Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH INSTRUMEN MONETER, INFLASI DAN NILAI TUKAR

 

BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kebijakan moneter merupakan upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu: suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi di dunia, Indonesia menetapkan stabilitas harga sebagai sasaran tunggal sebagaimana tercermin dalam undang-undang Bank Indonesia yang baru (UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia). Tujuan utama pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan).

 

 

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka perlu kita bahas tentang masalah inflasi maupun nilai tukar, adapun hal-hal yang perlu kita kaji anatara lain

1.      Bagaimana kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi inflasi.

2.      Berapa besar tingkat inflasi yang dihadapi indonesia saat ini.

3.      Apa langkah yang di lakukan unutk menanggapi turunnya nialai tukar.

 

 

C.    Tujuan

Pembahasan yang di kaji dalam makalah ini yakni bertujuan untuk:

1.      Mengetahui apa kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi inflasi.

2.      Bagaimana langkah yang harus dilakukan untuk menangani niali tukar yang saat ini semakin merosot.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Instrumen Kebijakan Moneter

Dalam mengatur jumlah uang yang beredar, bank sentral umumnya menggunakan beberapa instrument kebijakan moneter yang dapat digolongkan kedalam dua jenis instrument yaitu:

1.      Instrument Kebijakan Moneter Langsung (direct monetary policy instruments).

Instrument pengendalian moneter yang secara langsung mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Sasaran operasional yang dimaksud adalah target monetary base yaitu uang primer dan reserve bank. Pengendalian moneter yang dilakukan secara langsung tersebut memiliki kemampuan yang langsung mempengaruhi neraca bank-bank umum.

Instrument kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank

sentral atau otoritas moneter terutama di Negara-negara berkembang

antara lain sebagai berikut:

a.       Credit seiling / pagu kredit.

Yaitu penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan jumlah pagu kredit yang dapat disalurkan setiap bank antara lain dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki oleh bank atau dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikelola[1].

b.      Kebijakan ini diadopsi oleh Bank Indonesia sebagai instrument pengendalian langsung sampai era deregulasi atau kebijakan moneter dan perbankan 1 juni 1983, instrument ini dapat dikatakan cukup efektif menekan laju kenaikan harga (inflasi) pada saat itu, namun dari sisi lain instrument tersebut sangat tidak efektif dan bahkan menjadi disinsentif bagi perbankan dalam upaya mobilisasi dana masyarakat. Dan instrument ini dapat menyebabkan terjadinya distorsi sumber-sumber daya karena adanya kecenderungan bank-bank mengalami ekses likuiditas akibat fungsi intermediasi tidak dapat dilakukan secara optimal.

c.       Penetapan tingkat bunga.

Bank sentral dalam melaksanakan pengendalian moneter langsung dengan menentukan tingkat bunga (interest rate ceiling), dilakukan dengan menentukan besarnya tingkat bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah debiturnya.

d.      Penurunan nilai uang .

Salah satu kebijakan pengeendaliann moneter yang berdampak langsung terhadap pengurangan jumlah uang beredar adalah dengan menurunkan nilau uang yang ada ditangan masyarakat atau perbankan. Nilai penurunan uang biasanya dilakukan dengan persentase tertentu misalnya 25% atau 50% dari nilai nominal uang, tergantung kebujakan pemerintah atau bank sentral[2].

Penurunan nilai mata uang ini pernah dilakukan saat tahun 1965, pemerintah melakukan penurunan nilai rupiah dari Rp 1000 menjadi hanya Rp 1, penurunan nilai uang tersebut bias saja mendapatkan penggantian dari pemerintah, namun bias saja tidak. Kalau pemerintah memberikan penggantian biasannya jumlah penurunan nilai uang ditukar denga Surat Utang Negara.

 

 

e.       Kredit langsung.

Kredit langsung ini dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang merupakan sector yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah deprogram oleh pemerintah.

Kredit ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan (perbankan) sebagai agennya. Oleh karena itu, kredit ini sering juga disebut sebagai kredit program.

Pemerintah telah banyak menyalurkan kredit langsung ini pada tahun 1980-an untuk memacu perkembangan sector usaha kecil menengah, yaitu kredit modal kerja permanen dan kredit investasi kecil. Pada akhir decade 1990-an, pemerintah menyalurkan kredit langsung dalam bentuk dana bergulir yang diberikan kepada sektor UKM.

2.      Instrument Kebijakan Moneter Tidak Langsung (indirect monetary policy instruments[3]).

Instrument pengendalian moneter yang secara tidak langsung mempengaruhi sasaran operasional kearah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagai otoritas moneter. Instrument tidak langsung yang digunakan bank sentral dalam rangka mengendalikan variable moneter antara lain sebagai berikut:

a.       Operasi Pasar terbuka.

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan memebeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi likuditas rupiah di pasar uang yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesai (SBI) dan intervensi rupiah melalui Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sementra itu, kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Sentral untuk menyesuiakan kondisi pasar uang baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

b.      Fasilitas diskonto.

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar melalui perubahan tingkat bunga pinjaman. Dengan menaikkan diskonto, maka biaya untuk meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank umum untuk melakukan pinjaman ke bank sentral.

Akibatnya jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.. disamping itu jumlah cadangan juga dapat dipengaruhi melalui instrument ini. Apabila tingkat diskonto mengalami kenaikkan maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menetapkan kebijakan moneter yang ketat.

c.       Penetapan cadangan wajib minimum (reserves requirements).

Kebijakan perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah deposito sehingga jumlah uang beredar cenderung meningkat, dan sebaliknyaapabila cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi jumlah deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar.

d.      Himbauan moral (moral suasion)[4].

yang mengatur tindak-tindakan para banker  dan manajer senior institusi-institusi financial dalam kegiatan operasional kesehariannya agar serah dengan kepentingan public / pemerintah. Seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

 

B.     Pengendalian Inflasi

Inflasi adalah  kenaikan dalam tingkat  harga rata-rata,inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran.

Beberapa cara untuk mengatasi inflasi:

1.      Kebijakan moneter.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional denga cara mengubah jumlah uang yang beredar, penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangu menuju kondisi normal.

Kenijakan moneter dapat dilakukan dengan instrumen-instrumen sebagai berikut:

a.       Politik diskonto (politik uang ketat).

Bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat di kurangi. Poliitk diskonto dilakukan dengan menaikkan suku bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi[5].

b.      Politik pasar terbuka.

Bank sentral menjual obligasi atau surat berharga kepasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat, dan denga menjual surat berharga bank sentral dapar menekan perkembangan jumlah uang  beredar, sehingga jumlah uang beredar dapt dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah. Operasi pasar terbuak (open market operation) bisa disebut dengan kebijakan uang ketat (tigh money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti oblogasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnyan dapat mengurangi inflasi.

c.       Peningkatan cash ratio.

Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bakan Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada kputusan dari bank sentral atau pemerintah. Dengan jalan menaikkan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang  mengendap didalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaiikan cadangan uang kas yang ada di dalam bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjam kepada debitur  atau masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.

 

 

 

2.      Kebiajakn fiskal.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan instrumen berikut:

a.       Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pegeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengekuarannya agar anggaran tidak defisit[6].

b.      Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangu jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya

diguanakan untuk membayar pajak, dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya akan berkurang.

c.       Kebijakan non moneter.

Kebijakan non moneter adalah kebiajakan yang tidak berhubungan dengan finansila pemerintah maupun jumlah uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrumen berikut:

d.      Menggiring agar pengusaha manaikkan hasil produksinya.

Cara ini cukup efektif mengingat inflai disebabkan oleh kenaikkan jumlah barang konsumsi tidak seimbang denga jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat proritas produksi untuk membrei bantuan (subsidi) kepada sektor produksi , bahan bakar dan produksi beras.

e.       Menekan tingkat upah. Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah atau gaji, dalam pengertian bahwea upah tidak sering dinaikkan karena kenaikkan yang relaif sering dilakukan akan dapat meningkatakna daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulakn inflasi.

f.       Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.

g.      Pemerintah melakukan distribusi secara langsung[7].

Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti ayng dillakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pegendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusu barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerinath melalui Bulog atau KUD.

Penganggulangan inflasi yang sangat parah (hyperinflasi) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Sanering berasal dari bahasa belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.

Kebijakan sanering antara lain:

a.       Penurunan niali uang.

b.      Pembekuan sebagian simpanan pada bank bank dengan ketentuan bahwa simpanan  yang dibekukan akan di ganti menjadi simpanan jangka panjang oleh penerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemeritah  pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp.1.000,00 menjadi Rp.1,00

c.       Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini  dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.

d.      Kebijakan penurunan harga dan indexing, ini dilakukan dengan penetuan ceiling price.

e.       Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri . jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar niali mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devalusi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya mata uang suatu negara terhadap nialai mata uang asing. Devaluasi  juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan niali mata unag terhadap mata uang asing[8].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.    Operasi Pasar Bikin Inflasi Terjaga

 

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan inflasi sekitar 0,96% selama semester I 2015. Angka ini dinilai rendah lantaran harga bahan pokok yang terjaga[9].

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, inflasi semester I itu merupakan terendah dalam lima tahun terakhir. Selain itu, angka inflasi sepanjang semester I 2015 juga terendah saat masa Ramadan.

"Inflasi semester I 2015 mencapai 0,96%. Angka ini di bawah satu persen selama 6 bulan pertama," kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (2/7/2015).

Bambang menambahkan, inflasi rendah pada semester I tersebut, maka akan mendukung target inflasi semester II di kisaran 4,2%. "Ini mendukung target inflasi terakhir lebih 4,2%, padahal ini Ramadan. Ini baik Juni kedua terendah selama lima tahun terakhir dan Ramdan terendah," tutur Bambang.

Menurut Bambang, inflasi rendah tersebut, disebabkan oleh keberhasilan pemerintah untuk melakukan operasi pasar, sehingga harga bahan pokok terjaga.

"Operasi pasar berhasil, harga dikendalikan baik cabai, sebagainya, yang harus diapresiasi. Kami berhasil mengendalikan inflasi lebih baik dari sebelumnya," pungkasnya.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi mencapai 0,54% pada Juni 2015. Sementara, berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), 76 kota tercatat mengalami inflasi dan 6 kota deflasi. Untuk laju inflasi year on year (Juni 2014-Juni 2015), tercatat mencapai 7,26%.

Kepala BPS, Suryamin mengatakan, inflasi paling tinggi terjadi di Sorong sebesar 1,9% dan terendah di Palu 0,03%. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Tual yaitu 0,08%. "Deflasi di Tual disebabkan oleh produk ikan yang cukup tinggi suplai ke pasar dalam negeri. Biasa kalau suplai tinggi harga turun," ujar Suryamin[10].

Selain  itu  Basuki Tjahaja Purmana (Ahok) dalam sebuah berita, beliau menyatakan bahwasanya rendahnya inflasi bulan lalu tak lepas dari masifnya pasar yang digelar untuk mengendalikan harga-harga, Ahok menyatakan bahwa hal itu sangat membantu menstabilkan harga pokok pangan.  Selain itu Ahok manyatakan bank Indonesia harus membantu menghitung potensi yang layak dikembangkan dalam nilai ekonomi, dan pembangunan infrastuktur seperti pembangunan Trans Jakarta maka akan membantu menurunkan tingginya tingkat inflasi[11].

 

D.     Nilai Tukar

Menurut musdholifah dan Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.

Misal kurs rupiah terhadap dolar Amerika menunjukkan berapa ruiah yang diperlukan untuk ditukarkan dengan stau dolar Amerika.

Menurut Tiono (2008), kurs (exchange rate) adalah dua pertukaran dua mata uang ang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Heru (2008) menyatakan bahwa niali tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing U$ Dolar. Merosotnya nilai tukar rupiah mereflekasi menurunnya permintaan masyarakat terhadap uang rupiah karena menurunnya peran perekonomiamn nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing U$ Dolar sebagai alat pembayaran internasional. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu bebarti mengambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak menigkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestic semakin melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya kinerja suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang.

Heru (2008) menyatakan bahwa niali tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatnya suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.

a.       Penentuan Nilai Tukar.

Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor seperti yang diuraikan dibawah ini:

1.      Perubahan dalam cita rasa masyarakat.

2.      Perubahan harga barang ekspor dan impor.

3.      Kenaikan harga umum (inflasi).

4.      Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.

5.      Pertumbuhan ekonomi.

b.      Sistem Kurs Mata Uang.

Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang berlaku, yaitu: sistem kurs yang mengambang (floating exchang rate), kurs tertambat (peggeed exchang rate), kurs tertambat mengangkang (crawling pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed exchange rate)[12].

 

c.       Nilai Tukar Rupiah

Seperti yang di sampaikan oleh wakil presiden RI, yakni Jusuf Kala, bahwa nilai tukar mata uang terhadap U$ Amerika terjadi hampir di seluruh wilayah Asia dalam hal ini pemerintah tersu berupaya meningkatkan ekonomi nasional melalui ekspor, menurut JK seluruh mata uang di Negara hampir semuanya melemah, menurutnya indonesi tidaklah melemah melawan yen, ringgit, ataupun lainnya tapi melemahnya hanya pada U$ dolar dikarenakan U$ dolar itu lebih kuat, beliau juga menyampaikan bahwa tidak diam saja dimana pemerintah juga sudah melakukan kebijakan seperti Bank Indonesia menjaga rupiah, OJK menurunkan legal tinggkat perbankan. Tapi yang paling penting menurutnya yakni bagaimana kita mlaksanakan kemampuan ekonomi dalam negeri, seperti ekspor yang lebih baik itu semua dapat kita kuasai, tapi yang tidak bisa kita kuasai ialah harga, dan komoditas yang menurun[13].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

d.      Simak Nilai Tukar Rupiah di 4 Bank Besar.

Liputan6.com, Jakarta - Pasca pengumuman kebijakan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) pada Jumat (18/9/2015), rupiah terlihat bergerak para kisaran sempit[14].

Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07 persen menjadi 14.463 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.452 per dolar AS.
Lalu bagaimana dengan
nilai tukar rupiah di beberapa bank besar? Berikut daftarnya untuk periode 18 sepetember 2015, seperti dikutip dalam situs resmi bank.

·         PT Bank Mandiri Tbk mematok kurs beli pada angka 14.340 per dolar AS Sedangkan untuk jual di angka 14.540 per dolar AS.

·         PT. Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mematok kurs beli di angka 14.385 per dolar AS sedangkan untuk kurs jual di angka 14.535 per dolar AS.

·         PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mematok kurs yang berbeda-beda, untuk transaksi di e-rate atau transaksi melalui e-channel memasang kurs jual di 14.452 per dolar AS dan kurs beli di 14.432 per dolar AS. Untuk transaksi di counter atau kantor cabang dipatok 14.470 per dolar AS untuk jual dan beli 14.450 per dolar AS. Sedangkan untuk transaksi bank note, BCA mematok 14.595 per dolar AS untuk jual dan 14.295 per dolar untuk beli.

·         Sedangkan PT Bank Danamon Indonesia,Tbk mematok jual di level 14.520 per dolar AS dan 14.320 per dolar AS untuk kurs beli.
Kurs jual adalah harga yang dipatok oleh bank jika nasabah ingin menukar
rupiah ke dolar AS. Sedangkan kurs beli adalah jika nasabah ingin menukar dolar AS ke rupiah.

 

 

 

E.     Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral.

Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1994 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah dan memelihara kestabilan nilai rupiah (pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapain single objective nya, yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

1.      Tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan.

2.      Tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran.

Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, disribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlakukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta.

Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam[15].

 

 

F.     Kesetabilan Harga

Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan bahwa pertimbangan inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

1.      Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.

2.      Kedua, inflasi yang tidak stabil mengakibatkan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.

3.      Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Dari sektor domestik, pelemahan ini juga disebabkan isu-isu ekonomi yang relatif masih sama, yaitu bagaimana pemerintah mempercepat belanja agar infrastruktur mulai dibangun dan meyakinkan investor untuk melakukan investasi langsung.

Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Inflasi dapat dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecendrungan bahwasannya harga barang meningkat secara terus menerus. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nialai mata uang secara kontinu, inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi, inflasi juga adalah suatu proses atau pristiwa kenaikan harga barang-barang secara umum. Dapat dikatakan tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang lainnya[16].

Membicarakan tentang kestabilan harga sama saja menyangkut tentang kestabilan ekonomi, yang dimana kestabilan ekonomi mempengaruhi kestabilan harga. Di setiap masalah ekonomi yang ada, hampir kebanyakan berimbas kepada harga-harga. Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan yang dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang/jasa dan arus uang berjalan seimbang.

Stabilitasi ekonomi ini termasuk dalam tujuan masalah ekonomi. Adapun tujuan masalah ekonomi yang lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi Jika kestabilan ekonomi terganggu maka akan berpengaruh didalam semua bidang, seperti kenaikan harga-harga (inflasi) dan merosotnya nilai tukar uang akibat depresiasi nilai rupiah terhadap dollar AS adala fenomena yang paling ditakuti oleh masyarakat berpenghasilan pas-pasan. Sedangkan stabilitas ekonomi makro inilah sebagai penjaga pertumbuhan ekonomi makro inilah sebagai penjaga pertumbahan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable growth). Untuk mencapai sustainable growth sebagai sasaran-sasaran akhir, harus didahului langkah-langkah menciptakan stabilitas ekonomi, yaitu dengan cara meredam laju inflasi dan stabilitas nilai tukar sebagai sasaran antara sebelum mencapai sasaran akhir masyarakat yang sejahtera dan serba berkecukupan. Cara menciptakan stabilitas ekonomi adalah dengan meningkatkan komponen-komponen makro ekonomi yaitu investasi, ekspor, dan konsumsi domestik. [17]

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya inflasi pada bulan Januari-April 0,5% menyusul kenaikan harga bahan makanan dan tarif listrik. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, inflasi mei tercatat sebesar 7,15%, sedangkan secara komulatif Januari-April 0,42%.

Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan efektif untuk mengantisipasi kenaikan inflasi. Dengan cara prmbatasan BBM bersubsidi seperti yang dilakukan pemerintah sekarang, minim trobosan dalam mengantisipasi kenaikan inflasi, dan berdampak pada sempitnya ruang fiskal bagi pemerintah mendatang.

G.    Macam-macam Inflasi

Berdasarkan kualitas tingkat parah atau tidaknya

a.         Inflasi Ringan

Inflasi ringan atau merangkak (creeping inflasi) adalah inflasi lajunya kurang dari 10% per tahun, inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan.

b.         Inflasi Sedang

Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara antara 10% sampai 30% per tahun. Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi. Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat gerak kenaikan harga.

c.         Inflasi Berat[18].

Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%. Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan. Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-pelaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.

 

 

d.        Inflasi Liar

Inflasi ini adalah inflasi yang lajunya sudah melibihi dari 100% pertahun. Inflasi ini terjadi bila disetiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (hyperinflation).

Dalam  ​melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.

Melalui kerangka kebijakan ini, Bank Indonesia akan mengumumkan secara eksplisit mengenai sasaran inflasi yang akan dicapai kepada publik. Selanjutnya kebijakan moneter akan diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi tersebut. Kerangka kebijakan ini juga nantinya akan memberikan transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik. Bank Indonesia menyebutkan bahwa untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, kebijakan moneter yang harus dilakukan bersifat forward looking artinya perubahan stance kebijakan moneter akan dilakukan dengan evaluasi terhadap pergerakan inflasi kedepannya masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah ditargetkan atau tidak[19]. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.[20]

H.    Penetapan Target Inflasi.

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012  sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.

Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan (Lihat Peraturan Menteri Keuangan tentang sasaran inflasi 2013, 2014, dan 2015).

Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada web site Bank Indonesia atau web site instansi Pemerintah lainnya seperti Departemen KeuanganKantor Menko Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.

Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi

Tahun

Target Inflasi

Inflasi Aktual
(%, yoy)

2001

4% - 6%

12,55

2002

9% - 10%

10,03

2003

+1%

5,06

2004

5,5 +1%

6,40

2005

+1%

17,11

2006

+1%

6,60

2007

+1%

6,59

2008

+1%

11,06

2009

4,5 +1%

2,78

2010

5+1%

6,96

2011

5+1%

3,79

2012

4.5+1%

4,30

2013*

4.5+1%

-

2014*

4.5+1%

-

2015*

4+1%

-

 

 

 

 

 

 

 berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012[21].

Untuk mencapai suatu target inflasi, Bank Indonesia menggunakan salah satu instrument utama melalui penetapan suku bunga atau kebijakan (BI Rate) untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Untuk mencapai satu tingkat inflasi tertentu, instrumen kebijakan suku bunga harus melalui jalur transmisi yang cukup panjang dengan periode tertentu (time lag). Apabila digambarkan, proses transmisi kebijakan suku bunga BI sampai mencapai sasaran inflasi adalah sebagai berikut.

Figure 2

[22]Description: Transmisi_small.jpg(Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi-kebijakan/Contents/Default.aspx)

 

Proses kebijakan BI Rate dalam mempengaruhi inflasi dimulai dengan adanya mekanisme penetapan suku bunga BI yang melibatkan interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI rate ini pertama-tama akan mempengaruhi keadaan pada pasar uang antar bank (PUAB). Adanya kebijakan kontraktif atau ekspansif pada suku bunga nantinya akan mempengaruhi suku bunga deposito, dan suku bunga kredit. Dalam keadaan perekonomian yang lesu, Bank Indonesia akan berupaya menstimulus perekonomian melalui kebijakan moneter ekspansif. Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga sehingga suku bunga kredit menurun dan biaya modal juga menurun. Dengan demikian penurunan suku bunga ini akan menyebabkan aktifitas konsumsi meningkat dan keinginan orang untuk memegang uang lebih tinggi. Hal ini juga disertai dengan meningkatnya investasi, sehingga menaikkan laju inflasi. Dengan demikian, harga saham, dan obligasi juga terpengaruh karena adanya perubahan tingkat investasi. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon melalui kebijakan moneter kontraktif dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk menekan aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi laju inflasi.  Berikut adalah gambaran kebijakan moneter ekspansif dan kontraktif yang mempengaruhi harga dan output, digambarkan melalui kurva IS-LM dan agregat Supply dan Demand

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4qIic3oMDbCTN24Qs6HENVGMb_x8rBZeo0SWFt510jh25ge5RsfVNThAMdWpBDE68q9kQ5SvQW8bD1tyH2yM0AZw4681QyHyGkSJAbfnOvm9iB0399dXBbXHEtedVgWc-pMVvVWvc/s1600/kebijakan+moneter+kontraktif.jpgFigure 3

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzxYFM112ul8g8Gf_6W2t7XBQV3JeWfLeqj6TT98NGBqR6ZwJgVsvhxEvSM4gdIaoUERTRwJjzz5vzuI34ETfqoqGgpDU1TD3Xg9O9xfJS2sMTmR0EBEyVMhICrA2xPQiNINL5csXD/s1600/kebijakan+moneter.jpg

a.       Kebijakan moneter ekspansif                               

b.      b. kebijakan moneter kontraktif

 

Selain mempengaruhi suku bunga deposito, kredit dan harga saham, perubahan BI Rate juga mempengaruhi nilai tukar[23]. Kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri.  Dengan semakin besarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah karena permintaan rupiah meningkat seiring dengan investasi dari luar negeri meningkat. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi relatif lebih mahal. Akibatnya produk ekspor kurang kompetitif dan nilai ekspor menurun. Hal ini dapat berdampak pada turunnya net ekspor yang menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi hal tersebut Bank Sentral akan berupaya untuk menurunkan kembali suku bunga sehingga rupiah terdepresiasi dan berdampak pada meningkatnya ekspor dan mengurangi impor, sehingga net ekspor meningkat dan kondisi perekonomian kembali bertumbuh. Kebijakan moneter BI terkait suku bunga ini pada dasarnya akan membentuk sebuah siklus yang berupaya untuk menjaga kestabilan perekonomian.

Dampak perubahan suku bunga pada aktivitas ekonomi juga berpengaruh terhadap ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).  Adanya penurunan suku bunga akan menjadi stimulus yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya, maka hal ini akan menyebabkan kenaikan inflasi. Masyarakat umumnya akan merespon adanya ekspektasi terhadap inflasi ini melalui permintaan kenaikan upah, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan membebankan kenaikan upah ini terhadap produk sehingga terjadi kenaikan harga.

Dalam upaya memenuhi target inflasi, mekanisme transmisi kebijakan moneter memerlukan periode waktu tertentu (time lag) agar kebijakan moneter dapat benar-benar bekerja mempengaruhi inflasi.  Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Perubahan suku bunga pada jalur nilai tukar biasanya menghabiskan waktu tercepat[24].  Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan moneter.  Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga biasanya sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh salah satu komponen yang berada di dalam suku bunga kredit adalah tingkat risiko disamping biaya operasional perbankan. Begitu pula, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Pada akhirnya, kondisi sektor keuangan, sektor perbankan dan sektor riil sangat mempengaruhi cepat lambatnya transmisi kebijakan moneter dalam upaya mencapai stabilitas ekonomi melalui pencapain sasaran inflasi yang telah ditetapkan.[25]

I.       Inflation targeting framework (ITF).

Hal yang dimaksud dengam kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadao harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencaoai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 bank indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter ( inflation targeting framework ) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang ( free floating ).

Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, bank indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, bank indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bungan ) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka dipasar uang baikrupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah.

ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara. Eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi diatas, sejak berlakunya UU No 23/1999 indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai “inflation targeting lite”.

 

J.       Alasan pemilihan ITF[26] :

1.      Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :

·         Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).

·         Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.

·         Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.

·         Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.

·         Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.

2.      Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).

3.      Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan[27].

Dalam penerapan ITF pemerintah tidak bisa langsung seenaknya menggunakan ITF sebagai kebijakan moneter, tetapi pemerintah harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1.      Menciptakan independensi bank sentral. Ada beberapa independensi yang dimiliki bank sentral, tapi yang terpenting adalah independensi instrumen. Artinya, bank sentral memiliki kebebasan untuk menentukan dan menggunakan setiap instrumen kebijakan tanpa diganggu oleh kepentingan pihak lain ( eksekutif dan legislatif). Gangguan yang sering terjadi berasal dari sisi fiskal, yaitu kebijakan pembiayaan defisit anggaran melalui pencetakan uang baru (seignarage). Jika hal ini terjadi, maka sangat sulit bagi bank sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar (money supply) yang memenuhi dua kepentingan sekaligus. Untuk alas an itu, maka dominasi fiskal dalam model ITF merupakan suatu keharusan.

2.      Menghindari target-target nominal selain inflasi. Tidak adanya target nominal selain inflasi, misalnya target nilai tukar. Secara teoritis dan empirik inflasi memiliki hubungan yang erat dengan nilai tukar. Akibatnya, memilih target inflasi berarti mengorbankan target nilai tukar. Jika inflasi yang dipilih untuk dijadikan target atau sasaran akhir kebijakan moneter, maka perekonomian harus menerima konsekuensi dari berapapun besarnya nilai tukar. Untuk alasan itu, maka regim nilai tukar yang relevan dengan model ITF adalah free floating exchange rates.

 

K.    Sasaran Inflasi.

Sasaran inflasi adalah tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk periode tiga tahun dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Dalam PMK No.66 / PMK.011 / 2012, target inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk 2013, 2014 dan 2015 adalah 4,5%, 4,5% dan 4% dengan deviasi ± 1%[28].

Target inflasi ini digambarkan sebagai patokan untuk bisnis dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi masa depan mereka dan dengan demikian membawa inflasi turun ke, tingkat yang stabil rendah. Pemerintah dan Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan melalui koordinasi kebijakan yang konsisten melacak target ini. Salah satu ukuran untuk pengendalian inflasi untuk membawa rendah, inflasi yang stabil adalah membentuk dan membimbing ekspektasi inflasi masyarakat terhadap jangkar target inflasi yang telah ditetapkan.

Sasaran inflasi dipublikasikan di website dan situs yang dimiliki oleh lembaga pemerintah lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bank Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi diadopsi oleh Bank Indonesia. Namun, setelah undang-undang ini mulai berlaku, target inflasi telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam sebuah langkah untuk memperkuat kredibilitas Bank Indonesia.

1.      Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat[29].

2.      Pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6%±1%, dan 5,0%±1%. (Berdasarkan siaran pers : Rapat Koordinasi Bidang Makroekonomi tanggal 17 Maret 2006). Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.

 

 

 

Indikator Kebijakan Moneter[30]

1.      Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.

2.      Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.

3.      Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Respon Kebijakan Moneter

Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:

·         Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).

·         Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.

·         Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.

 

1.      Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan.

·           BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.

·           BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

·           BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.

2.      Proses penetapan respon kebijakan moneter

·         Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.

·         Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.

·         Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.

·         Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.

3.      Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan

·         BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya[31].

·         BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:

1.      Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan

2.       Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.

4.      Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

Operasi Pengendalian Moneter:

1.      Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.

2.      Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen:

·      Operasi Pasar Terbuka (OPT)[32].

·      Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities).

·      Intervensi di pasar valas.

·      Penetapan giro wajib minimum (GWM).

·      Himbauan moral (moral suassion).

3.      Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

 

Koordinasi dengan Pemerintah

1.      Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.

2.      Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan Mou yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:

·         Bank Indonesia menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.

·         Dalam hal terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.

1.    Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor[33]. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi “milik bersama”. Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut[34]. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.

2.    Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.

3.    Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.

4.    Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi[35].

Transparansi

1.      Kebijakan moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi.

2.      Komunikasi kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.

3.      Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan “Laporan Kebijakan Moneter” atau “Inflation Report”), maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.

4.      Komunikasi kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.

 

 

 

 

 

Akuntabilitas.

1.      Pertanggung-jawaban kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.

2.      Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter (“Monetary Policy Report” atau “Inflation Report”) secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.

3.      Laporan Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.

4.      Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat yang dilakukan paling lambat Februari tahun berikutnya[36].

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan.

Setelah melihat pembahas di atas maka penulis dapat simpulkan, bahwa inflasi merupakan masalah ekonomi yang selalu di hadapi oleh negara indonesia yang hingga sekarang tak kunjung usai. Namun dalam hal ini pun pemerintah indonesia sesungguhnya tak tak diam saja, pemerintah hingga kini tetap melakukan kebijakan, kebijakan tersebut antara lain instrument kebijakan moneter langsung, Instrument Kebijakan Moneter Tidak Langsung (indirect monetary policy instruments). Sealin itu masalah yang tidak kunjung selasai yakni masalah nilai tukar, namun dalam hal ini pemerintah juga sudah melakukan hal-hal yang sedikit dapat menanggulangi masalah nilai nilai tukar, salah satunya yakni dengan melakukan operasi pasar secara rutin.

B.     Saran

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiskal dan Moneter. Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa, makalah yang disusun ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak sekali kekurangan ataupun belum memenuhi target. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kehilafan, dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena penulis juga masih dalam tahap belajar belajar. Sehingga dalam penyajian materi penulis menyadari masih banyak kekurangan.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

                                                       

Berita Satu, Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar, 18 September 2015

Chanel 1

Febrian Eko Wicaksono, Liputan6. Com, Menkeu Bambang Operasi Pasar Bikin

Inflasi Terjaga, 02 Juli 2015

http://alief-wardana.blogspot.sg/2011/06/inflation-targeting-framework-di.html

http://bisnis.liputan6.com/read/2320537/simak-nilai-tukar-rupiah-di-4-bank-

besar-pada-18-september

http//keefektifan kebijakan moneter.blogspot.com

Https://magisterekonomi.wordpress.com/2008/06/23/inflation-targeting       framework-itf-di-indonesia

Https:/Santirahman.wordpress.com/2015/04/22/penjelasan-danperbedaan-kebijakan-fiskal-moneter-dan-sektor-rill/

Http://uasuin.wordpress.com/2012/01/03/instrumen-kebijakan moneter

http://www.bi.go.id/en/moneter/inflasi/bi-dan-inflasi/Contents/Penetapan.aspx

Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiska,l 2010 (Jakarta: BumiAksara).

Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi     kebijakan/Contents/Default.aspx

                                                                                   

 

 

 



[1] Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiskal (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Hal.31

[2] Ibid.,

[3]Https:/Santirahman.wordpress.com/2015/04/22/penjelasan-danperbedaan-kebijakan-fiskal-moneter-dan-sektor-rill/

[5] Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiskal, Hal.31

[6] Ibid.,

[7] Ibid.,

[8] Ibid.,

[9] Febrian Eko Wicaksono, Liputan6. Com, Menkeu Bambang Operasi Pasar Bikin Inflasi Terjaga, 02 Juli 2015

 

[10] Ibid.,

[11] Berita Satu, Pengendalian Inflasi, Chanel 1, 13 Juli 2015

[12] Ibid.,Pengentar kebijakan fiskal, Hal. 31

[13] Berita Satu, Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Chanel 1, 18 September 2015

[14]http://bisnis.liputan6.com/read/2320537/simak-nilai-tukar-rupiah-di-4-bank-besar-pada-18-september

[15] Ibid., Instrumen Kebijakan Moneter, Hal.31

[16] Diniayu21.blogspot.co.id, tujuan stabilitas ekonomi.

[17] Diklatknpk.wordpress.com, perimbangan/stability.

[18] Ibid.,

[19] Ibid.,

[20] http//keefektifan kebijakan moneter.blogspot.com

[21] Ibid.,

[22](Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi-kebijakan/Contents/Default.aspx)

 

[23] Ibid.,

[24] Ibid.,

[25] http//penetapan target inflasi.blogspot.com

[27] Ibid.,

[29] Ibid.,

[31] Ibid.,

[32] Ibid.,

[33] Ibid.,

[34] Ibid.,

[35] Ibid.,

[36] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar