BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Ketika seseorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah
tanda tanya dalam hatinya sendiri, tentang banyak hal dalam lubuk hatinya yang
dalam, memancarkan kecenderungan untuk tahu rahasia yang masih merupakan
misteri yang terselubung itulah fitrah manusia, dengan fitrah itu manusia
bergolak mencari dan merindukan tuhan, dari mulai bentuk yang dangkal dan
bersahaja, berupa perasaan sampai ke tingkat yang lebih tinggi berupa penggunaan
akal (Filsafat).
Boleh jadi fitrah ini sesekali ke tutup kabut kegelapan sehingga
nampak manusia tidak mau tau siapa penciptanya, namun kekuatan fitrah ini tidak
dapat di hapuskan sama sekali, dia sewaktu-waktu muncul ke permukaan lautan
kesadaran memanifestasikan kecenderungan merindukan tuhannya yang begitu baik
budi dan betapa bahagianya para pencari tuhan yang merindukan penciptanya,
ketika mereka disambut mesra, oleh tuhannya,dalam bentuk petunjuk yang
diwahyukan oleh rasulnya, di sinilah terdapat perpaduan antara naluri, akal dan
wahyu yang membuahkan ma’rifat pengenalan terhadap Allah dengan
sebenar-benarnya. Oleh karenanya perlu sekali seorang muslim ketika memahami
suatu ajaran islam dengan menggunakan metode pendekatan filsafat untuk mengetahui
makna sesungguhnya dari yang tersembunyi.
B.
Rumusan Masalah
Setelah
membaca dari latar belakang permasalahan di atas maka dapat penulis ambil
rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu: “Bagaimana peranan metode
Filsafat dalam memahami ajaran Islam?”
BAB
1I
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Filsafat Islam
Telah dimaklumi bahwa peradaban Yunani pada umumnya sangat menarik
perhatian kaum muslimin, terutama sesudah adanya penerjemahan buku-buku Yunani
ke dalam bahasa Arab sejak zaman Al-Mansur (kurang lebih pertengahan abad 1 H)
sampai di antara ilmu Yunani yang menarik kaum muslimin ialah retorica Yunani
yang sangat mempengaruhi retorika Arab. Filsafat Yunani juga tidak kalah
pengaruhnya karena bukan saja di kalangan mutakallimin yang hanya mengambilnya
sebagai alat memperkuat dalil-dalil kepercayaan Islam dalam menghadapi
lawan-lawannya, tetapi juga di kalangan mereka yang terkenal dengan nama
filosof-filosof Islam, seperti al-Kindy, al-Faraby, Ibnu Sina, dan lain-lain.
Berbeda dengan mutakallimin, mereka mengambil seluruhnya filsafat Yunanidan
mempertemukannya dengan ajaran-ajaran agama islam yang menurut lahirnya
berlawanan.
Memang filsafat Yunani sudah lama masuk di kalangan kaum muslimin
sebelum masa al-Kindy, baik yang langsung dari Yunani, maupun yang melalui
orang-orang Masehi Nesturiah dan Ya’kubiyah. Akan tetapi orang yang mempelajari
filsafat Yunani secara keseluruhan yang berhak dinamakan filosof Islam baru
al-Kindy. Perhatian pada filsafat memuncak pada zaman Khalifah Al-Makmun
(813-833) putra Harun Al-Rasyid. Utusan-utusan yang dikirim ke Kerajaan
Bizantium mencari Manuskrip yang kemudian dibawa ke Baghdad dan diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab. Untuk keperluan penerjemahan itu AL-Makmun mendirikan
Bait al-Hikmah (Widya Graha) di Baghdad yang dipimpin oleh Hunain bin Ishak,
seorang penganut agama Kristen yang berasal dari Hirah, ia pernah pergi ke
Yunani dan belajar bahasa Yunani, di samping menguasai bahasa Syiria (suryani)
yang di zaman itu merupakan salah satu bahasa ilmiah. Sebagian besar karya Aristoteles,
Plato dan buku-buku mengenai Neo-Platonisme diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pada permulaannya tradisi pelajaran ilmu agama di bawah pengaruh
terjemahan-terjemahan bahasa Arab, karya-karya filsafat dan ilmu pengetahuan
Yunani abad ke-2/8, bercabang dan mengembang ke dalam gerakan pemikiran ilmu
pengetahuan dan filsafat yang kukuh dan cemerlang yang menghasilkan karya-karya
bernilai besar dan orisinal dari abad ke-3/9 hingga abad ke 6/12. dampaknya
atas pemikiran islam dan perkembangannya dengan cara penyerapan dan bereaksi.
Sebagaimana pengganti doktrin-doktrin filsafat individual yang diberikan oleh
sejumlah filosof.
B.
Pengertian
Agama
Kata “Agama” berasal dari kata sanksekerta,yang asal katanya A dan
Gama, A artinya “tidak” dan Gama artinya kocar-kacir atau berantakan, Yang
dapat kita simpulkan Agama adalah tidak kocar-kacir ( Tidak berantakan ).
Menurut istilah Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan dan
hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun
diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan
dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
yang di dalamnya mencangkup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang
selanjutnya menimbulkan respons emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup
tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib
tersebut[1].
Pengertian agama menurut Harun Nasution yaitu :
1.
Pengakuan
terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan yang harus dipatuhi.
2.
Pengakuan
terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
3.
Mengikatkan
diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang
berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan manusia.
4.
Kepercayaan
pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5.
Suatu sistem
tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib
6.
Pengakuan
terhadap adanya kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan gaib.
7.
Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut.
8.
Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut terhadap
perasaan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
9.
Ajaran yang
diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul[2].
“Pengertian
Agama Menurut Prof.K.H.M Thaib thohir Abdul muin Adalah suatu peraturan tuhan
yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, dengan kehendak dan
pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut guna mencapai kebahagiaan hidupnya
di dunia dan di akhirat”[3].
Jadi Pengertian
Agama Adalah suatu ajaran untuk mempercayai adanya kekuatan ghaib di luar diri
manusia yang mengatur cara hidup, sistem tingkah laku manusia yang diwahyukan
tuhan kepada seorang rasul untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Mengapa manusia harus beragama yaitu:
1.
Keterbatasan
kemampuan manusia
2.
Memberikan
makanan rohani
3.
Memenuhi
tuntutan kita
4.
Menanggulangi
kegelisahan
5.
Ingin bahagia
6.
Memelihara
martabat manusia
7.
Sumber
prinsip-prinsip hidup
8.
Sumber hukum
9.
Dengan adanya
agama kita dapat mengenal Allah
10.
Dengan agama
kita dapat mengenal manusia
11.
Memenuhi tujuan
Allah menciptakan manusia
C.
Pengertian
Filsafat
“Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata
shopos yang berarti ilmu atau hikmah”[4].
Dengan demikian pengertian filsafat secara bahasa berarti cinta terhadap ilmu
atau hikmah. Dalam hubungan ini al-Syaibani berpendapat bahwa:
Filsafat bukanlah hikmah itu sendiri melainkan cinta terhadap
hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya, untuk ini ia mengatakan bahwa filsafat
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha manautkan sebab dan akibat serta
berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia[5].
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu yang
mempelajari tentang kebenaran, tentang bagaimana ilmu itu dipelajari secara
mendalam.
Objek filsafat adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya, di
sinilah kita ketahui sesuatu yang ada atau yang berwujud yang menjadikan
penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya yaitu:
1.
Umum
2.
Mutlak
3.
Cosmologia
4.
Antropologia
5.
Etika
6.
Logika
Filsafat Agama
merupakan bagian filsafat ketuhanan, filsafat ketuhanan termasuk filsafat
sistematis yang mempelajari Cosmologia, manusia dengan Tuhannya. Filsafat
ketuhanan ( Theologi Filsafat ) yaitu hikmah kebijaksanaan menggunakan akal
pikiran dalam menyelidiki ada dan esanya Tuhan. Untuk pembahasan secara khusus
biasanya istilah teologi dikaitkan dengan keterangan kualifikasi, misalnya:
theology Kristen, theology protestan, theology budha, theology hindu, dan
theology islam. Dalam pembahasan makalah ini kami akan mengkhususkan pada
pembahasan theology islam. Dan di dalam agama islam terdapat istilah ilmu
tauhid dan ilmu kalam, untuk membahas masalah ketuhanan adalah tauhid (
mengesakan dan menganggap satu).
Menurut
A.Hanafi ilmu kalam adalah “ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dan kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan ahli sunah”[6].
Al-Quran adalah
pedoman bagi umat manusia untuk menjalani kehidupan ini sesuai dengan tuntunan
Rabbnya, karena di dalam Al-Quran semua permasalahan diatur dengan baik.
Al-Quran juga merupakan firman-firman Allah penyempurna dari kitab-kitab
sebelumnya, yang di dalamnya tidak hanya berisi tentang tauhid saja tetapi di
dalamnya mengajarkan hikmah dan juga terdapat alasan-alasan yang dapat diterima
secara logika. Dengan kata lain bahwa doktrin adanya Tuhan tidak hanya disuruh
percaya begitu saja tetapi sebelum itu diberikan kesempatan berpikir lurus.
Rasio (akal)
merupakan salah satu dari perangkat anugerah (hidayah) yang diberikan Tuhan
kepada manusia. Di dalam Al-quran terdapat banyak ayat dalam bentuk yang
bervariasi menyuruh manusia menggunakan akalnya dengan baik, memikirkan alam di
samping mengingat dan menyebut Penciptanya Allah SWT. Ada beberapa ayat yang
memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk memikirkan alam ini, yaitu
surat Al-Hajj 22:46,Al-Imron 3:190-191,Ar-Rum 30: 8, Al-Ankabut 29:43,Al-Arof
7: 185,Al-Qof 50: 6-11,dan Al- Fatir 3: 27-28.
Jadi dapat kita
simpulkan bahwa mengartikan agama dengan menggunakan ilmu filsafat adalah
filsafat sebagai media untuk manusia mencari makna Tuhan atau ma’rifatullah
secara mendalam, dan menggunakan logikanya sebagai alat pencari makna islam itu
sendiri. Tetapi yang perlu digarisbawahi, logika manusia memiliki keterbatasan.
Sehingga Al-Quran tidak semua ayatnya dapat di terjemahkan secara logika,
contohnya saja ayat tentang ruh.
D.
Pendekatan
filosofis
Filsafat
mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang
bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai bentuk rumah dengan
kualitas yang berbeda, tatapi semua rumah itu intinya adalah sebagai tempat
tinggal. Kegiatan berpikir untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara
mendalam .berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam
memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran
agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.
Pendekatan
Filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli.
Misalnya dalam buku yang berjudul Hikmah Al-Taasyri’ Walfalsafalatuhu yang
ditulis oleh Muhamad Al-Jurjawi. Dalam buku tersebut Al-urjawi berupaya mengungkapkan
hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam. Agama misalnya
mengajarkan agar melaksanakan shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar
seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.
Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman
agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah
tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari
pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji,
sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan berhenti sampai di situ. Mereka
tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun
demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengalaman agama secara formal. Filsafat mempelajari segi batin yang
bersifat esoterik. Sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang
bersifat eksoterik.
Menurut Musa
Asy’ari Filsafat islam dapatlah diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang
bercorak islami, islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran,
filsafat disebut islam bukan karena yang melakukan aktivitas kefilsafatan itu
orang yang beragama islam, atau orang yang berkebanggaan Arab atau dari segi
obyeknya yang membahas mengenai pokok-pokok keislaman[7].
Menurut
Al-Kindi falsafah dan agama samawi tidak bisa bertentangan. Falsafah membahas
kebenaran dan wahyu membawa informasi tentang kebenaran dan wahyu membawa
informasi tentang kebenaran. Di sinilah terletak persamaan antara falsafah dan
agama, keduanya sama-sama membahas kebenaran. Selanjutnya, agama di samping
wahyu mempergunakan akal dan falsafah menggunakan akal pula. Falsafat membahas
kebenaran pertama (al-haqq al-awwal) dan agama itulah pula yang dijelaskannya.
Tuhan ialah Al-Haqq Al-Awaal. Falsafah yang paling tinggi ialah falsafah yang
membahas Al-Haqq Al-Awwal itu. Membahas Tuhan itu diwajibkan dalam Islam. Oleh
karena itu mempelajari filsafat dalam islam tidak dilarang.
Al-Farabi juga
berpendapat demikian. tetapi baginya falsafah dapat mengganggu keyakinan orang
awam. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa falsafat tidak boleh dibocorkan dan
tak boleh sampai ke tangan orang awam.
Kalau
filosof-filosof berpendapat bahwa filsafat tidak boleh jatuh ke tangan orang
awam, Al-Ghazali lebih dari itu mengatakan bahwa teologi pun tidak boleh
disampaikan pada mereka. Bukan hanya filsafat yang dapat mengacaukan keyakinan,
bahkan ilmu kalam dapat mengacaukan iman seseorang. Karena dalam memahami agama
para filosof (kaum khawas) menggunakan arti batin yang tidak boleh disampaikan
kepada orang awam yang menggunakan arti lahir.
BAB
III
KESIMPULAN
Agama Adalah suatu ajaran untuk mempercayai adanya kekuatan gaib di
luar diri manusia yang mengatur cara hidup, sistem tingkah laku manusia yang
diwahyukan tuhan kepada seorang rasul untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang kebenaran, tentang
bagaimana ilmu itu dipelajari secara mendalam.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa mengartikan agama dengan
menggunakan ilmu filsafat adalah filsafat sebagai media untuk manusia mencari
makna Tuhan atau ma’rifatullah secara mendalam, dan menggunakan logikanya
sebagai alat pencari makna islam itu sendiri. Tetapi yang perlu digarisbawahi,
logika manusia memiliki keterbatasan. Sehingga Al-Quran tidak semua ayatnya
dapat di terjemahkan secara logika, contohnya saja ayat tentang ruh.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hanafi, Theologi Islam
(Ilmu Kalam), (Jakarta, Bulan Bintang, tt), cet. III
Zaini Syahminan. Drs, Mengapa Manusia Harus Beragama, (Jakarta,
Kalam Mulia,1986), Cet 1
Ya’qub Hamzah. H. Dr, Filsafat Agama Titik Temu Akal Dengan Ilmu.
(Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya,1992)
Harifuddin. H. Drs, Rasjidi. M. H.Dr. Prof, Islam Untuk Disiplin
Ilmu Filsafat. (Jakarta, Bulan Bintang, 1988)
Abidin Nata, Metode Studi Islam, (Jakarta, Pt. Raja Grafindo
Persada, 2004)
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat (terj) Soejono Soemargono dari
judul asli Element Of Philosophy, (Yogyakarta, Bayi Indra Grafika, 1989), cet.
Ke-6
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta,
Jilid I, UI Press, 1979)
Prof.K.H.M Thaib thohir Abdul muin, Ilmu Kalam, (Jakarta, Widjaya,
1986), cet. VIII
Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam (terj
Hasan Langgulung dari judul asli Falsafat at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta,
Bulan Bintang, 1979), cet. I
Musa Asy’ari, Filsafat Islam Suatu Tinjauan Ontologis, (Yogyakarta,
Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), cet. I
[1]
Abidin
Nata, Metode Studi Islam,(Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada) 2004), h. 15
[2]
Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta UI Press,
1979), h. 9-10
[3]
Prof.K.H.M
Thaib thohir Abdul muin, Ilmu Kalam,(Jakarta, Widjaya, 1986), cet. VIII, h. 121
[4]
Louis
O. Kattsof, Pengantar Filsafat (terj) Soejono Soemargono dari judul asli
Element Of Philosophy, (Yogyakarta, Bayi Indra Grafika, 1989), cet. Ke-6, h. 11
[5]
Omar
Mohammad at-Toumy al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam (terj Hasan Langgulung
dari judul asli Falsafat at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta, Bulan Bintang, ,
1979), h. 25, cet. I
[6]
A.Hanafi,
Theologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta, Bulan Bintang), tt, h. 10, cet. III
[7]
Musa
Asy’ari, Filsafat Islam Suatu Tinjauan Ontologis, (Yogyakarta, Lembaga Studi
Filsafat Islam, 1992), cet. I, h. 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar