A. PENDAHULUAN
Allah
menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah fil ardhi. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (QS.
Al-Huud : 61). Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (al-hadiid
: 7). Maksud dari kedua ayat tersebut manusia sebagai penguasa di bumi memiliki
wewenang untuk menguasai harta yang ada di muka bumi ini dan milik Allah SWT.
Manusia memiliki harta tetapi bukan pemilik sebenarnya (nisbi). Mereka dapat
menguasai harta sebagai amanat dari Allah terhadap ciptaan-Nya. Allah
mengamanatkan harta titipan-Nya sebagai sarana untuk beribadah sesuai petunjuk
yang diberikan oleh-Nya.
Salah
satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi). Manusia cenderung
menguasai harta tanpa ada batas. Mereka serakah dan tamak dalam memiliki harta
sehingga dapat menurunkan nilai-nilai martabat manusia. Dalam rangka menciptakan, memelihara kemaslahatan hidup dan
menjaga martabat manusia, Allah menciptakan syari’at yang memanfaatkan dan
mengatur harta benda mereka. Syariat yang diciptakan oleh Allah adalah tentang
zakat yang merupakan salah satu rukun Islam. Untuk mengatur zakat agar ekonomi
pada seluruh lapisan masyarakat merata dan tidak melingkar ke orang elit terus
yang bisa menikmati kekayaannya. Maka dari itu perlu adanya
pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 yang
bisa memakmurkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam
kondisi nasional pendiri lembaga pengelolaan zakat sebenarnya adalah untuk
memenuhi kemaslahatan, dimana semua komponen bangsa dituntut untuk
berpartisipasi dalam pembangunan.
B. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengelolaan Zakat, Asas, Tujuan dan Dana Pengelola Zakat.
1.
Pengertian Pengelolaan zakat
Pengeloaan zakat
adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat (pasal 1
angka 1 undang-undang). Sedangkan
pengertian zakat menurut undang-undang diatas adalah harta harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang
muslim sesuai dengan ketentuan agama diberikan kepada yang berhak menerimanya[1].
Jadi, dalam
pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat
yang lemah ekonomi atau mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan
mempersempit kesenjangan yang terjadi antara kelompok kaya dan miskin dan
mempercepat kemajuan agama Islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju
dan makmur diridhoi oleh Allah SWT. Apabila tidak mencukupi dana yang
dikumpulkan melalui zakat (2,5 kg) maka Islam memberikan pemungutan tambahan
terhadap harta kekayaan masyarakat. Seperti yang ditegaskan oleh hadits Nabi
Muhammad
إنَّ فىِ المَالِ
حَقًّاسِوَى الزَّكَاةِ.
Artinya : Sesungguhnya didalam harta kekayaan
itu ada selain zakat
Pada
intinya Islam membukakan pintu kesejahteraan pemerataan ekonomi menuju ke
masyarakat yang adil dan makmur. Disini selain harta kekayaan disalurkan untuk zakat,
harta itu bisa disalurkan misalnya lewat shadaqah dan infaq[2].
2.
Asas Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat
berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 4 undang-undang).
3.
Tujuan pengelolaan zakat
Tujuan pengelolaan
zakat adalah:
a.
Meningkatkan pelayanan dalam
menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.
b.
Meningkatnya fungsi dan peranan
pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial.
c.
Meningkatnya hasil guna dan daya
guna zakat (pasal 5 undang-undang).
B.
Organisasi dalam Pengelolaan
Zakat
Lembaga Pengelolaan
Zakat adalah kata lain dari Badan Amil Zakat (BAZ), intuisi sebelumnya bisa
disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqoh). Sedangkan
pengertian BAZIZ secara istilah antara lain ditemukan dalam surat keputusan
bersama (SKB) Mentri Dalam Negri dan Mentri Agama Nomor 29 Tahun 1991 / 57
Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, infaq dan shadaqoh. Dalam pasal
1 SKB tersebut disebutkan bahwasanya yang disebut BAZIZ adalah “Lembaga swadaya
masyarakat yang mengelola penerimaan,
pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, shodaqoh secara berdaya
guna berhasil guna’’. Secara subtansi, Pengertian tersebut dapat ditemukan pula
dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, kemudian dipertegas
lagi dalam keputusan Mentri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999
tentang pelaksanaan UU 38 Tahun 1999 dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000
tentang Pedoman Tekniks Pengola zakat.
Dalam UU tersebut
ditegaskan bahwa lembaga pengelola zakat yang ada di indonesia adalah badan
amil zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola
oleh swasta. Meskipun dapat dikelola oleh dua pihak, yaitu negara dan swasta
akan tetapi lembaga pengelola zakat harus bersifat :
a)
Independen,
b)
Netral,
c)
Tidak berpolitik (praktis),
d)
Tidak bersifat diskriminatif,.[3]
Berdasarkan pasal 6, 7, 8, 9, 10 UU No. 38 Tahun 1999 jo.
Pasal 1 s.d. pasal 12, pasal 21, 22, 23 dan 24 KMA No. 581 tahun 1999,
organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ). BAZ dan LAZ
mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunaan zakat
sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ dan BAZ
bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9
undang-undang jo. Pasal 1 KMA).
a. Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang
dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan
tugas mengumpulkan, mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan
agama. Badan Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ
Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan.
Badan Amil Zakat terdiri atas ulama, kaum
cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan wakil pemerintah. Mereka
harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah,
adil, berdedikasi, professional dan berintergritas tinggi. Masa tugas
pelaksanaannya selama tiga tahun.[4]
Tanggung jawab, wewenang dan tata kerja BAZ
meliputi :
·
Ketua badan pelaksana BAZ
bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke
dalam maupun keluar.
·
Dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing BAZ menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di
lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi
antar BAZ di semua tingkatan.
·
Setiap pimpinan satuan organisasi
di lingkungan BAZ bertanggung jawab mengkoordinasikan bawahannya masing-masing
dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
·
Setiap pimpinan satuan organisasi
di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung
jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.
·
Setiap kepala
divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan dengan kepala BAZ melalui
sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun
laporan-laporan berkala BAZ.
·
Setiap laporan yang diterima oleh
pimpinan BAZ wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan
lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahannya.
·
Dalam melaksanakan tugasnya
setiap pimpinan satuan organisasi BAZ dibantu oleh kepala satuan organisasi di
bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing
wajib mengadakan rapat bekala.
·
Dalam melaksanakan tugasnya BAZ
memberikan laporan tahunan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
1)
Pembentukan dan Tempat Kedudukan
Badan Amil Zakat
·
Tingkat Nasional dibentuk oleh
Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ Nasional berkedudukan di Ibu Kota
Negara.
·
Tingkat Propinsi dibentuk oleh
Gubernur dan usul Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi. BAZ Propinsi
berkedudukan di ibu kota Propinsi,
·
Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk
oleh Bupati/Walikota dan Departemen Agama Kabupaten/Kota. Berkedudukan di ibu
kota atau kabupaten kota
·
Tingkat Kecamatan dibentuk oleh
camat atau usul Kantor Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Berkedudukan ibu
kota Kecamatan.Susunan Badan Amil Zakat
2)
Tugas Badan Amil Zakat
Tugas
BAZ dari Nasional sampai Kecamatan sebagai berikut:
·
Menyelenggarakan tugas
administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
·
Mengumpulkan dan mengolah data
yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat.
·
Menyelenggarakan bimbingan di
bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
·
Melaksanakan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, menyusun rencana dan program
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan
pengelolaan zakat. (tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan)
·
Menyelenggarakan tugas penelitian
dan pengembangan, komunikasi informasi, dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat
Nasional dan propinsi)
b.
Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a)
Pengertian dan Kedudukan Lembaga Amil
Zakat
Lembaga Amil Zakat adalah intitusi pengelolaan
zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang
bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.
Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah.
Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan
laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
b)
Pengukuhan Lembaga Amil Zakat
Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas
usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah
terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan
apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan.
Pemerintah yang dimaksud adalah :
·
Di pusat dilakukan oleh Menteri
Agama.
·
Di daerah propinsi dilakukan oleh
Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
·
Di daerah Kabupaten/Kota oleh
Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
·
Di daerah Kecamatan oleh Camat
atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c)
Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada
pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi
berikut (pasal 22 KMA) :
Ø Berbadan hukum;
Ø Memiliki data muzaki dan mustahiq;
Ø Memiliki program kerja;
Ø Memiliki pembukuan;
Ø Melampirkan surat
pernyataan bersedia diaudit[5].
d)
Persyaratan Lembaga Pengelolaan Zakat.
Yusuf al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh
Zakat, harus memiliki beberapa persyaratan
sebagai berikut:
1.
Beragama Islam. Zakat adalah
salah satu urusan utama kaum mislim yang termasuk rukun Islam (rukun Islam
ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum musliminini
diurus oleh sesama muslim.
2.
Mukallaf yaitu orang dewasa yang
sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggungjawab mengurus urusan umat
3.
Memiliki sifat amanah atau jujur.
Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para
muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat,
jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Serta keamanahan ini
diwujudkan dalam bentuk transparasi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan
pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariat Islamiyyah.
4.
Mengerti dan memahami hukum-hukum
zakat yang ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan
zakat kepada masyarakat.dengan pengetahuan tentang zakat yang relative memadai,
para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang
diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut
5.
Memiliki kemampuan untuk
melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Amana dan jujur merupakan syarat yang
sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan
tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan
kinerja yang optimal.
6.
Hemat penulis, adalah kesungguhan
amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat
yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak tidak
pula sambilan.[6]
e)
Prinsip-Prinsip Lembaga
Pengelolaan Zakat.
Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan
shadaqoh terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar
pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan yang diharapkan, prinsip-prinsip
tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka rela, keterpaduan, profisionalisme,
dan kemandirian.
Prinsip keterbukaan artinya dalam
pengelolaan hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat
umum. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dipercaya oleh umat.[7]
Prinsip kedua yaitu sukarela berarti bahwa
dalam pemungutan dan pengumpulan hendaknya senantiasa berdasarkan prinsip suka
rela dari umat Islam yang menyerahkan dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau
cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Dan harus lebih
diarahkan kepada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran kepada umat islam
agar membayar kewajibannya.
Prinsip ketiga yaitu keterpaduan artinya
sebagai organisasi yang berasal dari swadaya masyarakat dalam menjalankan tugas
dan fungsinya meski dilaksanakan secara terpadu diantara komponen-komponennya.
Prinsip keempat yaitu profesionalisme bahwa
dalam pengelolaan harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam
administrasi, keuangan dan lain sebagainya dan juga dituntut memiliki
kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dan akan lebih
sempurna apabila dibarengi dengan sifat amanah.
Prinsip terakhir adalah kemandirian,
sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip profesionalisme, yang diharapkan
mampu menjadi lembaga swadaya masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.
f)
Tugas dan Fungsi Lembaga
pengelolaan Zakat
Petunjuk teknis pengelolaan zakat
yang dikeluarkan oleh institus Managemen Zakat (2001) dikemukakan susunan
organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut:
1.
Badan Amil Zakat terdiri atas
Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2.
Dewan Pertimbangan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.
3.
Komisi Pengawas sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
4.
Badan pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian
pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
Anggota pengurus Badan Amil Zakat
terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri
atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan
lembaga pendidikan yang terkait .
Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) antara lain:
I.
Dewan Pertimbangan
§
Fungsi
Memberikan
pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi
pengawas dalam pengelolaan Badan amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan aspek
manajerial.
§
Tugas Pokok
a.
Memberikan garis-garis kebijakan
umum Badan Amil Zakat.
b.
Mengesahkan rencana kerja dari
Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
c.
Mengeluarkan fatwa syari’ah baik
diminta atupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus
Badan Amil Zakat.
d.
Memberikan pertimbangan, saran
dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun
tidak diminta.
e.
Memberikan persetujuan atas
laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana danKomisiPengawas.
f.
Menunjukakuntanpublik.
II.
Komisi Pengawas
§
Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan
BadanPelaksana.
§
TugasPokok
1)
Mengawasipelaksanaanrencanakerjayangtelahdisahkan.
2)
Mengawasi pelaksanaan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
3)
Mengawasi oprasional kegiatan
yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian
dan pendaya gunaan.
4)
Melakukan pemeriksaan oprasional
dan pemeriksaan syari’ah.
III.
Badan Pelaksana
§
Fungsi
Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
§
Tugas Pokok
1)
Membuat rencana kerja.
2)
Melaksanakan oprasional
pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
3)
Menyusun laporan tahunan.
4)
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban
kepada pemerintah.
5)
Bertindak dan bertanggungjawab
untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.
Salah satu tugas penting lain
dari lembaga pengelolaan zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat
kepada masyarakat secar terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai
forum dan media, seperti khutbah jum’at, media ta’lim, seminar, diskusi dan
lokakarya, melalui surat kabar, majalah, radio, internet maupun televisi.
Dengan sosialisasi yang baik dan optimal diharapkan masyarakat muzakki akan
semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, aman dan
tepercaya.
g)
Bagaimana alur pengumpulan dan
penyaluran zakat dalam Lembaga Pengelolaan Zakat.
Zakat yang
dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para
mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja.
Pertama fakir dan miskin. Zakat yang
disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi
keperluan konsumsi sehari-harinya dan dapat pula bersifat produktif, yaitu
untuk menambah modal usahanya.[8]
Kedua kelompok amil. Kelompok ini berhak
mendapatkan bagian dari zakat, maksimal satu perdelapan atau 12,5 %, dengan
catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan
sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas
tersebut. Jika hanya di akhir bulan ramadhan saja (biasanya hanya pengumpulan
zakat fitrah saja), maka seyogyanya para petugas ini tidak mendapatkan bagian
zakat satu perdelapan, melainkan hanyalah sekadarnya saja untuk keperluan
administrasi ataupun konsumsi yang mereka butuhkan, misalnya 5% saja termasuk
biaya transportasi.
Ketiga kelompok muallaf, yaitu kelompok
orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk Islam.
Keempat dalam memerdekakan budak belian.
Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak
belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.
Kelima kelompok gharimin, atau kelompok
yang berhutang, yang sama sekali tidak melunasinya. Para ulama membagi kelompok
ini pada dua bagian, yaitu kelompok yang mempunyai utang untuk kebaikan dan
kemaslahatan diri dan keluarganya. Misalnya untuk membiayai diri dan
keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai pendidikan. Kelompok yang kedua
yaitu kelompok yang mempunyai utuang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain.
Misalnya orang yang terpaksa berutang karena sedang mendamaikan dua pihak atau
dua orang yang sedang bertentangan, yang
untuk penyelesaiannya membutuhkan dana yang cukup besar. Atau orang yang dan
kelompok orang yang memilki usaha kemanusiaan yang mulia, yang terpaksa
berutang untuk memenuhi kebutuhan usaha lembaganya. Misalnya yayasan social
yang melibatkan anak yatim, orang-orang lanjut usia, orang-orang fakir, panitia
pembangunan masjid, sekolah, perpustakaan, pondok pesantren, dll..
Keenam dalam jalan Allah SWT (fi
Sabilillah). Pada zaman Rasulullah saw golongan yang termasuk kategori ini
adalah para sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji yang tetap. Tetapi
berdasarkan lafaz sabilillah di jalan Allah SWT, sebagian ulama membolehkan
memberi zakat tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan,
perpustakaan, pelatihan para da’I, menerbitkan buku, majalah, brosur, dll.
Ketujuh ibnu sabil, yaitu orang yang terputus
bekalnya dalam perjalanan.
C. KESIMPULAN
Badan Amil Zakat dan Lembaga Pengelola Zakat menurut undang-undang 38 Tahun
1999 pasal 1 ayat 1 ialah : organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah, dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan
agama. BAZ didirikan oleh pemerintah sedangkan LAZ didirikan atas prakasa
masyarakat.
Seorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki
beberapa persyaratan yaitu:
a.
Beragama islam.
b.
Mukallaf.
c.
Memiliki sifat amanah atau jujur.
d.
Mengerti dan memahami hukum-hukum
zakat
e.
Memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas.
f.
Kesungguhan amil zakat dalam
melaksanakan tugasnya.
Prinsip-prinsip
lembaga pengelola zakat yaitu keterbukaan, sukarela, keterpaduan,
profesionalisme dan kemandirian. Pasal 8 UU Nomor 38 Tahun 1999 tugas pokok
lembaga pengelola Zakat adalah mengumpulkan,
mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Sedangkan
fungsinya sebagaimana termuat dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil
Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Pasal 6 bahwa fungsi utamanya telah sebagai wadah
pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan
shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud
partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan
pengembangan swadaya masyarakat.
Zakat
bersumber dari muzakki, dan diltampung lewat lembaga pengelolaan zakat terus
segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah
disusun dalam program kerja. Serta sasaran yang berhak menerima zakat yaitu
orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil zakat, muallaf, untuk memerdekakan
budak, kelompok gharim,fisabilillah dan ibnu sabil.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin.
2002, Zakat Dalam Perekonomian Modern.
Jakarta : Gema Insani.
Dzajuli, Ahmd. H.
2002, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Nurul, Huda dan Heykal,
Mohmad .lembaga keuangan islam :tinjauan
teoretis dan praktis. 2010, jakarta : prenada media group
Ash-Shiddieqy,
Muhammad, Hasbi, Tengku. Pedoman Zakat.
1991. Jakarta : Bulan Bintang.
Suparman Usman, Hukum
Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, 2002. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Proyek Prasarana dan Sarana IAIN,
Ilmu Fiqh, 1983, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam.
IAIN Raden Intan, Pengelolaan
Zakat Mal Bagian Fakir Miskin : Suatu pendekatan Operatif, 1990, Lampung:
IAIN Raden Intan
[1] Suparman
Usman, Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. II, hlm. 164.
[2] Proyek
Prasarana dan Sarana IAIN, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983), Cet. II, hlm. 269.
[3] Huda
nurul dan Mohmad heykal.lembaga keuangan
islam :tinjauan teoretis dan praktis.2010.jakarta : prenada media group.hlm
:304-306
[4] Dzajuli, Prof. H. Ahmd. Lembaga-lembaga
Perekonomian Umat. 2002. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hlmn 125
[5] Suparman Usman, Ibid, hlm. 165-171.
[6] Ash-Shiddieqy,
Muhammad, Hasbi, Tengku. Pedoman Zakat.
1991. Jakarta : Bulan Bintang
[7] Hafidhuddin,
DR. K.H Didin. M. SE. Zakat Dalam
Perekonomian Modern. 2002. Jakarta : Gema Insani. Hlmn 97
[8] IAIN
Raden Intan, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin : Suatu
pendekatan Operatif, (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990), hlm. 56-57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar