A. Hakikat
Pendidikan Islam
Pendidikan adalah
suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah
pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga
bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan
dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai
Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain
pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah
menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun
ukhrawi.
Istilah pendidikan
dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbuyah, al-ta’dib,
dan al-ta’lim. Dari keriga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam
praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan
al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padalah kedua istilah tersebut telah
digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.[1]
Kedatipun demikian,
dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun
secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun
kontekstual. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga
term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari
beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.
1.
Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata
rabb. Walaupun kata ini memiliki arti, akan tetapi pengertian dasarnya
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan
menjaga kelestarian atau eksistensinya.[2]
Dari segi
etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni, raba, rabiya, dan rabba, kata
tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-nama yang berarti
bertambah, berkembang, dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2)
aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan
menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawalla amrahu yang berarti mengurus
perkara pembelajaran, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang
berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan
tabiyatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi
(fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuannya
merupakan aktivitas pendidikan.[3]
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses
pendidikan Islam
adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam adalah bersumber pada
pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya,
termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang
dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:[4]
a)
Memelihara
dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
b)
Mengembangkan
seluruh potensi menuju kesempurnaan
c)
Mengarahkan
seluruh fitrfah menuju kesempurnaan
d)
Melaksanakan
pendidikan secara bertahap.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa
prinsip-prinsip dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah: [5]
a)
Bahwa murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah,
karena Dia Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu
tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus
siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan.
b)
Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi
manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati,
kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan
fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah.
c)
Dalam
proses tarbiyah
seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan
sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-Nya.
d)
Setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan,
perbaikan, kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik
aktivitas itu direkayasa atau secara natural.
e)
Tarbiyah
yang direkayasa
mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan
dan fleksibel.
f)
Bahwa
yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia.
g)
Bahwa
kata tarbiyah
tida terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan
nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara
bertahap.
2.
Taklim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal
pelaksanaan pendidikan islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat
universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha
mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Jalal memberikan alasan bahwa proses taklim lebih
umum dibandingkan dengan proses tarbiyah:[6]
Pertama,
ketika mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak
terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan
yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga
terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan
dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang
belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya
Kedua,
kata taklim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka
atau yang lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari
dongengan hayalan dan syahwat atau cerita-cerita dusta.
Ketiga, kata taklim mencakup
aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam
hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Dengan
demikian kata taklim menurut Jalal mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat serta tidak terbatas pada masa
bayi dan kanak-kanak, tetapi juga orang dewasa. Sementara itu Abrasyi, menjelaskan kata taklim hanya
merupakan bagian dari tarbiyah karena hanya menyangkut domain kognitif.
Al-Attas menganggap kata taklim lebih dekat kepada pengajaran atau pengalihan
ilmu dari guru kepada pembelajaran, bahkan jangkauan aspek kognitif tidak
memberikan porsi pengenalan secara mendasar.
3.
Ta’dib
Al-Attas menawarkan satu istilah
lain yang menggambarkan pendidikan Islam, dalam keseluruhan esensinya yang
fundamental yakni kata takdib. Istilah ini mencakup unsur-unsur pengetahuan
(‘ilm), pengajaran (taklim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah takdib
dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi hakikat pendidikan yang saling
berkait, seperti ‘ilm (ilmu), ‘adl (keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml
(tindakan), haqq (kebenaran), natq (nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql
(akal), maratib dan derajat (tatanan hirarkis), ayah (simbol), dan adb (adab).
Dengan mengacu pada kata adb dan kaitan-kaitanya seperti di atas, definisi
pendidikan bagi al-Attas adalah:
Sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan
ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan
kepribadian.
Makna al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan
yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik)
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Secara Terminologis,
Tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Atau tujuan adalah sasaran yang
akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu
kegiatan. Atau menurut Zakiah
Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha
atau kegiatan selesai.[7]
Karena itu tujuan pendidikan Islam adalah sasaran
yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan
pendidikan Islam.[8]
Secara Epistemologis,
Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan
pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai
manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip-prinsip dasarnya.
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi
pendidikan Islam. Menurutnya, sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan
misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Munzir Hitami berpendapat bahwa
tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi
oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya.
Secara Ontologis
Dalam Islam, hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Sedangkan menurut
tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang
menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah
kepada Allah. Sebagaimana dalam firman Allah SWT.
Sebagai bagian dari
komponen kegiatan pendidikan, keberadaan rumusan tujuan pendidikan memegang
peranan sangat penting. Karena memang tujuan berfungsi mengarahkan aktivitas,
mendorong untuk bekerja, memberi nilai dan membantu mencapai keberhasilan.[9]
Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan
kelangsungan berfungsinya nilai-nilai islami yang bersumber dari kitab suci
Al-Qur’an dan Al-Hadis.[10]
Sedangkan Anwar Jundi menjelaskan di dalam konsep Islam, tujuan pertama dan
pokok dari pendidikan ialah terbentuknya manusia yang berpribadi muslim.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan
berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu
cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di
dalam berbagai lingkungan. Karena
pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek
kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri kita akan terjajah oleh adanya
kemajuan saat ini, karena semakin lama semakin ketat pula persaingan dan
semakin lama juga mutu pendidikan akan semakin maju.
Oleh karena itu, tujuan akhir pendidikan Islam berada di dalam garis yang
sama dengan misi tersebut, yaitu membentuk kemampuan dan bakat manusia agar
mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan yang penuh rahmat dan berkat
Allah di seluruh penjuru alam ini. Hal
ini berarti bahwa potensi rahmat dan berkat Allah tersebut tidak akan terwujut
nyata, bilamana tidak diaktualisasikan melalui ikhtiar yang bersifat
kependidikan secara terarah dan tepat.
Jika pendidikan umum hanya ingin mencapai kehidupan duniawi yang sejahtera
baik dalam dimensi bernegara maupun bermasyarakat maka Pendidikan Islam
bercita-cita lebih jauh yang bernilai transendental, bukan insindetal atau
aksidental di dunia, yaitu kebahagiaan hidup setelah mati. Jadi nilai-nilai
yang hendak diwujudkan oleh pendidikan Islam adalah berdimensi transendetal
(melampaui wawsan hidup duniawi) sampai ke ukhrawi dengan meletakkan cita-cita
yang mengandung dimensi nilai duniawi sebagai sarananya. Oleh karena itu, pendidikan
merupakan sarana atau alat untuk merealisasikan tujuan hidup orang muslim
secara universal maka tujuan pendidikan Islam di seluruh dunia harus sama bagi
semua umat Islam, yang berbeda hanyalah sistem dan metodenya.
Tujuan
pendidikan menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Dr. Zakiyah Daradjat ada empat
macam, yaitu:
1.
Tujuan
Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan
semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang
lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan, seperti: sikap, tingkah
laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat
umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan
Kamil dengan polatakwa kepada Allah swt harus dapat tergambar dalam pribadi
seseorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang
rendah.
2.
Tujuan
Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka
tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan
umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan
naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan,
lingkungan, dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan
Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan,
memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
Tujuan pendidikan adalah pengembangan akal dan
akhlak yang dalam akhirnya dipakai untuk menghambakan diri kepada Allah SWT.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat
29 : “Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya
roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”. Dan tujuan akhir pendidikan Islam itu
dapat dipahami dari firman Allah SWT yang artinya : ”Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan
janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim berserah diri kepada Allah.”
(Q.S. Ali Imran: 102). Jadi insan kamil yang mati dalam keadaan berserah diri
kepada Allah inilah merupakan tujuan
akhir dari pendidikan Islam.[11]
3.
Tujuan
Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai
setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam
suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil
dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana,
sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
4.
Tujuan
Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan
dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan
pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut
dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya
lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.
Menurut H.M.Arifin
tujuan pendidikan islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai
islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran
Islam secara bertahap. Prof. H. M. Arifin, M. Ed menjabarkan tujuan pendidikan
yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “Khalifah” dimuka
bumi yaitu sebagai berikut:
1.
Menanamkan
sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
2.
Membentuk
sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
3.
Mengembangkan
kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan
Allah bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi
kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang
harmonis.
C. Fungsi Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan Islam
secara mikro sudah jelas yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber
daya insan yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya
sesuai dengan norma islam. Atau dengan istilah lazim digunakan yaitu menuju
kepribadian muslim. Lebih lanjut secara makro, fungsi pendidikan Islam dapat
ditinjau dari feomena yang muncul dalam perkambangan peradaban manusia, dengan
asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa tumbuh dan berkembang melalui
pendidikan.
Fenomena tersebut
dapat kita telusuri melalui kajian antropologi budaya dan sosiologi yang
menunjukan bahwa peradaban masyarakat manusia dari masa ke masa semakin
berkembang maju; dan kemajuan itu diperoleh melalui interaksi komunikasi
sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ditinjau dari segi
antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan ialah menumbuhkan wawasan
yang tepat mengenai manusisa di alam sekitarnya, sehingga dengan demikian
dimungkinkan tumbuhnya kreatifitas yang dapat membangun dirinya dan
lingkungannya. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam yang ditulis oleh Abdul
Halim, fungsi pendidikan dilihat secara operasional adalah:
1. Alat untuk memelihara,
memperluas, dan menghubungan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi
dan sosial, serta ide-ide masyarakat nasioanal.
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan
perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu
pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia
(peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan
ekonomi yang demikian dinamis.
Menurut
pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar
mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga
menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam
dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan,
dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan
terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki
aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus
mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak
menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang
selain Islam.[12]
Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran
di dalam menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan
dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/
kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang
bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai
dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi
ini.[13]
D. Pendidikan
Informal
Menurut UU sisdiknas pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.[14] Kegiatan pendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal dan non
formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standard nasional. Sedangkan
menurut Coombs seperti yang diakui oleh Sudjana, pendidikan informal adalah
setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar persekolahan yang mapan,
dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam
mencapai tujuan belajarnya.[15]
Pendidikan informal yang mana sangat dipengaruhi oleh
keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku seorang anak. Disini anak mengenal
bahasa yang pertama, serta kebiasaan-kebiasaan yang dihilangkan hingga dewasa,
sehingga pendidikan ini akan mempengaruhi jiwa seorang anak.
Konsep system pendidikan informal (pendidikan luar
sekolah yang tidak dilembagakan) adalah proses pendidikan yang diperoleh
sesorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada
umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang
lahir sampai mati, seperti dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar,
atau dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar
dalam kehidupan seseorang karena kebanyakan masyarakat pendidikan luar sekolah
yang tidak dilembagakan berperan penting melalui keluarga, masyarakat, dan
pengusaha. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama
bagi setiap manusia.
Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga
dibandingkan dengan ditempat-tempat lain. Sampai umur 3 tahun, seseorang akan
selalu berada dirumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian
seseorang. Dalam hal ini psikiater menemukan penyimpanan dari kehidupan
seseorang akan mencari sebab-sebabnya pada masa kanak-kanak seseorang itu.[16]
Manfaat masyarakat di
lingkungan pendidikan yaitu:
1. Bagi sekolah
a) Umpan balik untuk menyempurnakan proses belajar
mengajar disekolah sebagai hasil interaksi.
b) Pemberian mata pelajaran atau bidang-bidang study yang
fungsional yaitu yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat.
c) Sekolah akan peka menghadapi kebutuhan masyarakat dan
kenyataan-kenyataan yang terjadi di masyarakat.
d) Sekolah akan menjauhi pengetahuan yang bersifat
verbalita
e) Membangkitkan motivasi untuk mengadakan penelitian
terhadap fakta yang ada pada masyarakat.
f) Memberikan pengalaman langsung dan praktis kepada anak
didik tentang problema-problema di masyarakat.
g) Anak didik dan pendidik akan lebih mengenal adat
istiadat dan kebudayaan lingkungan atau masyarakat, sehingga mereka juga
menyadari pentingnya peranan desa dalam pembangunan bangsa.
h) Membiasakan anak didik untuk mendekati suatu masalah
secara interdisipliner.
i) Memberikan keseimbangan yang tepat antara perkembangan
intelektual dan keterampilan praktis.
2. Bagi Masyarakat
a) Pembangunan masyarakat akan lancar sebab setiap
lapangan kehidupan akan dapat bantuan tenaga pendidik dari anak didik yang ahli
di bidangnya.
b) Anggota masyarakat dapat secara jujur dan terbuka
menyatakan keadan yang sebenarnya di masyarakat, seperti contoh: anggota
masyarakat menyampaikan tentang kursus pemberantasan buta huruf (PBH).
c) Membantu memecahkan masalah pengangguran di
masyarakat, karena dengan diselenggarakannya antara lain kelompok belajar
pengetahuan dasar (KBPD). KB pendidikan kesejahteraan keluarga dan KB
pendidikan kejuruan.
Proses, struktur, kurikulum, Pendidikan informal
ini berlangsung dimana saja, selama pergaulan ada dengan orang tua di rumah
tangga, family, dan juga pergaulan di dalam masyarakat, rakyat, maupun
pergaulan-pergaulan lainnya.
Nilai dan pengetahuan yang berbentuk melalui
pergaulan-pergaulan sehari-hari sangat banyak faedahnya dalam pembinaan hidup
individu, akan tetapi karena pergaulan ini bermacam corak dan ragam dan terjadi
pada semua lapisan masyarakat serta kepribadian hetorgen, maka terdapat
pengaruh yang kemungkinan tidak menguntungkan (tidak pedagogis), maka sangat
dibutuhkan karifan dan perlu selektif dalam hal tersebut.
E. Pendidikan Non Formal
Pedidikan non formal adalah jalur pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.[17]
Menurut Sardjan Kadir pendidikan non formal adalah suatu aktifitas pendidikan
yang diatur diluar system pendidikan formal, baik yang berjalan tersendiri ataupun sebagai suatu
bagian yang penting dalam aktifitas yang luas yang ditunjukkan untuk melayani sasaran
didik yang dikenal dan untuk tujuan-tujuan pendidikan.[18]
Hal ini merupakan proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang
memperoleh nilai, sikap ketrampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari
pengalaman hidup sehari-hari pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah
pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan
permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.[19]
Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti
penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan ketrampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesertaan, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan non
formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal seteah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.
Pendidikan non formal sudah sejak dulu dan menyatu
didalam kehidupan masyarakat lebih tua dari pada keberadaan pendidikan sekolah.
Para Nabi dan Rasul yang melakukan
perubahan mendasar terhadap kepercayaan, cara berfikir, sopan santun dan
cara-cara hidup didalam menikmati
kehidupan dunia ini, berdasarkan sejarah, usaha atau gerakan yang dilakukan
bergerak dijalur pendidikan non formal sebelum lahirnya pendidikan sekolah. Gerakan
atau dakwah Nabi dan Rasul begitu besar porsinya pembinaan orang dewasa dan
pemuda yang berlangsungnya diluar system persekolahan.[20]
Tujuan
pendidikan Islam non formal adalah upaya membangun manusia yang mampu memahami
ajaran-ajaran Islam berdasarkan studi tekstual dan kemudian dapat diimplementasi
dalam kehidupan nyata. dari aspek tujuan dan aspek sejarah pelaksanan
pendidikan Islam non formal seperti diuraikan di atas, maka pendidikan
non formal dalam Islam merupakan wadah/wahana dakwah islamiyah yang murni
institusi keagamaan dan merupakan salah satu struktur kegaiatan dakwah dan
tabligh yang bercorak Islami, maka peran sentralnya adalah pada pembinaan dan
peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama.[21]
Pendidikan non formal mempunyai ciri-ciri
yang berbeda dr pendidikan sekolah. Namun kedua pendidikan tersebut saling
menunjang dan melengkapi. Dengan meninjau sejarah dan banyaknya aktivitas yang
dilaksanakan, pendidikan non formal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[22]
1.
Berpusat pada peserta didik. Dalam pendidikan non formal dan
belajar mandiri, peserta didik adalah pengambilan inisiatif dan mengkontrol
kegiatan belajarnya.
2.
Waktu penyelenggaraannya relative singkat, dan pada umumnya tidak
berkesinambungan.
3.
Menggunakan kurikulum kafetaria. Kurikulum bersifat fleksibel, dapat
dimusyawarahkan secara terbuka, dan banyak ditentukan oleh peserta didik.
4.
Menggunakan metode pembelajaran yang partisipasi, dengan penekanan
pada pelajar mandiri.
5.
Hubungan pendidik dengan peserta didik bersifat mendatar. Pendidik
adalah fasilitator bukan menggurui. Hubungan diantara kedua pihak bersifat
informal dan akrab, peserta didik memandang fasilitator sebagai narasumber dan
bukan sebagai instruktur.
6.
Penggunaan sumber-sumber lokal. Mengingat sumber-sumber untuk
pendidikan sangat langka, maka diusahakan sumber-sumber lokal digunakan
seoptimal mungkin.
Sedangkan
menurut Soleman, ciri-ciri pendidikan nonformal
yaitu:[23]
1.
Pendidikan non formal lebih fleksibel dalam artian tidak ada
tuntutan syarat credential yang ketat bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan
disesuaikan dengan kesempatan yang ada. Beberapa bulan, beberapa tahun dan
sebagainya.
2.
Pendidikan non formal mungkin lebih efektif dan efesien untuk
bidang-bidang pelajaran tertentu. Bersifat efektif karena program pendidikan
non formal bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan
syarat-syarat (guru, metode) dan sebagainya.
3.
Pendidikan non formal bersifat quick yelding artinya dalam waktu
yang singkat dapat digunakan untuk melihat tenaga kerja yang dibutuhkan,
terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
Pendidikan
non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang bersangkutan
bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang
relatif singkat. Dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Harus jelas tujuannya
2.
Ditinjau dari segi masyarakat program pendidikan non formal harus
menarik baik hasil yang akan dicapai maupun cara-cara melaksanakannya.
3.
Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program
pembangunan dalam masyarakat.
Satuan
Pendidikan Non Formal Pada tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, nama Direktorat DISKLUSEPA diganti menjadi Direktorat PNFP (Pendidikan Non Formal dan Pemuda).
Berdasarkan UU tersebut jalur, jenis, dan satuan PNF mengalami perubahan guna
disesuaikan dengan tuntutan masyarkat tentang pendidikan. Satuan pendidikan non
formal diperluas menjadi enam yaitu 6:[24]
1.
Lembaga kursus
Kursus adalah satuan pendidikan non formal yang terdidri atas
sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap mental tertentu bagi warga belajar. Kursus diselenggarakan bagi warga
belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah,
melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2.
Lembaga pelatihan
3.
Kelompok belajar
Kelompok
belajar adalah satuan pendidikan non formal
yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupan.
Napitupulu menjelaskan perkataan kejar memiliki arti harfiah yakni mengejar
ketinggalan-ketinggalan, juga sebagai dua akronim dari belajar dan bekerja
serta kelompok belajar. Kedua pengertian tersebut disimpulkan bahwa program
kejar dijalankan untuk mengejar ketinggalan, bersifat belejar dan bekerja,
menggunakan wadah kelompok belajar.
4.
Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM)
Pusat kegiatan belajar masyarakat menurut Sutaryat merupakan tempat
belajar yang bentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi, dan bakat warga masyarakat, yang
bertitik tolak dari kebermaknaan dan kebermanfaatan program bagi warga belajar
dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada di lingkungannya. Program pembelajaran yang dilaksanakan di PKBM
digali dari kebutuhan nyata yang dirasakan warga masyarakat, dikaitkan dengan
potensi lingkungan dan kemungkinan pemasaran hasil belajar. Dalam kegiatan
pembelajaran keterampilan fungsional terintegrasi dengan seluruh program
belajar, waktu belajar disesuaikan dengan kesiapan warga belajar.
Program yang dilaksanakan dan kembangkan di PKMB tidak hanya
program yang disponsori oleh instansi pendidikan non formal tetapi juga program
dari instansi lain (seperti pertanian, kesehatan, perindustrian dan lain-lain).
Program-program yang dilaksanakan PKMB selalu dikaitkan dengan
upaya meningkatkan taraf hidup. Program-program yang dimaksud adalah pendidikan
anak usia dini, pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
lansia dan lainnya.
5.
Majlis Ta`lim
Majlis ta`lim adalah suatu pendiidkan non formal yang dilaksanakan
oleh masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan serta
perubahan sikap hidup terutama yang berhubungan dengan agama islam yang
dilaksanakan secara apik dan rapi. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam
masjlis ta`lim adalah kelompok yasinan, kelompok pengajian, taman pengajian
Al-Qur`an, pengajian kitab kuning, salafiah dan lain-lain.
6.
Satuan pendidikan sejenis
Pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap cakupannya sangat
luas, maka kegiatan tersebut perlu adanya landasan hokum yang bisa menjamin
keberadaan kegiatan tersebut. Maka ditetapkan
satuan pendidikan sejenis (UU No. 2003
pasal 26 ayat 4).
Jenis-jenis kegiatan yang termasuk dalam satuan pendidikan yang
sejenis (lainnya) menurut PP No. 37 Tahun 1991 tentang Pendidikan Non Formal
adalah pra sekolah (Kelompok bermain, Penitipan Anak), balai latihan dan
penyuluhan, kepramukaan, padepokan pencak silat, sanggar kesenian,
bengkel/teater, lembaga komunikasi edukatif melalui media massa (cetak dan
elektronik) dan majlis ta`lim (dalam UU No. 20 Tahun 2003 berdiri sendiri
menjadi satuan Pendidikan Non Formal)
F. Pendidikan Formal
Pendidikan formal
adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai
dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya
termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu
yang terus menerus. Dan pendidikan formal juga merupakan lembaga pendidikan
yang ditempuh melalui jalur institusi yang sudah ditentukan dan ditetapkan,
serta diatur oleh sekelompok orang yang berwenang yang dalam hal ini pemerintah
atau sebuah yayasan.[25]
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan perguruan tinggi. Pendidikan
formal terdiri dari pendidikan formal negeri dan pendidikan formal berstatus
swasta.[26]
Tujuan diselenggarakannya pendidikan formal adalah
sebagai berikut: membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar,
memperbaiki, memperluas pengetahuan, dan tingkah laku peserta didik yang dibawa
dari keluarga serta membantu pengembangan bakat.[27]
Sebagaimana yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 13 Ayat 1 dijelaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non forman dan informal yang dapat
saling memperkaya dan melengkapi. Dari UU di atas kita tahu antara tiga jalur
pendidikan tersebut saling berkaitan dan berfungsi untuk saling melengkapi.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang memiliki kurikulum dan
perencanaan yang sistematis memiliki beberapa fungsi, antara lain.[28]
1. Membantu lingkungan keluarga dalam mendidik dan mengajar tingkah laku anak
sebagai peserta didik, memperbaiki dan memperluas pengetahuan yang mereka miliki,
dan juga megembangkan bakat mereka.
2.
Mengembangkan kepribadian peserta didik melalui kurikulum yang ada,
antara lain;
a)
Peserta didik dapat bergaul dengan lingkungan sekolah (guru,
karyawan, teman) dan juga dengan masyarakat sekitar.
b)
Membiasakan peserta didik untuk taat kepada peraturan dan
kedisiplinan.
c)
Mempersiapkan peserta didik untuk terjun di masyarakat sesuai
dengan norma-narma yang berlaku.
Sedangkan
tujuan pengadaan lembaga pendidikan formal adalah:[29]
1.
Sebagai tempat sumber ilmu pengetahuan
2.
Tempat untuk mencerdaskan bangsa
3.
Tempat untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan
sebagai bekal hidup di masyarakat.
G. Hubungan Pendidikan Informal, Pendidikan Non
Formal, Dan Pendidikan Formal
Adapun persamaan
antara pendidikan informal dengan pendidikan non formal yaitu:
1. Kedua-duanya
terjadi diluar pendidikan formal.
2. Clientele
diterima tidak atas dasar credentials (seperti misalnya ijazah dan lain
sebagainya), juga tidak atas dasar usia.
3. Dibidang
pada pendidikan formal, pada keduanya materi pendidikan pada umumnya lebih
banyak yang bersifat praktis.
4. Dapat
menggunakan metode mengajar yang sama.
5. Dapat
diselenggarakan atau berlangsung didalam atau di luar.
Sedangkan perbedaan Antara Pendidikan
Informal dan Non Formal yaitu:
1. Pendidikan
Informal
a) Tidak
pernah diselenggarakan secara khusus disekolah.
b) Medan
pendidikan yang bersangkutan tidak diadakan pertama-tama dengan maksud
menyelenggarakan pendidikan.
c) Pendidikan
tidak deprogram secara tertentu.
d) Tidak ada
waktu belajar yang tertentu.
e) Metode
mengajar tidak formal.
f) Tidak ada
evaluasi yang sistematis.
g) Umumnya
tidak diselenggarakan oleh pemerintah.
2. Pendidikan
Non Formal
a) Bisa
diselenggarakan dalam gedung sekolah.
b) Medan
pendidikan yang bersangkutan memang diadakan bagi kepentingan penyelenggaraan
pendidikan.
c) Pendidikan
deprogram secara tertentu.
d) Ada waktu
belajar yang tertentu.
e) Metode
mengajarnya lebih formal
f) Ada
evaluasi yang sistematis.
g) Diselenggarakan
oleh pemerintah dan pihak swasta.
Adapun persamaan antara Pendidikan Non Formal
dan Pendidikan Formal yaitu:
1. Berbeda
dengan Pendidikan Informal, medan Pendidikan keduanya ada adalah memang
diadakan demi untuk menyelenggarakan pendidikan yang bersangkutan.
2. Materi
pendidikan diprogram secara tertentu.
3. Ada
clientele tertentunyang diharapkan datang ke medannya.
4. Memiliki
jam belajar yang tertentu.
5. Menyelenggarakan
evaluasi pelaksanaan programnya.
6. Diselenggarakan
oleh pemerintah dan atau pun pihak swasta.
Sedangkan perbedaan antara
Pendidikan Non Formal dan Pendidikan Formal.
1. Pendidikan
Non Formal
a) Pada umunya
tidak dibagi atas jenjangan.
b) Waktu
penyampennya tidak deprogram lebih pendek.
c) Usia siswa
disuatu kursus tidak perlu sama.
d) Para siswa
umunya berorientasi studi jangka pendek, praktis, agar segera dapat menerapkan
hasil pendidikannya dalam praktek kerja (berlaku dalam masyarakat sedang
bermasyarakat sedang berkembang).
e) Materi mata
pelajaran pada umunya lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus.
f) Merupakan
response dari pada kebutuhan khusus yang mendesak.
g) Credentials
(ijazah, dan sebagainya) umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi
penerimaan siswa.
2. Pendidikan
Formal
a) Selalu
dibagi atas jenjang yang memiliki hiararkis.
b) Waktu
penyampian deprogram lebih panjang atau lebih lama.
c) Usia siswa
di suatu jenjang reletif homogeny, khususnya pada jenjang-jenjang permulaan.
d) Para siswa
umumnya berorientasi studi buat jangka waktu yang relatif lama, kurang
berorientasi pada materi program yang bersifat praktis, dan kurang berorientasi
kearah cepat bekerja.
e) Materi
pelajaran pada umunya lebih banyak bersifat akademis dam umum
f) Merupakan
response dari kebutuhan umum dan relative jangka panjang.
g) Credentials
memegang peran penting, terutama bagi penerimaan siswa pada tingkatan
pendidikan lebih tinggi.
H. Daftar Pustaka
Abdullah,
Ishak. Ugi Suprayogi. Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Non Formal. 2012
Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka.
Ahmadi,
Abu. dkk. Ilmu Pendidikan. 2003. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Faisal,
Sanapiah. Pendidikan non formal Di dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan
Nasional. 1981. Surabaya: Usaha Offset Printing.
Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Standar
http://id.m.wikipwdia.org/wiki/pendidikan. Diakses pada
30 November 2015. Pukul 15.45
Idris,
Zahra. Jamal Lisma. Pengantar Pendidika. 1992. Jakarta: PT. Grafindo.
Joesoef,
Soelaiman. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. 2004. cetakan 3.
Jakarta: t.p. 5
Kadir,
Sardjana. Perencanaan Pendidikan Nonformal. 1982. Surabaya: Usaha
Nasional.
Muzayyin,
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. 2003. Jakarta: Bumi Aksara.
S, Sudjana. Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah
Perkembangan Filsafat Teori Pendukung Azas. 2004. Bandung: Falah
Production.
[1] Samsul Nizar,
Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 25
[2] Ibid.
[3]Maragustam, Mencetak
Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam) (Yogyakarta:
Nuha Litera, 2010), H. 22
[4] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 26
[5] Maragustam,
Mencetak..., hlm. 23
[6] Maragustam,
Mencetak..., hlm. 25-26
[7] Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, cet. Ke-5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm. 133.
[8] Hamdani Ihsan
dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III (Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2007), hlm. 68
[9] Mangun
Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), hlm. 27
[10] Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 110.
[11] Hamdani Ihsan
dan Fuad Ihsan, Filsafat...., hlm. 68.
[12] Mangun
Budiyanto, Ilmu..., hlm. 107
[13] Ibid, hlm. 108
[14] Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Standar, 96
[15] Sudjana S,
Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori
Pendukung Azas, Bandung: Falah Production, 2004, 22
[16] Zahra Idris, Jamal Lisma. Pengantar
Pendidikan, Jakarta: PT. Grafindo, 1992, 59
[17] Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Standar, 96
[18] Sardjana Kadir, Perencanaan Pendidikan
Nonformal, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, 49
[19] Sudjana S,
Pendidikan Nonformal, 22
[20]
Sanapiah Faisal. Pendidikan non formal Di dalam Sistem Pendidikan dan
Pembangunan Nasional, Surabaya: Usaha Offset Printing. 1981, 80
[21]
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2003, 79-81
[22]
Ishak Abdullah, Ugi Suprayogi, Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Non
Formal, Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka, 2012, 25
[23] Joesoef, soelaiman, Konsep Dasar, 58-59
[24]
Ishak Abdullah, Ugi Suprayogi, Penelitian Tindakan, 52-59
[25] Soelaiman
Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta:PT Bumi Aksara,
cetakan 3, 2004, 50
[26] http://id.m.wikipwdia.org/wiki/pendidikan. Diakses 30 November 2015. Pukul. 15.45
[27] Abu Ahmadi dkk, Ilmu Pendidikan, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2003, 163.
[28] Abu Ahmadi dkk, Ilmu Pendidikan, 163.
[29]Abu Ahmadi dkk, Ilmu Pendidikan, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2003, 164.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar