BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masih besarnya peran pusat dalam menangani pos-pos penerimaan daerah ini dapat membuat
pemerintahan daerah dapat mengoptimalkan sumber-sumber
penerimaanya. Studi dibeberapa asia menunjukan bahwa kurangnya dibeberapa
daerah untuk meningkatkan penerimaanya telah mengakibatkan kurangnya tanggung
jawab dan insentif bagi daerah untuk melaksanakan tugas yang terkait dengan
desentralisasi penerimaan.
Desentralisasi
fiskal adalah kebijakan yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi dalam suatu
Negara melalui pengeluaran dan pendatan pemerintah.Instrument utama kebijakan
fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat komposisi dan
pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi variable-variable berikut, yaitu:
permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya
dan distribusi pendapatan.
Namun
demikian, daerah perlu memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal
bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang
sebelumnya tersentralisasi dipusat menjadi lebih terdesentralisasi ke
daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah daerah menguasai da mengelola dana
dalam jumlah yang lebih jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintahan daerah
perlu lebih memahami alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal. Dampak Penghapusan DAU
Apabila dilihat darisisi ekonomi, penghapusan DAU untuk beberapa daerah akan
berimbas pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di daerah tersebut
dan pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Penghapusan ini
akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas
keuangandaerah yang terganggu ini akan berimbas kepada pelaksanaan
program-program pemerintah daerah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang muncul adalah:
1.
Bagaiman
pengertian desentralisasi fiskal?
2.
Bagaiman dasar
hukum desentralisasi fiskal?
3.
Bagaiman
aturan-aturan dalam implementasi desentralisasi fiskal?
4.
Bagaiman
penyerahan wewenang pengeluaran dan penerimaan desentralisasi fiskal?
5.
Bagaiman isu
efesiensi dalam praktik desentralisasi fiskal?
6.
Efesiensi dalam
penyediaan barang dan jasa publik lokal?
7.
Efisiensi dalam
penyediaan lingkungan barang dan jasa publik lokal diindonesia?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian Isu- IsuDesentralisasi
2. Dari masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mampu
memahami bagaimana isu-isu dalam desentralisasi fiskal.
BAB II
PEMBAHASAN
ISU ISU DALAM
DESENTRALISASI FISKAL
A.
Pengertian Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi
fiskal adalah kebijakan yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
Negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Instrument
utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat
komposisi dan pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi variable-variable
berikut, yaitu: permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola
persebaran sumber daya dan distribusi pendapatan.
Desentralisasi
fiskal merupakan penyerahan kewenangan dibidang keuangan yang mencakup
bagaimana pemerintah mengalokasikan dana dan/atau sumber-sumber ekonomi kepada
daerah untuk dikelola menurut kepentingan dan kebutuhan suatu daerah. Bagi
daerah, desentralisasi fiskal berfungsi untuk menentukan jumlah uang yang akan
digunakan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepadama syarakat.[1]
Dana
yang telah dialokasikan kepada pemerintah daerah selanjutnya akan dikelola
oleh dinas pekerjaan umum. Dari sinilah perbaika-perbaikan fasilitas public
terwujud, misalnya saja perbaikan jalan raya. Jalan yang semula berlubang akan
diperbaiki untuk kenyamanan masyarakat.
Dana-dana
ini tentunya didapat dari pendapatan daerah dan pajak. Setiap tahunnya pembayaran
pajak dilakukan dengan hitungan yang berbeda pula sesuai jenis pajaknya. Seharusnya
semakin banyak jumlah penduduk disuatu daerah mempengaruhi besarnya pajak yang
di dapat pemerintah. Kurangnya
kesadaran akan pentingnya membayar pajak yang turut mengurangi pendapatan
pemerintah.
Kepastian
tentang jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi bahan pengambilan
keputusan bagi pemerintah daerah untuk menentukan jenis dan tingkat pelayanan
yang dapat diberikan kepada masyarakat. Pada intinya, desentralisasi fiskal
berupaya memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah bahwa ada
penyerahan kewenangan dan sumber-sumber pendapatan yang memadai untuk
memberikan pelayanan public dengan standar yang telah ditentukan.
Setelah
terkumpul dana-dana dari berbagai sumber, maka pemerintah akan membagi jumlah
alokasi dana sesuai kebutuhan dan kepentingan sutu daerah. Setelah jumlah
alokasi dana terhitung, selanjutnya mekanisme penyaluran dana adalah salah satu
keputusan yang sangat penting karena proses ini turut ikut andil dalam
pengelolaan agar tidak jatuh pada oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kebijakan
fiskal dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan
fiskal kontraktif.
1.
Kebijakan
fiskal ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih
besar daripada pemasukan Negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
2.
Kebijakan kontraktif
adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukan lebih besar dari
pengeluaran.
Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat agar anggaran belanja daerah
sesuai dengan kebutuhan suatu daerah. Selain itu dengan adanya kebijakan
tersebut akan memudahkan pemerintah dalam pengalokasian dana. Dari sinilah
pendapatan dan pengeluaran daerah akan mudah terbaca.
Dilihat dari objek yang diaturnya kebijakan fiskal mencakup dua
instrument, yaitu: kebijakan fiskal bersifat kuantitatif dan kebijakan fiskal
bersifat kualitatif. Kebijakan fiskal kuantitatif yaitu mengenai jumlah uang
yang akan dibelanjakan. Adapun kebijakan fiskal bersifat kualitatif yaitu
mencakup skala prioritas dalam pembelanjaan.
ketika pelayanan public akan diperbaiki, pemerintah harus
mengetahui berapa banyak dana yang akan dianggarkan. Anggaran tersebut akan
diketahui dengan mengetahui fasilitas apa saja yang perlu diperbaiki, berapa
jumlahnya, dan bagaimana prosesnya.
Tujuan
kebijakan fiskal adalah untuk mencapai perekonomian yang makmur, melalui tiga
tujuan kebijakan pemerintahdalamekonomi, yaitu:
a. Mengatasi
inflasi
b. Mengatasi
pengangguran
c. menciptakan
pertumbuhan ekonomi
·
Jenis-jenis
kebijakan fiskal:
a. Kebijakan
anggaran pembiayaan fungsional, dalam hal ini pengeluaran pemerintah dengan
melihat akibat-akibat langsung terhadap pendapatan nasional, terutama untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
b. Kebijakan
pengelolaan anggaran, dalam kebijakan ini, perpajakan dan pinjaman dimaksudkan
untuk mencapai kestabilan ekonomi. Dalam jangka panjang tercapai anggaran yang
seimbang tanpa defisit.
c. Kebijakan
stabilisasi anggaran otomatis, dalam kebijakan ini, pengeluaran pemerintah
ditentukan berdasarkan manfaat. Peranan kebijakan ini dapat ditingkatkan dengan
pengeluaran untuk proyek-proyek pekerjaan umum.
Contoh kebijakan fiskal:
a. Penyusunan RAPBN
b. Perpajakan
nasional.
c. Efisiensi
anggaran belanja.
d. Pemberian subsidi pemerintah
Kontribusi DAU bagi Daerah vs Penghapusan DAU
“Daerah Kaya”Sejauh mana desentralisasi
fiskal melalui instrumen utama Dana Alokasi Umum atau DAU dan pemberlakuan
Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berhasil memberikan
kontribusi bagi daerah untuk menekan ketimpangan di Indonesia? Pertanyaan
inilah yang menjadi titik berat yang harus dikaji lebih dalam, mengingat masih
besarnya disparitas antardaerah di Indonesia.[2]
Disparitas antar daerah di Indonesia ini tidak bisa
dilepaskan dari ketidak merataan dalam
hal penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan antara daerah satu dan
daerah lainnya, selain juga perkembangan industri setempat.
Ketidakadilan perimbangan pendapatan daerah
atas eksplorasi sumber daya alam juga masih terjadi di beberapa wilayah,
khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi produsen migas di Indonesia seperti
Riau dan Kalimantan Timur. Porsi kecil yang diterima
daerah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pembangunan di daerah-daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi
SDA lebih banyak di parkir di pusat dibanding di daerah.
Kondisi akan semakin buruk
lagi, apabila daerah-daerah tersebut menghadapi penghapusan DAU karena
peringkat ”Kaya” dari pemerintah pusat hanyalah sebatas peringkat, sebabkan
daerah-daerah tersebut tidak merasakan secara signifikan hasil SDA-nya sendiri
dan pemerintah dianggap menjadi predatory state yang
mengeksploitasi daerah secara besar-besaran tanpa menyelaraskan dengan
peningkatan pembangunan prasarana ekonomi terlebih lagi dengan penghapusan DAU
terhadap daerah-daerah tersebut .
B.
Landasan Hukum
Perhitungan dan Penghapusan DAU
Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah.
Sebagai amanat UU No.33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah
Daerah oleh Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari total penerimaan dalam
negri netto.
Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada
kondisi APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia,
alokasi DAU dapat lebih besar dari 26 persen dari total pendapatan dalam negeri netto.
DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan
alokasi dasar. Celah fiskal merupakan
kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, kebutuhan
daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan undang-undang
sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah
(PAD) dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah.Sementara Alokasi Dasar dihitung
berdasarkan gaji PNS daerah.
Kebutuhan Fiskal dapat
diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai semua pengeluaran daerah
dalam rangka menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan
publik. Dalam
perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-variabel
kebutuhan fiskal sebagai berikut :
1.
Jumlah Penduduk
2.
Luas Wilayah
3.
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
4.
Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)
Kapasitas
fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk dapat menghimpun
pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi
penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH Pajak dan
SDA yang diterima oleh daerah.
Berdasarkan
UU diatas, setiap daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan
fiskal maka dapat menerima penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali
pada tahun berikutnya. Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan
predikat daerah “kaya” (DKI Jakarta, Riau dan Kaltim) dan memperoleh penghapusan
DAU.[3]
Dampak Penghapusan DAU Apabila dilihat dari sisi
ekonomi, penghapusan DAU untuk beberapa daerah akan berimbas pada pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi regional di daerah tersebut dan pada akhirnya akan
mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Penghapusan ini akan berimbas negatif
terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangan daerah yang terganggu
ini akan berimbas kepada pelaksanaan program-program pemerintah daerah dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu pula. Imbas
yang lain adalah terganggunya program-program pemerintah daerah yang bertujuan
untuk meningkatakan pelayanan publik/infrastruktur yang dapat menjadi pemacu
pertumbuhan ekonomi regional maupun ekonomi nasional.
Dengan penghapusan DAU
tersebut juga dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi di wilayah-wilayah
tersebut yang dikarenakan akan meningginya biaya investasi akibat pengenaan
pajak daerah yang tinggi. Kenaikan pajak daerah yang tinggi ini merupakan salah
satu jalan yang dapat ditempuh oleh daerah untuk menutupi pembiayan program
daerah sebagai imbas dari penghapusan DAU oleh pemerintah pusat. Penghapusan DAU
inipun nantinya akan berimpas pada ketimpangan vertical yang semakin melebar,
sedangkan tujuan desentralisasi fiskal (DAU sebagai salah satu instrumen)
bertujuan untuk mengurangi/mengikis ketimpangan vertikal antara pusat dan
daerah.
Apabila dilihat dari sisi sosial dan politik,
penghapusan DAU ini mengingatkan kita kembali kondisi ekonomi daerah sebelum
tahun 1999 dimana ada kesenjangan dan kecemburuan sosial daerah dengan
pusat.Kesenjanagan dan kecemburuan sosial ini terjadi diakibatkan ketidakadilan
yang mereka peroleh, karena sampai saat inipun masih terjadi ketidakadilan atas
pembagian pendapatan eksplorasi SDA antara daerah dengan pusat, terlebih lagi
adanya penghapusan DAU. Keputusan penghapusan ini akan berimbas kepada reaksi
sosial dari tiap-tiap daerah sehingga dapat mengganggu iklim investasi di
Indonesia. Pirnsip keadilan ini pun harus menjadi perhatian yang mendapat skala
prioritas. Menurut predikat “kaya” dari pemerintah untuk daerah-daerah yang
DAU-nya yang akan dihapus terkesan hanya predikat, karena daerah-daerah
tersebut masih merasa diberlakukan tidak adil oleh pemerintah atas pembagian
hasil eksplorasi SDA.
C.
Aturan-aturan dalam implementasi desentralisasi fiskal
Masih besarnya
peran pusat dalam menangani pos-pos penerimaan daerah ini dapat membuat
pemerintahan daerah mengoptimalkan sumber- sumber penerimaanya. Studi
dibeberapa asia menunjukan bahwa kurangnya dibeberapa daerah untuk meningkatkan
penerimaanya telah mengakibatkan kurangnya tanggung jawab dan insentif bagi
daerah untuk melaksanakan tugas yang terkaitdengandesentralisasipenerimaan.
Pemerintah berencana memperbaiki aturan desentralisasi fiskal.
Rencana ini dituangkan dalam revisi undang- undang nomor 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta undang-undang nomor
nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Revisi
kedua aturan ini sedang dikaji mentri keuangan agusmartowadojo menjelaskan
revisi aturan ini bertujuan membuat sistem yang bak dalam pola pemekaran
wilayah di indonesia,kami melihat sistem yang sekarang perlu direvisi. Dan
diperbaiki sehingga tidak membuat semua daerah yang belum siap untuk menjadi
daerah mandiri dan belum isa memberikan manfaat yang terbaik. Oleh karena itu perlu dicermati
kemungkinan pengalihan berbagai jenis pajak yang selama ini dikategorikan
sebagai pajak pusat dan sumber penerimaan lainya diluar pajak untuk dapat
ditransfer penangananya langsung kedaerah. Misalnya, pajak bumi dan bangunan (pbb) dan bea perolehan Hak atas
Tanah danah dan Bangunan) yang mobilitasnya rendah, dapat dipertimbangkan untuk
langsung menjadi pajak daerah.
Dalam konteks ekonomi Dan desentralisasi fiskal, secara spesifik mardiasmo
mengemukakan tiga misi dari kebijakan ekonomi tersebut yaitu:
a.
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat.
b.
Menciptakan
efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah
c.
Memberdayakan
dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpatisipasi dalam proses
embangunan
Menurut roybahl dan
neil mcmullen (2000), metengahkan aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam
mengiplementasikan desentralisasi fiskal. Aturan-aturan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Desentralisasi
fiskal harus dilihat sebagai suatusistem yang komperhensip. Unsur-unsur penting dalam sistem
desentralisasi fiskal, yaitu :
a.
Kondisiumum:
·
DPRD
hasilpemilihan
·
Kepala eksekutif diangkat
di daerah
·
Pemerintah daerah memiliki wewenang
yang cukup untuk menggalang penerimaan.
·
Pemerintahan daerah memiliki tanggung
jawab yang memadai dalam hal pengeluaran.
·
Otonomianggaran
·
Transparasi
b.
Kondisi ideal :
·
Bebas dari control pengeluaran yang berlebihan dari pemerintah pusat.
·
Transfer tanpa syarat dari pemerintah atasan.
·
Wewenang untuk meminjam.
2.
Uang mengikuti fungsi.
Hal
yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan penyerahan tanggung jawab
pengeluaran kepada pemerintah daerah, baru kemudian penyerahan tanggung jawab penerimaan ditentukan. Pelaayanan
yang dapat dikenai retribusi (fasilitas publik,bus) harus dibiayai,sebagian
besar dengan retribusi, pelayanan umum dengan manfaatnya bersifat lokal,dan
barang-barang yang memiliki externalitas yang besar harus dibiayai dengan pajak provinsi dan transfer antar pemerintah.
3.
Pemerintah
pusat harus memiliki kemampuan untuk memusatkan dan mengwasi desentralisasi.
Proses
desentralisasi fiskal yang “terkendali” dan bertahap memerlukan bimbingan
pemerintah pusat yang kuat dalam hal-hal seperti penerapan sistem akuntansi
keuangan yang seragam, dan penenyuan kapan melonggarkan pengawasan atas
pengeluaran,bagaimana menyesuaikan rumus distribusi sbtitusi,dan bagaimana
mentukan batas pinjaman. dalam beberapa bidang diperlukan bantuan teknis kepada pemerintah daerah.
4.
Diperlukan
sistem antar pemerintah yang berbeda untuk sektor perkotaan dan pedesaan.
Dalam kenyataan tahap
yang lebih baik dalm implementasi desentralisasi fiskal hris dimulai dari unit
pemerintahan derah yang besar, kmudian membiarkan mebiarkan unit pemerintah
yang kecil menjadi besar.Pemerintah subnasioal memeiliki kemampuan yang berbda dalam
menyediakan dan mendanai pelayanan masyarakat, dan tentunya memiliki kemampuan
dalam hal memperoleh pinjaman.
5.
Desentralisasi
fiskal memerlukan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola pajak.
Masyarakat akan lebih mampu
menjaga akuntabilitas pejabat-pejabat daerah yang dipilihnya apabila
pelayanan-pelayanan publik lebih banyak didanai dari pajak derah dibanding dana
yang ditransfer oleh pemerintah pusat. Pajak harus bisa disakan oleh msyarakat
lokal, cukup besar untuk menjadi beban dan beban tersebuk tidak mudah untuk
dialihkan kepada penduduk diluar wilayah tersebut.
6.
Pemerintah
pusat harus memeatuhi aturan-aturan yang telahdibuatnya.
Agar
desentralisaifiskaldapat berhasil, pemerintah harus memetuhi aturan-aturan yang
telahdibuatnya.
7.
Mempertahankan kesederhanaan.
Sistem adminitrasi pemerintah daerah
sering tidak mampu menangani pengaturan fiskal antar pemerintah
yang rumit. Begitu pula sistem pemerintah pusat diperlukan untuk memantau dan
mengevaluasi pengaturan fiscal antar pemerintah.
8.
Desain sistem tranfer antar pemerintah
seharusnya sesuai dengan reformasi adminitrasi.
Trasfer antar pemerintah memiliki
dua dimensi: besarnya dana yang bisa didistribusikan, dan distribusi dana
tersebut kemasing-masing unit pemerintah daerah yang pemerintah berhak. Besarnya dana yang
didistribusikan mencerminkan keseimbangan fiskal secara vertikal antara
pemerintah pusat dan daerah, dan dimensi alokasi dana menggambarkan
keseimbangan fiscal secara horizontal.
9.
Desentralisai
fiskal harus mempertimbangkan ketiga tingkatan pemerintahan
Di
beberapanegara, pemerintah provinsi terlalu untuk memungkinkan partisipasi
masyarakat pada tingkat yang mampu menjamin bahwa keinginan masyarakat
diperhatikan, atau menjamin adanya akuntabilima diatas pejabat tingakat
pemerintahan yang lebih bawah.
10.
Menetapkan
batasan anggaran yang ketat
Batasan
aggaran yang ketat berimplikasi bahwa
pemerintah daerah yang diberi otonomi akan dituntut untuk menyeimbangkan
anggaranya tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat diahir tahun anggarannya
(terutama bila terjadi kekurangan dana antara yang dianggarkan dengan realisainya.[4]
11.
Memahai bahwa
sistem fiskal antar pemerintah selalu dalm transisi dan merencanakan untuk
antisipasi terhadap perubahan- perubahan yang terjadi.
Beberapa unsure dalam
program desentralisasi fiskal berumur pendek, relevansinya
akan berkurang seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi. Perbedaan antar
daerah dalam sebuah negara berubah, kualitas insfratruktur dasar berubah,
wilayah-wilayah untuk investasi berubah , dan kapasitas teknis dari
masing-masing pemerintah daerah berubah. Pemerintah pusat harus mempunyai
fleksibilitas dalam rencana desentralisasi fisklanya agar dapat mengakomodir perubahan-perubahan tersebut.
12.
Harus ada pelopor bagi desntralisasi fiscal
Agar
program desntralisasi fiskal berhasil, harus ada
pelopor yang memahami kerugian dan keuntungan dari pelaksanaan progra tersebut.
D. Penyerahan
Wewenang Pengeluaran dan Penerimaan Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi yang efektif membutuhkan otoritas yang memiliki
semua tingkat pemerintah untuk membuat keputusan mengenai pengeluaran dan
pendapatan yang mencukupi juga meningkatkan kemampuan daerah atau penyerapan
dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut. Analisa
mengenai keputusan-keputusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah pada
beberapa bidang/sektor adalah:
1.
Pengeluaran
Permasalahanmendasardalamdesentralisasi
fiskal adalah sektor publik apa yang paling cocok untuk diserahkan kesetiap
tingkat pemerintah. Tingkatan pemerintah tersebut termasuk pemerintah pusat,
provinsimaupundaerah
(kotadankabupaten).
Untyk mendapatkan kerangka konseptual bagi distribusi tanggung jawab
pengeluaran, para ahli ekonomi memfokuskan pada isu-isu evisiensi dan keadilan,
dimana efisiensi diartikan sebagai pemuasan kebutuhan/pilihan-pilihan terhadap
barang dan jasa pada tingkat biaya terendah yang paling mungkin. Para pakar
administrasi publik juga memperhatikan efisiensi tersebut, akan tetapi mereka menekankan
faktor-faktor lain seperti akuntabilitas, transparasi, kapasitas.
a.
Sudut Pandang
Ekonomi
Para
ekonomimembagifungsi pemerintah dalam perekonomian berbasis pasar yaitu
alokasi, distribusi dan stabilitas (terkadang tergantung pada kebijakan makro ekonomi).Fungsi
alokasi menyinggung peran pemerintah dalam menyediakan dan mengatur barang
publik dan baran kuasi-publik dan selanjutnya mempengaruhi alokasi sumber daya
melalui pasar, contohnya mengatur kebijakan dan penggunaan
pajakdansubsiditertentu.
Barang publik
dan kuasi-publik dibedakan dari barang secara keseluruhan yang disuplai oleh
sektor swasta, dalam hal ketidak pastian dan turunannya yang dikenal dengan
eksternalitas. Pada kasus eksternalitas , transaksi pasar antara pembeli dan
penjual mempengaruhi pihak ketiga yang tidak terlibat dalam transaksi. Baik
pada produksi barang atau jasa yang kurang (underproduction) ataupunlebih
(overproduction).
Dalam kebijakan makro ekonomi
kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat
kegiatan ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi kearah tingkat yang
dikehendaki.Ahli ekonomi klasik menekankan tentang perlunya menjalankan
anggaran belanja seimbang.Mereka menekankan perlunya menjalankan sistem pasar
bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah, termasuk kebijakan fiskal yang
aktif, dalam kegiatan perekonomian.
·
Bentuk Kebijakan Fiskal Diskresioner
Kebijakan
fiskal diskresioner ialah kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi atau langkah-langkah pemerintah
untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk:
1.
Mengurangi
gerak naik-turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu kewaktu
2.
Meningkatkan
suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang
tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi dan mengalami pertumbuhan yang
memuaskan.
Dua alat yang digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan kebijakan
diskresioner:
1.
Membuat
perubahan-perubahan atas pengeluarannya
2.
Membuat
perubahan-perubahan atas pajak yang dipungutnya
Kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga bentuk
yaitu:
1.
Membuat
perubahan atas pengeluaran pemerintah
2.
Membuat
perubahan atas sistem pemungutan pajak
3.
Secara serentak
membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan sistim pemungutan pajak
Meskipun demikian terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi
kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan barang atau jasa secara evisien
dan mencukupi. Faktor-faktornya antara lain: skala ekonomi, adanya lintas batas
dan disparasi fiskal diantara tingkatan pemerintah daerah. Dalam mengalokasikan
dana kedaerah-daerah hal yang harus diperhatikan ialah kondisi riil daerah
tersebut, kondisi riil tersebut dapat dilihat dari variabel-variabel kondisi
prasarana daerah seperti jalan raya, jembatan, vasilitas listrik, air minum,
ketersediaan sarana prasarana pemerintah (perkantoran), sarana dan prasarana
aktivitas ekonomi masyarakat (pasar, pelabuhan, terminal), cadangan ekonomis
sumber daya alam yang masih dimiliki, sarana kegiatan sosial dan olah raga.
Salah satu tujuan desentralisasi fiskal, yang
merupakan kebijakan otonomi daerah adalah untuk lebih memandirikan daerah
provinsi/kabupaten atau negara-negara bagian. Kebijakan yang bersifat
sentralistik yang menimbulkan ketergantungan daerah pada pusat, penghambat
perkembangan pembangunan masyarakat daerah.Oleh karna itu daerah perlu diberi
keleluasan menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung keberhasilan
pembangunan daerahnya. Sementara itu dalam sisi anggaran, desentralisasi fiskal
dapat memberikan sumbangan dalam penyediaan jasa publik secara evisien yang
sesuai dengan keinginan masyarakan lokal. Disamping itu desentralisasi
masyarakat fiskal diharapkan bisa meningkatkan pendapatan dari sumber-sumber
penerimaan didaerah.Dengan demikian dari sisi anggaran, kebijakan ini dapat
mengurangi ketergantungan dari pusat dan daerah yang memiliki keleluasaan
dengan mengelola anggaran yang dimilikinya, sehingga dapat dimanfaatkan secara
optimal.
Secarateoritik, garisbesardana alokasi dai pemerintah pusat
kedaerah ini bisa menjadi dua macam bantuan bersyarat dan bantuan tidak
bersayarat:
a.
Bersyarat
1.
Pusat akan
memberikan bantuan sejumlah dana tertentu kepada daerah untuk setiap alokasi
yang dibelanjakan daerah untuk setiap alokasi yang dibelanjakan daerah untuk
kegiatan tertentu. Misalkan untuk sektor pendidikan
2.
Pemerintah
menetapkan pagu atau batas maksimum bantuan kepada daerah
3.
Pemerintah
pusat menawarkan sejumlah dana bantuan untuk dibelanjakan pada sektor publik
yang spesifik
b.
Tidak bersyarat
Pemerintah pusat memberikan keleluasaan bagi daerah untuk memanfaatkan bantuan tersebut. Dalam
fungsi distribusi pemerintah yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam
merubah distribusi pendapatan, kesejahteraan atau berbagai indikator ekonomi lainnya
akan dapat lebih adil dibandingkan dengan alokasi pasar yang ketat.
Pemerintah
daerah mempunyai keterbatasan kemampuan untuk mempengaruhi tujuan-tujuan
distribusi didalam perekonomian terbuka dimanan kegiatan ekonomi dan masyarakat
dapat dipindah dari satu tempatketempat yang lain.
Dalam ananlisis
keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan ekspor
merupakan pengeluaran otonomi, yaitu ia
tidak ditentukan oleh pendapatan nasional. Ekspor terutama ditentukan oleh
harga relatif barang dalam negeri dipasaran luar negeri, kemempuan barang dalam
negeri untuk bersaing dipasaran dunia dan cita-rasa penduduk dinegara-negara
lain terhadap barang yang diproduksinya suatu negara.
Fungsi
stabilitas menyinggung usaha-usaha pemerintah untuk menstabilkan perekonomian,
mencegah peningkatan jumlah pengangguran, mengontrol tingkat inflasi dan
meningkatkan prospek pertumbuhan ekonomi.
·
Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi ialah:
1.
Mengurangi pengeluaran
2.
Menaikkan pajak
yang dipungut
3.
Mengurangi pengeluarannya dan menaikan pajak
yang dipungut
4.
Mengurangi pengeluarannya dan mengurangi
pajak yang dipungutnya dengan jumlah yang sama besarnya
Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga tingkat inflasi
yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen
bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karna ia adalah sukar untuk dicapai.
Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap
rendah.
·
Jenis-jenisinflasi:
1.
Inflasi tarikan pemerintah inflasi
ini terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat
2.
inflasi desakan
biaya: inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat
keyika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Hal itu mengakibatkan biaya
produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang
3.
inflasi
diimpor: inflasi ini akan wujud apabila barang-barang yang mengalami kenaikan
harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran
perusahaan-perusahaan.
Masalah pengangguran digolongkan menjadi dua bentuk yaitu
berdasarkan kepada sumber atau penyebab yang mewujudkan pengangguran tersebut
dan berdasarkan dengan ciri pengangguran yang wujud.
Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi empat
yaitu pengangguran normal atau friksional, pengangguran siklikal, pengangguran
struktural dan pengangguran teknologi.Sedangkan pengangguran berdasarkan
cirinya dibagi menjadi beberapa yaitu pengangguran terbuka, pengangguran
tersembunyi, pengangguran bermusim dan pengangguran menganggur.
Untuk menghindari efek-efek buruk tersebut pemerintah perlu secara
terus-menerus berusaha mengatasi masalah pengangguran. Beberapa tujuan dari
kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran yaitu
:
1.
Tujuan bersifat
ekonomi: dengan cara memperbaiki kesamarataan pembagian pendapatan
2.
Menyediakan
lowongan pekerjaan
3.
Meningkatkan
taraf kemakmuran masyarakat
4.
Memperbaiki
pembagian pendapatan
5.
Tujuan bersifat
sosial dan politik
6.
Meningkatkan
kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga
7.
Menghindari
masalah kejahatan
8.
Mewujudkan
kestabilan politik
Sudut
Pandang Administrasi publik
Faktor-faktor
yang harus diperhatikan oleh administrasi
publik untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan yang mana yang harus
bertanggung jawab atas fungsi-fungsi tertentu. Faktor-faktor itu ialah kapasitas
pemerintah daerah dalam merencanakan, membiayai dan mengelola pemberian
pelayanan dan akuntabilitas. Kapasitas local sebagai prinsip tambahan
menyarankan bahwa pemerintah daerah harus dekat dengan masyarakat mereka dan
menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik.
Pemerintah
pusat dapat menggunakan (dan sudah menggunakan) ketidak mampuan kapasitas
pemerintah daerah sebagai alasan untuk tetap meneruskan dominasi mereka dalam
memberikan pelayanan. Membangun kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan merupakan
tujuan utama organisasi-organisasi internasional, seperti PBB, bank dunia serta
badan-badan donor bilateral.
Akuntabilitas,
untuk menciptakan desentralisasi yang efektif, semua tingkat pemerintah suatu
negara harus memiliki sistem akuntabilitas yang memberikan informasi transparan
yang memungkinkan pemerintah untuk memonitor kinerja pemerintah dan mengambil
tindakan-tindakan untuk menyempurnakannya. Sehubungan
dengan akuntabilitas, isu-isu yang sering muncul adalah transparansi dan
korupsi.
Meskipun
tingkat atau derajat desentralisasi
yang lebih besar tidak selalu terkait dengan tingkat
korupsi yang rendah, namun diidentivikasi lebih mudah pada tingkat pemerintah
yang lebih rendah (misalnya nama yang diketahui masyarakat) dan diambil
tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Penentu-penentu pengeluaran pemerintah:
1.
Proyeksi jumlah pajak
yang diterima
2.
tujuan-tujuan ekonomi yang akan dicapai
3.
pertimbangan politik dan keamanan
2. Penerima’an
Pemerintah pada setiap tingkatan bergantung pada sumber pendapatan
yang bervariasi untuk membiayai pemberian pelayanan. Sumber-sumber pendapatan tersebut mencakup:
a. Pajak
Penyerahan
pajak antar pemerintah akan tergantung secara lebih luas terhadap kombinasi
pajak yang digunakan suatu negara pada
khususnya. Dibanyak negara konstitusi menyatakan adanya alokasi pajak, alokasi
tersebut adalah antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Acara
teori tidak ada kesepakatan pada tingakat pemerintah yang mana seharusnya
pajak-pajak ditentukan. Para pakar pemerintah publik pada setuju dengan apa
yang disebut dengan prinsip penyerahan pajak antar pemerintah yang
memperhatikan efisiensi pasar, efisiensi administrasi dan kecukupan pendapatan.
b. Ongkos Penggunaan (biaya tambahan)
ongkos
penggunaan adalah pembayaran secara sukarela bagi pembelian barang atau
jasa yang dijual atau disewakan oleh
pemerintah. Ongkos pengguna merupakan versi sektor publik dari suatu harga
pasar tidak ada yang harus membayar, tetapi anda terkecuali dalam pelayanan
atau memperoleh izin apabila anda tidak ingin membayarnya.
Hal ini berbeda
dari suatu pajak yang harus dibayar berdasarkan pemegang basis pajak, misalnya
biaya atas penggunaan tanah pemerintah, karcis masuk lahan pemerintah atau
daerah wisata dan izin-izin yang tidak berhubungan dengan peraturan.
c. Tranfer Antar Pemerintah
hampir semua
negara memberikan semacam bentuk tranfer (langsung dan tak langsung) antar
pemerintah dari pemerintah pusat kepemerintah daerah. Peda kenyataanya dinegara
berkembang, tranfer merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah. Secara
umum, tranfer antar pemerintah diambil sebagai alasan dalam mengevisiensikan
atau menyetarakan kapasitas fiskal pemerintah daerah.
Sebagai contoh
pada kasus efisiensi, tranfer dapat memberikan konfensasi bagi pemerintah
daerah dalam lintas batas biaya atau menfaat terhadap nonpenduduk. Ketidak
hadiran tranfer semacam ini atau intervensi yang lain (misalnya pemerintah yang
lebih tinggi menyediakan pelayanan secara langsung) maka pemerintah daerah
mungkin tidak dapat memberikan pelayanan yang efisien.
d. Pinjaman
Secara
teoritis,semua tingkat pemerintah dapat meminjam uang untuk membiayai
kegiatan-kegiatan pemerintah tertentu, hususnya pengeluaran inspratruktur.
Tetapi tidak semua pemerintah pusat membolehkan pemerintah daerahnya meminjam
uang.
Perhatian utama
dalam hal pinjaman pemerintah daerah adalah yang disebut dengan “masalah moral
hazard” yang berhubungan dengan pemerintah daerah yang dapat menciptakan
tanggung jawab fiskal yang tidak terencana bagi pemerintah pusat.
E. Isu
Efisiensi Dalam Praktik Desentralisasi Fiskal
Dampakdarikebijakandesentralisasi
fiskal trersebut, berdasarkan perhitungan ekonomi, muncul perubahan besar dalam
APBD daerah dan kabupaten dan kota, yaitu terjadi peningkatan perolehan dana
yang luar biasa, terutama bagi daerah yang memiliki sumber daya alam.
Namun demikian,
daerah perlu memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah
semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya
tersentralisasi dipusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang
memungkinkan pemerintah daerah menguasai da mengelola dana dalam jumlah yang
lebih jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintahan daerah perlu lebih
memahami alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi
suatu pemerintahan daerah.Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang ini menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang
telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi
daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun,
mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan
dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif
pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah
tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Mengemuka setelah era orde baru adalah permasalahan yang
berhubungan dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Menurut
Mardiasmo (2004), tuntutan tersebut dinilai wajar berdasarkan dua alasan.
Alasan pertama, merujuk pada praktik pengalaman di masa lalu dimana sistem
sentralisasi yang diterapkan di Indonesia menyebabkan intervensi pemerintah
pusat terhadap pemerintah daerah yang terlalu besar menyebabkan masalah
rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses
pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah. Arahan dan statutory requirement
yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut mengakibatkan inisiatif dan
prakarsa daerah menjadi mati.Sebagai dampaknya, pemerintah daerah seringkali
menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Alasan kedua, tuntutan pemberian
otonomi tersebut muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang
membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa yang akan datang.
Bird dan
Vaillancourt (1998) mengisyaratkan ada dua prasyarat penting bagi kesuksesan
desentralisasi, terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi mikro, yaitu:
pertama, proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis dan kedua,
biaya-biaya dari pengambilan keputusan tersebut sepenuhnya harus ditanggung
oleh masyarakat.
Sebagai respon
dari tuntutan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun
1999. Kedua perundangan tersebut membawa perubahan yang cukup berarti terhadap
hubungan keuangan Pusat-Daerah.Dalam kedua undang-undang tersebut, kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan (money
follows function).
Hubungan
keuangan antara pusat dan daerah perlu mendapatkan pengaturan sedemikian rupa
agar kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat
dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Melalui desentralisasi fiskal,
diharapkan terjadi peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta
pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah serta
pembagian revenuedari sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam,
pajak dan retribusi.
Salam (2007)
dalam Haris (2007) menyatakan bahwa sebagai dampak dari kebijakan
desentralisasi fiskal tersebut, berdasarkan perhitungan ekonomi, muncul
perubahan besar dalam APBD daerah kabupaten dan kota dimana terjadi peningkatan
perolehan dana yang luar biasa terutama bagi daerah yang memiliki sumber daya
alam.
Namun demikian,
daerah perlu untuk memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah
semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya
tersentralisasi di pusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang
memungkinkan pemerintah daerah menguasai dan mengelola dana dalam jumlah yang
jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintah daerah perlu lebih memahami
alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal.
F. Efisiensi
Dalam Penyediaan Barang Dan Jasa Publik Lokal
Menurutperspektifkepentinganekonomi, salah satu alasan
diterapkannya desenteralisasi fiskal adalah sebagai upaya menciptakan efiensi
dalam penyediaan barang dan jasa publik. Pelayanan publik yang paling efisien
seharusnya dapat diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis
yang paling minimum, dengan alasan:
a.
Pemerintah
lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya.
b.
Pemerinatah
lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga mendorong
pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam pengguanaan dana yang berasal
dari masyarakat.
c.
Persaingan
anatar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong
pemerintah lokal untuk melakukan inovasi.
Pada pasar barang swasta, pendanaan merupakan pemicu yang paling mendasar mengenai efisiensi pasar barang swasta.
Sedangkan kompetensi mendorong perusahaan-perusahan untuk memproduksi barang
swasta seefisien mungkin sehingga mereka dapat berkompetisi di pasar. Jika penyediaan barang dan jasa publik
diselenggarakan secara sentralisasi, akibatnya adalah ketiadaan atau rendahnya
kompetisi nyata yang di hadapi oleh pemerintah pusat pada saat pembuatan
keputasan berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa publik. Keputusan yang dapat dihasilkan dapat tidak efisien sama sekali.
Oleh karena itu, penyediaan barang dan jasa publik sebaiknya
diselenggarakan oleh pemerintah daerah (local
government ). Pada saat barang dan jasa publik disediakan di tinggkat
lokal, kompetisi antar pemerintah daerah secara natural.
Menurut perspektif kepentingan ekonomi,
salah satu alasan diterapkannya desentralisasi fiskal adalah sebagai upaya
menciptakan efisiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik. Litvack et al
(1998), mengutip argumen yang dikemukakan oleh Tiebout (1956), Oates (1972),
Tresch (1981), Weingast (1995) dan Breton (1996), menyatakan bahwa pelayanan
publik yang paling efisien seharusnya
Tiebout
mengemukakan bahwa ada faktor yang terlupakan dalam penyediaan barang dan jasa
publik, yaitu pendanaan dan kompetensi.Pada pasar barang swasta, pendanaan
merupakan pemicu yang paling mendasar mengenai efisiensi pasar barang.swasta.
Sedangkan kompetensi mendorong perusahaan-perusahaan untuk memproduksi barang
swasta seefisien mungkin sehingga mereka dapat berkompetisi di pasar.
Jika
penyediaan barang dan jasa publik diselenggarakan secara sentralisasi,
akibatnya adalah ketiadaan/rendahnya kompetisi nyata yang dihadapi oleh
pemerintah pusat pada saat pembuatan keputusan berkaitan dengan penyediaan
barang dan jasa publik. Keputusan yang dihasilkan dapat tidak efisien sama
sekali. Oleh karena itu, Tiebout menyarankan agar penyediaan barang dan jasa
publik sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah daerah (local government).
Tiebout berpendapat bahwa pada saat barang dan jasa publik disediakan di
tingkat lokal, kompetisi antar pemerintah daerah secara natural akan meningkat
karena individu yang menjadi penduduk suatu daerah dapat memilih dan menilai
sendiri kualitas dari penyediaan barang dan jasa publik oleh suatu pemerintah
daerah dibandingkan dengan kontribusi yang telah dibayarkannya dalam bentuk
pajak daerah dan retribusi daerah.
Tiebout
menekankan bahwa tingkat dan kombinasi pembiayaan barang dan jasa publik
bertaraf lokal dan pajak yang dibayar oleh masyarakat merupakan kepentingan
politisi, masyarakat lokal, dan pemerintah daerahnya. Masyarakat akan memilih
untuk tinggal di lingkungan yang anggaran daerahnya memenuhi preferensi yang
paling tinggi antara pelayanan publik dari pemerintah daerahnya dengan pajak
yang dibayar oleh masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada kebijakan
pemerintah lokal dalam pembebanan pajak untuk pembiayaan barang publik bersifat
lokal, maka hanya ada dua pilihan bagi warga masyarakat, yaitu meninggalkan wilayah
tersebut atau tetap tinggal di wilayah tersebut dengan berusaha mengubah
kebijakan pemerintah lokal melalui legislatifnya (Hyman, 2003). Hipotesis
tersebut memberikan petunjuk bahwa terdapat potensi untuk mencapai efisiensi
ekonomi (maximizing social welfare)
dalam penyediaan barang publik pada tingkat lokal.
Berkenaan dengan permasalahan
yang muncul dalam memprediksi model Tiebout mengenai penyediaan barang publik
yang efisien, seperti masalah berkaitan dengan kompetensi antar pemda, masalah
berkaitan dengan pendanaan, asumsi tidak adanya eksternalitas/spillover
berkaitan dengan penyediaan barang/jasa publik lokal dan tidak adanya hambatan
bagi mobilitas yang bersifat sempurna
(Gruber, 2008). Setidaknya, model Tiebout ini mampu menunjukkan kondisi
yang diperlukan untuk mencapai efisiensi ekonomi dalam penyediaan barang publik
yang bersifat lokal yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang dikenal
sebagai "the market for local services would be perfectly
competitive" (Tresch, 1981), (Aronson, 1985), dan (Stiglitz, 1988).
Pada
dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu Negara adalah terbatas. Pemerintah
harus menentukan seberapa besar dari sumber daya yang dimiliki akan
dipergunakan untuk memproduksi barang-barang public, dan seberapa besar akan
digunakan untuk memproduksi barang-barang individu.Pemerintah harus menentukan
dari barang-barang public yang diperlukan warganya, seberapa besar harus
disediakan oleh pemerintah, dan seberapa besar yang dapat disediakan oleh rumah
tangga perusahaan.
Tidak
semua barang dan jasa yang ada dapat disediakan oleh sektor swasta. Barang dan
jasa yang tidak dapat disediakan oleh system pasar ini disebut barang public,
yaitu barang yang tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan
pembeli.sistem pasar tidak dapat menyediakan barang/jasa tertentu oleh karena
manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi akan
tetapi dinikmati oleh orang lain.
Barang
public adalah barang yang baik secara teknis maupun secara ekonomis tidak dapat
ditetapkan prinsip pengecualian, atas barang tersebut. Barang
yang termasuk dalam barang public walaupun mempunyai sifat pengecualian,
misalnya jalan-jalan dapat disediakan melalui system pasar.
Perbedaanantarabarangswasta dan barang public ditunjukkan :
1.
Rival
·
Barang swasta
murni :
a.
biaya
pengecualian rendah
b.
dihasilkan oleh
swasta
c.
dijual melalui pasar
d.
dibiayai oleh
hasil penjualan. Dihasilkan swasta/pemerintah
Contoh :sepatu, pensildll
·
Barang campuran
(quasi public)
barang yang manfaatnya dirasakan bersama dan dikonsumsikan bersama
tetapi dapat terjadi kepadatan.Dijual melalui pasar aau langsung oleh
pemerintah. Contoh : Taman.
2.
Non Rival
·
Barang campuran
(quasi private)
a.
barang swasta
yang menimbulkan eksternalitas,
b.
dibiayai dan
hasil penjualan atau dibiayai dengan APB
Contoh : rumah sakit, transportasi umum, pemancar TV
·
Barang Publik
Murni
a.
biaya pengecualian besar,
b.
dihasilkan oleh pemerintah,
c.
disalurkan oleh
pemerintah,
d.
dijual melalui
pasar atau langsung oleh pemerintah.
Contoh : pertahanan dan peradilan.
Dari
pernyataan di atas dapat dilihat bahwa
barang public dapat dibedakan antara barang public murni dan barang public
campuran (quasi public), begitu juga dengan barang swasta dibedakan antara
barang awasta murni dan barang swasta campuran (quasi private).
Barang
campuran adalah barang yang tidak mempunyai dua karekteristik sekaligus, yaitu
pengecualian rival, yang dimaksud dengan rival adalah penggunaan yang
bersaingan. Apabila seseorang mengkonsumsikan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Kewenangan
ekonomi yang paling utama dan memperoleh porsi yang terbesar bagi pemerintah
daerah adalah fungsi alokasi.Hal ini karena sangat terkait erat dengan
barang-barang publik yang nilainya sangat besar.
Menurut
Stiglitz, 1986 (dalam Syahrir, 1986 : hal 4), disebutkan ada 2 (dua) elemen
yang selalu ada pada setiap barang publik, yakni :
1.
Tidak
dimungkinkannya menjatah barang-barang publik bagi setiap individu
(orang-perorang).
2.
Sangat sulit
untuk menjatah dan membagi-bagikan barang publik.
Sedangkan menurut King (1984 : hal 10), menyebutkan bahwa
barang-barang publik dibatasi oleh dua sifat yaitu:
1.
Konsumsinya
tidak dapat dibagi-bagi
2.
Tidak dapat
dibagi-bagikan kepada orang-perorang.
Menurut
penyediaannya, barang publik ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu, barang publik
lokal dan barang publik nasional.Barng publik lokal adalah barang-barang yang
menurut penyediaannya oleh pemerintah daerah dan secara tehnologi layak &
perolehan keuntungannya dinikmati oleh penduduk setempat.Sedangkan barang
publik nasional adalah barang-barang yang penyediaannya oleh pemerintah pusat
dengan perolehan keuntungan yang dinikmati oleh selain penduduk setempat juga
masyarakat dalam suatu negara.
Alasan-alasan yang mendukung peran alokasi oleh pemerintah daerah
adalah :
a.
Kemungkinan
besar akan terjadi perpindahan penduduk ke daerah lain, manakala mereka merasa
tidak puas dengan pelayanan yang diperoleh didaerahnya, hal ini akan
menimbulkan masalah yang terkait dengan penyediaan lokal.
b.
Penyediaan yang
dilakukan oleh daerah akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan selera penduduk
setempat, namun berbeda halnya bila penyediaan oleh pemerintah pusat ada
kemungkinan penyediaannya secara seragam dengan daerah lainnya yang hal ini
dapat terjadi kurang sesuai denganselerapenduduksetempat.
Menurut King, 1984, ada 4 (empat) alasan mengapa penyediaan oleh
daerah lebih berkesuaian dengan keinginan penduduknya, yaitu :
1.
Dalam sistem
pemerintahan yang bertingkat, birokrat pada tingkat bawah memiliki pengetahuan
yang lebih tentang keinginan penduduknya, jika dibandingkan apabila dilakukan
dengan sistem sentralisasi.
2.
Desentralisasi
akan dapat menjamin kontrol yang lebih demokratis terhadap aparat.
3.
Pemerintah dari
berbagai tingkatan harus saling bekerjasama dan jika salah satunya mengabaikan
keingninan warganya maka mereka dapat melakukan tekanan pada pemerintah.
4.
Penyediaan oleh
daerah menghasilkan barang dan jasa publik lokal yang lebih efisien dan
penduduk menjadi lebih sadar akan biaya pelayanan.
Melalui desentralisasi secara umum akan dapat menumbuhkan inovasi
dan menghasilkan eksperimentasi barang-barang publik. Akan tetapi diakui ada
beberapa kelemahan yang dinilai kurang mendorong pelayanan yang efisien. Hal
ini diperkuat dengan adanya beberapa alasan berikut ini :
a.
Kemungkinan
terjadinya eksport, dimana beberapa beban pajak lokal dialihkan kepada bukan
penduduk setempat.
b.
Kemungkinan
terjadinya penyediaan pelayanan kurang efisien sebagai akibat dari upaya
menarik industri ke daerah atau menahan industri yang telah ada.
c.
Kemungkinan
terjadinya pengeluaran yang berlebihan dari dana pinjaman/hutang yang
berlebihan
d.
Kemungkinan
terjadinya penyediaan yang berlebihan atas kegiatan ekonomi yang dibiayai dari
pungutan pajak.
e.
Kemungkinan
terjadinya pengeluaran yang berlebih oleh birokrat dalam usahanya memaksimalkan
kesejahteraan mereka, dilain pihak kesejahteraan penduduk kurang mendapat
perhatian.
f.
Efisiensi
penyediaan pelayanan publik yang rendah, yang kemungkinannya dapat terjadi
karena kurangnya pengalaman mengatur pengeluaran oleh pemerintah daerah.
g.
Pemerintah
daerah kurang intensif menggali potensi yang berkembang dari penyediaan
pelayanan.
h.
Pemerintah
daerah mungkin mengabaikan keuntungan yang diperoleh dari faktor eksternal bagi
mereka yang bukan penduduk setempat sehingga kurang penyediaan pelayanan bagi
mereka padahal berpotensi mendatangkan keuntungan.
Masalah lain yang kemungkinan timbul dalam kaitan dengan
desentralisasi fungsi alokasi ini adalah dengan cara apa dan bagaimana menggali
potensi pajak yang sesuai untuk pemerintah daerahnya. Selain itu dari sisi persaingan,
dapat terjadi keberadaan dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengembangkan
daerahnya menajdi ancaman dan kendala bagi pemerintah pusat di dalam menentukan
kebijaksanaan, sehingga untuk menjamin stabilitas secara nasional perlu
dilakukan pengendalian dan pengawasan yang intensif dari pemerintah pusat.
G. Efisiensi
Dalam Penyediaan Lingkungan Barang Dan Jasa Publik Lokal Di Indonesia
Berdasarkan nota keuangandan RAPBN,indonesia menunjukkan
peningkatan alokasi dana transfer dari tahun ketahun,namun pemerintah daerah
belum mampu mengelola peningkatan kemampuan keuangan daerah tersebut secara
maksimal. Proporsi alokasi belanja pemerintah daerah masih didominasi
kepentingan operasional rutin pemerintah ,dalam bentuk belanja pegawai dan belanja pegawai barang ,dibidang
alokasi belanja untuk mendanai kebutuhan kebutuhan yang langsung menyentuh
kebutuhan publik.
Disisi lain masih banyak dana pemerintah daerah yang tersimpan
dalam bentuk sertifikat bank indonesia(SBI).banyaknya dana pemerintah daerah
ini minimbulkan bebab ganda bagi negara
dalam bentuk munculnya bebab tambahan berupa bebab bungaSBI dan opportunity
cost(biaya peluang ) yang harus ditanggung
karena proses didaerah yang tidak berjalan optimal.
Beberapa bukti diatas menyiratkan lemahnya perencanaan belanja pemerintah daerah yang
memunculkan kemungkinan underfinancing maupun overfinancing dimana dampak dari
keduanya mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit kerja pada
pemerintah daerah. Unit kerja yang mengalami underfinancing akan kesulitan
untuk memenihi kebutuhan dan tuntutan publik ,sementara unit kerja yang
mengalami overfinancing berhadapan dengan tingkat efisiensi yang rendah.
Perilaku belanja pemerintah daerah dalam kaitannya dengan sektor
sektor yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik berupa
kesehatan serta infrenstruktur
ternyata menunjukkan sebuah fonomena yang disebut flypaper effect.
Pendekatan umum mengenai fly paper effect antara lain menyebutkan transfer dana sebagai salah
satu penyebab ilusi fiskal dalam tingkat
pengeluaran barang publik. Transfer dana
antar pemerintah pada umumnya akan mengurangi harga barang publik bagi
masyarakat penerima ,dan dengan sendirinya akan menurunkan tingkat penerimaan
pajak daerah sebagai efek samping dari adanya dana bantuan.
Fly paper effect ilusi fiskal menunjukkan
adanya indikasi pemborosan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan penggunaan
dan tranfer dari pemeritah pusat. Berbagai literatur ilmu ekonomi publik dan
keuangan negara menyebutkan beberapa alasan perlunya dilakukan tranfer dana
dari pusat kedaerah
Pertama, pemerintah pusat menguasai
sebagian besar sumber sumber penerimaan (pajak) utama
negara yang bersangkutan.
Kedua, sebagaimana
telah disinggung sebelumnya ,untuk mengatasi persoalan keseimbangan fiskal horizontal. Pengalaman empirik diberbagai negara
menunjukkan bahwa kemampuan daerah menghimpun pendapatan sangat bervariasi,
tergantung kepada kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan sumber
daya atau tidak, ataupun daerah yang tinggi atau rendah. Disisilain,
daerah-daerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan belanja untuk
pelaksanaan berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada daerah daerah dengan penduduk miskin, penduduk
lanjut usia , dan anak anak serta remaja, yang tinggi proposinya.
Ketiga, terkaitdenganbutirkedua
diatas, argumen lain yang menambah penting peran tranfer dari pusat dalam
kontes ini adalah adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan
minimum dimasyarakat.
Keempat, untukmengatasipersoalan
yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik.
Kelima , untuk
stabilitasi. Alasan terakhir dari perlunya dana transfer yang jarang
dikemukakan adalah untuk mencapai tujuan stabilitasidaripemerintahpusat.
Jika perilaku yang asimetris seperti ini makan tujuan efisiensi
dalam penggunaan dana tidak berhasil dicapai.
·
Pertimbanganefisiensidalampenyediaan
barang dan jasa publik lokal di indonesia
Melakukan pengkajian atas praktik
desentralisasi fiskal diindonesia merupakan salah satu upaya untuk menciptakan
efisiensi dalam penyediaan barang/jasa publik.
Penentuan penyediaan barang/jasa
publik yang seharusnya disediakan oleh pemerintah daerah ditentukan oleh 3
hal,yaitu:
Ø Keterkaitan antara barang/jasa publik lokal dengan kontribusi
perpajakan.
Barang /jasa memiliki manfaat pajak
yang kuat, seperti jalan jalan lokal ,harus disediakan oleh pemerintah.
Ø Memperhatikan tingkat eksternalitas /spillover positif yang terjadi.
Jika
barang/jasa publik mempunyai efek eksternalitaspositif yang besar pada
masyarajat lain,barang/jasa akan disediakan oleh pemerintah daerah dalam
kualitas dan jumlah yang rendah
Ø Memperhatikan skala ekonomi dalam penyediaan barang /jasa publik
Barang/jasa
publik yang memiliki skala ekonomi besar ,seperti pertahanan dan keamanan ,akan
lebih efesien jika disenggarakan oleh pemerintah pusat. Sedangkan
brang/jasa tanpa skala ekonomi yang besar akan lebih efisien jika desediakan
oleh pemerintah daerah. Agar desentralisasi fiskal dapat optimal, selain
upaya meningkatkan pengelolaan keuangan daerah, sebaiknya
pemerintah daerah perlu meletakkan fokus belanja daerah pada penyediaan barang
/jasa dengan skala ekonomi yang rendah atau relatif dan program program
pembangunan berbasis luas dengan sedikit eksternalitas.
Demikian pula, pemerintah
pusat perlu melihat kembali apakah barang/jasa yang memiliki eksternalitas
spillover besar, seperti pendidikan dan kesehatan, masih relevan
untuk diserahkan kewenagannya kepada daerah.[5]
Terlepas dari keseimbangan makro atau efisien mikro, bird
dan vaillancourt (1998) mengisyaratkan bagi kesuksesan desentralisasi, yaitu :
v Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis,dan
v Biaya biaya dari keputusan tersebut sepenuhnya harus ditanggung
oleh masyarakat
Kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan mengikuti pembagian wewenang (money
follows function).
Desentralisasi fiskal,yang merupakan
penyerahan kewengan dibidang keuagan antar level pemerintahan yang menyangkup
bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah besar dana dan/atau
sumber smber daya ekonomi kepada daerah
untuk dikelola menurut kepentingan dan kebutuhan daerah itu sendiri.
Undang-undang
nomor 22 tahun 1999 mengatur desentralisasi (pelimpahan wewenang dan tanggung jawab) dibidang administrasi dan di bidang politik
kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah
daerah dengan diikuti pertimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan pengelolaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan prinsip “money fllows function” yang diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999.
Tetapi mengingat desentralisasi dibidang administrasi yang juga
berarti transfer personal(pegawai negeri
sipil ) yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah,prinsip” money
fllows function “,atausebutsajapenggunaan anggaran sesuai fungsinya
,tidak mungkin berlangsung.
Denganberlakunya UU No.22/1999 dan UU No. 25/1999 yang mengatur
kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagai awal dimulainya suatu era baru penyenggaraan
pemerintahan daerah yang lebih otonom, pada hakikatnya disadari bahwa kemampuan
setiap daerah , khususnya kabupaten dan
kota ,dalam melaksanakan otonominya
tidak sama satu dengan yang lainnya. Disatu pihak beberapa daerah
tergolong sebagai daerah yang beruntung karena
memiliki sumber sumber penerimaan yang berasal dari hasil pajak dan
retribusi daerah maupun yang berasal dari bagi hasil pajak dan bukan pajak
(SDA). Di lain pihak , banyak kabupaten dan kota yang memiliki kemampuan
keuangan yang jauh dari memadai ,yang mengakibatkan daerah daerah semacam ini
mengalami kesulitan dalam pembiayaan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah. Oleh karenanya ,diperlukan suatu kebijakan transfer dari pemerintah
pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU).
Kepastian mengenai jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi bahan pengambilan
keputisan bagi pemerintah daerah untuk merencanakan jenis dan tingkat pelayanan
yang dapat diberikan kepada masyarakat. Pada intinya, desentralisasi fiskal berupa memberikan jaminan kepastian bagi
pemerintah daerah bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber sumber pendapatan
yang memadai untuk memberikan pelayanan publik dengan standar yang telah
ditentukan
Tetapi pola desentralisasi fiskal yang hingga sekarang deterapkan di indonesia masih fokus pada ekonomi
pembiayaan, bukan pada ekonomi
pendapatan. Sekalipun daerah memiliki kewenangan untuk menggali sumber
sumber pendapatan sendiri tetapi ada
pengecualian terhadap ekslorasi SDA.
Oleh karena itu pola transfer keuangan
dari pusat kedaera masih menjadi elemen penting untuk menunjang kepastian
keuangan daerah.
Maka timbul permasalahan permasalahan yang cukup penting. contoh permasalahan permasalahan pokok desentralisasi fiskal saat
ini yaitu:
1)
Tantangan utama bagi pembangunan
indonesia bukan lagi untuk memberikan dana kepada daerah daerah yang lebih
miskin tetapi bagaimana memastikan agar daerah daerah daerah tersebut
menggunakan dana yang disalurkan dengan sebaik-baiknya (DAU). Sebagai suatu kebijakan fiskal dalam konteks
otonomi daerah, penetapan alokasi DAU
merupakan suatu kebijakan yang sangat strategis guna mengatasi
pemerataaan kemampuan keuangan antar daera mengingat DAU merupakan komponen
terbesar dalam dana pertimbangan. Besarnya
DAU baru akan ditetapkan sebesar 25
persen dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN).
2)
Lebih dari setengah kenaikan
alokasi DAU (dana alokasi umum) yang seharusnya digunakan untuk penyediaan
layanan kepada masyarakat digunakan untuk membiayai belanja pegawai pemerintah
provinsi dan kabupaten /kota.kebijakan pembayaran gaji pegawai daerah secara penuh melalui DAU ini tidak mendorong pemda mengarahkan dana itu
untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Tujuan pengloksian DAU ini selain
memang dalam kerangka otonomi pemerintah di tingkat daerah, juga
memiliki tujuan lain. Salah satu tujuan penting pengalokasian DAU ini adalah dalam rangka pemerataan
kemampuan penyediaan pelayanan publik diantara pemerintah daerah di indonesia.
Pada dasarnya ada dua hal yang menyebabkan
belum tercapainya tujuan DAU tersebut. Pertama, model formulanya sendiri yang
masih jauh dari sempurna .kedua, yang berpengaruh lebih dominan,kentalnya
pertimbangan nonekonomi dalam penentuan besarnya jumlah DAU.
Beberapa faktor penting dalam desain DAU
a.
Sumber dana
Satu ciri
yang baik darin sistem transfer keuangan
pusat ke daerah adalah stabilitas. Disamping itu juga, fleksibilitas.ini
terkait dengan sumber dana alokasi transfer tersebut. Keduanya tampak
bertentangan , tetapi bukan hal yang mustahiluntukmencapai. Secara mendasar, berdasarkan
praktik dibanyak negara , ada tiga cara untuk menentukan berapa jumlah dana yang akan
dialokasikan untuk pusat kedaerah :
Ø Proposi tertentu dari penerimaan pemerintah, atau presentase tertentu dari PDB;
Ø Secara ad hoc, seperti halnya belanja
yang lain;
Ø Berdasarkan formula, misalnya sebagai proposi pengeluaran spesifik /tertentu atau kaitannya
dengan berbagai karakteristik umum daerah
penerima transfer.
b.
Formula
distribusi
Meskipun focus utama kepada
hasil atau efek dari distribusi , desain formula yang baik tetap harus
diupayakan. Sebab, desain yang baik ini
akan membantu efesiensi dan akuntabitas daerah. Terkait dengan itu, maka transfer dapat dinegoisasikan harus dihindarkan. Apalagi kalau
daerah sampai bisa mempengaruhi berbagai faktor atau variabel yang dipakai
dalam formula untuk kepentingannya. Nampaknya, pengembangan formula DAU beserta berbagai faktor pendukungnya sudah
mengarah kepada jalur yang benar.
c.
Kondisionalitas
Apabila dana untuk
transfer baik jumlah maupun sumbernya
sudah ditentukan, dan formulapun sudah ditetapkan maka hal berikut yang mesti
ditentukan dalam sistem transfer adalah
apakah transfer tersebut akan dilakukan bersyarat dalam arti terkait
dengan penyediaan standar pelayanan public tertentu.
3). Banyak pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk membelanjakan anggaran
tambahan mereka. Mereka lalu menyimpan dana itu dalam rekening bank setempat,
jumlah simpanan itu semakin banyak dan telah mencapai angka 3,1 persen dari PDB
pada bulan november 2006.
4). Pos pengeluaran paling besar untuk pemda adalah untuk penyelenggaraan administrasi
pemerintah yang menyerap sebanyak 32 persen dari seluruh pengeluaran pemerintah
daerah. Pengeluaran administrasi yang sangat besar itu mengakibatkan
berkurangnya pengeluaran untuk sektor sektor lain penting lainnya, terutama
sektor kesehatan, pendidikan ,pertanian, dan infrastuktur .
Kriteria desain transfer pusat
Ø Otonomi.ini merupakanprinsip yang mendasari desentralisasi fiskal,
apakah suatu negara itu berbentuk federal maupun negara kesatuan. Intinya
adalah bahwa pemerintahan daerah harus memiliki independensi dana flasibilitas
dalam menentukan prioritas-prioritas mereka.
Ø Pemerimaan yang memadai (revenue
adequacy). Pemerintah daerah semestinya memiliki pendapatan (termasuk
transfer) yang cukup untuk menjalankan segala kewajiban atau fungsinya
yang diembannya.
Ø Keadilan (equity) besarnya dana transfer dari pusat ke daerah ini
seyogannya berhubungan positif kebutuhan fiskal daerah dan sebaliknya, berkebalikan
dengan besarnya kapasitas fiscal daerah yang
bersangkutan.
Ø Transparan dan stabil. Formula transafer mesti diumumkan sehingga dapat diakses
masyarakat.
Sederhana. Alokasi dana kepada pemerintah daerah semestinya
didasarkan faktor faktor objektif dimana unit unit individual tidak memiliki
kontrol atau tidak dapat dipengaruhi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa Desentralisasi fiscal merupakan kebijakan
yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu Negara melalui
pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Instrument utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat komposisi dan pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi
variable-variable berikut, yaitu: permintaan agregat dan tingkat aktivitas
ekonomi, pola persebaran sumber daya dan distribusi pendapatan.
kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata dimaksudkan
untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya tersentralisasi dipusat
menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah
daerah menguasai mengelola dana dalam jumlah yang lebih jauh lebih banyak dari
sebelumnya.
Desentralisasi yang efektif membutuhkan otoritas yang memiliki
semua tingkat pemerintah untuk membuat keputusan mengenai pengeluaran dan
pendapatan yang mencukupi juga meningkatkan kemampuan daerah atau penyerapan
dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brodejonegoro Bambang,
2002, Dana Alokasi Umum Konsep,
Hambatan dan Proses Di Era Otonomi Daerah, Jakarta:
Kompas
Hamid Edi
Suandi, 2005, Dana Alokasi Umum Upaya Mengatasi Ketimpangan Fiskaldalam
Era Otonomi Daerah , Yogyakarta:
Uli Press
Mobile. kontan.co.id/news/aturan-desentralisasi-fiskal-dikaji-ulang-1
Sudirman I Wayan, 2011,Kebijakan Fiskal, Jakarta : Prenada
Media Grup
SukimoSadono, 2002, MakroEkonomi, Jakarta: Raja GrafindoPersada
Yoesof Fatullah, 2013, Fiskal dan Moneter,Yogyakarta : Idea Press
[1]FatullahYoesof,
FISKAL DAN MONETER, ( yogyakarta :
Idea Pers, 2013 ) hal. 104
[2]wayansudirman,
KebijakanFiskal ( teoridanempirikal ). (
Jakarta : Prenada Media Grup, 2011 ) hal 87
[3]Bambang Brodejonegoro, Dana AlokasiUmum ‘konsep, hambatan, danprospek di Era Otonomi Daerah, (Jakarta:
Kompas, 2002), hal: 85
[4]Edi Suandi Hamid, Dana AlokasiUmum
‘UpayaMengatasiKetimpanganFiskaldalam Era Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Uli
Press, 2005), hal: 12
[5]Mobile.kontan.co.id/news/aturan-desentralisasi-fiskal-dikaji-ulang-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar