BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an, Bagaimanapun juga, umat
Islam diperintahkan agar mencintai Al-Qur’an. Berangkat dari
mencintai Al-Qur’an, maka kita akan sering membaca Al-Qur’an,
banyak membaca akan membentuk pemahaman, dan dari pemahaman tersebut kita akan
tergerak untuk mengamalkan isi yang terkandung dalam Al-Qur’an yang
juga sebagai pedoman hidup manusia didunia ini.
Pada penulisan makalah ini penulis mencoba memaparkan
pengertian munasabah Al-Qur’an. Munasabah Al-Qur’an yang mungkin
banyak orang yang belum mengetahui benar apa yang dimaksud Munasabah
Al-Qur’an. Ilmu munasabah Al-Qur’an sangat penting
dikuasai dalam menafsirkannya, dengan bantuan ilmu munasabah Al-Qur’an berarti
mengistinbatkan makna ayat sesuai dengan konteksnya. Tanpa memperhatikan
aspek munasabah mungkin akan terjadi pemahaman diluar konteks
ayat, bahkan bisa keliru dalam memahaminya.
B. Rumusan Masalah
Setiap penulisan makalah pada awalnya karena adanya
masalah. Masalah timbul karena adanya tantangan, kesangsian, atau kebingungan
terhadap sesuatu hal atau permasalahan.
Penyusunan makalah ini berusaha menjawab pertanyaan
yang dirumuskan sebagai berikut:
· Apakah yang dimaksud dengan Munasabah Al-qur’an?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan:
Seperti yang tersirat pada rumusan masalah diatas,
makalah ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui apakahyang dimaksud dengan Munasabah Al-Qur’an.
2. Kegunaan:
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi:
1. Mahasiswa/i dan dosen , hasil makalah ini disa menjadi
masukan dan pengetahuan serta menambah wawasan bagi mahasiswa/I dan
dosen dalam memahami dan mempelajari Ulumul Qur’an.
2. Khazanah Ilmu pengetahuan, hasil makalah ini diharapkan bisa menjadi
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
D. Metode Penyusunan
Landasan penulis dalam memperoleh kesimpulan yang
diharapkan diperlukan metode yang tepat dalam penyusunan makalah. Metode yang
penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, yaitu “suatu
usaha pengumpulan data dan informasi dengan satuan bermacam-macam material yang
terdapat diruang perpustakaan.
Tentunya dengan harapan bahwa pengumpulan data melalui
studi pustaka yang penulis gunakan dapat memperoleh teori-teori atau pendapat
para ahli uluml Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
(Rahmad Priadi)
1.1 Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa
ialah : bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah “mashdar”
yang diartikan dengan arti isim ma’ful, yaitu “makru = yang dibaca.”[1] Sebagaimana
kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
sebagai wahyu kepada nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan
kitab yang diturunkan sebagi pedoman umat manusia di dunia ini. Sebagaimana
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 25 yang
artinya:
“Maha bahagia Allah yang telah
menurunkan “Al-Furqan” kepada hambanya supaya ia menjadi “nadzir” bagi semesta
alam.
Dari firman Allah tersebut dapat diartikan bahwa Allah
SWT telah menurunkan “Al-Furqan” yang mengandung makna dia
menceraikan yang benar dari yang salah, atau membedakan antara yang hak dengan
yang bathil.Bukan hanya surat Al-Furqan saja yang menerangkan tentang Al-Qur’an,
terdapat juga dalam surat Q.S Yusuf ayat 12, Q.S Al-Kahfl ayat 18
dan surat lainnya.
Al-Qur’an sebagai kitab
terakhir yaitu sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW ketika nabi sedang berikhilawat di gua Hira. Al-Qur’an diturunkan
secara berangsur-angsur melalui sebuah wahyu. Para sahabat di masa nabi SAW
menulis wahyu-wahyu tersebut pada kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah
korma dan pada batu. Mereka menuis Al-Qur’an pada benda-benda
tersebut karena belum adanya kertas. Selanjutnya yang diperintahkan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an adalah Zaid ibn Tsabit yng dibantu oleh Ubay ibn Ka’ab,
Ali ibn Abu Thalib, dan Utsman bin Affan.
(Khomsatun)
1.2 Pengertian Munasabah
Setelah sebelumnya kita membahas sedikit tentang
pengertian Al-Qur’an, dibagian ini kita akan membahas tentang munasabah Al-Qur’an.
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuthi
berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan).
Istilah munasabah digunakan dalam illat dalam bab
qiyas yang berarti al-wasf al-muqarib li al-hukm (gambaran
yang berhubungan dengan hukum). Istilah munasabah diungkapan
pula dengan kata rabth (pertalian).[2] Secara
terminologis, al-munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan
antara berbagai ayat, surat,, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.[3]
Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat
didefinisikan sebagai berikut.
a. Menurut Az-Zarkaysi;
Artinya: “munasabah adalah suatu hal yang
dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti itu akan menerimannya.
b. Menurut Manna’Al-Qaththan:
Artinya: “Munasabah adalah sisi keterikatan
antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa
ayat, atau antar surat (di dalam Al-Qur’an).”
c. Menurut Ibn Al’Arabi:
Artinya :
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat
Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan
makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat
agung”.
d. Menurut Al-Biqa’i.
“Munasabah adalah suatu ilmu yang
mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian
Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat”.[4]
Berdasarkan kata munasabah, ayat-ayat
Al-Qur’an dianggap tidak terasing antara satu dengan yang lainnya. Ia mempunyai
keterkaitan, hubungan, dan keserasian. Tercatat dalam sejarah bahwa Imam Abu
Bakar al-Naisaburi (w.324H) sebagai orang pertama melahirkan ilmu munasabah di
Baghdad.
1.3 Pendapat-Pendapat di
Sekitar Munasabah
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam
Alquran adalah tauqifiy, penetapan dari Rasul.
Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai
tertib surah dalam Alquran, yaitu
a. Tauqifiy
Kelompok ini mengajukan alasan, yaitu setiap tahun
Jibril datang menemui Nabi dalam rangka mendengarkan atau menyimak bacaan
Alquran yang dilakukan oleh Nabi, selain itu pada mu’aradllah yang terakhir
diakhiri oleh Zaid bin Tsabit dan disaat itu Nabi membacanya sesuai dengan
tertib.
b. Ijtihady
Kelompok ini mengatakan bahwa tertib surah dalam
Alquran adalah ijtihady. Tidak ada petunjuk langsung
dari Rasulullah tertib surah dalam Alquran. Sahabat pernah mendengar
Rasul membaca Alquran berbeda denga susunan surah yang sekarang, hal ini
dibuktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari kalangan sahabat yang berbeda
susunannya antara satu dengan yang lainnya.
c. Tauqifiy dan Ijtihady
Pendapat ketiga ini mengatakan bahwa tertib
sebagaian surah dalam Alquran adalah tauqifiy dan
sebagian lagi adalah ijtihady: ternyata tidak semua nama-nama
surah itu diberika oleh Allah, tapi sebagaimananya diberikan oleh Nabi dan
bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat. Nama surah yang diberikan oleh
Nabi adalah yang Nabi sendiri menyebutkan surah tersebut, seperti Surah Thaha
dan Yasin. Surah yang diberi nama oleh para sahabat seperti Al-Baro’ah, yaitu
surah yang tidak diawali dengan lafaz basmalah. Demikian dapat dikatakan bahwa
susunan atau tertib surah yang ada dalam Alquran itu adalah ditetapkan secara
tauqifiy.
(M. Fahrul Ardian)
1.4 Macam-macam Munasabah
Setelah sebelumnya membahas mengenai kegunaan munasabah pada
bagian ini akan dipaparkan beberapa macam munasabah.
a. Munasabah Antara Surat Dengan Surat
Sebagai contoh ialah surat al-Baqarah memberikan
perincian dan penjelasan lebih lanjut bagi surat al-Fatihah. Surat Ali Imran
yang merupakan surat berikutnya member penjelasan lebih lanjut bagi kandungan
surat al-Baqarah.
b. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Kandungannya
Nama-nama surat yang ada di dalam Al-Qur’an memiliki
kaitan dengan pembahasannya yang ada pada isi surat. Surat Al-Fatihah
disebut juga umm al-kitab karena memuat berbagai tujuan Al-Qur’an.
c. Munasabah Antara Ayat-Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Munasabah dalam bentuk ini
secara jelas dapat dilihat dalam surat pendek. Misalnya: al-Ikhlas,
masing-masing ayat pada surat itu menguatkan tema pokoknya tentang keesaan
Tuhan.
d. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Surat
Sebagai contoh adalah awal surat al-Mukminun yang
artinya: “Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang Mukmin” dan satu
ayat sebelum akhir surat yang sama “Sesungguhnya, orang-orang kafir tiada
beruntung”.
e. Munasabah Antara Akhir Satu Surat Dengan Awal Surat Berikut
Sebagai contoh adalah antara awal surat al-Hadid (57)
yang artinya: “ Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi
bertasbih kepada Allah. Dan Dia Maha Gagah dan Maha Bijaksana.”
Ayat diatas bermunasabah dengan surat
sebelumnya yaitu akhir surat al-Waqi’ah (56) yang artinya: “Maka
bertasbilah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Mulia.”
Munasabahnya adalah antara
perintah bertasbih pada akhir surat al-Waqi’ah dan keterangan tentang
bertasbihnya semua yang ada di langit dan di bumi pada awal surat al-Hadid.[5]
(Roy
jafandi)
1.5 Urgensi Munasabah dan
Kegunaannya
Sebagaimana asbab an-nuzul, munasabah sangat
berperan dalam memahami Al-Quran. Dalam hal ini Muhammad ‘Abduilah
Darraz berpendapat,
“Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh
surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal
dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika
surat, semestinya ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan
segala permasalahannya.”[6]
Para ulama merasa puas terhadap suatu prinsip
bahwa Al-Qur’an ini, yang diturunkan dalam tempo 20 tahun
lebih dan mengandung bermacam-macam hukum oleh sebab yang berbeda-beda,
memiliki ayat-ayat yang mempunyai hubungan erat.
Kegunaan mempelajari munasabah Al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
a. Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat,
ayat-ayat, dan surat-surat Al-Qur’an sehingga bagian-bagian
dari Al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu
rangkaian yang utuh.
b. Mempermudah Pemahaman Al-Qur’an.
c. Mempermudah keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu dari Allah.
Meskipun Al-Qur’an yang terdiri atas 6236 ayat dan diturunkan,
ditempat, dan keadaan yang berbeda dalam rentang waktu dua puluh tahun lebih,
namun dalam susunannya terdapat makna yang kuat antara satu bagian dengan
bagian lainnya.
d. Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an kacau. Tuduhan
misalnya muncul karena penempatan surat al-fatihah pada awal Mushhaf sehingga
surat inilah yang pertama dibaca. Padahal dalam sejarah, lima ayat pertama yang
turun ialah al-Alaq. Akan tetapi Nabi menetapkan letak al-Fatihah diawal karena
surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat islam. Dengan
diperinci pada surat berikutnya, al-Baqarah. Dengan menemukan munasabah tersebut,
ternyata susunan ayat Al-Qur’an tidak kacau melainkan mengandung makna yang
dalam.[7]
BAB III
PENUTUP
1.6 Kesimpulan
Munasabah Al-Qur’an yang diartikan dalam dua istilah yaitu secara etimologi dan
terminologi yang keduanya mengandung kesimpulan yaitu serupa, mendekati dan
mempunyai hubungan antara berbagai ayat, surat, dan kalimat didalam Al-Qur’an.
Munasabah mempunyai banyak
kegunaan yang bertujuan untuk memperkuat keyakinan atas kebenarannya sebagai
wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Mempelajari munasabah akan
mempermudah dalam memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Munasabah Al-Qur’an juga bermacam-macam yaitu munasabah atara surat
dengan surat, munasabah antara nama surat dengan
kandungannya, munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu
surat dan ain sebagainya, yang semua macam itu bila dipahami secara rinci akan
menemukan makna yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Sudah selayaknya Al-Qur’an sebagai
kitab suci umat Islam untuk diamalkan, karena sumber hukum yang menjadi
landasan umat Islam adalah Al-Qur’an dan Hadis, yang dalam Q.S
An-Nisa (4):59 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”[8]
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Hasbi.1980. Al-Qur’an/Tafsir. Jakarta:
Bandung.
Anwar, Rosihon. 2000. Ulumul Qur’an.
Bandung: Pusaka Setia.
Abdul Wahid, Ramli 2002. Ulumul Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi. 2009. Ululul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia.
Anwar, Abu. 2005. Ulumul Qur’an. Jakarta: Amzah.
Anwar, Rosihon. 2010. Ulum Al-Qur’an. Bandung:
Pustaka Setia.
[1] Hasby Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an/Tafsir ( Jakarta: Bulan Bintang, 1980) hal.15
[2] Rosihon
Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, tahun 2000)hal.84
[3] Ramli Abdul Wahid,, Ulumul Qur’an (Jakarta: Raja Grafindo Persada, tahun 2002)hal.91
[4] Rosihon Anwar, Ulum
Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, tahun 2010)hal. 97
[5] Rosihon Anwar, Ulum
Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, tahun 2010)hal.95
[6] Rosihon
Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, tahun 2000)hal.100
[7] Ramli Abdul Wahid,, Ulumul Qur’an (Jakarta: Raja Grafindo Persada, tahun 2002)hal.94-96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar