam.

Min ahliha                   : Dari keluarganya (perempuan).

 

b.      Asbabun Nuzul[5]

            Diriwayatkan dari Muqatil bahwa seorang perempuan bernama Habibah binti Zaid ibn Abu Zuhair melaporkan suaminya (Saad ibn Ar-Rabi). Dengan ditemani ayahnya, Habibah kemudian mengadu kepada Nabi SAW. Kata sang ayah: “ Saya berikan anakku kepadanya untuk menjadi teman tidurnya, namun dia ditempelengnya.”

            Mendengar pengaduan itu, Nabi menjawab: “Hendaklah kamu mengambil pembalasan kepadanya, yakni menamparnya.” Setelah itu, Habibah bersama ayahnya pulang dan melakukan pembalasan kepada suaminya. Setelah Habibah melaporkan perbuatannya, Nabi SAW bersabda: “Kembalilah kamu, ini Jibril datang dan Allah menurunkan ayat ini.” Kemudian Nabi membacakannya. Dan bersabda: “Kita berkehendak begitu, Allah berkehendak begini. Dan apa yang Allah kehendaki itulah yang terbaik.”

            Inilah ayat yang menjadi dasar penentuan adanya mediator (penengah, wasit) yang bertugas mendamaikan suami istri melalui jalan yang terbaik, yang disepakati semua pihak. Jika petunjuk al-Quran kita jalankan dengan baik, tidakperlulah suami istri harus menghadap hakim di pengadilan untuk memutuskan tali pernikahan, dengan akhir perjalanan berupa perceraian.

 

c.       Penjelasan

            Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa jika ada suami istri yang takut akan terjadi syiqaq (persengketaan), maka kirimkanlah juru damai (hakam). Dikirim hakam dari keluarga suami dan dari keluarga istri. Keua hakam tersebut ditugaskan untuk mengetahui persoalan perselisihan yang terjadi dan sebab-sebabnya,kemudian berusha mendamaikan suami istri yang berselisih tersebut.

            Dalam ayat ini terdapat kata fab’atsu yang berati perintah untuk mengutus seseorang yang diutus adalah seorang hakam untuk tujuan ishlah dalam persengketaan. Karenanya, ayat in dapat digunakan sebagai landasan dari hukum wakalah.

 

d.      Kesimpulan

            Berdasarkan pada pembahasan tersebut, nash telah memperolehkan pelaksanaan wakalah. Terutama dalam ekonomi islam, wakalah merupkan salah satu bentuk perilaku tolong-menolong dengan dasar kepercayaan dalam melancarkan berbagai aktivitas ekonomi baik di sektor rill maupun keuangan.


BAB III

KESIMPULAN

 

A.   Kesimpulan

Ijarah berasal dari kata al-ajru yang sama dengan al-iwadh yaitu ganti atau upah. Ijârah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak.

            Dengan didasarkan pada QS. Al-Thalâq: 6, dan QS. Al-Qashash: 26, seseorang boleh mengangkat pekerja dan menjadi pekerja atas suatu pekerjaan. Dan berdasarkan dua ayat itu juga, pekerja berhak untuk mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah diselesaikannya. sebaliknya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban untuk membayar upah kepada pekerja tersebut.

            Wakalah berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Al-Wakalah dapat di artikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan amanat tertentu. Dalam ayat QS. al-Kahfi: 19 terdapat kata fab’atsu (Maka suruhlah) yanmerupakan landasan hukum wakalah.

            An-Nisa’ ayat: 35, Allah memberikan solusi lain jika seorang suami tidak mampu untuk meredam permasalahan antar mereka yang menyebabkan syiqaq antar keduanya sehingga Allah mengutus atau memerintahkan untuk membawa hakamain kedua belah pihak untuk melerai permasalahan mereka.

 

 



[1] Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 29

[2] http://kabulkhan.blogspot.com/2011/01/ayat-ayat-ijarah_16.html, di kutip dari Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya.

[3] Ibid http://kabulkhan.blogspot.com

[4] Ibid, http://kabulkhan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar