BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Zakat
merupakan ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan kemasyarakatan dan
merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi
yang sangat penting dalam syariat Islam. Sebagai suatu upaya menumbuhkan empati
dan mempersamakan rasa pada setiap individu sesama muslim. Adapun zakat
mempunyai dua fungsi, pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa
manusia supaya senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi
sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna
mengurangi kemiskinan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia, sehingga memiliki potensi zakat yang cukup besar. Kondisi ini memiliki keuntungan tersendiri bagi
proses pembangunan menuju masyarakat muslim sejahtera melalui pemanfaatan
zakat. Ditambah lagi potensi zakat ini akan semakin bertambah dari tahun ke tahun seiring
semakin meningkatnya kesadaran umat Islam di Indonesia untuk membayar zakat,
infaq dan shodaqoh, karena saat ini membayar zakat, dan berinfaq telah menjadi life
style bagi umat Islam di Indonesia sejak maraknya kajian-kajian tentang
keajaiban dan keutamaan berzakat dan berinfaq. Kondisi besarnya potensi zakat
tersebut mendorong tumbuh dan berkembangnya organisasi pengelola zakat di
Indonesia, baik dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah.
Pertumbuhan
dan perkembangan organisasi zakat serta potensi zakat di Indonesia ternyata
tidak terlepas dari masalah-masalah yang dalam manajemen zakat di Indonesia.
Berbagai masalah tersebut disinyalir menjadi penghalang mengapa potensi zakat
di Indonesia yang sangat besar tersebut belum terkelola dengan baik dan optimal
sehingga berdampak pada kinerja organisasi pengelola zakat.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai masalah dan solusi
dalam manajemen zakat di Indonesia. Hal ini
bertujuan untuk mencari strategi terbaik bagi pengembangan organisasi
pengelola zakat. Pilihan strategi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
para pengelola zakat dalam mengembangkan organisasinya masing-masing. Sehingga
potensi zakat di Indonesia yang sangat besar ini dapat terkelola dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa sajakah permasalahan dalam manajemen zakat di Indonesia ?
2.
Bagaimana solusi untuk permasalahan manajemen zakat tersebut?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui permasalahan dalam manajemen zakat di Indonesia.
2.
Menemukan solusi untuk permasalahan manajemen zakat di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Zakat Dalam Islam
Secara
umum, zakat dapat dirumuskan sebagai bagian dari harta yang wajib diberikan
oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu adalah Nishab (jumlah minimum
harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya), Haul (jangka waktu yang
ditentukan bila seseorang wajib mengeluarkan zakat) harta, dan kadarnya (ukuran
besarnya zakat yang harus dikeluarkan).[1]
Zakat sebagai salah satu komponen sistem ekonomi Islam harus
dapat dioptimalkan dengan melihat potensi yang begitu besar dari pengelolaan
zakat, apabila kita mampu mengelola zakat dengan baik dan profesional hal
tersebut juga berimplikasi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia dan tujuan
menyejahterakan rakyat akan tercapai. Namun banyak kendala-kendala yang
dihadapi serta membutuhkan solusi yang cermat.
B.
Permasalahan Dalam
Manajemen Zakat Di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penduduk muslim terbesar di dunia sehingga memiliki potensi zakat yang cukup
besar. Pertumbuhan dan perkembangan organisasi zakat serta potensi zakat di
Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan di
Indonesia. Terlepas dari kontroversi kevalidan data tentang kemiskinan, angka
kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, kalaupun terjadi
penurunan angka kemiskinan maka laju peningkatan penerimaan dana ziswaf (zakat,
infaq, shodaqoh, dan wakaf) tidak sebanding dengan laju penurunan angka
kemiskinan di Indonesia. Semakin banyak LAZ/BAZ di Indonesia ternyata angka
kemiskinan di Indonesia juga tidak turun secara signifikan. Kondisi ini
menyiratkan adanya suatu masalah besar atas pengelolaan zakat di Indonesia,
yaitu adanya ketidakefektifan pengelolaan zakat di Indonesia.
Pengelolaan zakat di Indonesia belum dilakukan secara
professional sehingga pengumpulan dan penyaluran zakat menjadi kurang terarah,
disamping masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap permasalahan zakat
terutama masalah yang aktual dan kontemporer. Hingga saat ini, pengelolaan
zakat di Indonesia masih jauh dari optimal terutama apabila kita membandingkan
antara besarnya dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh para lembaga
pengelola zakat dan potensi zakat yang sesungguhnya. Terdapatbeberapamasalahdalamhalpengelolaan
zakat di Indonesia sehinggaberimplikasitidakmaksimalnya proses pengelolaan,
pengumpulanhinggapenyaluran zakat. Berikutiniadalahmasalah-masalah dalam manajemen zakat di Indonesia
antara lain[2]:
1. Kesadaran Umat Islam untuk Mengeluarkan ZIS Masih
Terbilang Rendah
Masih
minimnya kesadaran membayar zakat dari masyarakat menjadi salah satu kendala
dalam pengelolaan dana zakat agar dapat berdayaguna dalam perekonomian. Karena
sudah melekat dalam benak sebagian kaum muslim bahwa perintah zakat itu hanya
diwajibkan pada bulan Ramadhan saja itupun masih terbatas pada pembayaran zakat
fitrah. Padahal zakat bukanlah sekedar ibadah yang diterapkan pada bulan
Ramadhan semata, melainkan juga dapat dibayarkan pada bulan-bulan selain
Ramadhan. Sehingga ide dasar zakat untuk kemaslahatan umat telah bergeser
menjadi sekedar ibadah ritual semata yang dikerjakan bersamaan dengan ibadah
puasa. Terdapatnya syarat haul (satu tahun kepemilikan) menandakan bahwasanya
zakat tersebut tidak mengenal pembayaran pada satu bulan tertentu saja, melainkan
setiap bulan zakat dapat dibayarkan. Apabila kesadaran masyarakat akan
pentingnya zakat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat sudah
semakin baik, hal ini akan berimbas pada peningkatan penerimaan zakat.
2.
Minimnya Sumber Daya Manusia yang Berkualitas
Pekerjaan
menjadi seorang pengelola zakat (amil) belumlah menjadi tujuan hidup atau
profesi dari seseorang, bahkan dari lulusan ekonomi syariah sekalipun. Para
pemuda ini meskipun dari lulusan ekonomi syariah lebih memilih untuk berkarir di
sektor keuangan seperti perbankan atau asuransi, akan tetapi hanya sedikit
orang yang memilih untuk berkarir menjadi seorang pengelola zakat. Menjadi
seorang amil belumlah menjadi pilihan hidup dari para pemuda kita, karena tidak
ada daya tarik berkarir di sana. Padahal lembaga amil membutuhkan banyak sumber
daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat dapat profesional, amanah,
akuntabel dan transparan. Karena sesungguhnya kerja menjadi seorang amil
mempunyai dua aspek tidak hanya aspek materi semata namun aspek sosial juga
sangat menonjol. Ada beberapa kriteria pengelola zakat agar mampu menjadi suatu
lembaga zakat yang profesional, yaitu
(1)
Amanah;
(2)
Manajerial Skills;
(3)
Ikhlas;
(4)
Leadership Skills;
(5)
Inovatif;
(6)
No profit Motives
3.
Pemahaman Fikih Amil yang Belum Memadai
Masih
minimnya pemahaman fikih zakat dari para amil masih menjadi salah satu hambatan
dalam pengelolaan zakat. Sehingga menjadikan fikih hanya dimengerti dari segi
tekstual semata bukan konteksnya. Banyak para amil terutama yang masih bersifat
tradisional, mereka sangat kaku memahami fiqih, sehingga tujuan utama zakat
tidak tercapai. Sebenarnya dalam penerapan zakat di masyarakat yang harus
diambil adalah ide dasarnya, yaitu bermanfaat dan berguna bagi masyarakat serta
dapat memberikan kemaslahatan bagi umat dan mampu menjadikan mustahik tersebut
pribadi yang mandiri dan tidak tergantung oleh pihak lain. Namun bukan berarti
para amil diberikan kesempatan untuk berijtihad dan berkreasi tanpa batas,
mereka tetap harus berusaha melakukan terobosan-terobosan baik pengelolaan
zakat, agar tetap sesuai dengan syariah. Sistem pengawasan yang terdapat di
semua institusi keuangan syariah termasuk di dalamnya institusi pengelola
zakat, mewajibkan adanya unsur Dewan Pengawas Syariah di dalam struktur
organisasinya yang berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan
manajemen agar tidak menyimpang dari aturan syariat.
4.
Masalah Yuridis
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat pasal 16 ayat 2 dan pasal 17 telah mengamanatkan
pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah secara produktif. Hal ini lebih
ditegaskan lagi dalam pasal 28-30 KMA Nomor: 581 Tahun 1999 tentang
pendayagunaan infaq dan shadaqah. Namun dalam perjalanannya peraturan
perundang-undangan tersebut memiliki beberapa permasalahan yang signifikan.
Permasalahan yang paling urgen adalah kepastian hukum secara materiil yang
terdapat pada Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Permasalahan ini menyebabkan berkurangnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan
zakat. Selain itu peraturan yang tidak komprehensif menyebabkan para amil zakat
tidak bisa menjadikan undang-undang ini sebagai dasar pengelolaan zakat.
Permasalahan lainnya adalah adanya
keraguan dari sebagian masyarakat kepada amil zakat dalam mengimplementasikan
pasal 16 ayat 1 tentang zakat produktif dengan tujuan untuk meningkatkan
industri kecil dan mikro. Keraguan ini timbul karena belum adanya mekanisme dan
tata cara yang jelas dalam peraturan perundang-undangan zakat.
Secara yuridis Undang-udanga Nomor 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat belum memberikan kepastian hukum. Hal ini
berakibat kurangnya kesadaran nmasyarkat untuk menunaikan zakat, infaq dan
shadaqah. Sehingga pengumpulan zakat pun tidak optimal yang akhirnya berujung
kurangnya pemanfaatan dana untuk peningkatan industri kecil dan mikro. Belum
adanya kepastian hukum pada undang-undang ini dilihat dengan banyaknya pasal
yang tidak komprehensif, bersifat umum dan penuh dengan kerancuan.[3]
5.
Masalah Sosiologis
Masalah Sosiologis yakni masalah yang berkaitan dengan sikap atau tingkah
laku manusia, dan keadaan individu dalam segi ekonomi kesehariannya dalam
pelaksanaan zakat fitrah. Dari sisi sosiologis banyak masyarakatyang masih keliruakanformalitas zakat. Artinya, zakat hanyadianggapsebagaikewajibannormatif,
tanpamemperhatikanefeknyabagipemberdayaanekonomiumat.Akibatnya,
semangatkeadilanekonomidalamimplementasi zakat menjadihilang.Orientasi zakat
tidakdiarahkanpadapemberdayaanekonomimasyarakat,
tapilebihkarenaiamerupakankewajibandariTuhan. Bahkan, tidaksedikitmuzakki yang
mengeluarkan zakat
disertaimaksuduntukmenyucikanhartaatausupayahartanyabertambah (berkah).Iniartinya,
muzakkimembayarkan zakat
untukkepentingansubyektivitasnyasendiri.Memangtidaksalah,
tapisecaratidaklangsung, substansidariperintah zakat
sertaefeknyabagiperekonomianmasyarakatmenjaditerabaikan.
6.
Sistem Informasi Zakat
Inilah
salah satu hambatan utama yang menyebabkan zakat belum mampu memberikan
pengaruh yang signifikan dalam perekonomian. Lembaga amil zakat yang ada belum
mampu mempunyai atau menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpadu antar
amil. Sehingga para lembaga amil zakat ini saling terintegrasi satu dengan
lainnya. Sebagai contoh penerapan ini adalah pada database muzakki dan
mustahik. Dengan adanya sistem informasi ini tidak akan terjadi pada muzakki
yang sama didekati oleh beberapa lembaga amil, atau mustahik yang sama diberi
bantuan oleh beberapa lembaga amil zakat. Namun bukan berarti dengan adanya
sistem informasi zakat ini, maka tidak ada lagi
7.
Masyarakat yang Mengeluarkan Zakat (Muzakki) Lebih Memilih dan Fokus Kepada
“Orang” dan Bukan pada “Lembaga”.
Sehingga kurang tertatanya pendayagunaan zakat dan beberapa efek negatif
lain seperti: hanya menampilkan parade kemiskinan, tidakmemberdayakan,
tidakmendidik, menghasilkanketergantungan, salahsasaranhinggasalahkelola.
Inimenandakanbahwatingkatkepercayaanmasyarakatterhadaporganisasipengelola zakat
masihterhitungrendah.
C.
Solusi
Dalam Manajemen Zakat Di Indonesia
Zakat sebagai salah satu komponen
sistem ekonomi islam harus dapat dioptimalkan dengan melihat potensi yang
begitu besar dari pengelolaan zakat, apabila kita mampu mengelola zakat dengan
baik dan profesional hal tersebut juga berimplikasi terhadap pembangunan
ekonomi Indonesia dan tujuan menyejahterakan rakyat akan tercapai.
Permasalahan-permasalahan yang ada dalam manajemen zakat di Indonesia harus dipecahkan secara bersama-sama oleh setiap elemen dalam
pengelolaan zakat, sebab tanpa kerjasama aktif antar institusi baik dari swasta
maupun pemerintah hambatan-hambatan ini tidaklah akan dapat terwujud. Adapun
solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah dalam manajemen
zakat di Indonesia antara lain :
1. Peningkatan Pemahaman Masyarakat tentang Zakat
Dalam
masyarakat zakat hanya dipahami sebatas ibadah bagi muslim kaya (mampu) yang
mendistribusikan sebagian hartanya yang
telah mencapai nishab kepada kaum
muslim yang miskin, sehingga pendistribusian zakat pun masih sebatas
pemahaman tentang penerima zakat dalam pandangan wajib zakat (muzakki) belum
terlembagakan. Oleh karenanya, BAZ yang dibentuk oleh pemerintah kurang
mendapat kurang mendapat respon dari masyarakat. Padahal tujuan adanya zakat
ini adalah untuk menjadikan mustahiq (penerima zakat) menjadi Muzakki
(wajib zakat) melalui penyaluran dana yang bersifat permodalan bukan
penyaluran dana yang bersifat konsumtif seperti yang ada selama ini.
Untuk mengubah pemahaman masyarakat di atas, maka diperlukan kerja keras
dari pemerintah sebagai regulator dalam pengelolaan zakat dan sebagai pelaksana
dalam pengelolaan zakat. Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan disamping
dengan metode dakwah kontemporer,seperti diskusi, wawancara, khutbah Jumat,
iklan layanan dimedia cetak dan elektronik, juga diupayakan melalui kurikulum
sekolah, baik ditingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi yang
menjadi sasaran selanjutnya. Dengan asumsi bahwa pemahaman yang baik tentang
zakat sejak dini sangat membantu dalam pembentukan jiwa kepedulian sosial dan
kesadaran zakat.Kurikulum pendidikan harus lebih realistis dalam pembentukan
pemahaman anak terhadap konsep zakat. Seperti yang telah dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya bahwa salah satu kendala pengelolaan zakat adalah
pemahaman masyarakat yangkurang baik tentang zakat harta. Untuk itu Departemen
Agama seharusnya lebih melakukan penyempurnaan kurikulum pendididkan agama,
khususnya tentang konsep zakat agar lebih mengena dalam kehidupan sehari-hari
dan dampaknyadalam perekonomian umat.
2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM
merupakan asset yang paling berharga.Sehinggapemilihansiapa yang
akanmenjadiamil zakat harusdilakukandenganhati-hati.
Untukituperludiperhatikanhal-halsebagaiberikut:
a) MerubahParadigmaAmil Zakat
Pengelola
zakat atau yang lebih dikenal amil zakat masih dipandang sebagai pengelola dana
zakat berciri tradisional, dimana zakat dikumpulkan kepada individu atau
kelompok organisasi maupun pengurus masjid yang pengelolaannya tidak
membutuhkan profesionalitas dan hanya didasarkan pada kerelaan individu
dalam meluangkan waktunya untuk mengelola zakat. Paradigma amil zakat yang
berkembang hanya sebatas kerelaan individu untuk meluangkan waktunya untuk
mengelola zakat. Sehingga substansi pokok dariibadah zakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan umat belum bisa diwujudkan.
Oleh karena
itu diperlukan adanya perubahan paradigma amil zakat sebagai sebuah pekerjaan
profesi. Sebagai konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut adalah amil
zakat harus bersifat profesional (yaitu dengan bekerja purna waktu/full time) yang digaji secara layak sehingga para
anggota amil zakat ini dapat mencurahkan segala potensinya untuk mengelola dana
zakat dengan lebih baik lagi. Tak kalah penting juga adalah pemahaman dari
pengelola zakat itu sendiri, dimana harus adanya pencerahan dalam berpikir
bahwa zakat sebagai bentuk ibadah yang bersifat kemasyarakatan membutuhkan
transparansi dan akuntabilitas dalam semua kegiatan organisasi. Keprofesionalan
sebagai landasan organisasi perlu digalakkan, karena bagaimanapun sebagai
LPZ adalah organisasi publik yang menangani dana umat dituntut selalu
bersifat jujur, amanah dan profesional. Pengelolaan yang amanah dan profesional
ini menjadi jaminan bahwa pengelola zakat mendapat simpati dan kepercayaan dari
masyarakat luas. Tanpa hal ini LPZ tidak akan bertahan lama bahkan akan
mendapat sorotan negatif dari masyarakat.
b) Kualifikasi SDM
Jikakitamengacu di jamanRasulullah SAW, yang
dipilihdandiangkatsebagaiamil zakat merupakan orang-orang pilihan.Orang yang
benar-benarmemenuhikualifikasidan professional.Secaraumumkualifikasi yang
harusdimilikiolehamil zakat adalah: muslim, amanah, danpahamfikih zakat. Agar
SDM yang menjadiamil zakat dapatmemenuhikualifikasidanprofesional,
makadiperlukansuatustandarkualifikasi SDM Amil Zakat.Padaakhirnya,
dibutuhkansuatusistemsertifikasidanujikelayakan (fit and proper test) terhadap
SDM yang akanberkiprahsebagaiamil zakat.
3. StandardisasiLembaga OPZ
Selainstandardisasi
SDM, diperlukanjugastandardisasilembaga OPZ.Hal
inibergunasebagaipetunjukbagisetiappihak yang inginmendirikan OPZ.Tujuannya
agar lembaga OPZ
inibenar-benarbisaberjalansecarabaikdandapatdipertanggungjawabkan. Agar OPZ dapat berjalan dengan baik makaharusmemilikisistempengelolaan yang baik pula. Unsur-unsur yang harusdiperhatikanadalah:
a)
Memilikisistem, prosedurdanaturan yang jelas,
b) Manajementerbuka,
c) Mempunyairencanakerja
(activity plan),
d) MemilikiKomitePenyaluran
(lending committee),
e) Memilikisistemakuntansidanmanajemenkeuangan,
f) Bersediadiaudit,
g) Menjunjungtransparansi, dan
h) Senantiasamelakukanperbaikanterus-menerus
(continous improvement).
4. Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap LAZ/BAZ
Demi menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lenbaga pengelola zakat,
dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan Baznas. sehingga
masyarakat mengetahui keberadaan dan fungsi lembaga pengelola (penyalur) zakat
ini. Selain itu, diperlukan juga dukungan dan peran serta ulama dalam
memberikan arahan mengenai penyaluran zakat melalui lembaga yang telah
ditetapkan oleh pemerintah agar tepat sasaran.[4]
5.
Pengorganisasian
Disamping apa yang telah dikemukakan
di atas, pengorganisasian zakat perlu pula di diatur sebaik-baiknya agar pelaksanaan
zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan. Ini perlu untuk memantapkan
kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat. Peranan pemerintah
diperlukan dalam hal ini, disamping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama.
Sistem adminstrasi, penyusunan personalia haus didasarkan pada prinsip-prinsip
manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya. Supaya organisasi yang megurus zakat dapat berjalan dengan
baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan:
a.
Penanggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat
tetinggi dalam strata pemerintah setempat atau lingkungan tertentu. Unsur-unsur
masyarakat Islam perlu diikutsertakan, juga bertanggung jawab.
b.
Pelaksanaannya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang
bekerja penuh profesional, dibiayai pada permulaan dengan subsidi pemerintah,
tang kemudian secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat sendiri.
c.
Kebijaksanaan harus dirumuskan secara perencanaan, sumber,
pengumpulan pendayagunaan zakat dan sasaran pemanfaatannya untuk suatu waktu
tertentu.[5]
d.
Mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-peraturan,
administrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan.
6. Mengembangkan Inovasi Pemanfaatan Dana Zakat
Saat
ini pemanfaatan dana zakat masih banyak untuk program jangka pendek dan
bersifat konsumtif. Oleh karena itu, diperlukan inovasi terbaru dalam
pendayagunaan zakat. Artinya pemanfaatan dana zakat tidak hanya untuk program
jangka pendek dan bersifat konsumtif, tetapi sebagian besar dana zakat perlu
dialokasikan untuk program-program jangka panjang dan pemberdayaan masyarakat.
Dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak
dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka,
sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara
terus-menerus.
Melalui program pemberdayaan, manfaat dana zakat akan dirasakan oleh
masyarakat dalam jangka panjang. Zakat produktif diharapkan bisa menjadi
alternatif untuk memberdayakan para mustahiq agar dikemudian hari bisa menjadi
Muzakki. Contoh konkret pemanfaatan zakat sebagai usaha produktif adalah
pemberian modal usaha bergulir, artinya mustahiq dipinjami sejumlah modal dan
diharuskan untuk dapat mempertanggungjawabkan penggunaan modal usaha/kerja itu
dengan cara mengembalikan dengan mengangsur. Ataupun sesuai kesepakatan
bersama.[6]
Adapun solusi manajemen zakat yang perlu dilakukan pemerintah, LAZ,
BAZ, dan UPZ adalah sebgai berikut:
1.
Meningkatkan peran pemerintah
terhadap lembaga zakat. Dalam artian, pemerintah membawahi semua lembaga amil
zakat, mengontrol, mengevaluasi.. Peran pemerintah dalam pengelolaan dana zakat
di Indonesia harus sebatas sebagai mediator dan koordinator bagi organisasi
pengelola zakat di Indonesia serta menjadi pengawas atas pengelolaan dana zakat
di Indonesia. Sehingga tanggung jawab pemerintah hanya mengkoordinasi,
mengkomunikasikan, dan melakukan mapping potensi zakat serta program
pemberdayaan zakat agar sinergi dengan program-program pembangunan pemerintah untuk
pengurangan kemiskinan, dan menjalankan fungsi pengawasan.
2. LAZ dan BAZ harus fokus. Artinya lembaga zakat yang
sangat banyak, harus difokuskan kepada daerah-daerah tertentu. LAZ atau BAZ,
mendistribusikan dana zakat yang bersifat jangka panjang, misalnya memberikan
pelatihan wirausaha di desa, memberikan pinjaman modal dan dikontrol
perkembangannya sampai perekonomian desa tersebut benar-benar meningkat.
Meskipun uang pinjaman yang diberikan telah dikembalikan semua.
3. Pemerintah, LAZ dan BAZ bersinergi
mendirikanPerusahaan. Program ini
memang lama, namun manfaat mendirikan perusahaan sangat besar bagi masyarakat, diantaranya;
membatu masyarakat miskin mendapatkan pekerjaan dan tunjangan yang layak,
pendapatan dana LAZ dan BAZ juga akan meningkat, hasil pendatapan dari
perusahaan itu sendiri. Dalam artian, dan
BAZ dan LAZ akan terus berkembang. Langkah memberik lowongan kerja
kepada orang yang berhak menerima zakat akan mewujudkan cita-cita lembaga zakat
mustahik menjadimuzakki.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat beberapa masalah dalam hal pengelolaan zakat di Indonesia sehingga
berimplikasi tidak maksimalnya proses pengelolaan, pengumpulan hingga
penyaluran zakat. Berikutiniadalahmasalah-masalah
dalam manajemen zakat di Indonesia antara lain:
1. Kesadaran Umat Islam Untuk Mengeluarkan ZIS Masih
Terbilang Rendah
2.
Minimnya Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas
3.
Pemahaman Fikih Amil Yang Belum Memadai
4.
Masalah Yuridis
5. Masalah Sosiologis
6. Model Pendistribusian Dana YangTidakMenyertakanPemetaanEkonomiDan Sosial.
7. KurangnyaInovasiDi BidangDistribusiDan Pemanfaatan Dana Zakat
8.
Masyarakat Yang Mengeluarkan Zakat
(Muzakki) Lebih Memilih Dan Fokus Kepada “Orang” Dan Bukan Pada “Lembaga”.
Adapun solusi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah dalam manajemen zakat di Indonesia
antara lain :
1.
Peningkatan Pemahaman Masyarakat tentang Zakat
2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dengan
cara:
a) MerubahParadigmaAmil Zakat
b) Kualifikasi SDM
3. StandardisasiLembaga OPZ
4. Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap LAZ/BAZ
5.
Pengorganisasian
6. Optimalisasi peran pemerintah dalam
kelembagaan Zakat
7. Mengembangkan Inovasi Pemanfaatan Dana Zakat
DAFTAR PUSTAKA
Mohamad daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1995)
Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Waqaf, (Jakarta:
UI Press, 1998)
Abidin, Hamid, Reinterpretasi pendayagunaan ZIS,(Jakarta :Iramedia, 2004)
Hafidhuddin, Didin, Panduan Praktis ZIS, (Jakarta: Gema
Insani,1998)
http://bazgresik.com/mengembangkan-dana-zis-yang-lebih-produktif-untuk
mengentaskan-kemiskinan/
http://alarifs.blogspot.com/2009/02/hambatan-pengelolaan-zakat-diindonesia.html
http://www.scribd.com/doc/164396430/Optimalisasi-Peran-Pemerintah-Dalam-Kelembagaan-Zakat#scribd
[1] Mohamad daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1995),Cet.1,h. 241
[2]Alarifs, hambatan
pengelolaan zakat di Indonesia. Di akses dari http://alarifs.blogspot.com/2009/02/hambatan-pengelolaan-zakat-di-indonesia.html, Pada tanggal 15 April 2015.
[3]Analisis Yuridis Implementasi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, diakses dari repository.unej.ac.id,
(5 Oktober 2015).
[4]Aam Rusydiana, analsisis
Problematika Zakat pada Baznas. Di akses dari http://www.konsultan-anp.com/2014/09/analisis-problematika-zakat-pada-baznas.html. pada tanggal 15 Oktober 2015
[5]Mohammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam
Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press, 1998). h. 65-66
[6]http://bazgresik.com/mengembangkan-dana-zis-yang-lebih-produktif-untuk-mengentaskan-kemiskinan/
[7]Eva Hany
Fanida, Optimalisasi Peran Pemerintah dalam Kelembagaan Zakat. Diakses
dari http://www.scribd.com/doc/164396430/Optimalisasi-Peran-Pemerintah-Dalam-Kelembagaan-Zakat#scribd, pada tanggal 15
Oktober 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar