BAB I
PENDAHULUAN
Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa
yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai pemenang dalam
berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun konstruksi hukum yang dituangkan
dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya meraih kemenangan tanpa
melalui pengadilan. Dalam hal ini tidak terlepas dari yang namanya Bantuan
Hukum, karenan Bantuan Hukum ditunjukan kepada Advokat sebagai profesi yang
menangani masalah tersebut. Pada zaman modern seperti sekarang ini tidak jarang
kejahatan yang kerap kali terjadi belakangan ini motivnya karena keadaan
ekonomi, sosial maupun moral. Selain itu juga kejahatan membuat masyarakat
menjadi resah dan takut serta dapat pula merusak tatanan hidup masyarakat.
Dengan semakin terbukanya mata masyarakat terhadap masalah hukum maka peran
advokat menjadi semakin penting. Hal ini menempatkan kedudukan advokat menjadi
sama pentingnya dengan lembaga penegakan hukum lainnya seperti Kepolisian,
Jaksa dan Hakim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bantuan Hukum
Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Di dalam Peraturan tersebut,
memberikan pengertian mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum
yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian
konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak
mampu.[1]
Sedangkan pengertian menurut UU Tentang Bantuan Hukum Nomor 16/2011
adalah :
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum
adalah orang atau kelompok orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga
bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.[2]
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam
bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu:
1.
Penerima
bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi.
2.
Bantuan hukum
diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan.
3.
Bantuan hukum
diberikan baik dalam lingkup peradilan Pidana, Perdata, maupun Tata Usaha
Negara.
4.
Bantuan hukum
diberikan secara cuma-cuma.
Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa PP 83/2008, secara
substantif, tidak mengatur bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan demikian, subyek dari PP
83/2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum.
B.
BATASAN BANTUAN
HUKUM
1.
Pemberian
Bantuan Secara Litigasi
Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan
melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan dengan cara:
a.
Pendampingan
dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan
penuntutan;
b.
pendampingan
dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
c.
pendampingan
dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata
Usaha Negara.
2.
Pemberian
Bantuan Secara Nonlitigasi
Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan
di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh
Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi
Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi.
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:
a.
Penyuluhan
hukum;
b.
Konsultasi
hukum;
c.
Investigasi
perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
d.
Penelitian
hukum;
e.
Mediasi;
f.
Negosiasi;
g.
Pemberdayaan
masyarakat;
h.
Pendampingan di
luar pengadilan; dan/atau
i.
drafting
dokumen hukum.
C.
Fungsi dan
Tujuan dari Pemberian Bantuan Hukum
Arti
dan tujuan program bantuan hukum
berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan
saja dari suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke zaman lainnya,
suatu penelitian yang
mendalam tentang sejarah
pertumbuhan program bantuan hukum
telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti, dari penelitian tersebut ternyata
program bantuan hukum
kepada masyarakat miskin
telah dimulai sejak
zaman Romawi. Dari
penelitian tersebut, dinyatakan
bahwa tiap zaman
arti dan tujuan
pemberian bantuan hukum
kepada masyarakat yang
tidak mampu erat hubungannya
dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah
hukum
yang berlaku[3]
Berdasarkan penelitian
tersebut, dapat diketahui
bahwa banyak faktor yang
turut berperan dalam menentukan
apa yang sebenarnya
menjadi tujuan dari pada suatu
program bantuan hukum
itu sehingga untuk
mengetahui secara jelas apa
sebenarnya yang menjadi tujuan daripada suatu program bantuan hukum perlu diketahui
bagaimana cita-cita moral yang menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta falsafah hukum
yang melandasinya. Misalnya saja pada
zaman Romawi pemberian
bantuan hukum oleh
patron hanyalah didorong
motivasi mendapatkan pengaruh
dari rakyat. Pada
zaman abad pertengahan masalah
bantuan hukum ini
mendapat motivasi baru
sebagai akibat pengaruh
agama Kristen, yaitu
keinginan untuk berlomba-lomba memberikan derma
(charity) dalam bentuk
membantu masyarakat miskin.
Sejak Perancis dan
Amerika sampai zaman
modern sekarang ini,
motivasi pemberian bantuan
hukum bukan hanya
charity atau rasa
prikemanusiaan kepada orang-orang
yang tidak mampu,
melainkan telah menimbulkan
aspek “hak-hak politik” atau
hak warga negara
yang berlandaskan kepada
konsitusi modern.
Perkembangan mutakhir,
konsep bantuan hukum
kini dihubungkan dengan
cita-cita negara kesejahteraan
(welfare state) sehingga
hampir setiap pemerintah dewasa
ini membantu program
bantuan hukum di
negara-negara berkembang khususnya
Asia.
Arti dan
tujuan program bantuan
hukum di Indonesia
adalah sebagimana tercantum
dalam anggaran dasar
Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) karena Lembaga
Bantuan Hukum (LBH)
mempunyai tujuan dan ruang lingkup kegiatan yang lebih luas dan lebih jelas
arahannya sebagai berikut :
1.
Memberikan pelayanan
hukum kepada masyarakat
yang membutuhkannya
2.
Membidik masyarakat
dengan tujuan membutuhkan
dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subjek hukum
3.
Mengadakan pembaharuan
hukum dan perbaikan
pelaksanaan hukum disegala bidang.
Melihat tujuan
dari suatu bantuan
hukum sebagaimana yang
terdapat dalam
Anggaran
Desar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tersebut diketahui kalau tujuan
dari bantuan
hukum tidak lagi
didasarkan semata-mata pada
perasaan amal dan prikemanusiaan untuk
memberikan pelayanan hukum.
Sebaliknya pengertian lebih luas,
yaitu meningkatkan kesadaran
hukum daripada masyarakat
sehingga mereka akan
menyadari hak-hak mereka
sebagai manusia dan
warga negara Indonesia.
Bantuan hukum juga
berarti berusaha melaksanakan
perbaikan-perbaikan hukum agar
hukum dapat memenuhi
kebutuhan rakyat dan
mengikuti perubahan keadaan
meskipun motivasi atau rasional daripada
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat
tidak mampu berbeda-beda
dari zaman ke
zaman, namun ada satu hal yang
kiranya tidak berubah sehingga menrupakan satu tujuan yang sama, yaitu dasar
kemanusiaan (humanity).
Adapun
tujuan Program Bantuan
Hukum yaitu berkaitan
dengan aspek-aspek seperti
berikut :
1.
Aspek
Kemanusiaan
Tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan
beban (biaya) hukum yang
harus ditanggung oleh
masyarakat tidak mampu
di depan pengadilan, dengan
demikian, ketika masyarakat
golongan tidak mampu
berhadapan dengan proses
hukum di pengadilan,
mereka tetap memperoleh
kesempatan untuk memperoleh
pembelaan dan perlindungan hukum.
2.
Peningkatan
Kesadaran Hukum
Tujuan aspek kesadaran
hukum, diharapkan bahwa
program bantuan hukum ini akan memacu tingkat kesadaran
hukum masyarakat ke jenjang yang
lebih tinggi lagi.
Dengan demikian, apresiasi
masyarakat terdapat hukum akan
tampil melalui sikap dan
perbuatan yang mencerminkan
hak dan kewajiban secara hukum.
BAB
III
KESIMPULAN
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum
adalah orang atau kelompok orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga
bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Purnadi Purbacaraka
dan Soerjono Soekanto,
Sendi-Sendi Ilmu Hukum
dan Tata Hukum,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 2
Soerjono
Soekanto, Bantuan Hukum
Suatu Jaminan Tinjauan
Sosio Yuridis, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1983, hlm 3.
Adnan
Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1988, hlm. 4
[1] Purnadi Purbacaraka
dan Soerjono Soekanto,
Sendi-Sendi Ilmu Hukum
dan Tata Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 2
[2] Soerjono Soekanto,
Bantuan Hukum Suatu
Jaminan Tinjauan Sosio
Yuridis, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm 3.
[3] Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia,
LP3ES, Jakarta, 1988, hlm. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar