Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH POLIGAMI

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG

            Belakangan ini istilah poligami menjadi suatu hal yang sudah tidak asing lagi untuk diperdengarkan, banyak dikalangan masyarakat dan para tokoh terkenal di Indonesia yang juga melakukan poligami. Poligami dilakukan oleh orang yang sudah terikat dalam suatu pernikahan. Pernikahan merupakan ikatan antara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan, diakui sah oleh Negara dan agama. Sedangkan Poligami ialah suatu system pernikahan dimana salah satu pihak (suami) mengawini lebih dari satu istri pada waktu bersamaan, artinya istri-istri tersebut masih dalam tanggungan suami tidak diceraikan tetapi masih sah menjadi istrinya. Hal ini tentu menjadi pro kontra dikalangan masyarakat bangsa Indonesia.

            Dalam kondisi tertentu poligami diperbolehkan bagi seseorang, namun dengan ketentuan syarat yang berlaku. Dalam kesempatan ini kami akan mencoba memaparkan tentang poligami, baik dari pendapat para ulama, dari  segi hukum Indonesia dan dari segi agama. Setiap apapun perbuatan pasti memiliki dampak bagi pelakunya, begitupun dengan poligami. Poligami membawa dampak tersendiri bagi orang yang berpoligami baik positif maupun negatif.

B.     Rumusan Masalah

Surat apa saja di dalam Al-qur’an yang memperbolehkan kita berpoligami, dan surat pendukungnya.

C.    Tujuan Masalah

Agar kita mengetahui ayat-ayat Al-Qur’an yang memperbolehkan poligami.

 

 

BAB II

PEMBEHASAN

 

D.    PENAFSIRAN AYAT TENTANG POLIGAMI

1.      Surat Al-Nisa Ayat 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)

 

3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

 

[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

a.      Asbab al-Nuzul

Aisyah r.a menjelaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang suatu ketika menguasai anak yatim, kemudian dinikahinya. Ia mengadakan perserikatan harta untuk berdagang dengan wanita yatim yang menjadi tanggungannya itu. Karena itu, di dalam pernikahan ia  tidak memberi apa-apa dan menguasai seluruh harta perserikatan itu, hingga wanita itu tidak mempunyai kuasa apapun.(H.R.Bukhari)[1]

عَنْ عَائِشَةَ رَظِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَجُلاً كَا نَتْ لَهُ يَتِمَةُ فَنَكَحَهَا, وَكَا نَ لَهَا عَدْ قٌ وَكَا نَ يُمْسِكُهَا عَلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مِنْ نَفْسِهِ سَى ءٌ فَنَزَ لَتْ فِيْهِ (وَاِنْ خِتُمْ اَنْ لاَ تُقْسِطُوْا فِى اليَتا مَى )

أخْسِبُهُ قَا لَ , كَا نَتْ شَرِيْكَتُهُ ذَلِكَ العَذْ قِ وَ فِى مَا لِهِ .      [2]

 

Artinya :

            Dari Aisyah R.A “Sesungguhnya seorang laki-laki memiliki seorang perempuan yatim, lalu dia menikahinya, dan perempuan itu memiliki adzq (pohon kurma). Dia sengaja menahannya karena harta itu, sementara dia tidak memiliki perasaan apapun terhadap perempuan  tersebut. Maka turunlah, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya)”. Aku kira beliau berkata, “Dia adalah sekutunya pada kurma dan pada hartanya.”

 

 

 

 

b.      Munasabah Ayat

Terhadap hamba sahaya tidak diwajibkan berlaku adil. Mereka hanya berhak mendapatkan nafkah hidup sehari-hari.[3]

وَاِنْ خِتُمْ اَلاّ تُقْسِطًوْا فِى الْيٰتٰمٰى فَنْكِحُوْا مَا طَا بَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ             [4]

Dan apabila kamu merasa takut terhadap dirimu sendiri karena khawatir memakan harta istri yang yatim, janganlah kamu kawin dengannya. Karena sesungguhnya Allah telah keleluasaan terhadap kamu untuk tidak menikahi anak yatim, yaitu dengan menghalalkan kamu boleh nikah dengan wanita-wanita selain yatim, satu, dua, tiga, atau empat

            Orang-orang Arab mengatakan di dalam pembicaraan mereka Iqtasimu alfa dirhamain; Hadza dirhamain dirhamain; Wa tsalatsah tsalatsah; Wa arba’ah arba’ah ; dengan arti bahwa setiap orang di antara mereka masing-masing mengambil dua dirham saja, atau tiga dirham, atau empat dirham, dari yang seribu dirham itu. Seandainya engkau menjadikannya dalam bentuk tunggal, misalnya engkau katakana : Iqtasimuhu dirhamaiwa Tsalatsah wa arba’ah (Bagaikan seribu dirham ini dua dirham dan tiga dirham dan empat dirham), maka perkataan seperti itu, menurut bahasa Arab, tidak diperbolehkan.

     فَاِنْ   اَلاَّ تَعْدِ لُوْا فَوَا حِدَةً  [5]             

Tetapi jika kamu merasa tidak akan bisa berbuat adil di antara dua orang istri atau istri-istrimu, maka kamu harus memegang satu istri saja. Perasaan takut tidak bisa berbuat adil bisa dirasakan dengan zhan (kepastian) dan (juga) bisa dengan syak (ragu-ragu). Laki-laki yang diperbolehkan lebih dari satu hanyalah orang yang merasa yakin dirinya bisa berbuat adil terhadap istri-istrinya nanti. Keyakinan dalam hal itu tidak boleh dicampuri dengan perasaan ragu-ragu.

                                           اَوْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ  [6]

Hendaknya kalian mencukupkan seorang istri dari wanita-wanita merdeka, dan bersenang-senanglah dengan wanita yang kamu sukai dari hamba-hamba wanita, karena tidak ada kewajiban berbuat adil di antara mereka. Tetapi, mereka hanya mendapat berhak kecukupan nafkah, sesuai dengan standar yang berlaku dikalangan mereka.

ذٰلِكَ اَدْنٰٓىٓ اَلاَّ تَعْلُوْا

Memilih seorang istri atau mengambil gundik lebih baik menghindari zalim dan aniaya. Kesimpulannya, bahwa menjauhi perbuatan zalim

Kesimpulannya bahwa menjauhi perbuatab zalim adalah dasar disyariatkannya hukum perkawinan. Dalam hal ini terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil dan wajib melaksankannya, dan berbuat adil memang sulit diwujudkan sebagaimana diungkapkan oleh firman-Nya :

وَلَنْ تَسْتَطِعُوْا اَنْ تَعْدِلُوْ بَيْنَ النِّس. (النساء : ١٢٩)

Artinya :

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu,walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. (Q.S.An-Nisa’ : 129)

 

Kandungan Ayat

Pernikahan adalah akad  yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan  perempuan yang bukan mahram.[7]

            Nikah adalah salah satu azas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang setengah-setengah dalam hidup damn kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan dan hawa nafsunya.

Allah membolehkan bersistri lebih dari satu (polygamy, tapi dibatasi sebanyak-banyakna empat orang, dengan ketentuan mampu berlaku adil antara semua istri itu, baik dalam hal makan, minum, perumahan, giliran dan sebagainya. Tidak boleh diadakan perbedaan antara istri yang kaya dan yang miskin, antara yang bangsawan dan yang bujkan bangsawan. Seorang lelaki yang jelas tidak mampu menjamin diri dan hatinya untuk berlaku adil, dan tidak mampu menetapi hak-hak para istrinya jika ia berpoligamy, maka ia tetap diharamkan berpoligamy. Andaikata ia mampu berlaku adil untuk tiga orang istri, sdangkan untuk yang ke-empat tidak, maka haram ia menikahi wanita yang ke-empat. Begitu juga bila ia hanya mampu berlaku adil dua orang istri, sedangkan untuk yang ke-tiga tidak, maka haram ia menikahi istri yang ke-tiga. Selanjutnya bila ia hanya mampu berlaku adil untuk seorang istri, sedangkan untuk yang kedua tidak, maka haram pula ia menikahi istri yang ke-dua, Ia hanya boleh beristri seorang saya (monogamy).[8]

Yang dimaksud dengan “adil” di sini, adalah sikap menyamakan dalam batas lahiriyah, misalnya persamaan dalam hal perumahan, pakaian, dan sebagainya. Adapun hal-hal di luar kemampuan seseorang, misalnya cenderung hati seorang suami, untuk mencintai istrinya yang muda dan cantik melebihi dari yang lain, makadalam hal ini suami tidak dibebani supaya membagi cintanya sama rata dengan semua istrinya, asal istri yang lain itu tidak diabakan begitu saja. Rasulullah sendiri di akhir hidup lebih bnayak lebih bnayak cenderung kepada ‘Aisyah dengan kerelaan hati dari istri beliau yang lain. Untuk ini beliau berdo’a : “ Ya Tuhan, kecenderungan dalam hatiku ini dalah naluri yang aku miliki. Dan janganlah aku disiksa terhadap hal-halyang diluar ketentuan naluri yang kumiliki.” Kiranya naluri cinta yang bersarang di dalam hati, tidak dapat disamakan dengan benda yang dapat dibagi sama rata.

 

c.       Tafsir Surat al- Nisaa

Seorang lelaki yang mengasuh anak yatim perempuan boleh saja menikahi anak yatim yang dia asuh bila dia tertarik pada anak yatim tersebut. Namun, apabila dia merasa nanti setelah menikah malah akan menzhaliminya dengan berbuat tidak adil padanya, maka sebaiknya dia tidak menikah dengan anak yatim tersebut. Hendaklah dia menikahi perempuan-perempuan lain dan menarik menurut dirinya. Boleh saja menikahi 2 atau 3 atau 4 perempuan. Adapun selebihnya tidak diperbolehkan. Berbuat zhalim terhadap anak yatim misalnya dengan tidak memberikan mahar yang selayaknya atau tidak menyerahkan harta yang seharusnya menjadi harta istrinya (bekas yatim). Intinya menikahi anak yatim yang menjadi asuhannya menjadi haram, apabila dikhawatirkan akan terjadi kedhaliman terhadap anak tersebut.

 

 

 

 

 

 

d.      Kesimpulan Hukum

Berdasarkan pembahasan diataas, sesungguhnya, Al- Qur an dengan sangat bijak melakukan perlindungan terhardap kaum perempuan. Salah satu ayat yang melindungi perempuan adalah al-Mosa ayat 3 dan ayat 129, Al Nisa ayat 3, dengan sangat jelas melindungi para perempuan yatim dan para janda yang memiliki anak yatim, kewajiban berlaku adil terhadap istri-istri yang dipoligami dalam al-Nisa ayat 3 bersifat mutlak. 


 

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Adapun alasan Poligami, pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri.

Berdasarkan pembahasan diataas, sesungguhnya, Al- Qur an dengan sangat bijak melakukan perlindungan terhardap kaum perempuan. Salah satu ayat yang melindungi perempuan adalah al-Mosa ayat 3 dan ayat 129, Al Nisa ayat 3, dengan sangat jelas melindungi para perempuan yatim dan para janda yang memiliki anak yatim, kewajiban berlaku adil terhadap istri-istri yang dipoligami dalam al-Nisa ayat 3 bersifat mutlak. 

 

 



[1] Hatta, DR.Ahmad, MA_”Tafsir Qur’an perkata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul&Terjemah : Maghfirah Pustaka,77.

[2] Hajar Al Agalani, Ibnu, Fathul Baari Shahih Al-Bukhari jilid 22, 302-303.

[3]  Surin, BactiarAdz-Dzikraa terjemah & tafsir Al-Qur’an dalam huruf Arab & Latin juz 1-5 : Angkasa Bandung, 315.

[4] Terjemah Tafsir Al-Maraghi 4 : Toha Putra Semarang, 375.

[5]  Ibid, 325-326.

[6] Terjemah Tafsir Al-Maraghi 4 : Toha Putra Semarang, 326.

[7] Rasjid, H.Sulaiman, Fiqih Islam : Sinar Bari Algesindo, 374

[8]  Surin, BactiarAdz-Dzikraa terjemah & tafsir Al-Qur’an dalam huruf Arab & Latin juz 1-5 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar