BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam
dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan
pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an. kemampuan tertentu guna
menghasilkan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia,
termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi al-Qur’an pada
dasarnya mempunyai peluang yang sama dengan pengembangan ilmu-ilmu lain dalam
tradisi keilmuan Islam. Sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu ekonomi Qur’an belum
berkembang pesat. Padahal kebutuhan terhadap ilmu ini dirasakan sudah mendesak,
sehubungan kegagalan ilmu ekonomi modern dalam merealisasikan pembangunan dan
kemaslahatan masyarakat. Dalam melakukan aktivitas berekonomi sering kali
manusia melalaikana kewajibannya seperti pembayaran upah jasa menyewa
seseorang. Didalam al-qur’an dijelaskan tatacara dalam menyewa atau perwakilan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Islam mengajarkan tentang etika dalam
menyewa seorang pekerja yang harus dibayarkan upahnya ktika selesai suatu
pekerjannya. Selain itu dalam al-quran menjelaskan Transaksi Ijârah merupakan
salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai sebuah kebutuhan yang tidak mungkin sirna
bagi manusia, bahkan semakin berkembang dengan berbagai model transaksi baru,
Ijârah tidak lepas dari perhatian para Fuqaha.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertin Ijarah?
2.
Apa saja ayat- ayat yang terkait Ijarah ?
3.
Bagaimana ayat dalam al-Quran
menerangkan Ijarah?
4.
Apa pengertin Wakalah?
5.
Apa saja ayat- ayat yang terkait Wakalah?
6.
Bagaimana ayat dalam al-Quran
menerangkan Wakalah?
C.
Tujuan masalah
Dalam
penulisan makalah ini bertujuan, agar kita dapat mengetahui tentang ayat-ayat yang merkaitang dengan Ijarah dan
ayat-ayat yang berkaitan dengan Wakalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ijarah
Ijarah berasal
dari kata al-ajru yang sama dengan al-iwadh yaitu ganti atau upah.
Menurut Dr. Helmi Karim, Ijârah dalam pandangan syara' berarti akad atas
manfaat dengan imbalan atau tukaran dengan syarat-syarat tertentu. Dalam arti
luas, Ijârah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan
jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.[1] Sedangkan Dwi Suwiknyo,
SEI. dalam bukunya Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, memberikan makna
Ijârah dengan arti akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri. Secara Istilah, Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti pemindahan kepemilikan aset itu
sendiri. Mu’ajir memberikan upah atau
uang sewa kepada musta’jir, sehingga musta’jir mengakui pendapatan sewa atau
upah. Mu’jir memberikan upah/sewa kepada musta’ir, sehingga musta’ir
mengakui adanya pendapatan sewa/upah. Misalnya, transaksi seorang mahasiswa
yang menyewa kamar untuk tempat tinggalnya selama kulih, atau para pekerja yang
mendapat upah setiap bulannya. Kata lema ijarah dlam al-Qur’an yakni ista’jirhu
(ajr) disebut sebanyak satu kali dalam QS. Qashah ayat 26. Juga ujurahunna
sebanyak enam kali termasuk dalam
QS.th-Thalaq: 6.
1.
Surat ath-Thalaq: 6
£`èdqãZÅ3ó™r& ô`ÏB ß]ø‹ym OçGYs3y™ `ÏiB öNä.ω÷`ãr Ÿwur £`èdr•‘!$ŸÒè? (#qà)ÍhŠŸÒçGÏ9 £`ÍköŽn=tã 4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`ÍköŽn=tã 4Ó®Lym z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êö‘r& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èdu‘qã_é& ( (#rãÏJs?ù&ur /ä3uZ÷t/ 7$rã÷èoÿÏ3 (
bÎ)ur ÷Län÷Ž| $yès? ßìÅÊ÷ŽäI|¡sù ÿ¼ã&s! 3“t÷zé& ÇÏÈ
Artinya:
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS.
Ath-Thalaq: 6)
a.
Kata Kunci
Ardha’na : Mereka menyusukan
Fa’atuhunna : Maka berilah mereka
Ujurahuna : Upah mereka
b.
Penjelasan
Awal ayat ini menjelaskan bahwa menjadi kewajiban bagi suami
memberikan tempat tinggal yang layak kepada istri yang sedang menjalani masa
iddah dengan kemampuan suaminya. Tidak diperkenankan bagi suami untuk
mempersulit dan menyempitkan hati istri dengan memberikan tempat tingggal yang
tidak layak, “wala tudharruhunna litudhayyiqu’alaihinna.”Apabila istri
yang ditalaq ba’in sedang hamil, maka wajib diberikan nafkah hingga melahiirkan
karena mas iddah selesai hingga mereka melahirkan,“fa’anfiqu‘alaihinnahattayadhana
hamlahunna.”
Jika anaknya sudah lahir, maka mesti dimusyawarahkan
mengenai kesehatan terutama air susu ibu. Meskipun masa iddah telah selesai,
seorang ibu sebaiknyya tetap menyusui anaknya dan suaminya wajib memberikannya
upah,“fa’inardha’na lakum fa’atuhunna ujurahunna.”Pemrintah ayat ini
kepada para suami yang tetap memberikan nafkah yaitu atas upah menyusui anaknya
dengan harga yang berlaku pada umumnya meskipun istri tersebut sudah selesai
dari masa iddah. Pemberian upah tersebut dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan istrinya. Upah ini serupa dengan ketentuan upah pada transaksi
llainnya. Seperti penjelasan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”
Penutup ayat ini
memberitahukan bahwa apabila diantara keduanya (mantan suami dan istri), tidak
menyepakati hal tersebut maka suami diperkenankan memilih dan mempekerjakan
wanita lain untuk menyusui anaknya tersebut.
وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ
فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya”
Kewajiban seorang Ayah memberikan upah kepada
perempuan yang telah menyusui anaknya ialah berdasarkan kemampuan.
Ketentuan
ini termaktub dalam ayat berikutnya,
QS. al-Thalaq: 7
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ
سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ
عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya: Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.[2]
Dalam
buku al-Quran wa Tafsiruh yang diterbitkan departemen agama RI. disebutkan
apabila kemampuan ayah itu hanya bisa memberikan makan karena rezekinya
sedikit, maka hanya itulah yang menjadi kewajibannya.[3] Hal ini karena Allah swt.
tidak akan memikulkan beban kepada seorang hamba melebihi batas kemampuannya,
sebagaimana firmanNya dalam QS. Al-Baqarah: 286
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا...الأية
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...
Tiada yang abadi di dunia ini, pada suatu
waktu, Allah ‘azza wa jalla akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan,
kekayaan sesudah kemiskinan, kecerdasan sesudah kebodohan, kebahagian sesudah
penderitaan. Allah berfirman dalam QS. Alam Nasyrah: 6
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.[4]
2. QS.
Qashash: 26
ôMs9$s% $yJßg1y‰÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó™$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó™$# ‘“Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS.
Qashash: 26)
a.
Kata Kunci
Ista’jirhu : Ambilah upahan dia sebagai
pekerja.
Ista’jarta : Engkau ambil upahan sebagai
pekerja.
a’qawiyyu : Yang kuat.
a’aminnu : Dapat dipercaya.
b.
Penjelasan
Ayat ini menjelaskan tentang Musa yang hendak diangkat
sebagai pekerja pada keluarga sorang saleh yang memilik dua anak, semuanya
wanita. Sebelumnya Musa telah membantu kedua wanita tersebut saat mengambilakn
air untuk minum ternak mereka. Kisah tersebut dijelaskan dalam QS. Qashah ayat
23 dan 24, “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di
belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu) ? “Kedua wanita tadi itu
menjawab: “Kami tidak dapat meminuumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah
orang tua yang telah lanjut umurnya. “maka Musa memberi minum ternak itu untuk
(menolong) jkeduanya.” Karena mendapat pertolongan dari Musa, salah satu dari
wanita itu hendak mempertemukan Musa dengan bapak mereka. Sebagaimana
dijelaskna dalam QS> Qashas ayat 25, “Kemudian datanglah kepada Musa salah
seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya
bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi
minum (ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya). (Bapaknya) berkata: “Janganlah kamu takut.
Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
Saat peretemuan itulah Musa mendapat tawaran untuuk menjadi
pekerja di keluarga itu untuk mengurus ternak, “qalat ihdahunna yaabati
ista’jirhu.”Pertimbangan kelluarga tersebut untuk menjadikan Musa pekerja
mereka yaitu karena Musa tubuuh yang kuat serta dapat dipercaya, “inna
khaira manista’jartal qawiyyu-aminu.”Pertimbanga keluarga tersebut untuk
menjadikan Musa pekerja mereka yaitu karena Musa tubuh yang kuat serta dapat
dipercaya, ”inna khaira manista’jartal qawiyyul-aminu.”
c.
Kesimpulan
Berdasarkan pada QS. Qashah ayat 26 dan QS ath-Thalaq ayat
6, seseorang boleh mengangkat pekerja dan menjadi pekerja atas suatu pekerjaan.
Pekerja berhak mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah diselesaikannya.
Begitu juga sebaliknya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban untuk membayar
upah kepada pekerja tersebut.
B.
Pengertian
Wakalah
Wakalah berarti
perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau
pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan memberikan kuasa atau
mewakilkan. Sedangakn secara istilah yaitu perjanjan pemberian kepercayaan
kepada pihak lain sebaiwakil dalam melasanakan urusan tertentu. Segala hak dan
kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan keperayaa.
Wakil boleh mendapatkan keuntungan di luar transaksi atau berdasarkan
kesepakatan bersama. Dngan demikia, wakalah secara sederhana merupakan
akad pemberian kuasa dari muwakil (pembei kuasa) kepada wakil (penerima
kuasa) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa.
Dasar hukum wakalah terdapat dalam QS. al-Kahfi: 19 dan QS. an-Nisa: 35.
1. QS.
A-Kahfi: 19
y7Ï9ºx‹Ÿ2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuŠÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öNŸ2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqtƒ ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqtƒ 4 (#qä9$s% öNä3š/u‘ ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2y‰ymr& öNä3Ï%Í‘uqÎ/ ÿ¾ÍnÉ‹»yd ’n<Î) ÏpoYƒÏ‰yJø9$# öÝàZuŠù=sù !$pkš‰r& 4‘x.ø—r&
$YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uŠù=sù 5-ø—ÌÎ/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuŠø9ur Ÿwur ¨btÏèô±ç„ öNà6Î/ #´‰ymr& ÇÊÒÈ
Artinya: Dan Demikianlah Kami
bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di
antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun.
a.
Kata Kunci
Fab’atsu :
Maka Suruhlah.
Ahadakum :
Salah seorang di ntara kamu.
Biwariqikum :
Dengan uang perakmu.
Illal
madinati :
ke kota.
Falyahzhur :
Maka lihatlah/perhatikanlah.
Ta’aman :
Makanan.
b.
Penjelasan
Dalam ayat ini, Allah menerangkan tentang
bagunanya para pemuda (ashhabul kahfi) yang tertidur di dalam gua karena
uzlah.beratalah salah seorang darimereke kepada kawan-kawannya, “Berapa
lama klia tinggalkan dalam gua ini?” Dia menanyakan ketidaktahuan tentang
keadaan dirinya sendiri selama maa tidur itu, lalu meminta kpada lainnya untuk
memberikn keterangan.Kawan-kawannya menjawab, “Kita tinggal dalam gua ini
sehari atau setengah hari.” Padahal, yang menjawab itu pun tidak dapat
memastikan berapa alam mereka tinggal karena pengaruh tidur masih belum lenyap dari
jiwa mereka. Mereka belum melihat tanda-tanda yang menunjukan lamanya di gua
itu. Kebnayakan alhi tafsir menuliskan waktu mereka datag memasuki gua
dahulunya pada pagi hari, dan waktu mereka bangun pada sore hari. Akhirnya, ada
dari mereka yang mengatakan, “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu
tinggal di sini.” Kalmat sebagai jawaban yang terakhir ini sangat bijaksana
untuk membantahi temannya yang lain.
Perhaian mereka kemudian beralih pada
kebutuhan mereka yatitu makan dan minum. Namun, ad juga yang mengatakan nahw
untuk mengetahui berapa lama mereka tinggal di dalam gua itu hendaklah mereka
keluar kota untuk memastikannya. Maka seorang dari mereka ada yangdisuruh pergi
kekta dengan membawa uang perak untukm
membeli makana yang halal, “fab’atsu ahadukum biwariqikum hadzihiil madinati
fal yanzhur ayyuha azka ta aman.” Dipesan pula kepada utusan ke kota
itu supaya berhati-hati dalam perjalanan, baik saat mau masuk ataupun keluar
dari kota jangan sampai memberithukan keberadaan mereka. Dari ayat ini ada kata
fab’atsu yang sebagai landasan hukum wakalah. Yakni, seseorang
yang boleh menyerhkan kepada orang lain sebagai ant diriny unuk urusan harta
dan hak semasa hidupnya Pengutusan seorng dalam ayat ini unttu membeli makanan
dan meliat kondisi kta. Bnu Araby mengatakan bahwa ayat ini yang paling kuat
sebgai landasan dasar dari wakalah. Sebagai hadis tentang wakalah, diriwayatkan
oleh Abu Dawud, dari Jabir ra.iaberkta: Aku kelur pergi ke Khaibar, lalu aku
datang kepada Rasulullah SAW maka beliau
bersabda,”Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15
wasaq.” Aahadis yangdiriwayatkan oleh Muslim, dari Jabir ra bahwa Nabi SAW
menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra disuruh menyembih binatang
kurban yang belum disembelih.
2. QS. an-Nisa: 35
وَإِنْ
خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ
أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Artinya:
Dan jika kamu khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(An-Nisa: 35)
a.
Kata Kunci
Fab’atsu :
Maka utuslah atau kirimlah.
Hakaman : Seorang hakam.
Min
ahlihi :
Dari keluarganya (laki-laki).
Wahakaman : Dan seorang hakam.
Min
ahliha :
Dari keluarganya (perempuan).
b.
Asbabun Nuzul[5]
Diriwayatkan dari Muqatil bahwa
seorang perempuan bernama Habibah binti Zaid ibn Abu Zuhair melaporkan suaminya
(Saad ibn Ar-Rabi). Dengan ditemani ayahnya, Habibah kemudian mengadu kepada
Nabi SAW. Kata sang ayah: “ Saya berikan anakku kepadanya untuk menjadi teman
tidurnya, namun dia ditempelengnya.”
Mendengar pengaduan itu, Nabi
menjawab: “Hendaklah kamu mengambil pembalasan kepadanya, yakni menamparnya.”
Setelah itu, Habibah bersama ayahnya pulang dan melakukan pembalasan kepada
suaminya. Setelah Habibah melaporkan perbuatannya, Nabi SAW bersabda:
“Kembalilah kamu, ini Jibril datang dan Allah menurunkan ayat ini.” Kemudian
Nabi membacakannya. Dan bersabda: “Kita berkehendak begitu, Allah berkehendak
begini. Dan apa yang Allah kehendaki itulah yang terbaik.”
Inilah ayat yang menjadi dasar
penentuan adanya mediator (penengah, wasit) yang bertugas mendamaikan suami
istri melalui jalan yang terbaik, yang disepakati semua pihak. Jika petunjuk
al-Quran kita jalankan dengan baik, tidakperlulah suami istri harus menghadap
hakim di pengadilan untuk memutuskan tali pernikahan, dengan akhir perjalanan
berupa perceraian.
c.
Penjelasan
Pada
ayat ini Allah menerangkan bahwa jika ada suami istri yang takut akan terjadi syiqaq
(persengketaan), maka kirimkanlah juru damai (hakam). Dikirim hakam dari
keluarga suami dan dari keluarga istri. Keua hakam tersebut ditugaskan
untuk mengetahui persoalan perselisihan yang terjadi dan
sebab-sebabnya,kemudian berusha mendamaikan suami istri yang berselisih
tersebut.
Dalam
ayat ini terdapat kata fab’atsu yang berati perintah untuk mengutus
seseorang yang diutus adalah seorang hakam untuk tujuan ishlah dalam
persengketaan. Karenanya, ayat in dapat digunakan sebagai landasan dari hukum wakalah.
d.
Kesimpulan
Berdasarkan
pada pembahasan tersebut, nash telah memperolehkan pelaksanaan wakalah.
Terutama dalam ekonomi islam, wakalah merupkan salah satu bentuk
perilaku tolong-menolong dengan dasar kepercayaan dalam melancarkan berbagai
aktivitas ekonomi baik di sektor rill maupun keuangan.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Ijarah berasal
dari kata al-ajru yang sama dengan al-iwadh yaitu ganti atau
upah. Ijârah merupakan salah satu bentuk muamalah dalam memenuhi keperluan
hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak.
Dengan
didasarkan pada QS. Al-Thalâq: 6, dan QS. Al-Qashash: 26, seseorang boleh
mengangkat pekerja dan menjadi pekerja atas suatu pekerjaan. Dan berdasarkan
dua ayat itu juga, pekerja berhak untuk mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah
diselesaikannya. sebaliknya, pemberi pekerjaan memiliki kewajiban untuk
membayar upah kepada pekerja tersebut.
Wakalah
berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan
(al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan
memberikan kuasa atau mewakilkan. Al-Wakalah dapat di artikan sebagai
pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan amanat
tertentu. Dalam ayat QS. al-Kahfi: 19 terdapat kata fab’atsu (Maka
suruhlah) yanmerupakan landasan hukum wakalah.
An-Nisa’
ayat: 35, Allah memberikan solusi lain jika seorang suami tidak mampu untuk
meredam permasalahan antar mereka yang menyebabkan syiqaq antar keduanya
sehingga Allah mengutus atau memerintahkan untuk membawa hakamain kedua belah
pihak untuk melerai permasalahan mereka.
[1] Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), hlm. 29
[2] http://kabulkhan.blogspot.com/2011/01/ayat-ayat-ijarah_16.html,
di kutip dari Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya.
[3] Ibid http://kabulkhan.blogspot.com
[4] Ibid, http://kabulkhan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar