BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebijakan
moneter merupakan upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu: suku bunga,
giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir
bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Sejalan
dengan perkembangan ekonomi di dunia, Indonesia menetapkan stabilitas harga
sebagai sasaran tunggal sebagaimana tercermin dalam undang-undang Bank
Indonesia yang baru (UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia). Tujuan utama
pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang diuraikan di atas maka perlu kita bahas tentang masalah inflasi
maupun nilai tukar, adapun hal-hal yang perlu kita kaji anatara lain
1. Bagaimana
kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi inflasi.
2. Berapa
besar tingkat inflasi yang dihadapi indonesia saat ini.
3. Apa
langkah yang di lakukan unutk menanggapi turunnya nialai tukar.
C.
Tujuan
Pembahasan yang di kaji
dalam makalah ini yakni bertujuan untuk:
1. Mengetahui
apa kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi inflasi.
2. Bagaimana
langkah yang harus dilakukan untuk menangani niali tukar yang saat ini semakin
merosot.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Instrumen Kebijakan Moneter
Dalam
mengatur jumlah uang yang beredar, bank sentral umumnya menggunakan beberapa
instrument kebijakan moneter yang dapat digolongkan kedalam dua jenis
instrument yaitu:
1. Instrument Kebijakan Moneter Langsung (direct
monetary policy instruments).
Instrument pengendalian moneter yang secara langsung mempengaruhi
sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Sasaran operasional yang
dimaksud adalah target monetary base yaitu uang primer dan reserve bank.
Pengendalian moneter yang dilakukan secara langsung tersebut memiliki kemampuan
yang langsung mempengaruhi neraca bank-bank umum.
Instrument
kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank
sentral
atau otoritas moneter terutama di Negara-negara berkembang
antara
lain sebagai berikut:
a.
Credit
seiling / pagu kredit.
Yaitu penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan
untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral.
Penentuan jumlah pagu kredit yang dapat disalurkan setiap bank antara lain
dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki oleh bank atau
dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikelola[1].
b.
Kebijakan
ini diadopsi oleh Bank Indonesia sebagai instrument pengendalian langsung
sampai era deregulasi atau kebijakan moneter dan perbankan 1 juni 1983,
instrument ini dapat dikatakan cukup efektif menekan laju kenaikan harga
(inflasi) pada saat itu, namun dari sisi lain instrument tersebut sangat tidak
efektif dan bahkan menjadi disinsentif bagi perbankan dalam upaya mobilisasi
dana masyarakat. Dan instrument ini dapat menyebabkan terjadinya distorsi
sumber-sumber daya karena adanya kecenderungan bank-bank mengalami ekses
likuiditas akibat fungsi intermediasi tidak dapat dilakukan secara optimal.
c.
Penetapan
tingkat bunga.
Bank sentral dalam melaksanakan pengendalian moneter langsung
dengan menentukan tingkat bunga (interest rate ceiling), dilakukan dengan
menentukan besarnya tingkat bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank
kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah
debiturnya.
d.
Penurunan
nilai uang .
Salah satu kebijakan pengeendaliann moneter yang berdampak langsung
terhadap pengurangan jumlah uang beredar adalah dengan menurunkan nilau uang
yang ada ditangan masyarakat atau perbankan. Nilai penurunan uang biasanya
dilakukan dengan persentase tertentu misalnya 25% atau 50% dari nilai nominal
uang, tergantung kebujakan pemerintah atau bank sentral[2].
Penurunan nilai mata uang ini pernah dilakukan saat tahun 1965,
pemerintah melakukan penurunan nilai rupiah dari Rp 1000 menjadi hanya Rp 1,
penurunan nilai uang tersebut bias saja mendapatkan penggantian dari
pemerintah, namun bias saja tidak. Kalau pemerintah memberikan penggantian
biasannya jumlah penurunan nilai uang ditukar denga Surat Utang Negara.
e.
Kredit
langsung.
Kredit langsung
ini dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang
merupakan sector yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah deprogram
oleh pemerintah.
Kredit ini
disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan (perbankan)
sebagai agennya. Oleh karena itu, kredit ini sering juga disebut sebagai kredit
program.
Pemerintah
telah banyak menyalurkan kredit langsung ini pada tahun 1980-an untuk memacu
perkembangan sector usaha kecil menengah, yaitu kredit modal kerja permanen dan
kredit investasi kecil. Pada akhir decade 1990-an, pemerintah menyalurkan
kredit langsung dalam bentuk dana bergulir yang diberikan kepada sektor UKM.
2. Instrument Kebijakan Moneter Tidak
Langsung (indirect monetary policy instruments[3]).
Instrument
pengendalian moneter yang secara tidak langsung mempengaruhi sasaran
operasional kearah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagai otoritas moneter.
Instrument tidak langsung yang digunakan bank sentral dalam rangka
mengendalikan variable moneter antara lain sebagai berikut:
a. Operasi Pasar
terbuka.
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities.
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan memebeli surat
berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. OPT
dilaksanakan untuk mempengaruhi likuditas rupiah di pasar uang yang pada
gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua
cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesai (SBI) dan intervensi
rupiah melalui Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Penjualan SBI
dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar
mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sementra itu, kegiatan intervensi
rupiah dilakukan oleh Bank Sentral untuk menyesuiakan kondisi pasar uang baik
likuiditas maupun tingkat suku bunga.
b. Fasilitas diskonto.
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar
dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk
membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank
sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang
beredar berkurang.
Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat
diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar melalui
perubahan tingkat bunga pinjaman. Dengan menaikkan diskonto, maka biaya untuk
meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan
bank umum untuk melakukan pinjaman ke bank sentral.
Akibatnya
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.. disamping itu jumlah cadangan juga
dapat dipengaruhi melalui instrument ini. Apabila tingkat diskonto mengalami kenaikkan
maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan jumlah cadangan
ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menetapkan kebijakan moneter yang
ketat.
c.
Penetapan cadangan
wajib minimum (reserves requirements).
Kebijakan
perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila
cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan jumlah deposito sehingga jumlah uang beredar cenderung meningkat,
dan sebaliknyaapabila cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi
jumlah deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar.
d.
Himbauan moral (moral
suasion)[4].
yang
mengatur tindak-tindakan para banker dan
manajer senior institusi-institusi financial dalam kegiatan operasional
kesehariannya agar serah dengan kepentingan public / pemerintah. Seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan
kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam
uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian.
B.
Pengendalian
Inflasi
Inflasi adalah kenaikan
dalam tingkat harga rata-rata,inflasi
dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran.
Beberapa
cara untuk mengatasi inflasi:
1.
Kebijakan
moneter.
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan nasional denga cara mengubah jumlah uang yang beredar,
penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangu menuju
kondisi normal.
Kenijakan moneter dapat dilakukan dengan instrumen-instrumen
sebagai berikut:
a.
Politik
diskonto (politik uang ketat).
Bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat
di kurangi. Poliitk diskonto dilakukan dengan menaikkan suku bunga sehingga
mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman
guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit
yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya
mengurangi tekanan inflasi[5].
b.
Politik
pasar terbuka.
Bank sentral menjual obligasi atau surat berharga kepasar modal
untuk menyerap uang dari masyarakat, dan denga menjual surat berharga bank
sentral dapar menekan perkembangan jumlah uang
beredar, sehingga jumlah uang beredar dapt dikurangi dan laju inflasi
dapat lebih rendah. Operasi pasar terbuak (open market operation) bisa
disebut dengan kebijakan uang ketat (tigh money policy), dilakukan
dengan menjual surat-surat berharga, seperti oblogasi negara, kepada masyarakat
dan bank-bank. Akibatnya jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit
oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnyan dapat mengurangi
inflasi.
c.
Peningkatan
cash ratio.
Kebijakan
persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bakan Sentral kepada
bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada kputusan dari bank sentral atau
pemerintah. Dengan jalan menaikkan perbandingan antara uang yang beredar dengan
uang yang mengendap didalam kas
mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah
uang yang beredar akan berkurang. Menaiikan cadangan uang kas yang ada di dalam
bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjam kepada debitur atau masyarakat menjadi berkurang. Hal ini
berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
2.
Kebiajakn
fiskal.
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Kebijakan
fiskal dapat dilakukan dengan instrumen berikut:
a.
Mengatur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pegeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengekuarannya agar
anggaran tidak defisit[6].
b.
Menaikkan
pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangu jumlah konsumsinya
karena sebagian pendapatannya
diguanakan untuk membayar pajak, dan juga akan mengakibatkan
penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang
bersifat konsumtif tentunya akan berkurang.
c.
Kebijakan
non moneter.
Kebijakan non moneter adalah kebiajakan yang tidak berhubungan
dengan finansila pemerintah maupun jumlah uang yang beredar, cara ini merupakan
langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat
dilakukan melalui instrumen berikut:
d.
Menggiring
agar pengusaha manaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflai disebabkan oleh kenaikkan
jumlah barang konsumsi tidak seimbang denga jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu pemerintah membuat proritas produksi untuk membrei bantuan (subsidi)
kepada sektor produksi , bahan bakar dan produksi beras.
e.
Menekan
tingkat upah. Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah atau gaji, dalam
pengertian bahwea upah tidak sering dinaikkan karena kenaikkan yang relaif
sering dilakukan akan dapat meningkatakna daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada
akhirnya akan menimbulakn inflasi.
f.
Pemerintah
melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
g.
Pemerintah
melakukan distribusi secara langsung[7].
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti ayng
dillakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran
tertinggi/HET). Pegendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada
pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap.
Untuk menghindari pasar gelap maka distribusu barang harus dapat dilakukan
dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerinath melalui Bulog atau KUD.
Penganggulangan inflasi yang sangat parah (hyperinflasi) ditempuh
dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Sanering berasal
dari bahasa belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain:
a.
Penurunan
niali uang.
b.
Pembekuan
sebagian simpanan pada bank bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan di ganti menjadi simpanan
jangka panjang oleh penerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh
pemeritah pada tahun 1960-an pada saat
inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp.1.000,00
menjadi Rp.1,00
c.
Kebijakan
yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi.
Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai
misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung
meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan
harga.
d.
Kebijakan
penurunan harga dan indexing, ini dilakukan dengan penetuan ceiling price.
e.
Devaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar
negeri . jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi
agar niali mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devalusi lebih sering
dikaitkan dengan menurunnya mata uang suatu negara terhadap nialai mata uang
asing. Devaluasi juga merujuk kepada
kebijakan pemerintah menurunkan niali mata unag terhadap mata uang asing[8].
C. Operasi Pasar Bikin Inflasi Terjaga
Liputan6.com, Jakarta Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) menyatakan inflasi
sekitar 0,96% selama semester I 2015. Angka ini dinilai rendah
lantaran harga bahan pokok yang terjaga[9].
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan,
inflasi semester I itu merupakan terendah dalam lima tahun terakhir. Selain itu,
angka inflasi sepanjang semester I 2015 juga terendah saat masa Ramadan.
"Inflasi semester I 2015 mencapai 0,96%.
Angka ini di bawah satu persen selama 6 bulan pertama," kata Bambang di
Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (2/7/2015).
Bambang menambahkan, inflasi rendah pada
semester I tersebut, maka akan mendukung target inflasi semester II di kisaran
4,2%. "Ini mendukung target inflasi terakhir lebih 4,2%, padahal ini
Ramadan. Ini baik Juni kedua terendah selama lima tahun terakhir dan Ramdan
terendah," tutur Bambang.
Menurut Bambang, inflasi rendah tersebut,
disebabkan oleh keberhasilan pemerintah untuk melakukan operasi pasar, sehingga
harga bahan pokok terjaga.
"Operasi pasar berhasil, harga
dikendalikan baik cabai, sebagainya, yang harus diapresiasi. Kami berhasil
mengendalikan inflasi lebih baik dari sebelumnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS)
melaporkan laju inflasi mencapai 0,54%
pada Juni 2015. Sementara, berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), 76 kota
tercatat mengalami inflasi dan 6 kota deflasi. Untuk laju inflasi year on
year (Juni 2014-Juni 2015), tercatat mencapai 7,26%.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan, inflasi paling
tinggi terjadi di Sorong sebesar 1,9% dan terendah di Palu 0,03%. Sementara
deflasi tertinggi terjadi di Tual yaitu 0,08%. "Deflasi di Tual disebabkan
oleh produk ikan yang cukup tinggi suplai ke pasar dalam negeri. Biasa kalau
suplai tinggi harga turun," ujar Suryamin[10].
Selain
itu Basuki Tjahaja Purmana (Ahok)
dalam sebuah berita, beliau menyatakan bahwasanya rendahnya inflasi bulan lalu
tak lepas dari masifnya pasar yang digelar untuk mengendalikan harga-harga,
Ahok menyatakan bahwa hal itu sangat membantu menstabilkan harga pokok
pangan. Selain itu Ahok manyatakan bank
Indonesia harus membantu menghitung potensi yang layak dikembangkan dalam nilai
ekonomi, dan pembangunan infrastuktur seperti pembangunan Trans Jakarta maka
akan membantu menurunkan tingginya tingkat inflasi[11].
D.
Nilai Tukar
Menurut musdholifah dan Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah
perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
Misal
kurs rupiah terhadap dolar Amerika menunjukkan berapa ruiah yang diperlukan
untuk ditukarkan dengan stau dolar Amerika.
Menurut
Tiono (2008), kurs (exchange rate) adalah dua pertukaran dua mata uang
ang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata
uang tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu
perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Heru
(2008) menyatakan bahwa niali tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan
penawaran terhadap mata uang asing U$ Dolar. Merosotnya nilai tukar rupiah
mereflekasi menurunnya permintaan masyarakat terhadap uang rupiah karena
menurunnya peran perekonomiamn nasional atau karena meningkatnya permintaan
mata uang asing U$ Dolar sebagai alat pembayaran internasional. Semakin menguat
kurs rupiah sampai batas tertentu bebarti mengambarkan kinerja di pasar uang
semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak menigkatnya laju inflasi maka
nilai tukar domestic semakin melemah terhadap mata uang asing. Hal ini
mengakibatkan menurunnya kinerja suatu perusahaan dan investasi di pasar modal
menjadi berkurang.
Heru (2008) menyatakan bahwa niali tukar rupiah terhadap mata uang
asing pun mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan
menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan
meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi
dan juga meningkatnya suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat
mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.
a.
Penentuan
Nilai Tukar.
Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang
selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak
faktor seperti yang diuraikan dibawah ini:
1.
Perubahan
dalam cita rasa masyarakat.
2.
Perubahan
harga barang ekspor dan impor.
3.
Kenaikan
harga umum (inflasi).
4.
Perubahan
suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
5.
Pertumbuhan
ekonomi.
b.
Sistem
Kurs Mata Uang.
Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang
berlaku, yaitu: sistem kurs yang mengambang (floating exchang rate),
kurs tertambat (peggeed exchang rate), kurs tertambat mengangkang (crawling
pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), kurs tetap (fixed
exchange rate)[12].
c.
Nilai
Tukar Rupiah
Seperti yang di sampaikan oleh wakil presiden RI, yakni Jusuf Kala,
bahwa nilai tukar mata uang terhadap U$ Amerika terjadi hampir di seluruh
wilayah Asia dalam hal ini pemerintah tersu berupaya meningkatkan ekonomi nasional
melalui ekspor, menurut JK seluruh mata uang di Negara hampir semuanya melemah,
menurutnya indonesi tidaklah melemah melawan yen, ringgit, ataupun lainnya tapi
melemahnya hanya pada U$ dolar dikarenakan U$ dolar itu lebih kuat, beliau juga
menyampaikan bahwa tidak diam saja dimana pemerintah juga sudah melakukan
kebijakan seperti Bank Indonesia menjaga rupiah, OJK menurunkan legal tinggkat
perbankan. Tapi yang paling penting menurutnya yakni bagaimana kita mlaksanakan
kemampuan ekonomi dalam negeri, seperti ekspor yang lebih baik itu semua dapat
kita kuasai, tapi yang tidak bisa kita kuasai ialah harga, dan komoditas yang
menurun[13].
d.
Simak Nilai Tukar Rupiah di 4 Bank
Besar.
Liputan6.com, Jakarta - Pasca
pengumuman kebijakan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) pada Jumat
(18/9/2015), rupiah terlihat
bergerak para kisaran sempit[14].
Kurs tengah
Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07 persen
menjadi 14.463 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level
14.452 per dolar AS.
Lalu bagaimana dengan nilai tukar rupiah di
beberapa bank besar? Berikut daftarnya untuk periode 18 sepetember 2015,
seperti dikutip dalam situs resmi bank.
·
PT Bank Mandiri Tbk mematok kurs beli pada
angka 14.340 per dolar AS Sedangkan untuk jual di angka 14.540 per dolar AS.
·
PT. Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mematok
kurs beli di angka 14.385 per dolar AS sedangkan untuk kurs jual di angka
14.535 per dolar AS.
·
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mematok kurs
yang berbeda-beda, untuk transaksi di e-rate atau transaksi melalui e-channel
memasang kurs jual di 14.452 per dolar AS dan kurs beli di 14.432 per dolar AS.
Untuk transaksi di counter atau kantor cabang dipatok 14.470 per dolar
AS untuk jual dan beli 14.450 per dolar AS. Sedangkan untuk transaksi bank
note, BCA mematok 14.595 per dolar AS untuk jual dan 14.295 per dolar untuk
beli.
·
Sedangkan PT Bank Danamon Indonesia,Tbk mematok
jual di level 14.520 per dolar AS dan 14.320 per dolar AS untuk kurs beli.
Kurs jual adalah harga yang dipatok oleh bank jika nasabah ingin menukar rupiah ke dolar
AS. Sedangkan kurs beli adalah jika nasabah ingin menukar dolar AS ke rupiah.
E.
Tugas
Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1994 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia
adalah dan memelihara kestabilan nilai rupiah (pasal 7). Amanat ini memberikan
kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan
tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapain single objective nya,
yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah
tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi
tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.
Tekanan
inflasi yang berasal dari sisi permintaan.
2.
Tekanan
inflasi yang berasal dari sisi penawaran.
Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
tekanan inflasi dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi
penawaran (bencana alam, musim kemarau, disribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya
berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan
menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlakukan adanya kerjasama
dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta.
Tanpa
dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi
selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya
ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Apa
yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu
berfluktuasi secara tajam[15].
F.
Kesetabilan
Harga
Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan bahwa pertimbangan inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
1. Pertama,
inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus
turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan
semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
2. Kedua,
inflasi yang tidak stabil mengakibatkan ketidakpastian (uncertainty) bagi
pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
3. Ketiga,
tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi
di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak
kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Dari
sektor domestik, pelemahan ini juga disebabkan isu-isu ekonomi yang relatif
masih sama, yaitu bagaimana pemerintah mempercepat belanja agar infrastruktur
mulai dibangun dan meyakinkan investor untuk melakukan investasi langsung.
Inflasi
adalah kenaikan harga secara umum. Inflasi dapat dikatakan sebagai suatu proses
kenaikan harga, yaitu adanya kecendrungan bahwasannya harga barang meningkat
secara terus menerus. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nialai mata uang
secara kontinu, inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukan inflasi, inflasi juga adalah suatu proses atau pristiwa
kenaikan harga barang-barang secara umum. Dapat dikatakan tingkat harga secara
umum karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya. Ada
kemungkinan harga sejumlah barang turun banyak barang lainnya yang justru naik
harganya. Kenaikan satu barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila
kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang
lainnya[16].
Membicarakan
tentang kestabilan harga sama saja menyangkut tentang kestabilan ekonomi, yang
dimana kestabilan ekonomi mempengaruhi kestabilan harga. Di setiap masalah
ekonomi yang ada, hampir kebanyakan berimbas kepada harga-harga. Stabilitas
ekonomi adalah suatu keadaan yang dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara
terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang/jasa dan arus
uang berjalan seimbang.
Stabilitasi
ekonomi ini termasuk dalam tujuan masalah ekonomi. Adapun tujuan masalah
ekonomi yang lainnya yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi Jika
kestabilan ekonomi terganggu maka akan berpengaruh didalam semua bidang,
seperti kenaikan harga-harga (inflasi) dan merosotnya nilai tukar uang akibat
depresiasi nilai rupiah terhadap dollar AS adala fenomena yang paling ditakuti
oleh masyarakat berpenghasilan pas-pasan. Sedangkan stabilitas ekonomi makro
inilah sebagai penjaga pertumbuhan ekonomi makro inilah sebagai penjaga
pertumbahan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable growth). Untuk mencapai sustainable growth sebagai
sasaran-sasaran akhir, harus didahului langkah-langkah menciptakan stabilitas
ekonomi, yaitu dengan cara meredam laju inflasi dan stabilitas nilai tukar
sebagai sasaran antara sebelum mencapai sasaran akhir masyarakat yang sejahtera
dan serba berkecukupan. Cara menciptakan stabilitas ekonomi adalah dengan meningkatkan
komponen-komponen makro ekonomi yaitu investasi, ekspor, dan konsumsi domestik.
[17]
Badan
Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya inflasi pada bulan Januari-April
0,5% menyusul kenaikan harga bahan makanan dan tarif listrik. Apabila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, inflasi mei tercatat sebesar
7,15%, sedangkan secara komulatif Januari-April 0,42%.
Salah
satunya dengan mengeluarkan kebijakan efektif untuk mengantisipasi kenaikan
inflasi. Dengan cara prmbatasan BBM bersubsidi seperti yang dilakukan
pemerintah sekarang, minim trobosan dalam mengantisipasi kenaikan inflasi, dan
berdampak pada sempitnya ruang fiskal bagi pemerintah mendatang.
G.
Macam-macam
Inflasi
Berdasarkan
kualitas tingkat parah atau tidaknya
a.
Inflasi Ringan
Inflasi
ringan atau merangkak (creeping inflasi) adalah inflasi lajunya kurang dari 10%
per tahun, inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu
berada dalam proses pembangunan.
b.
Inflasi Sedang
Inflasi ini
memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara antara 10% sampai 30% per tahun.
Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi. Perlu diingat
laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat gerak kenaikan harga.
c.
Inflasi Berat[18].
Inflasi berat
adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%. Kenaikan harga sudah sulit
dikendalikan. Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-pelaku ekonomi yang
memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.
d.
Inflasi Liar
Inflasi ini
adalah inflasi yang lajunya sudah melibihi dari 100% pertahun. Inflasi ini
terjadi bila disetiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga
orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot
disebut inflasi yang tidak terkendali (hyperinflation).
Dalam
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja
yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF) dengan menganut
sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Kerangka kerja ini
diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan
moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran
kebijakan moneter.
Melalui kerangka kebijakan ini, Bank
Indonesia akan mengumumkan secara eksplisit mengenai sasaran inflasi yang akan
dicapai kepada publik. Selanjutnya kebijakan moneter akan diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi tersebut. Kerangka
kebijakan ini juga nantinya akan memberikan transparansi dan akuntabilitas
kebijakan publik. Bank Indonesia menyebutkan
bahwa untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, kebijakan moneter yang harus
dilakukan bersifat forward looking
artinya perubahan stance
kebijakan moneter akan dilakukan dengan evaluasi terhadap pergerakan inflasi
kedepannya masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah ditargetkan atau
tidak[19]. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku
bunga kebijakan (BI Rate) yang
diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan
suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.[20]
H. Penetapan
Target Inflasi.
Target atau
sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi
berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota
Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan
untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan
PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal
30 April 2012 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing
dengan deviasi ±1%.
Sasaran
inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat
dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat
diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia
akan senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
tersebut melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi
tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan
stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat
agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan (Lihat Peraturan Menteri Keuangan
tentang sasaran inflasi 2013, 2014, dan 2015).
Angka target
atau sasaran inflasi dapat dilihat pada web site Bank Indonesia atau web site
instansi Pemerintah lainnya seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan
kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.
Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Tahun |
Target
Inflasi |
Inflasi
Aktual |
2001 |
4% - 6% |
12,55 |
2002 |
9% - 10% |
10,03 |
2003 |
9 +1% |
5,06 |
2004 |
5,5 +1% |
6,40 |
2005 |
6 +1% |
17,11 |
2006 |
8 +1% |
6,60 |
2007 |
6 +1% |
6,59 |
2008 |
5 +1% |
11,06 |
2009 |
4,5 +1% |
2,78 |
2010 |
5+1% |
6,96 |
2011 |
5+1% |
3,79 |
2012 |
4.5+1% |
4,30 |
2013* |
4.5+1% |
- |
2014* |
4.5+1% |
- |
2015* |
4+1% |
- |
berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30
April 2012[21].
Untuk mencapai suatu
target inflasi, Bank Indonesia menggunakan salah satu instrument utama melalui
penetapan suku bunga atau kebijakan (BI
Rate) untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan
akhir pencapaian inflasi. Untuk mencapai satu tingkat inflasi tertentu,
instrumen kebijakan suku bunga harus melalui jalur transmisi yang cukup panjang
dengan periode tertentu (time lag).
Apabila digambarkan, proses transmisi kebijakan suku bunga BI sampai mencapai
sasaran inflasi adalah sebagai berikut.
Figure 2
[22](Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi-kebijakan/Contents/Default.aspx)
Proses
kebijakan BI Rate dalam mempengaruhi inflasi dimulai dengan adanya mekanisme
penetapan suku bunga BI yang melibatkan interaksi antara Bank Sentral,
perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI rate ini
pertama-tama akan mempengaruhi keadaan pada pasar uang antar bank (PUAB).
Adanya kebijakan kontraktif atau ekspansif pada suku bunga nantinya akan
mempengaruhi suku bunga deposito, dan suku bunga kredit. Dalam keadaan
perekonomian yang lesu, Bank Indonesia akan berupaya menstimulus perekonomian
melalui kebijakan moneter ekspansif. Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga
sehingga suku bunga kredit menurun dan biaya modal juga menurun. Dengan
demikian penurunan suku bunga ini akan menyebabkan aktifitas konsumsi meningkat
dan keinginan orang untuk memegang uang lebih tinggi. Hal ini juga disertai
dengan meningkatnya investasi, sehingga menaikkan laju inflasi. Dengan
demikian, harga saham, dan obligasi juga terpengaruh karena adanya perubahan
tingkat investasi. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank
Indonesia merespon melalui kebijakan moneter kontraktif dengan menaikkan suku
bunga BI Rate untuk menekan aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga
mengurangi laju inflasi. Berikut adalah gambaran kebijakan moneter
ekspansif dan kontraktif yang mempengaruhi harga dan output, digambarkan
melalui kurva IS-LM dan agregat Supply
dan Demand.
Figure 3
a.
Kebijakan moneter
ekspansif
b.
b. kebijakan moneter
kontraktif
Selain
mempengaruhi suku bunga deposito, kredit dan harga saham, perubahan BI Rate juga mempengaruhi nilai tukar[23].
Kenaikan BI Rate akan mendorong
kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar
negeri. Dengan semakin besarnya selisih suku bunga tersebut mendorong
investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di
Indonesia seperti SBI Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan
mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah karena permintaan rupiah meningkat
seiring dengan investasi dari luar negeri meningkat. Apresiasi Rupiah
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar
negeri menjadi relatif lebih mahal. Akibatnya produk ekspor kurang kompetitif
dan nilai ekspor menurun. Hal ini dapat berdampak pada turunnya net ekspor yang
menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi hal tersebut Bank Sentral
akan berupaya untuk menurunkan kembali suku bunga sehingga rupiah terdepresiasi
dan berdampak pada meningkatnya ekspor dan mengurangi impor, sehingga net
ekspor meningkat dan kondisi perekonomian kembali bertumbuh. Kebijakan moneter
BI terkait suku bunga ini pada dasarnya akan membentuk sebuah siklus yang
berupaya untuk menjaga kestabilan perekonomian.
Dampak
perubahan suku bunga pada aktivitas ekonomi juga berpengaruh terhadap
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Adanya penurunan suku bunga
akan menjadi stimulus yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya,
maka hal ini akan menyebabkan kenaikan inflasi. Masyarakat umumnya akan
merespon adanya ekspektasi terhadap inflasi ini melalui permintaan kenaikan
upah, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan membebankan kenaikan upah ini
terhadap produk sehingga terjadi kenaikan harga.
Dalam
upaya memenuhi target inflasi, mekanisme transmisi kebijakan moneter memerlukan
periode waktu tertentu (time lag)
agar kebijakan moneter dapat benar-benar bekerja mempengaruhi inflasi. Time
lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Perubahan suku
bunga pada jalur nilai tukar biasanya menghabiskan waktu tercepat[24].
Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan
transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko
perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga
biasanya sangat lambat. Hal ini disebabkan oleh salah satu komponen yang berada
di dalam suku bunga kredit adalah tingkat risiko disamping biaya operasional
perbankan. Begitu pula, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi
untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya
permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di
sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu
direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek
perekonomian sedang lesu. Pada akhirnya, kondisi sektor keuangan, sektor
perbankan dan sektor riil sangat mempengaruhi cepat lambatnya transmisi
kebijakan moneter dalam upaya mencapai stabilitas ekonomi melalui pencapain
sasaran inflasi yang telah ditetapkan.[25]
I. Inflation
targeting framework (ITF).
Hal
yang dimaksud dengam kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadao harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk
mencaoai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 bank indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter ( inflation
targeting framework ) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (
free floating ).
Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karenanya, bank indonesia juga menjalankan kebijakan
nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan
untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, bank
indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bungan )
dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Secara operasional,
pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen,
antara lain operasi pasar terbuka dipasar uang baikrupiah maupun valuta asing,
penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum dan pengaturan
kredit atau pembiayaan. Bank indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah.
ITF
merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman
kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa
periode ke depan. Secara. Eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan
stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi diatas,
sejak berlakunya UU No 23/1999 indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai
“inflation targeting lite”.
J. Alasan
pemilihan ITF[26]
:
1. Pemilihan
kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
·
Memenuhi
prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
·
Sesuai dengan amanat UU
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.
3/2004.
·
Hasil riset menunjukkan
semakin sulit pengendalian besaran moneter.
·
Pengalaman empiris
negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan
inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
·
Dapat meningkatkan
kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
2. Penerapan
ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja,
dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan
perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang
kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk
perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti
membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero
inflation).
3. Inflasi
rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena
tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi
tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti
dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga
jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi.
Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun.
Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi
asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah
sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti
inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan[27].
Dalam penerapan
ITF pemerintah tidak bisa langsung seenaknya menggunakan ITF sebagai kebijakan
moneter, tetapi pemerintah harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Menciptakan
independensi bank sentral. Ada beberapa independensi yang dimiliki bank
sentral, tapi yang terpenting adalah independensi instrumen. Artinya, bank
sentral memiliki kebebasan untuk menentukan dan menggunakan setiap instrumen
kebijakan tanpa diganggu oleh kepentingan pihak lain ( eksekutif dan legislatif).
Gangguan yang sering terjadi berasal dari sisi fiskal, yaitu kebijakan
pembiayaan defisit anggaran melalui pencetakan uang baru (seignarage).
Jika hal ini terjadi, maka sangat sulit bagi bank sentral untuk mengontrol
jumlah uang beredar (money supply) yang memenuhi dua kepentingan
sekaligus. Untuk alas an itu, maka dominasi fiskal dalam model ITF merupakan
suatu keharusan.
2. Menghindari
target-target nominal selain inflasi. Tidak adanya target nominal selain
inflasi, misalnya target nilai tukar. Secara teoritis dan empirik inflasi
memiliki hubungan yang erat dengan nilai tukar. Akibatnya, memilih target
inflasi berarti mengorbankan target nilai tukar. Jika inflasi yang dipilih
untuk dijadikan target atau sasaran akhir kebijakan moneter, maka perekonomian
harus menerima konsekuensi dari berapapun besarnya nilai tukar. Untuk alasan
itu, maka regim nilai tukar yang relevan dengan model ITF adalah free
floating exchange rates.
K. Sasaran
Inflasi.
Sasaran
inflasi adalah tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia yang
berkoordinasi dengan Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia,
sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk periode tiga
tahun dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Dalam PMK No.66 / PMK.011 / 2012,
target inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk 2013, 2014 dan 2015 adalah
4,5%, 4,5% dan 4% dengan deviasi ± 1%[28].
Target inflasi ini
digambarkan sebagai patokan untuk bisnis dan masyarakat dalam melakukan
kegiatan ekonomi masa depan mereka dan dengan demikian membawa inflasi turun
ke, tingkat yang stabil rendah. Pemerintah dan Bank Indonesia tetap berkomitmen
untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan melalui koordinasi
kebijakan yang konsisten melacak target ini. Salah satu ukuran untuk
pengendalian inflasi untuk membawa rendah, inflasi yang stabil adalah membentuk
dan membimbing ekspektasi inflasi masyarakat terhadap jangkar target inflasi
yang telah ditetapkan.
Sasaran
inflasi dipublikasikan di website dan situs yang dimiliki oleh lembaga
pemerintah lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator
Perekonomian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bank
Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
sasaran inflasi diadopsi oleh Bank Indonesia. Namun, setelah undang-undang ini
mulai berlaku, target inflasi telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam sebuah
langkah untuk memperkuat kredibilitas Bank Indonesia.
1. Sasaran
inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah
setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off)
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat[29].
2. Pemerintah
setelah berkoordinasi dengan BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran
inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%,
6%±1%, dan 5,0%±1%. (Berdasarkan siaran pers : Rapat Koordinasi Bidang
Makroekonomi tanggal 17 Maret 2006). Penetapan lintasan sasaran inflasi ini
sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang
sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.
Indikator
Kebijakan Moneter[30]
1. Dalam
merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan
mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi,
pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi
dan keuangan secara keseluruhan.
2. Demikian
pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah
kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi
kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan
ditingkatkan.
3. Analisis
dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk
mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran
inflasi yang telah ditetapkan.
Respon Kebijakan
Moneter
Tujuan dan bentuk
respon kebijakan moneter adalah sbb:
·
Respon (stance)
kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi
ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah
ditetapkan (konsistensi).
·
Respon kebijakan
moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
·
Perubahan (kenaikan
atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
1. Fungsi
BI Rate sebagai sinyal kebijakan.
·
BI Rate adalah suku bunga
instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk
berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda
oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate
tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi
diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank
Indonesia.
·
BI Rate diumumkan ke
publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan
moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran
inflasi ke depan.
·
BI Rate digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan
agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga
instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku
bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka
yang lebih panjang.
2. Proses
penetapan respon kebijakan moneter
·
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
·
Respon kebijakan
moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
·
Penetapan respon
kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan
moneter dalam mempengaruhi inflasi.
·
Dalam kondisi yang luar
biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
3. Dasar
pertimbangan penetapan respon kebijakan
·
BI Rate merupakan
respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada
sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika
deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang
telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya[31].
·
BI Rate ditetapkan oleh
Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
1. Rekomendasi
BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk
pencapaian sasaran inflasi, dan
2. Berbagai informasi lainnya seperti leading
indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion,
asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan
kebijakan moneter.
4. Respon
kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara
konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi
untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian
sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam
kelipatan 25 bps.
Operasi
Pengendalian Moneter:
1. Berbeda
dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional
pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan
moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh
pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat
efektivitas kebijakan moneter.
2. Pengendalian
moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen:
· Operasi
Pasar Terbuka (OPT)[32].
· Instrumen
likuiditas otomatis (standing facilities).
· Intervensi
di pasar valas.
· Penetapan
giro wajib minimum (GWM).
· Himbauan
moral (moral suassion).
3. Pengendalian
moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor
suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi
dengan Pemerintah
1. Koordinasi
dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan
dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga
tugas dan wewenang masing-masing.
2. Koordinasi
Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan
sesuai dengan Mou yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri
Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
·
Bank Indonesia
menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan
Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
·
Dalam hal terjadi
kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi
tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan
perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
1. Pentingnya
keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan
beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan
Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya
adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai
negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata
niaga impor[33].
Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan
penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua,
kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia
di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi
“milik bersama”. Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia
dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan
menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut[34].
Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah
menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa
harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
2. Sebagai
tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan
sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim
Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun
tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran
inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya
terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang
mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai
sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan
pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara
otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi
menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.
3. Koordinasi
Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi
makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan
Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
4. Koordinasi
Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian
lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya
sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi[35].
Transparansi
1. Kebijakan
moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan
pencapaian sasaran inflasi.
2. Komunikasi
kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran
inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan
akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan
Gubernur.
3. Komunikasi
kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran
pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk
menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan
“Laporan Kebijakan Moneter” atau “Inflation Report”), maupun penjelasan
langsung kepada masyarakat.
4. Komunikasi
kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak
terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.
Akuntabilitas.
1. Pertanggung-jawaban
kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
2. Pertanggung-jawaban
kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun
penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter (“Monetary Policy Report”
atau “Inflation Report”) secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu
kebijakan moneter yang dipandang perlu.
3. Laporan
Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk
transparansi dan koordinasi.
4. Dalam
hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia
menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan
Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat yang
dilakukan paling lambat Februari tahun berikutnya[36].
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Setelah
melihat pembahas di atas maka penulis dapat simpulkan, bahwa inflasi merupakan
masalah ekonomi yang selalu di hadapi oleh negara indonesia yang hingga
sekarang tak kunjung usai. Namun dalam hal ini pun pemerintah indonesia
sesungguhnya tak tak diam saja, pemerintah hingga kini tetap melakukan
kebijakan, kebijakan tersebut antara lain instrument kebijakan moneter langsung, Instrument Kebijakan Moneter Tidak
Langsung (indirect monetary policy instruments). Sealin itu masalah yang tidak
kunjung selasai yakni masalah nilai tukar, namun dalam hal ini pemerintah juga
sudah melakukan hal-hal yang sedikit dapat menanggulangi masalah nilai nilai
tukar, salah satunya yakni dengan melakukan operasi pasar secara rutin.
B. Saran
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiskal
dan Moneter. Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis menyadari
bahwa, makalah yang disusun ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
sekali kekurangan ataupun belum memenuhi target. Oleh karena itu, penulis mohon
maaf atas segala kehilafan, dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena
penulis juga masih dalam tahap belajar belajar. Sehingga dalam penyajian materi
penulis menyadari masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Satu, Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar, 18
September 2015
Chanel 1
Febrian Eko
Wicaksono, Liputan6. Com, Menkeu Bambang Operasi Pasar Bikin
Inflasi Terjaga, 02
Juli 2015
http://alief-wardana.blogspot.sg/2011/06/inflation-targeting-framework-di.html
http://bisnis.liputan6.com/read/2320537/simak-nilai-tukar-rupiah-di-4-bank-
besar-pada-18-september
http//keefektifan kebijakan moneter.blogspot.com
Https://magisterekonomi.wordpress.com/2008/06/23/inflation-targeting framework-itf-di-indonesia
Https:/Santirahman.wordpress.com/2015/04/22/penjelasan-danperbedaan-kebijakan-fiskal-moneter-dan-sektor-rill/
Http://uasuin.wordpress.com/2012/01/03/instrumen-kebijakan moneter
http://www.bi.go.id/en/moneter/inflasi/bi-dan-inflasi/Contents/Penetapan.aspx
Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiska,l 2010 (Jakarta: BumiAksara).
Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi kebijakan/Contents/Default.aspx
[1] Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiskal (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), Hal.31
[2] Ibid.,
[3]Https:/Santirahman.wordpress.com/2015/04/22/penjelasan-danperbedaan-kebijakan-fiskal-moneter-dan-sektor-rill/
[5] Rahayu, Dkk, Pengantar Kebijakan Fiskal, Hal.31
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
[8] Ibid.,
[9] Febrian Eko
Wicaksono, Liputan6. Com, Menkeu Bambang Operasi Pasar Bikin Inflasi
Terjaga, 02 Juli 2015
[10] Ibid.,
[11] Berita Satu, Pengendalian Inflasi, Chanel 1, 13 Juli 2015
[12] Ibid.,Pengentar kebijakan fiskal, Hal. 31
[13] Berita Satu, Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Chanel
1, 18 September 2015
[14]http://bisnis.liputan6.com/read/2320537/simak-nilai-tukar-rupiah-di-4-bank-besar-pada-18-september
[15] Ibid., Instrumen Kebijakan Moneter,
Hal.31
[16] Diniayu21.blogspot.co.id, tujuan stabilitas ekonomi.
[17] Diklatknpk.wordpress.com, perimbangan/stability.
[18] Ibid.,
[19] Ibid.,
[20] http//keefektifan kebijakan moneter.blogspot.com
[21] Ibid.,
[22](Sumber:http://www.bi.go.id/id/moneter/transmisi-kebijakan/Contents/Default.aspx)
[23] Ibid.,
[24] Ibid.,
[25] http//penetapan target inflasi.blogspot.com
[27] Ibid.,
[29] Ibid.,
[30]https://magisterekonomi.wordpress.com/2008/06/23/inflation-targeting-framework-itf-di-indonesia/
[31] Ibid.,
[32] Ibid.,
[33] Ibid.,
[34] Ibid.,
[35] Ibid.,
[36] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar