Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH MANAJEMEN ZAKAT PENGORGANISASIAN BADAN DAN KEGIATAN PENGELOLAAN LEMBAGA ZAKAT

 

A.   PENDAHULUAN

 

 

Allah menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah fil ardhi. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (QS. Al-Huud : 61). Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (al-hadiid : 7). Maksud dari kedua ayat tersebut manusia sebagai penguasa di bumi memiliki wewenang untuk menguasai harta yang ada di muka bumi ini dan milik Allah SWT. Manusia memiliki harta tetapi bukan pemilik sebenarnya (nisbi). Mereka dapat menguasai harta sebagai amanat dari Allah terhadap ciptaan-Nya. Allah mengamanatkan harta titipan-Nya sebagai sarana untuk beribadah sesuai petunjuk yang diberikan oleh-Nya.

Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi). Manusia cenderung menguasai harta tanpa ada batas. Mereka serakah dan tamak dalam memiliki harta sehingga dapat menurunkan nilai-nilai martabat manusia. Dalam rangka menciptakan, memelihara kemaslahatan hidup dan menjaga martabat manusia, Allah menciptakan syari’at yang memanfaatkan dan mengatur harta benda mereka. Syariat yang diciptakan oleh Allah adalah tentang zakat yang merupakan salah satu rukun Islam. Untuk mengatur zakat agar ekonomi pada seluruh lapisan masyarakat merata dan tidak melingkar ke orang elit terus yang bisa menikmati kekayaannya. Maka dari itu perlu adanya   pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 yang bisa memakmurkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.

Dalam kondisi nasional pendiri lembaga pengelolaan zakat sebenarnya adalah untuk memenuhi kemaslahatan, dimana semua komponen bangsa dituntut untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

 

 

B.   PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Pengelolaan Zakat, Asas, Tujuan dan Dana Pengelola Zakat.

 

1.      Pengertian Pengelolaan zakat

 

Pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat (pasal 1 angka 1 undang-undang). Sedangkan pengertian zakat menurut undang-undang diatas adalah harta harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama diberikan kepada yang berhak menerimanya[1].

Jadi, dalam pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup anggota masyarakat yang lemah ekonomi atau mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan mempersempit kesenjangan yang terjadi antara kelompok kaya dan miskin dan mempercepat kemajuan agama Islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi oleh Allah SWT. Apabila tidak mencukupi dana yang dikumpulkan melalui zakat (2,5 kg) maka Islam memberikan pemungutan tambahan terhadap harta kekayaan masyarakat. Seperti yang ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad

إنَّ فىِ المَالِ حَقًّاسِوَى الزَّكَاةِ.

Artinya : Sesungguhnya didalam harta kekayaan itu ada selain zakat

Pada intinya Islam membukakan pintu kesejahteraan pemerataan ekonomi menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. Disini selain harta kekayaan disalurkan untuk zakat, harta itu bisa disalurkan misalnya lewat shadaqah dan infaq[2].

2.      Asas Pengelolaan Zakat

 

Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 4 undang-undang).

 

3.      Tujuan pengelolaan zakat

Tujuan pengelolaan zakat adalah:

a.       Meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.

b.      Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

c.       Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat (pasal 5 undang-undang).

 

B.     Organisasi dalam Pengelolaan Zakat

 

Lembaga Pengelolaan Zakat adalah kata lain dari Badan Amil Zakat (BAZ), intuisi sebelumnya bisa disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqoh). Sedangkan pengertian BAZIZ secara istilah antara lain ditemukan dalam surat keputusan bersama (SKB) Mentri Dalam Negri dan Mentri Agama Nomor 29 Tahun 1991 / 57 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, infaq dan shadaqoh. Dalam pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwasanya yang disebut BAZIZ adalah “Lembaga swadaya masyarakat yang  mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, shodaqoh secara berdaya guna berhasil guna’’. Secara subtansi, Pengertian tersebut dapat ditemukan pula dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, kemudian dipertegas lagi dalam keputusan Mentri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU 38 Tahun 1999 dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Tekniks Pengola zakat.

Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa lembaga pengelola zakat yang ada di indonesia adalah badan amil zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh swasta. Meskipun dapat dikelola oleh dua pihak, yaitu negara dan swasta akan tetapi lembaga pengelola zakat harus bersifat :

a)      Independen,

b)      Netral,

c)      Tidak berpolitik (praktis),

d)     Tidak bersifat diskriminatif,.[3]

 

Berdasarkan pasal 6, 7, 8, 9, 10 UU No. 38 Tahun 1999 jo. Pasal 1 s.d. pasal 12, pasal 21, 22, 23 dan 24 KMA No. 581 tahun 1999, organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ dan BAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9 undang-undang jo. Pasal 1 KMA).

 

a.      Badan Amil Zakat (BAZ)

BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan. 

 

Badan Amil Zakat terdiri atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan wakil pemerintah. Mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional dan berintergritas tinggi. Masa tugas pelaksanaannya selama tiga tahun.[4]

Tanggung jawab, wewenang dan tata kerja BAZ meliputi :

 

·         Ketua badan pelaksana BAZ bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun keluar.

·         Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing BAZ menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar BAZ di semua tingkatan.

·         Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ bertanggung jawab mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

·         Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.

·         Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan dengan kepala BAZ melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun laporan-laporan berkala BAZ.

·         Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan BAZ wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahannya.

·         Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi BAZ dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat bekala.

·         Dalam melaksanakan tugasnya BAZ memberikan laporan tahunan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.

 

1)      Pembentukan dan Tempat Kedudukan Badan Amil Zakat

·         Tingkat Nasional dibentuk oleh Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ   Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara.

·         Tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi. BAZ Propinsi berkedudukan di ibu kota Propinsi,

·         Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota dan Departemen Agama Kabupaten/Kota. Berkedudukan di ibu kota atau kabupaten kota

·         Tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atau usul Kantor Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Berkedudukan ibu kota Kecamatan.Susunan Badan Amil Zakat

 

2)      Tugas Badan Amil Zakat

 

Tugas BAZ dari Nasional sampai Kecamatan sebagai berikut:

 

·         Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

·         Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat.

·         Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.      

·         Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, menyusun rencana dan program pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat. (tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan)

·         Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi, dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat Nasional dan propinsi)

 

b.      Lembaga Amil Zakat (LAZ)

a)      Pengertian dan Kedudukan Lembaga Amil Zakat

Lembaga Amil Zakat adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah.

Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).

 

b)      Pengukuhan Lembaga Amil Zakat

 

Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan.

Pemerintah yang dimaksud adalah :

·         Di pusat dilakukan oleh Menteri Agama.

·         Di daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.

·         Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

·         Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.

 

c)      Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat

 

Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 KMA) :

Ø  Berbadan hukum;

Ø   Memiliki data muzaki dan mustahiq;

Ø  Memiliki program kerja;

Ø  Memiliki pembukuan;

Ø  Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit[5].

 

d)     Persyaratan Lembaga Pengelolaan Zakat.

 

     Yusuf al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:

 

1.   Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum mislim yang termasuk rukun Islam (rukun Islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum musliminini diurus oleh sesama muslim.

2.   Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggungjawab mengurus urusan umat

3.   Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Serta keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparasi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariat Islamiyyah.

4.   Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.dengan pengetahuan tentang zakat yang relative memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut

5.   Memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Amana dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.

6.   Hemat penulis, adalah kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak tidak pula sambilan.[6]

 

e)      Prinsip-Prinsip Lembaga Pengelolaan Zakat.

 

     Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan shadaqoh terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan yang diharapkan, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka rela, keterpaduan, profisionalisme, dan kemandirian.

     Prinsip keterbukaan artinya dalam pengelolaan hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dipercaya oleh umat.[7]

     Prinsip kedua yaitu sukarela berarti bahwa dalam pemungutan dan pengumpulan hendaknya senantiasa berdasarkan prinsip suka rela dari umat Islam yang menyerahkan dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Dan harus lebih diarahkan kepada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran kepada umat islam agar membayar kewajibannya.

     Prinsip ketiga yaitu keterpaduan artinya sebagai organisasi yang berasal dari swadaya masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya meski dilaksanakan secara terpadu diantara komponen-komponennya.

     Prinsip keempat yaitu profesionalisme bahwa dalam pengelolaan harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam administrasi, keuangan dan lain sebagainya dan juga dituntut memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dan akan lebih sempurna apabila dibarengi dengan sifat amanah.

     Prinsip terakhir adalah kemandirian, sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip profesionalisme, yang diharapkan mampu menjadi lembaga swadaya masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.

 

f)       Tugas dan Fungsi Lembaga pengelolaan Zakat

Petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institus Managemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut:

1.   Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

2.   Dewan Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.

3.   Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.

4.   Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.

Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait                                                                    .

Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) antara lain:

                                                       I.            Dewan Pertimbangan

§  Fungsi

Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan Badan amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan aspek manajerial.

§  Tugas Pokok

a.       Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.

b.      Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.

c.       Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta atupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.

d.      Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak diminta.

e.       Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana danKomisiPengawas.

f.       Menunjukakuntanpublik.

 

                                                    II.            Komisi Pengawas                                                                               

§  Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan BadanPelaksana.

§  TugasPokok

1)      Mengawasipelaksanaanrencanakerjayangtelahdisahkan.

2)      Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.

3)      Mengawasi oprasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendaya gunaan.

4)      Melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syari’ah.

 

                                                 III.            Badan Pelaksana

§  Fungsi                                                                                    
Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.

§  Tugas Pokok                                                                          

1)      Membuat rencana kerja.

2)      Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

3)      Menyusun laporan tahunan.

4)      Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.

5)      Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.

 

Salah satu tugas penting lain dari lembaga pengelolaan zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secar terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti khutbah jum’at, media ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya, melalui surat kabar, majalah, radio, internet maupun televisi. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, aman dan tepercaya.                                 

 

g)      Bagaimana alur pengumpulan dan penyaluran zakat dalam Lembaga Pengelolaan Zakat.

Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja.     

     Pertama fakir dan miskin. Zakat yang disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi keperluan konsumsi sehari-harinya dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk menambah modal usahanya.[8]

     Kedua kelompok amil. Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari zakat, maksimal satu perdelapan atau 12,5 %, dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut. Jika hanya di akhir bulan ramadhan saja (biasanya hanya pengumpulan zakat fitrah saja), maka seyogyanya para petugas ini tidak mendapatkan bagian zakat satu perdelapan, melainkan hanyalah sekadarnya saja untuk keperluan administrasi ataupun konsumsi yang mereka butuhkan, misalnya 5% saja termasuk biaya transportasi.

     Ketiga kelompok muallaf, yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk Islam.

      Keempat dalam memerdekakan budak belian. Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.

     Kelima kelompok gharimin, atau kelompok yang berhutang, yang sama sekali tidak melunasinya. Para ulama membagi kelompok ini pada dua bagian, yaitu kelompok yang mempunyai utang untuk kebaikan dan kemaslahatan diri dan keluarganya. Misalnya untuk membiayai diri dan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai pendidikan. Kelompok yang kedua yaitu kelompok yang mempunyai utuang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. Misalnya orang yang terpaksa berutang karena sedang mendamaikan dua pihak atau dua orang yang sedang  bertentangan, yang untuk penyelesaiannya membutuhkan dana yang cukup besar. Atau orang yang dan kelompok orang yang memilki usaha kemanusiaan yang mulia, yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan usaha lembaganya. Misalnya yayasan social yang melibatkan anak yatim, orang-orang lanjut usia, orang-orang fakir, panitia pembangunan masjid, sekolah, perpustakaan, pondok pesantren, dll..

     Keenam dalam jalan Allah SWT (fi Sabilillah). Pada zaman Rasulullah saw golongan yang termasuk kategori ini adalah para sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji yang tetap. Tetapi berdasarkan lafaz sabilillah di jalan Allah SWT, sebagian ulama membolehkan memberi zakat tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan para da’I, menerbitkan buku, majalah, brosur, dll.

     Ketujuh ibnu sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.

 

 

 

C.    KESIMPULAN


Badan Amil Zakat dan Lembaga Pengelola Zakat menurut undang-undang 38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1 ialah : organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah yang terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah, dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. BAZ didirikan oleh pemerintah sedangkan LAZ didirikan atas prakasa masyarakat.     
Seorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan yaitu:

a.       Beragama islam.

b.      Mukallaf.

c.       Memiliki sifat amanah atau jujur.                                                                        

d.      Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat

e.       Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.

f.       Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya.

 

        Prinsip-prinsip lembaga pengelola zakat yaitu keterbukaan, sukarela, keterpaduan, profesionalisme dan kemandirian. Pasal 8 UU Nomor 38 Tahun 1999 tugas pokok lembaga pengelola Zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

       

        Sedangkan fungsinya sebagaimana termuat dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Pasal 6 bahwa fungsi utamanya telah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya masyarakat.

 

        Zakat bersumber dari muzakki, dan diltampung lewat lembaga pengelolaan zakat terus segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Serta sasaran yang berhak menerima zakat yaitu orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil zakat, muallaf, untuk memerdekakan budak, kelompok gharim,fisabilillah dan ibnu sabil.                        

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Hafidhuddin, Didin. 2002, Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani.   

 

Dzajuli, Ahmd. H. 2002, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

 

Nurul, Huda dan Heykal, Mohmad .lembaga keuangan islam :tinjauan teoretis dan praktis. 2010, jakarta : prenada media group

 

Ash-Shiddieqy, Muhammad, Hasbi, Tengku. Pedoman Zakat. 1991. Jakarta : Bulan Bintang.

 

Suparman Usman, Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, 2002. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Proyek Prasarana dan Sarana IAIN, Ilmu Fiqh, 1983, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.

IAIN Raden Intan, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin : Suatu pendekatan Operatif, 1990, Lampung: IAIN Raden Intan



[1] Suparman Usman, Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. II, hlm. 164.

[2] Proyek Prasarana dan Sarana IAIN, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983), Cet. II, hlm. 269.

[3] Huda nurul dan Mohmad heykal.lembaga keuangan islam :tinjauan teoretis dan praktis.2010.jakarta : prenada media group.hlm :304-306

[4] Dzajuli, Prof. H. Ahmd. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat. 2002. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hlmn 125

[5] Suparman Usman, Ibid, hlm. 165-171.

[6] Ash-Shiddieqy, Muhammad, Hasbi, Tengku. Pedoman Zakat. 1991. Jakarta : Bulan Bintang

[7] Hafidhuddin, DR. K.H Didin. M. SE. Zakat Dalam Perekonomian Modern. 2002. Jakarta : Gema Insani. Hlmn 97

[8] IAIN Raden Intan, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin : Suatu pendekatan Operatif, (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990),  hlm. 56-57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar