Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH ISU-ISU DALAM DESENTRALISASI FISKAL

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Masih besarnya peran pusat dalam menangani pos-pos penerimaan daerah ini dapat membuat pemerintahan daerah dapat mengoptimalkan sumber-sumber penerimaanya. Studi dibeberapa asia menunjukan bahwa kurangnya dibeberapa daerah untuk meningkatkan penerimaanya telah mengakibatkan kurangnya tanggung jawab dan insentif bagi daerah untuk melaksanakan tugas yang terkait dengan desentralisasi penerimaan.

Desentralisasi fiskal adalah kebijakan yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi dalam suatu Negara melalui pengeluaran dan pendatan pemerintah.Instrument utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat komposisi dan pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi variable-variable berikut, yaitu: permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya dan distribusi pendapatan.

Namun demikian, daerah perlu memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya tersentralisasi dipusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah daerah menguasai da mengelola dana dalam jumlah yang lebih jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintahan daerah perlu lebih memahami alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal. Dampak Penghapusan DAU Apabila dilihat darisisi ekonomi, penghapusan DAU untuk beberapa daerah akan berimbas pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di daerah tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Penghapusan ini akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangandaerah yang terganggu ini akan berimbas kepada pelaksanaan program-program pemerintah daerah.

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang muncul adalah:

1.      Bagaiman pengertian desentralisasi fiskal?

2.      Bagaiman dasar hukum desentralisasi fiskal?

3.      Bagaiman aturan-aturan dalam implementasi desentralisasi fiskal?

4.      Bagaiman penyerahan wewenang pengeluaran dan penerimaan desentralisasi fiskal?

5.      Bagaiman isu efesiensi dalam praktik desentralisasi fiskal?

6.      Efesiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik lokal?

7.      Efisiensi dalam penyediaan lingkungan barang dan jasa publik lokal diindonesia?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui tentang pengertian Isu- IsuDesentralisasi

2.      Dari masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami bagaimana isu-isu dalam desentralisasi fiskal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

ISU ISU DALAM DESENTRALISASI  FISKAL

A.    Pengertian Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal adalah kebijakan yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu Negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Instrument utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat komposisi dan pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi variable-variable berikut, yaitu: permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya dan distribusi pendapatan.

Desentralisasi fiskal merupakan penyerahan kewenangan dibidang keuangan yang mencakup bagaimana pemerintah mengalokasikan dana dan/atau sumber-sumber ekonomi kepada daerah untuk dikelola menurut kepentingan dan kebutuhan suatu daerah. Bagi daerah, desentralisasi fiskal berfungsi untuk menentukan jumlah uang yang akan digunakan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepadama syarakat.[1]

Dana yang telah dialokasikan kepada pemerintah daerah selanjutnya akan dikelola oleh dinas pekerjaan umum. Dari sinilah perbaika-perbaikan fasilitas public terwujud, misalnya saja perbaikan jalan raya. Jalan yang semula berlubang akan diperbaiki untuk kenyamanan masyarakat.

Dana-dana ini tentunya didapat dari pendapatan daerah dan pajak. Setiap tahunnya pembayaran pajak dilakukan dengan hitungan yang berbeda pula sesuai jenis pajaknya. Seharusnya semakin banyak jumlah penduduk disuatu daerah mempengaruhi besarnya pajak yang di dapat pemerintah. Kurangnya kesadaran akan pentingnya membayar pajak yang turut mengurangi pendapatan pemerintah.

Kepastian tentang jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah untuk menentukan jenis dan tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat. Pada intinya, desentralisasi fiskal berupaya memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber-sumber pendapatan yang memadai untuk memberikan pelayanan public dengan standar yang telah ditentukan.

Setelah terkumpul dana-dana dari berbagai sumber, maka pemerintah akan membagi jumlah alokasi dana sesuai kebutuhan dan kepentingan sutu daerah. Setelah jumlah alokasi dana terhitung, selanjutnya mekanisme penyaluran dana adalah salah satu keputusan yang sangat penting karena proses ini turut ikut andil dalam pengelolaan agar tidak jatuh pada oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kebijakan fiskal dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif.

1.      Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar daripada pemasukan Negara guna memberi stimulus pada perekonomian.

2.      Kebijakan kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukan lebih besar dari pengeluaran.

Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat agar anggaran belanja daerah sesuai dengan kebutuhan suatu daerah. Selain itu dengan adanya kebijakan tersebut akan memudahkan pemerintah dalam pengalokasian dana. Dari sinilah pendapatan dan pengeluaran daerah akan mudah terbaca.

Dilihat dari objek yang diaturnya kebijakan fiskal mencakup dua instrument, yaitu: kebijakan fiskal bersifat kuantitatif dan kebijakan fiskal bersifat kualitatif. Kebijakan fiskal kuantitatif yaitu mengenai jumlah uang yang akan dibelanjakan. Adapun kebijakan fiskal bersifat kualitatif yaitu mencakup skala prioritas dalam pembelanjaan.

ketika pelayanan public akan diperbaiki, pemerintah harus mengetahui berapa banyak dana yang akan dianggarkan. Anggaran tersebut akan diketahui dengan mengetahui fasilitas apa saja yang perlu diperbaiki, berapa jumlahnya,  dan bagaimana prosesnya.

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencapai perekonomian yang makmur, melalui tiga tujuan kebijakan pemerintahdalamekonomi, yaitu:

a.       Mengatasi inflasi

b.      Mengatasi pengangguran

c.       menciptakan pertumbuhan ekonomi

 

·         Jenis-jenis kebijakan fiskal:

a.       Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional, dalam hal ini pengeluaran pemerintah dengan melihat akibat-akibat langsung terhadap pendapatan nasional, terutama untuk meningkatkan kesempatan kerja.

b.      Kebijakan pengelolaan anggaran, dalam kebijakan ini, perpajakan dan pinjaman dimaksudkan untuk mencapai kestabilan ekonomi. Dalam jangka panjang tercapai anggaran yang seimbang tanpa defisit.

c.       Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis, dalam kebijakan ini, pengeluaran pemerintah ditentukan berdasarkan manfaat. Peranan kebijakan ini dapat ditingkatkan dengan pengeluaran untuk proyek-proyek pekerjaan umum.

Contoh kebijakan fiskal:

a.       Penyusunan RAPBN

b.      Perpajakan nasional.

c.       Efisiensi anggaran belanja.

d.      Pemberian subsidi pemerintah

 

Kontribusi DAU bagi Daerah vs Penghapusan DAU “Daerah Kaya”Sejauh mana desentralisasi fiskal melalui instrumen utama Dana Alokasi Umum atau DAU dan pemberlakuan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berhasil memberikan kontribusi bagi daerah untuk menekan ketimpangan di Indonesia? Pertanyaan inilah yang menjadi titik berat yang harus dikaji lebih dalam, mengingat masih besarnya disparitas antardaerah di Indonesia.[2]

Disparitas antar daerah di Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari ketidak merataan dalam hal penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan antara daerah satu dan daerah lainnya, selain juga perkembangan industri setempat.

Ketidakadilan perimbangan pendapatan daerah atas eksplorasi sumber daya alam juga masih terjadi di beberapa wilayah, khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi produsen migas di Indonesia seperti Riau dan Kalimantan Timur. Porsi kecil yang diterima daerah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah-daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi SDA lebih banyak di parkir di pusat dibanding di daerah.

Kondisi akan semakin buruk lagi, apabila daerah-daerah tersebut menghadapi penghapusan DAU karena peringkat ”Kaya” dari pemerintah pusat hanyalah sebatas peringkat, sebabkan daerah-daerah tersebut tidak merasakan secara signifikan hasil SDA-nya sendiri dan pemerintah dianggap menjadi predatory state yang mengeksploitasi daerah secara besar-besaran tanpa menyelaraskan dengan peningkatan pembangunan prasarana ekonomi terlebih lagi dengan penghapusan DAU terhadap daerah-daerah tersebut .

B.     Landasan Hukum Perhitungan dan Penghapusan DAU

Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU No.33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari total penerimaan dalam negri netto.

Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada kondisi APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26 persen dari total pendapatan dalam negeri netto.

DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, kebutuhan daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan undang-undang sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah.Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji PNS daerah.

Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Dalam perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :

1.      Jumlah Penduduk

2.      Luas Wilayah

3.      Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

4.      Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)

Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk dapat menghimpun pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH Pajak dan SDA yang diterima oleh daerah.

Berdasarkan UU diatas, setiap daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal maka dapat menerima penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya. Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah “kaya” (DKI Jakarta, Riau dan Kaltim) dan memperoleh penghapusan DAU.[3]

Dampak Penghapusan DAU Apabila dilihat dari sisi ekonomi, penghapusan DAU untuk beberapa daerah akan berimbas pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di daerah tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Penghapusan ini akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangan daerah yang terganggu ini akan berimbas kepada pelaksanaan program-program pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu pula. Imbas yang lain adalah terganggunya program-program pemerintah daerah yang bertujuan untuk meningkatakan pelayanan publik/infrastruktur yang dapat menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi regional maupun ekonomi nasional.

Dengan penghapusan DAU tersebut juga dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi di wilayah-wilayah tersebut yang dikarenakan akan meningginya biaya investasi akibat pengenaan pajak daerah yang tinggi. Kenaikan pajak daerah yang tinggi ini merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh daerah untuk menutupi pembiayan program daerah sebagai imbas dari penghapusan DAU oleh pemerintah pusat. Penghapusan DAU inipun nantinya akan berimpas pada ketimpangan vertical yang semakin melebar, sedangkan tujuan desentralisasi fiskal (DAU sebagai salah satu instrumen) bertujuan untuk mengurangi/mengikis ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah.

Apabila dilihat dari sisi sosial dan politik, penghapusan DAU ini mengingatkan kita kembali kondisi ekonomi daerah sebelum tahun 1999 dimana ada kesenjangan dan kecemburuan sosial daerah dengan pusat.Kesenjanagan dan kecemburuan sosial ini terjadi diakibatkan ketidakadilan yang mereka peroleh, karena sampai saat inipun masih terjadi ketidakadilan atas pembagian pendapatan eksplorasi SDA antara daerah dengan pusat, terlebih lagi adanya penghapusan DAU. Keputusan penghapusan ini akan berimbas kepada reaksi sosial dari tiap-tiap daerah sehingga dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Pirnsip keadilan ini pun harus menjadi perhatian yang mendapat skala prioritas. Menurut predikat “kaya” dari pemerintah untuk daerah-daerah yang DAU-nya yang akan dihapus terkesan hanya predikat, karena daerah-daerah tersebut masih merasa diberlakukan tidak adil oleh pemerintah atas pembagian hasil eksplorasi SDA.

C. Aturan-aturan dalam implementasi desentralisasi fiskal

            Masih besarnya peran pusat dalam menangani pos-pos penerimaan daerah ini dapat membuat pemerintahan daerah mengoptimalkan sumber- sumber penerimaanya. Studi dibeberapa asia menunjukan bahwa kurangnya dibeberapa daerah untuk meningkatkan penerimaanya telah mengakibatkan kurangnya tanggung jawab dan insentif bagi daerah untuk melaksanakan tugas yang terkaitdengandesentralisasipenerimaan.

Pemerintah berencana memperbaiki aturan desentralisasi fiskal. Rencana ini dituangkan dalam revisi undang- undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta undang-undang nomor nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.      Revisi kedua aturan ini sedang dikaji mentri keuangan agusmartowadojo menjelaskan revisi aturan ini bertujuan membuat sistem yang bak dalam pola pemekaran wilayah di indonesia,kami melihat sistem yang sekarang perlu direvisi. Dan diperbaiki sehingga tidak membuat semua daerah yang belum siap untuk menjadi daerah mandiri dan belum isa memberikan manfaat yang terbaik. Oleh karena itu perlu dicermati kemungkinan pengalihan berbagai jenis pajak yang selama ini dikategorikan sebagai pajak pusat dan sumber penerimaan lainya diluar pajak untuk dapat ditransfer penangananya langsung kedaerah. Misalnya, pajak bumi dan bangunan (pbb) dan bea perolehan Hak atas Tanah danah dan Bangunan) yang mobilitasnya rendah, dapat dipertimbangkan untuk langsung menjadi pajak daerah.

Dalam konteks ekonomi Dan desentralisasi fiskal, secara spesifik mardiasmo mengemukakan tiga misi dari kebijakan ekonomi tersebut yaitu:

a.       Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat.

b.      Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah

c.       Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpatisipasi dalam proses embangunan

Menurut roybahl dan neil mcmullen (2000), metengahkan aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam mengiplementasikan desentralisasi fiskal. Aturan-aturan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Desentralisasi fiskal harus dilihat sebagai suatusistem yang komperhensip. Unsur-unsur penting dalam sistem desentralisasi fiskal, yaitu :

a.       Kondisiumum:

·         DPRD hasilpemilihan

·         Kepala eksekutif diangkat di daerah

·         Pemerintah daerah memiliki wewenang yang cukup untuk menggalang penerimaan.

·         Pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang memadai dalam hal pengeluaran.

·         Otonomianggaran

·         Transparasi

 

b.      Kondisi ideal :

·         Bebas  dari control pengeluaran yang berlebihan dari pemerintah pusat.

·         Transfer tanpa syarat dari pemerintah atasan.

·         Wewenang untuk meminjam.

 

2.      Uang mengikuti fungsi.

Hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan penyerahan tanggung jawab pengeluaran kepada pemerintah daerah, baru kemudian penyerahan  tanggung jawab penerimaan ditentukan. Pelaayanan yang dapat dikenai retribusi (fasilitas publik,bus) harus dibiayai,sebagian besar dengan retribusi, pelayanan umum dengan manfaatnya bersifat lokal,dan barang-barang yang memiliki externalitas yang besar harus dibiayai dengan  pajak provinsi dan transfer antar pemerintah.

 

3.      Pemerintah pusat harus memiliki kemampuan untuk memusatkan dan mengwasi desentralisasi.

Proses desentralisasi fiskal yang “terkendali” dan bertahap memerlukan bimbingan pemerintah pusat yang kuat dalam hal-hal seperti penerapan sistem akuntansi keuangan yang seragam, dan penenyuan kapan melonggarkan pengawasan atas pengeluaran,bagaimana menyesuaikan rumus distribusi sbtitusi,dan bagaimana mentukan batas pinjaman. dalam beberapa bidang diperlukan bantuan teknis kepada pemerintah daerah.

 

4.      Diperlukan sistem antar pemerintah yang berbeda untuk sektor perkotaan dan pedesaan.

Dalam kenyataan tahap yang lebih baik dalm implementasi desentralisasi fiskal hris dimulai dari unit pemerintahan derah yang besar, kmudian membiarkan mebiarkan unit pemerintah yang kecil menjadi besar.Pemerintah subnasioal memeiliki kemampuan yang berbda dalam menyediakan dan mendanai pelayanan masyarakat, dan tentunya memiliki kemampuan dalam hal memperoleh pinjaman.

 

5.      Desentralisasi fiskal memerlukan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola pajak.

Masyarakat akan lebih mampu menjaga akuntabilitas pejabat-pejabat daerah yang dipilihnya apabila pelayanan-pelayanan publik lebih banyak didanai dari pajak derah dibanding dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat. Pajak harus bisa disakan oleh msyarakat lokal, cukup besar untuk menjadi beban dan beban tersebuk tidak mudah untuk dialihkan kepada penduduk diluar wilayah tersebut.

 

6.      Pemerintah pusat harus memeatuhi aturan-aturan yang telahdibuatnya.

Agar desentralisaifiskaldapat berhasil, pemerintah harus memetuhi aturan-aturan yang telahdibuatnya.

 

7.      Mempertahankan kesederhanaan.

Sistem adminitrasi pemerintah daerah sering tidak mampu menangani pengaturan fiskal antar pemerintah yang rumit. Begitu pula sistem pemerintah pusat diperlukan untuk memantau dan mengevaluasi pengaturan fiscal antar pemerintah.

 

8.      Desain  sistem tranfer antar pemerintah seharusnya sesuai dengan reformasi adminitrasi.

Trasfer antar pemerintah memiliki dua dimensi: besarnya dana yang bisa didistribusikan, dan distribusi dana tersebut kemasing-masing unit pemerintah daerah yang  pemerintah berhak. Besarnya dana yang didistribusikan mencerminkan keseimbangan fiskal secara vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, dan dimensi alokasi dana menggambarkan keseimbangan fiscal secara horizontal.

9.      Desentralisai fiskal harus mempertimbangkan ketiga tingkatan pemerintahan

Di beberapanegara, pemerintah provinsi terlalu untuk memungkinkan partisipasi masyarakat pada tingkat yang mampu menjamin bahwa keinginan masyarakat diperhatikan, atau menjamin adanya akuntabilima diatas pejabat tingakat pemerintahan yang lebih bawah.

10.  Menetapkan batasan anggaran yang ketat

Batasan aggaran yang ketat berimplikasi bahwa  pemerintah daerah yang diberi otonomi akan dituntut untuk menyeimbangkan anggaranya tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat diahir tahun anggarannya (terutama bila terjadi kekurangan dana antara yang dianggarkan dengan realisainya.[4]

 

11.  Memahai bahwa sistem fiskal antar pemerintah selalu dalm transisi dan merencanakan untuk antisipasi terhadap perubahan- perubahan yang terjadi.

Beberapa unsure dalam program desentralisasi fiskal berumur pendek, relevansinya akan berkurang seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi. Perbedaan antar daerah dalam sebuah negara berubah, kualitas insfratruktur dasar berubah, wilayah-wilayah untuk investasi berubah , dan kapasitas teknis dari masing-masing pemerintah daerah berubah. Pemerintah pusat harus mempunyai fleksibilitas dalam rencana desentralisasi fisklanya agar dapat mengakomodir perubahan-perubahan tersebut.

 

12.  Harus ada pelopor bagi desntralisasi fiscal

Agar program desntralisasi fiskal berhasil, harus ada pelopor yang memahami kerugian dan keuntungan dari pelaksanaan progra tersebut.

D. Penyerahan Wewenang Pengeluaran dan Penerimaan Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi yang efektif membutuhkan otoritas yang memiliki semua tingkat pemerintah untuk membuat keputusan mengenai pengeluaran dan pendapatan yang mencukupi juga meningkatkan kemampuan daerah atau penyerapan dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut. Analisa mengenai keputusan-keputusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah pada beberapa bidang/sektor adalah:

1.      Pengeluaran

Permasalahanmendasardalamdesentralisasi fiskal adalah sektor publik apa yang paling cocok untuk diserahkan kesetiap tingkat pemerintah. Tingkatan pemerintah tersebut termasuk pemerintah pusat, provinsimaupundaerah

(kotadankabupaten). Untyk mendapatkan kerangka konseptual bagi distribusi tanggung jawab pengeluaran, para ahli ekonomi memfokuskan pada isu-isu evisiensi dan keadilan, dimana efisiensi diartikan sebagai pemuasan kebutuhan/pilihan-pilihan terhadap barang dan jasa pada tingkat biaya terendah yang paling mungkin. Para pakar administrasi publik juga memperhatikan efisiensi tersebut, akan tetapi mereka menekankan faktor-faktor lain seperti akuntabilitas, transparasi, kapasitas.

a.       Sudut Pandang Ekonomi

Para ekonomimembagifungsi pemerintah dalam perekonomian berbasis pasar yaitu alokasi, distribusi dan stabilitas (terkadang tergantung pada kebijakan makro ekonomi).Fungsi alokasi menyinggung peran pemerintah dalam menyediakan dan mengatur barang publik dan baran kuasi-publik dan selanjutnya mempengaruhi alokasi sumber daya melalui pasar, contohnya mengatur kebijakan dan penggunaan pajakdansubsiditertentu.

Barang publik dan kuasi-publik dibedakan dari barang secara keseluruhan yang disuplai oleh sektor swasta, dalam hal ketidak pastian dan turunannya yang dikenal dengan eksternalitas. Pada kasus eksternalitas , transaksi pasar antara pembeli dan penjual mempengaruhi pihak ketiga yang tidak terlibat dalam transaksi. Baik pada produksi barang atau jasa yang kurang (underproduction) ataupunlebih (overproduction).

Dalam kebijakan makro ekonomi kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi kearah tingkat yang dikehendaki.Ahli ekonomi klasik menekankan tentang perlunya menjalankan anggaran belanja seimbang.Mereka menekankan perlunya menjalankan sistem pasar bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah, termasuk kebijakan fiskal yang aktif, dalam kegiatan perekonomian.

·         Bentuk Kebijakan Fiskal Diskresioner

Kebijakan fiskal diskresioner ialah kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi atau langkah-langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk:

1.      Mengurangi gerak naik-turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu kewaktu

2.      Meningkatkan suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi dan mengalami pertumbuhan yang memuaskan.

Dua alat yang digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan kebijakan diskresioner:

1.      Membuat perubahan-perubahan atas pengeluarannya

2.      Membuat perubahan-perubahan atas pajak yang dipungutnya

Kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga bentuk yaitu:

1.      Membuat perubahan atas pengeluaran pemerintah

2.      Membuat perubahan atas sistem pemungutan pajak

3.      Secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan sistim pemungutan pajak

Meskipun demikian terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan barang atau jasa secara evisien dan mencukupi. Faktor-faktornya antara lain: skala ekonomi, adanya lintas batas dan disparasi fiskal diantara tingkatan pemerintah daerah. Dalam mengalokasikan dana kedaerah-daerah hal yang harus diperhatikan ialah kondisi riil daerah tersebut, kondisi riil tersebut dapat dilihat dari variabel-variabel kondisi prasarana daerah seperti jalan raya, jembatan, vasilitas listrik, air minum, ketersediaan sarana prasarana pemerintah (perkantoran), sarana dan prasarana aktivitas ekonomi masyarakat (pasar, pelabuhan, terminal), cadangan ekonomis sumber daya alam yang masih dimiliki, sarana kegiatan sosial dan olah raga.

Salah satu tujuan desentralisasi fiskal, yang merupakan kebijakan otonomi daerah adalah untuk lebih memandirikan daerah provinsi/kabupaten atau negara-negara bagian. Kebijakan yang bersifat sentralistik yang menimbulkan ketergantungan daerah pada pusat, penghambat perkembangan pembangunan masyarakat daerah.Oleh karna itu daerah perlu diberi keleluasan menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung keberhasilan pembangunan daerahnya. Sementara itu dalam sisi anggaran, desentralisasi fiskal dapat memberikan sumbangan dalam penyediaan jasa publik secara evisien yang sesuai dengan keinginan masyarakan lokal. Disamping itu desentralisasi masyarakat fiskal diharapkan bisa meningkatkan pendapatan dari sumber-sumber penerimaan didaerah.Dengan demikian dari sisi anggaran, kebijakan ini dapat mengurangi ketergantungan dari pusat dan daerah yang memiliki keleluasaan dengan mengelola anggaran yang dimilikinya, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.

Secarateoritik, garisbesardana alokasi dai pemerintah pusat kedaerah ini bisa menjadi dua macam bantuan bersyarat dan bantuan tidak bersayarat:

a.      Bersyarat

1.      Pusat akan memberikan bantuan sejumlah dana tertentu kepada daerah untuk setiap alokasi yang dibelanjakan daerah untuk setiap alokasi yang dibelanjakan daerah untuk kegiatan tertentu. Misalkan untuk sektor pendidikan

2.      Pemerintah menetapkan pagu atau batas maksimum bantuan kepada daerah

3.      Pemerintah pusat menawarkan sejumlah dana bantuan untuk dibelanjakan pada sektor publik yang spesifik

 

b.      Tidak bersyarat

Pemerintah pusat memberikan keleluasaan bagi daerah untuk memanfaatkan bantuan tersebut. Dalam fungsi distribusi pemerintah yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam merubah distribusi pendapatan, kesejahteraan atau berbagai indikator ekonomi lainnya akan dapat lebih adil dibandingkan dengan alokasi pasar yang ketat.

Pemerintah daerah mempunyai keterbatasan kemampuan untuk mempengaruhi tujuan-tujuan distribusi didalam perekonomian terbuka dimanan kegiatan ekonomi dan masyarakat dapat dipindah dari satu tempatketempat yang lain.

Dalam ananlisis keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan ekspor merupakan pengeluaran otonomi, yaitu  ia tidak ditentukan oleh pendapatan nasional. Ekspor terutama ditentukan oleh harga relatif barang dalam negeri dipasaran luar negeri, kemempuan barang dalam negeri untuk bersaing dipasaran dunia dan cita-rasa penduduk dinegara-negara lain terhadap barang yang diproduksinya suatu negara.

Fungsi stabilitas menyinggung usaha-usaha pemerintah untuk menstabilkan perekonomian, mencegah peningkatan jumlah pengangguran, mengontrol tingkat inflasi dan meningkatkan prospek pertumbuhan ekonomi.

·         Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi ialah:

1.      Mengurangi pengeluaran

2.      Menaikkan pajak yang dipungut

3.      Mengurangi pengeluarannya dan menaikan pajak yang dipungut

4.      Mengurangi pengeluarannya dan mengurangi pajak yang dipungutnya dengan jumlah yang sama besarnya

Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karna ia adalah sukar untuk dicapai. Yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah.

·         Jenis-jenisinflasi:

1.      Inflasi tarikan pemerintah inflasi ini terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat

2.      inflasi desakan biaya: inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat keyika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Hal itu mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang

3.      inflasi diimpor: inflasi ini akan wujud apabila barang-barang yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.

Masalah pengangguran digolongkan menjadi dua bentuk yaitu berdasarkan kepada sumber atau penyebab yang mewujudkan pengangguran tersebut dan berdasarkan dengan ciri pengangguran yang wujud.

Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi empat yaitu pengangguran normal atau friksional, pengangguran siklikal, pengangguran struktural dan pengangguran teknologi.Sedangkan pengangguran berdasarkan cirinya dibagi menjadi beberapa yaitu pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi, pengangguran bermusim dan pengangguran menganggur.

Untuk menghindari efek-efek buruk tersebut pemerintah perlu secara terus-menerus berusaha mengatasi masalah pengangguran. Beberapa tujuan dari kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran yaitu :

1.      Tujuan bersifat ekonomi: dengan cara memperbaiki kesamarataan pembagian pendapatan

2.      Menyediakan lowongan pekerjaan

3.      Meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat

4.      Memperbaiki pembagian pendapatan

5.      Tujuan bersifat sosial dan politik

6.      Meningkatkan kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga

7.      Menghindari masalah kejahatan

8.      Mewujudkan kestabilan politik

 

 

Sudut Pandang Administrasi publik

Faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh administrasi publik untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan yang mana yang harus bertanggung jawab atas fungsi-fungsi tertentu. Faktor-faktor itu ialah kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan, membiayai dan mengelola pemberian pelayanan dan akuntabilitas. Kapasitas local sebagai prinsip tambahan menyarankan bahwa pemerintah daerah harus dekat dengan masyarakat mereka dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik.

Pemerintah pusat dapat menggunakan (dan sudah menggunakan) ketidak mampuan kapasitas pemerintah daerah sebagai alasan untuk tetap meneruskan dominasi mereka dalam memberikan pelayanan. Membangun kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan merupakan tujuan utama organisasi-organisasi internasional, seperti PBB, bank dunia serta badan-badan donor bilateral.

Akuntabilitas, untuk menciptakan desentralisasi yang efektif, semua tingkat pemerintah suatu negara harus memiliki sistem akuntabilitas yang memberikan informasi transparan yang memungkinkan pemerintah untuk memonitor kinerja pemerintah dan mengambil tindakan-tindakan untuk menyempurnakannya. Sehubungan dengan akuntabilitas, isu-isu yang sering muncul adalah transparansi dan korupsi.

Meskipun tingkat atau derajat desentralisasi yang lebih besar tidak   selalu terkait dengan tingkat korupsi yang rendah, namun diidentivikasi lebih mudah pada tingkat pemerintah yang lebih rendah (misalnya nama yang diketahui masyarakat) dan diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya.

Penentu-penentu pengeluaran pemerintah:

1.      Proyeksi jumlah pajak yang diterima

2.       tujuan-tujuan ekonomi yang akan dicapai

3.       pertimbangan politik dan keamanan

 

2. Penerima’an

            Pemerintah pada setiap tingkatan bergantung pada sumber pendapatan yang bervariasi untuk membiayai pemberian pelayanan. Sumber-sumber pendapatan tersebut mencakup:

     a. Pajak

Penyerahan pajak antar pemerintah akan tergantung secara lebih luas terhadap kombinasi pajak  yang digunakan suatu negara pada khususnya. Dibanyak negara konstitusi menyatakan adanya alokasi pajak, alokasi tersebut adalah antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

Acara teori tidak ada kesepakatan pada tingakat pemerintah yang mana seharusnya pajak-pajak ditentukan. Para pakar pemerintah publik pada setuju dengan apa yang disebut dengan prinsip penyerahan pajak antar pemerintah yang memperhatikan efisiensi pasar, efisiensi administrasi dan kecukupan pendapatan.

          b. Ongkos Penggunaan (biaya tambahan)

ongkos penggunaan adalah pembayaran secara sukarela bagi pembelian barang atau jasa  yang dijual atau disewakan oleh pemerintah. Ongkos pengguna merupakan versi sektor publik dari suatu harga pasar tidak ada yang harus membayar, tetapi anda terkecuali dalam pelayanan atau memperoleh izin apabila anda tidak ingin membayarnya.

Hal ini berbeda dari suatu pajak yang harus dibayar berdasarkan pemegang basis pajak, misalnya biaya atas penggunaan tanah pemerintah, karcis masuk lahan pemerintah atau daerah wisata dan izin-izin yang tidak berhubungan dengan peraturan.

c.  Tranfer Antar Pemerintah

hampir semua negara memberikan semacam bentuk tranfer (langsung dan tak langsung) antar pemerintah dari pemerintah pusat kepemerintah daerah. Peda kenyataanya dinegara berkembang, tranfer merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah. Secara umum, tranfer antar pemerintah diambil sebagai alasan dalam mengevisiensikan atau menyetarakan kapasitas fiskal pemerintah daerah.

Sebagai contoh pada kasus efisiensi, tranfer dapat memberikan konfensasi bagi pemerintah daerah dalam lintas batas biaya atau menfaat terhadap nonpenduduk. Ketidak hadiran tranfer semacam ini atau intervensi yang lain (misalnya pemerintah yang lebih tinggi menyediakan pelayanan secara langsung) maka pemerintah daerah mungkin tidak dapat memberikan pelayanan yang efisien.

d.  Pinjaman

Secara teoritis,semua tingkat pemerintah dapat meminjam uang untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah tertentu, hususnya pengeluaran inspratruktur. Tetapi tidak semua pemerintah pusat membolehkan pemerintah daerahnya meminjam uang.

Perhatian utama dalam hal pinjaman pemerintah daerah adalah yang disebut dengan “masalah moral hazard” yang berhubungan dengan pemerintah daerah yang dapat menciptakan tanggung jawab fiskal yang tidak terencana bagi pemerintah pusat.

E. Isu Efisiensi Dalam Praktik Desentralisasi Fiskal

Dampakdarikebijakandesentralisasi fiskal trersebut, berdasarkan perhitungan ekonomi, muncul perubahan besar dalam APBD daerah dan kabupaten dan kota, yaitu terjadi peningkatan perolehan dana yang luar biasa, terutama bagi daerah yang memiliki sumber daya alam.

Namun demikian, daerah perlu memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya tersentralisasi dipusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah daerah menguasai da mengelola dana dalam jumlah yang lebih jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintahan daerah perlu lebih memahami alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal.

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang ini menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.

Mengemuka setelah era orde baru adalah permasalahan yang berhubungan dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

 

Menurut Mardiasmo (2004), tuntutan tersebut dinilai wajar berdasarkan dua alasan. Alasan pertama, merujuk pada praktik pengalaman di masa lalu dimana sistem sentralisasi yang diterapkan di Indonesia menyebabkan intervensi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah yang terlalu besar menyebabkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah. Arahan dan statutory requirement yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut mengakibatkan inisiatif dan prakarsa daerah menjadi mati.Sebagai dampaknya, pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Alasan kedua, tuntutan pemberian otonomi tersebut muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa yang akan datang.

Bird dan Vaillancourt (1998) mengisyaratkan ada dua prasyarat penting bagi kesuksesan desentralisasi, terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi mikro, yaitu: pertama, proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis dan kedua, biaya-biaya dari pengambilan keputusan tersebut sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat.

Sebagai respon dari tuntutan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999. Kedua perundangan tersebut membawa perubahan yang cukup berarti terhadap hubungan keuangan Pusat-Daerah.Dalam kedua undang-undang tersebut, kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan (money follows function).

Hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu mendapatkan pengaturan sedemikian rupa agar kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Melalui desentralisasi fiskal, diharapkan terjadi peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah serta pembagian revenuedari sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi.

Salam (2007) dalam Haris (2007) menyatakan bahwa sebagai dampak dari kebijakan desentralisasi fiskal tersebut, berdasarkan perhitungan ekonomi, muncul perubahan besar dalam APBD daerah kabupaten dan kota dimana terjadi peningkatan perolehan dana yang luar biasa terutama bagi daerah yang memiliki sumber daya alam.

Namun demikian, daerah perlu untuk memperhatikan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya tersentralisasi di pusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah daerah menguasai dan mengelola dana dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pemerintah daerah perlu lebih memahami alasan filosofis dibalik penerapan kebijakan desentralisasi fiskal.

F. Efisiensi Dalam Penyediaan Barang Dan Jasa Publik Lokal

Menurutperspektifkepentinganekonomi, salah satu alasan diterapkannya desenteralisasi fiskal adalah sebagai upaya menciptakan efiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik. Pelayanan publik yang paling efisien seharusnya dapat diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum, dengan alasan:

a.       Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya.

b.      Pemerinatah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam pengguanaan dana yang berasal dari masyarakat.

c.       Persaingan anatar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk melakukan inovasi.

Pada pasar barang swasta, pendanaan merupakan pemicu yang paling mendasar  mengenai efisiensi pasar barang swasta. Sedangkan kompetensi mendorong perusahaan-perusahan untuk memproduksi barang swasta seefisien mungkin sehingga mereka dapat berkompetisi di pasar. Jika penyediaan barang dan jasa publik diselenggarakan secara sentralisasi, akibatnya adalah ketiadaan atau rendahnya kompetisi nyata yang di hadapi oleh pemerintah pusat pada saat pembuatan keputasan berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa publik. Keputusan yang dapat dihasilkan dapat tidak efisien sama sekali.

Oleh karena itu, penyediaan barang dan jasa publik sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah daerah (local government ). Pada saat barang dan jasa publik disediakan di tinggkat lokal, kompetisi antar pemerintah daerah secara natural.

Menurut perspektif kepentingan ekonomi, salah satu alasan diterapkannya desentralisasi fiskal adalah sebagai upaya menciptakan efisiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik. Litvack et al (1998), mengutip argumen yang dikemukakan oleh Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch (1981), Weingast (1995) dan Breton (1996), menyatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya

Tiebout mengemukakan bahwa ada faktor yang terlupakan dalam penyediaan barang dan jasa publik, yaitu pendanaan dan kompetensi.Pada pasar barang swasta, pendanaan merupakan pemicu yang paling mendasar mengenai efisiensi pasar barang.swasta. Sedangkan kompetensi mendorong perusahaan-perusahaan untuk memproduksi barang swasta seefisien mungkin sehingga mereka dapat berkompetisi di pasar.

Jika penyediaan barang dan jasa publik diselenggarakan secara sentralisasi, akibatnya adalah ketiadaan/rendahnya kompetisi nyata yang dihadapi oleh pemerintah pusat pada saat pembuatan keputusan berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa publik. Keputusan yang dihasilkan dapat tidak efisien sama sekali. Oleh karena itu, Tiebout menyarankan agar penyediaan barang dan jasa publik sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah daerah (local government). Tiebout berpendapat bahwa pada saat barang dan jasa publik disediakan di tingkat lokal, kompetisi antar pemerintah daerah secara natural akan meningkat karena individu yang menjadi penduduk suatu daerah dapat memilih dan menilai sendiri kualitas dari penyediaan barang dan jasa publik oleh suatu pemerintah daerah dibandingkan dengan kontribusi yang telah dibayarkannya dalam bentuk pajak daerah dan retribusi daerah.

Tiebout menekankan bahwa tingkat dan kombinasi pembiayaan barang dan jasa publik bertaraf lokal dan pajak yang dibayar oleh masyarakat merupakan kepentingan politisi, masyarakat lokal, dan pemerintah daerahnya. Masyarakat akan memilih untuk tinggal di lingkungan yang anggaran daerahnya memenuhi preferensi yang paling tinggi antara pelayanan publik dari pemerintah daerahnya dengan pajak yang dibayar oleh masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada kebijakan pemerintah lokal dalam pembebanan pajak untuk pembiayaan barang publik bersifat lokal, maka hanya ada dua pilihan bagi warga masyarakat, yaitu meninggalkan wilayah tersebut atau tetap tinggal di wilayah tersebut dengan berusaha mengubah kebijakan pemerintah lokal melalui legislatifnya (Hyman, 2003). Hipotesis tersebut memberikan petunjuk bahwa terdapat potensi untuk mencapai efisiensi ekonomi  (maximizing social welfare) dalam penyediaan barang publik pada tingkat lokal.

Berkenaan dengan permasalahan yang muncul dalam memprediksi model Tiebout mengenai penyediaan barang publik yang efisien, seperti masalah berkaitan dengan kompetensi antar pemda, masalah berkaitan dengan pendanaan, asumsi tidak adanya eksternalitas/spillover berkaitan dengan penyediaan barang/jasa publik lokal dan tidak adanya hambatan bagi mobilitas yang bersifat sempurna  (Gruber, 2008). Setidaknya, model Tiebout ini mampu menunjukkan kondisi yang diperlukan untuk mencapai efisiensi ekonomi dalam penyediaan barang publik yang bersifat lokal yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang dikenal sebagai "the market for local services would be perfectly competitive" (Tresch, 1981), (Aronson, 1985), dan (Stiglitz, 1988).

Pada dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu Negara adalah terbatas. Pemerintah harus menentukan seberapa besar dari sumber daya yang dimiliki akan dipergunakan untuk memproduksi barang-barang public, dan seberapa besar akan digunakan untuk memproduksi barang-barang individu.Pemerintah harus menentukan dari barang-barang public yang diperlukan warganya, seberapa besar harus disediakan oleh pemerintah, dan seberapa besar yang dapat disediakan oleh rumah tangga perusahaan.

Tidak semua barang dan jasa yang ada dapat disediakan oleh sektor swasta. Barang dan jasa yang tidak dapat disediakan oleh system pasar ini disebut barang public, yaitu barang yang tidak dapat disediakan melalui transaksi antara penjual dan pembeli.sistem pasar tidak dapat menyediakan barang/jasa tertentu oleh karena manfaat dari adanya barang tersebut tidak hanya dirasakan secara pribadi akan tetapi dinikmati oleh orang lain.

Barang public adalah barang yang baik secara teknis maupun secara ekonomis tidak dapat ditetapkan prinsip pengecualian, atas barang tersebut. Barang yang termasuk dalam barang public walaupun mempunyai sifat pengecualian, misalnya jalan-jalan dapat disediakan melalui system pasar.

Perbedaanantarabarangswasta dan barang public ditunjukkan :

1.      Rival

·         Barang swasta murni :

a.       biaya pengecualian rendah

b.      dihasilkan oleh swasta

c.        dijual melalui pasar

d.      dibiayai oleh hasil penjualan. Dihasilkan swasta/pemerintah

Contoh :sepatu, pensildll

·         Barang campuran (quasi public)

barang yang manfaatnya dirasakan bersama dan dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kepadatan.Dijual melalui pasar aau langsung oleh pemerintah. Contoh : Taman.

2.       Non Rival

·         Barang campuran (quasi private)

a.       barang swasta yang menimbulkan eksternalitas,

b.      dibiayai dan hasil penjualan atau dibiayai dengan APB

Contoh : rumah sakit, transportasi umum, pemancar TV

·         Barang Publik Murni

a.        biaya pengecualian besar,

b.       dihasilkan oleh pemerintah,

c.       disalurkan oleh pemerintah,

d.      dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah.

Contoh : pertahanan dan peradilan.

 

Dari pernyataan  di atas dapat dilihat bahwa barang public dapat dibedakan antara barang public murni dan barang public campuran (quasi public), begitu juga dengan barang swasta dibedakan antara barang awasta murni dan barang swasta campuran (quasi private).

Barang campuran adalah barang yang tidak mempunyai dua karekteristik sekaligus, yaitu pengecualian rival, yang dimaksud dengan rival adalah penggunaan yang bersaingan. Apabila seseorang mengkonsumsikan dalam jumlah yang lebih sedikit.

Kewenangan ekonomi yang paling utama dan memperoleh porsi yang terbesar bagi pemerintah daerah adalah fungsi alokasi.Hal ini karena sangat terkait erat dengan barang-barang publik yang nilainya sangat besar.

Menurut Stiglitz, 1986 (dalam Syahrir, 1986 : hal 4), disebutkan ada 2 (dua) elemen yang selalu ada pada setiap barang publik, yakni :

1.      Tidak dimungkinkannya menjatah barang-barang publik bagi setiap individu (orang-perorang).

2.      Sangat sulit untuk menjatah dan membagi-bagikan barang publik.

Sedangkan menurut King (1984 : hal 10), menyebutkan bahwa barang-barang publik dibatasi oleh dua sifat yaitu:

1.      Konsumsinya tidak dapat dibagi-bagi

2.      Tidak dapat dibagi-bagikan kepada orang-perorang.

Menurut penyediaannya, barang publik ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu, barang publik lokal dan barang publik nasional.Barng publik lokal adalah barang-barang yang menurut penyediaannya oleh pemerintah daerah dan secara tehnologi layak & perolehan keuntungannya dinikmati oleh penduduk setempat.Sedangkan barang publik nasional adalah barang-barang yang penyediaannya oleh pemerintah pusat dengan perolehan keuntungan yang dinikmati oleh selain penduduk setempat juga masyarakat dalam suatu negara.

Alasan-alasan yang mendukung peran alokasi oleh pemerintah daerah adalah :

a.       Kemungkinan besar akan terjadi perpindahan penduduk ke daerah lain, manakala mereka merasa tidak puas dengan pelayanan yang diperoleh didaerahnya, hal ini akan menimbulkan masalah yang terkait dengan penyediaan lokal.

b.      Penyediaan yang dilakukan oleh daerah akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan selera penduduk setempat, namun berbeda halnya bila penyediaan oleh pemerintah pusat ada kemungkinan penyediaannya secara seragam dengan daerah lainnya yang hal ini dapat terjadi kurang sesuai denganselerapenduduksetempat.

Menurut King, 1984, ada 4 (empat) alasan mengapa penyediaan oleh daerah lebih berkesuaian dengan keinginan penduduknya, yaitu :

1.      Dalam sistem pemerintahan yang bertingkat, birokrat pada tingkat bawah memiliki pengetahuan yang lebih tentang keinginan penduduknya, jika dibandingkan apabila dilakukan dengan sistem sentralisasi.

2.      Desentralisasi akan dapat menjamin kontrol yang lebih demokratis terhadap aparat.

3.      Pemerintah dari berbagai tingkatan harus saling bekerjasama dan jika salah satunya mengabaikan keingninan warganya maka mereka dapat melakukan tekanan pada pemerintah.

4.      Penyediaan oleh daerah menghasilkan barang dan jasa publik lokal yang lebih efisien dan penduduk menjadi lebih sadar akan biaya pelayanan.

Melalui desentralisasi secara umum akan dapat menumbuhkan inovasi dan menghasilkan eksperimentasi barang-barang publik. Akan tetapi diakui ada beberapa kelemahan yang dinilai kurang mendorong pelayanan yang efisien. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa alasan berikut ini :

a.       Kemungkinan terjadinya eksport, dimana beberapa beban pajak lokal dialihkan kepada bukan penduduk setempat.

b.      Kemungkinan terjadinya penyediaan pelayanan kurang efisien sebagai akibat dari upaya menarik industri ke daerah atau menahan industri yang telah ada.

c.       Kemungkinan terjadinya pengeluaran yang berlebihan dari dana pinjaman/hutang yang berlebihan

d.      Kemungkinan terjadinya penyediaan yang berlebihan atas kegiatan ekonomi yang dibiayai dari pungutan pajak.

e.       Kemungkinan terjadinya pengeluaran yang berlebih oleh birokrat dalam usahanya memaksimalkan kesejahteraan mereka, dilain pihak kesejahteraan penduduk kurang mendapat perhatian.

f.       Efisiensi penyediaan pelayanan publik yang rendah, yang kemungkinannya dapat terjadi karena kurangnya pengalaman mengatur pengeluaran oleh pemerintah daerah.

g.      Pemerintah daerah kurang intensif menggali potensi yang berkembang dari penyediaan pelayanan.

h.      Pemerintah daerah mungkin mengabaikan keuntungan yang diperoleh dari faktor eksternal bagi mereka yang bukan penduduk setempat sehingga kurang penyediaan pelayanan bagi mereka padahal berpotensi mendatangkan keuntungan.

Masalah lain yang kemungkinan timbul dalam kaitan dengan desentralisasi fungsi alokasi ini adalah dengan cara apa dan bagaimana menggali potensi pajak yang sesuai untuk pemerintah daerahnya. Selain itu dari sisi persaingan, dapat terjadi keberadaan dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengembangkan daerahnya menajdi ancaman dan kendala bagi pemerintah pusat di dalam menentukan kebijaksanaan, sehingga untuk menjamin stabilitas secara nasional perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan yang intensif dari pemerintah pusat.

G. Efisiensi Dalam Penyediaan Lingkungan Barang Dan Jasa Publik Lokal Di Indonesia

Berdasarkan nota keuangandan RAPBN,indonesia menunjukkan peningkatan alokasi dana transfer dari tahun ketahun,namun pemerintah daerah belum mampu mengelola peningkatan kemampuan keuangan daerah tersebut secara maksimal. Proporsi alokasi belanja pemerintah daerah masih didominasi kepentingan operasional rutin pemerintah ,dalam bentuk belanja  pegawai dan belanja pegawai barang ,dibidang alokasi belanja untuk mendanai kebutuhan kebutuhan yang langsung menyentuh kebutuhan  publik.

Disisi lain masih banyak dana pemerintah daerah yang tersimpan dalam bentuk sertifikat bank indonesia(SBI).banyaknya dana pemerintah daerah ini minimbulkan  bebab ganda bagi negara dalam bentuk munculnya bebab tambahan berupa bebab bungaSBI dan opportunity cost(biaya peluang ) yang harus ditanggung  karena proses didaerah yang tidak berjalan optimal.

Beberapa bukti diatas menyiratkan lemahnya perencanaan belanja pemerintah daerah yang memunculkan kemungkinan underfinancing maupun overfinancing dimana dampak dari keduanya mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit kerja pada pemerintah daerah. Unit kerja yang mengalami underfinancing akan kesulitan untuk memenihi kebutuhan dan tuntutan publik ,sementara unit kerja yang mengalami overfinancing berhadapan dengan tingkat efisiensi yang rendah.

Perilaku belanja pemerintah daerah dalam kaitannya dengan sektor sektor yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik berupa kesehatan  serta infrenstruktur ternyata  menunjukkan  sebuah fonomena yang disebut flypaper effect.

Pendekatan umum mengenai fly paper effect antara lain menyebutkan transfer dana sebagai salah satu  penyebab ilusi fiskal dalam tingkat pengeluaran barang publik. Transfer  dana antar pemerintah pada umumnya akan mengurangi harga barang publik bagi masyarakat penerima ,dan dengan sendirinya akan menurunkan tingkat penerimaan pajak daerah sebagai efek samping dari adanya dana bantuan.

Fly paper effect ilusi fiskal menunjukkan adanya indikasi pemborosan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan penggunaan dan tranfer dari pemeritah pusat. Berbagai literatur ilmu ekonomi publik dan keuangan negara menyebutkan beberapa alasan perlunya dilakukan tranfer dana dari pusat kedaerah

Pertama, pemerintah pusat menguasai  sebagian besar sumber sumber penerimaan (pajak) utama negara yang bersangkutan.

Kedua, sebagaimana telah disinggung sebelumnya ,untuk mengatasi persoalan keseimbangan fiskal horizontal. Pengalaman empirik diberbagai negara menunjukkan bahwa kemampuan daerah menghimpun pendapatan sangat bervariasi, tergantung kepada kondisi daerah bersangkutan yang memiliki kekayaan sumber daya atau tidak, ataupun daerah yang tinggi atau rendah. Disisilain, daerah-daerah juga sangat bervariasi dilihat dari kebutuhan belanja untuk pelaksanaan berbagai fungsi dan pelayanan publik. Ada daerah daerah dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia , dan anak anak serta remaja, yang tinggi proposinya.

Ketiga, terkaitdenganbutirkedua diatas, argumen lain yang menambah penting peran tranfer dari pusat dalam kontes ini adalah adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum dimasyarakat.

Keempat, untukmengatasipersoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik.

Kelima , untuk stabilitasi. Alasan terakhir dari perlunya dana transfer yang jarang dikemukakan adalah untuk mencapai tujuan stabilitasidaripemerintahpusat.

Jika perilaku yang asimetris seperti ini makan tujuan efisiensi dalam penggunaan dana tidak berhasil dicapai.

·         Pertimbanganefisiensidalampenyediaan barang dan jasa publik lokal di indonesia

Melakukan pengkajian atas praktik desentralisasi fiskal diindonesia merupakan salah satu upaya untuk menciptakan efisiensi dalam penyediaan barang/jasa publik.

Penentuan penyediaan barang/jasa publik yang seharusnya disediakan oleh pemerintah daerah ditentukan oleh 3 hal,yaitu:

Ø  Keterkaitan antara barang/jasa publik lokal dengan kontribusi perpajakan.

Barang /jasa memiliki manfaat pajak yang kuat, seperti jalan jalan lokal ,harus disediakan oleh pemerintah.

Ø  Memperhatikan tingkat eksternalitas /spillover positif yang terjadi.

Jika barang/jasa publik mempunyai efek eksternalitaspositif yang besar pada masyarajat lain,barang/jasa akan disediakan oleh pemerintah daerah dalam kualitas dan jumlah yang rendah

Ø  Memperhatikan skala ekonomi dalam penyediaan barang /jasa publik

Barang/jasa publik yang memiliki skala ekonomi besar ,seperti pertahanan dan keamanan ,akan lebih efesien jika disenggarakan oleh pemerintah pusat. Sedangkan brang/jasa tanpa skala ekonomi yang besar akan lebih efisien jika desediakan oleh pemerintah daerah. Agar desentralisasi fiskal dapat optimal, selain upaya meningkatkan pengelolaan keuangan daerah, sebaiknya pemerintah daerah perlu meletakkan fokus belanja daerah pada penyediaan barang /jasa dengan skala ekonomi yang rendah atau relatif dan program program pembangunan berbasis luas dengan sedikit eksternalitas.

Demikian pula, pemerintah pusat perlu melihat kembali apakah barang/jasa yang memiliki eksternalitas spillover besar, seperti pendidikan dan kesehatan, masih relevan untuk diserahkan kewenagannya kepada daerah.[5]

Terlepas  dari keseimbangan makro atau efisien mikro, bird dan vaillancourt (1998) mengisyaratkan bagi kesuksesan desentralisasi, yaitu :

v  Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis,dan

v  Biaya biaya dari keputusan tersebut sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat

Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan mengikuti pembagian wewenang (money follows function).

Desentralisasi fiskal,yang merupakan penyerahan kewengan dibidang keuagan antar level pemerintahan yang menyangkup bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah besar dana dan/atau sumber  smber daya ekonomi kepada daerah untuk dikelola menurut kepentingan dan kebutuhan daerah itu sendiri.

Undang-undang nomor 22 tahun 1999 mengatur desentralisasi (pelimpahan wewenang dan tanggung jawab) dibidang administrasi dan di bidang politik kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah dengan  diikuti pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan pengelolaan   dan penggunaan    anggaran sesuai dengan prinsip “money fllows function”  yang diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999. Tetapi mengingat desentralisasi dibidang administrasi yang juga berarti  transfer personal(pegawai negeri sipil ) yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah,prinsip” money  fllows function “,atausebutsajapenggunaan anggaran sesuai fungsinya ,tidak mungkin berlangsung.

Denganberlakunya UU No.22/1999 dan UU No. 25/1999 yang mengatur kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagai awal  dimulainya suatu era baru penyenggaraan pemerintahan daerah yang lebih otonom, pada hakikatnya disadari bahwa kemampuan setiap daerah , khususnya  kabupaten dan kota ,dalam melaksanakan otonominya  tidak sama satu dengan yang lainnya. Disatu pihak beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena  memiliki sumber sumber penerimaan yang berasal dari hasil pajak dan retribusi daerah maupun yang berasal dari bagi hasil pajak dan bukan pajak (SDA). Di lain pihak , banyak kabupaten dan kota yang memiliki kemampuan keuangan yang jauh dari memadai ,yang mengakibatkan daerah daerah semacam ini mengalami kesulitan dalam pembiayaan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh karenanya ,diperlukan suatu kebijakan transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk  Dana Alokasi Umum (DAU).

Kepastian mengenai jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi bahan pengambilan keputisan bagi pemerintah daerah untuk merencanakan jenis dan tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat. Pada intinya, desentralisasi fiskal berupa memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber sumber pendapatan yang memadai untuk memberikan pelayanan publik dengan standar yang telah ditentukan

Tetapi pola desentralisasi fiskal yang hingga sekarang deterapkan  di indonesia masih fokus pada ekonomi pembiayaan, bukan  pada ekonomi pendapatan. Sekalipun daerah memiliki kewenangan untuk menggali sumber sumber  pendapatan sendiri tetapi ada pengecualian  terhadap ekslorasi SDA. Oleh karena itu  pola transfer keuangan dari pusat kedaera masih menjadi elemen penting untuk menunjang kepastian keuangan daerah.

Maka timbul permasalahan permasalahan yang cukup penting.  contoh permasalahan permasalahan pokok desentralisasi fiskal saat ini yaitu:

1)      Tantangan utama bagi pembangunan indonesia bukan lagi untuk memberikan dana kepada daerah daerah yang lebih miskin tetapi bagaimana memastikan agar daerah daerah daerah tersebut menggunakan dana yang disalurkan dengan sebaik-baiknya (DAU). Sebagai suatu kebijakan fiskal dalam konteks otonomi daerah, penetapan alokasi DAU  merupakan suatu kebijakan yang sangat strategis guna mengatasi pemerataaan kemampuan keuangan antar daera mengingat DAU merupakan komponen terbesar dalam dana pertimbangan. Besarnya DAU  baru akan ditetapkan sebesar 25 persen  dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN).

2)      Lebih dari setengah kenaikan alokasi DAU (dana alokasi umum) yang seharusnya digunakan untuk penyediaan layanan kepada masyarakat digunakan untuk membiayai belanja pegawai pemerintah provinsi dan kabupaten /kota.kebijakan pembayaran gaji pegawai  daerah secara penuh melalui DAU ini  tidak mendorong pemda mengarahkan dana itu untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Tujuan pengloksian DAU  ini selain  memang dalam kerangka otonomi pemerintah di tingkat daerah, juga memiliki tujuan lain. Salah satu tujuan penting pengalokasian  DAU ini adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik diantara pemerintah daerah di indonesia.

Pada dasarnya ada dua hal yang   menyebabkan belum tercapainya tujuan DAU tersebut. Pertama, model formulanya sendiri yang masih jauh dari sempurna .kedua, yang berpengaruh lebih dominan,kentalnya pertimbangan nonekonomi dalam penentuan besarnya jumlah DAU.

 

 

Beberapa faktor penting dalam desain DAU

a.       Sumber dana

Satu ciri yang baik darin sistem transfer  keuangan pusat ke daerah adalah stabilitas. Disamping itu juga, fleksibilitas.ini terkait dengan sumber dana alokasi transfer tersebut. Keduanya tampak bertentangan , tetapi bukan hal yang mustahiluntukmencapai. Secara mendasar, berdasarkan praktik dibanyak negara , ada tiga cara untuk menentukan berapa jumlah dana yang akan dialokasikan untuk pusat kedaerah :

Ø  Proposi tertentu dari penerimaan pemerintah, atau presentase tertentu    dari PDB;

Ø  Secara ad hoc, seperti halnya belanja yang lain;

Ø  Berdasarkan formula, misalnya sebagai proposi pengeluaran spesifik /tertentu atau kaitannya dengan berbagai karakteristik umum daerah  penerima transfer.

 

b.       Formula distribusi

Meskipun focus utama kepada hasil atau efek dari distribusi , desain formula yang baik tetap harus diupayakan.  Sebab, desain yang baik ini akan membantu efesiensi dan akuntabitas daerah. Terkait dengan itu, maka transfer dapat dinegoisasikan harus dihindarkan. Apalagi kalau daerah sampai bisa mempengaruhi berbagai faktor atau variabel yang dipakai dalam formula untuk kepentingannya. Nampaknya, pengembangan formula DAU beserta berbagai faktor pendukungnya sudah mengarah kepada jalur yang benar.

 

c.       Kondisionalitas

Apabila dana untuk transfer baik  jumlah maupun sumbernya sudah ditentukan, dan formulapun sudah ditetapkan maka hal berikut yang mesti ditentukan dalam sistem transfer adalah   apakah transfer tersebut akan dilakukan bersyarat dalam arti terkait dengan penyediaan standar pelayanan public tertentu.

3). Banyak pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk membelanjakan anggaran tambahan mereka. Mereka lalu menyimpan dana itu dalam rekening bank setempat, jumlah simpanan itu semakin banyak dan telah mencapai angka 3,1 persen dari PDB pada bulan november 2006.

4). Pos pengeluaran paling besar untuk pemda adalah untuk penyelenggaraan administrasi pemerintah yang menyerap sebanyak 32 persen dari seluruh pengeluaran pemerintah daerah. Pengeluaran administrasi yang sangat besar itu mengakibatkan berkurangnya pengeluaran untuk sektor sektor lain penting lainnya, terutama sektor kesehatan, pendidikan ,pertanian, dan infrastuktur .

 

Kriteria desain transfer pusat

Ø  Otonomi.ini merupakanprinsip yang mendasari desentralisasi fiskal, apakah suatu negara itu berbentuk federal maupun negara kesatuan. Intinya adalah bahwa pemerintahan daerah harus memiliki independensi dana flasibilitas dalam menentukan prioritas-prioritas mereka.

Ø  Pemerimaan yang memadai (revenue adequacy). Pemerintah daerah semestinya memiliki pendapatan (termasuk transfer) yang cukup untuk menjalankan segala kewajiban atau fungsinya yang diembannya.

Ø  Keadilan (equity) besarnya dana transfer dari pusat ke daerah ini seyogannya berhubungan positif kebutuhan fiskal daerah dan sebaliknya, berkebalikan dengan besarnya kapasitas fiscal daerah yang bersangkutan.

Ø  Transparan dan stabil. Formula transafer mesti diumumkan sehingga dapat diakses masyarakat.

Sederhana. Alokasi dana kepada pemerintah daerah semestinya didasarkan faktor faktor objektif dimana unit unit individual tidak memiliki kontrol atau tidak dapat dipengaruhi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Desentralisasi fiscal merupakan kebijakan yang di buat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu Negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Instrument utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat komposisi dan pengeluaran pemerintah dapat mamangaruhi variable-variable berikut, yaitu: permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya dan distribusi pendapatan.

kebijakan desentralisasi fiskal bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk menggeser kemampuan keuangan yang sebelumnya tersentralisasi dipusat menjadi lebih terdesentralisasi ke daerah-daerah yang memungkinkan pemerintah daerah menguasai mengelola dana dalam jumlah yang lebih jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Desentralisasi yang efektif membutuhkan otoritas yang memiliki semua tingkat pemerintah untuk membuat keputusan mengenai pengeluaran dan pendapatan yang mencukupi juga meningkatkan kemampuan daerah atau penyerapan dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tersebut.


 

DAFTAR PUSTAKA

Brodejonegoro Bambang, 2002, Dana Alokasi Umum Konsep, Hambatan dan Proses Di Era Otonomi Daerah, Jakarta: Kompas

Hamid Edi Suandi, 2005, Dana Alokasi Umum Upaya Mengatasi Ketimpangan Fiskaldalam Era Otonomi Daerah , Yogyakarta: Uli Press

Mobile. kontan.co.id/news/aturan-desentralisasi-fiskal-dikaji-ulang-1

Sudirman I Wayan, 2011,Kebijakan Fiskal, Jakarta : Prenada Media Grup

SukimoSadono, 2002, MakroEkonomi, Jakarta: Raja GrafindoPersada

Yoesof Fatullah, 2013, Fiskal dan Moneter,Yogyakarta : Idea Press

 

 



[1]FatullahYoesof, FISKAL DAN MONETER, ( yogyakarta : Idea Pers, 2013 ) hal. 104

[2]wayansudirman, KebijakanFiskal ( teoridanempirikal ). ( Jakarta : Prenada Media Grup, 2011 ) hal 87

[3]Bambang Brodejonegoro, Dana AlokasiUmum ‘konsep, hambatan, danprospek di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: Kompas, 2002), hal: 85

 

[4]Edi Suandi Hamid, Dana AlokasiUmum ‘UpayaMengatasiKetimpanganFiskaldalam Era Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Uli Press, 2005), hal: 12

 

[5]Mobile.kontan.co.id/news/aturan-desentralisasi-fiskal-dikaji-ulang-1

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar