Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH KEBIJAKAN DALAM SIKLUS APBN

 

A.PENGERTIAN SIKLUS ANGGARAN APBN

Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, Rancangan Undang – Undang Angaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD[1].anggaran pendapatan dan belanja negara merupakan pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya ditetapkan dengan undang-undang, dan didalamnya terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan

siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran (APBN)  disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang.

.      APBN adalah suatu daftar yang memuat perincian sumber-sumber pendapatan negara dan jenis-jenis pengeluaran negara dalam jangka waktu  satu tahun (1 januari 31 desember), yang ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara atau lembaga pemerintah pusat.rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain[2]

dalam rangka penyusunan anggaran berbasis prestasi kerja (kinerja) sebagaimana telah diuraikan di muka, penyusunan anggaran juga dikelompokkan menurut program-program yang ditetapkan oleh pemerintah. selanjutkan program-program tersebut dirinci lagi ke dalam kegiatan-kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran dan indikator keberhasilannya.

APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, dalam menyusun APBN diupayakan agar belanja oprasional tidak melampaui pendapat dalam tahun anggaran yang bersangkutan. penyusunan rancangan APBN tersebut berpedoman kepada RKP dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam undang-undangan tentang APBN. defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3 % dari produk domestik bruto (PDB) dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 %  dari PDB. dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada dewan perwakilan rakyat. penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggung jawaban antar generasi

B.PENYUSUNAN ANGGARAN APBN

Pada tahap awal penyusunan anggaran, pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada dewan perwakilan rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan mei tahun berjalan. berdasarkan hasil pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementrian negara atau lembaga dalam penyusunan usulan anggaran .

       Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, kementrian atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementrian negara atau lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL  disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada menteri keuangan sebagai bahan penyusun rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

penyusunan rencana kerja mengacu kepada peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja pemerintah dan peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2004 tentang RKA-KL. penyusunan rencana kerja kementrian negara atau lembaga untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. untuk selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKL-KL ditetapkan setiap tahun melalui keputusan mentri keuangan.

Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam undang-undang 17 tahun 2003 tentang keungan negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran. perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term exspenditure framework), penerapan pengganggaran secara terpadu (unified budget) dan penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget)

       dengan menggunakan pendekatan penyusunan anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan anggaran diharapkan akan semakin menjamin peningkatan keterkaitkan antar proses perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting). pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) tentang APBN tahun berikutnya disertai dengan nota keungan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan agustus. pembahasan RUU APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.

dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan

APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsu,subfungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angkata APBN tahun anggaran sebelumnya. setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang rincian pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan peraturan presiden tentang rincian APBN . selanjutnya mentri keuangan memberitahukan kepada mentri atau pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementrian negara atau lembaga. mentri atau pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementrian negara atau lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam peraturahn presiden tentang rincian APBN. dokumen pelaksaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satker serta pendapatan yang diperkirakan.

pada dasarnya dalam penyusunan APBN pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro yaitu:

a.       produk domestik bruto (PDB) dalam rupiah

b.      pertumbuhan ekonomi tahunan (%)

c.       inflasi (%)

d.      nilai tukar rupiah per USD

e.       suku bunga SBI  3 bulan (%)

f.       harga minyak indonesia (USD/barel)

g.      produk minyak indonesia (barel/hari)

dalam penyusunan APBN pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan DPR menetapkan undang-undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

       APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja oprasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, penyusunan rangcangan APBN sebagaimana dimaksud di atas harus berpedoman pada rencana kerja pemerintah

1.Pendapatan Negara

       pendapatan negara adalah semua hak  pemerintah pusat yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. arti pendapatan daerah secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai semua penerimaan kas umum negara yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggarn bersangkutan, yang menjadi hak pemerintah pusat, yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat[3]

pendapatan negara terdiri atas:

a.       penerimaan pajak (termasuk bea masuk dan cukai)

b.      penerimaan bukan pajak, dan

c.       hibah

2. Belanja Negara

      belanja negara pada dasarnya terdiri atas dua jenis:

a)      belanja pemerintah pusat , adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun daerah (sekonsentrasi dan tugas pembantuan). belanja pemerintah pusat dapat dikelompokkan menjadi: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi Non-BBM, belanja hibah, belanja sosial (termasuk pennaggulangan bencana) dan belanja lainnya

b)      belanja daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan, belanja daerah meliputi:

1)      dana bagi hasil

2)      dana alokasi umum

3)      dana alokasi khusus

4)      dana otonomi khusus

belanja negara adalah semua kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih. jadi, belanja negara ini dapat diartikan sebagai semua pengeluaran kas umum negara yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak diperoleh kembali pembayarannya oleh pemerintah pusat[4]. belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah.

belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

                               I.            rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara atau lembaga pemerintah pusat

                            II.            rincian belanja negara, menurut fungsinya antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial

                         III.            rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain

3. Pembiayaan

pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

       arti pembiayaan dapat didefinisikan sebagai seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran

       penerimaan untuk pembiayaan atau disebut dengan istilah penerimaan pembiayaan dapat berasal dari pinjaman dan hasil investasi. pengeluaran untuk pembiayaan disebut dengan istilah pengeluaran pembiayaan antar lain digunakan untuk melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah

pada dasarnya pembiayaan meliputi:

a.       pembiayaan dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang negara, serta penyertaan modal negara

b.      pembiayaan lur negri meliputi:

·         penarikan pinjaman luar negeri, terdiri tas pinjaman program dan pinjaman proyek

·         pembayaran cicila pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan moratorium

C. Penyampaian Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka  ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada dewan perwakilan rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulai mei tahun berjalan

       pemerintah pusat dan dewan perwakilan rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya

       berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama dewan perwakilan rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementrian negara atau lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

D. Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara atau Lembaga

Dalam rangka menyususn rencangan APBN menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementrian negara atau lembaga tahun berikutnya.

       rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. rencana kerja dan anggaran ini harus  disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun

       selanjutnya rencana kerja dan anggaran tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaran pendahuluan rancangan APBN kemudian hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada meteri keuangan sebagai bahan penyusun rancangan undang-undamng tentang APBN tahun berikutnya. Ketentuan Lebih L;Anjut Mengenai Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementrian Negara Atau Lembaga Diatur Dengan Pemerintah

 

 

E. Pengajuan Rancangan Undang-Undang Tentang APBN dan Persetujuan DPR

       Pemerintah Pusat Mengajukan Rancangan  undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran yang akan datang, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan agustus tahun sebelumnya.

pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN tersebut dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN sepanjang perubahan rancangan undang-undang tentang APBN yang disusulkan oleh DPR tersebut tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran

       pengambilan keputusan oleh dewan mengenai rancangan undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahunanggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR tersebut terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatanm dan jenis belanja

       apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN, maka pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya

F.     PENGAWASAN DAN PELAKSANAAN APBN

1.      Pengawasan APBN

Pengawasan dalam rangka pelaksanaan APBN dilakukan secara berjenjang. Ditinjau dari struktur pengelolaan anggaran,pengawasan diawali dari Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran, Bendaharawan Pengeluaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ditinjau dari struktur organisasi, bahwa setiap pemimpin unit kerja  pada level manapun mempunyai fungsi manajerial, yang antara lain melakukanj pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh anggota organisasi.  Pengawasan terdiri dari beberapa jenis, sebagai berikut:

 

1.      Pengawasan Fungsional,

a. Pengawasan Fungsional internal instansi, dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk Kementerian, dan oleh Inspektorat untuk Non Kementerian (LPND). Pengawasan dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan APBN dan kegiatan yang didekonsentrasikan;

 

b. Pengawasn fungsional ekstern instansi/intern pemerintah, dilakukan oleh BPKP, namun dengan tertibnya PP No.60/2006, BPKP  melaksanakan fungsi pengendalian terhadap pelaksanaan APBN oleh Kemenetrian dan LPND;

 

c. Pengawasan fungsional intern Pemerintah Provinsi, dilaksanakan oleh BAWASDA Provinsi untuk mengawasi pelaksanaan APBD. Sedangkan pelaksanaan tugas dekosentrasi pengawasan dilakukan oleh oleh Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian/LPND;

 

d. Pengawasan fungsional intern Pemerintah Kabupaten/Kota; dilakukan oleh BAWASDA Kabupaten/Kota, maupun oleh BAWASDA Propinsi untuk pelaksanaan APBN, Sedangkan pelaksanaan tugas dekosentrasi pengawasan dilakukan oleh oleh Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian/LPND;

 

e. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Dalam Negeri.

 

2.      Pengawasan Eksternal Pemerintah

 

Pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, menjelaskan bahwa BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan anggaran yang dilaksanakan oleh Kementrian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, BUMN/BUMD.  Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, meliputi:

a.       Pemeriksaan Keuangan: yaitu pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.

b.      Pemeriksaan Kinerja: yaitu pemeriksaan atas efisiensi serta efektifitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen. Secara khusus pemeriksaan ini bertujuan untuk: Mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga legislatif, dan bagi eksekutif bertujuan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien dan efektif.

c.       Pemeriksaan dengan tujuan tertentu: adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

 

3.      Pengawasan Politik

Sesuai dengan fungsinya DPR/DPR melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan yang telah diputuskan oleh DPR/DPRD

4.      Pengawasan Yudikatif, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yudikatif.

 

5.      Pengawasan yang dilakukan oleh Masyarakat (WASMAS), terhadap pemerintah dalam melaksanakan berbagai kegiatan pemerintahan maupun pembangunan;

Disamping   berbagai  jenis pengawasan  sebagaimana tersebut di atas, sebagai upaya dalam mengurangi berbagai penyimpangan dan pemborosan, juga dilakukan kegiatan pengawasan sebagai berikut :

1.      Pengawasan Preventif

Dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas, atau kesalahan dan penyimpangan dalam  prosedur yang harus ditempuh. Yang menjadi instrumen  pengawasan adalah:

a.       UU APBN

b.      Keppres Pelaksanaan APBN

c.       DIPA

d.      Limit penyimpangan uang bagi bendaharawan

e.       Larangan pembayaran oleh bank kepada  bendaharawan atas saldo bendaharawan bersangkutan pada bank tersebut.

2.      Pengawasan Represif

Dilakukan dengan membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi.

3.      Pengawasan Dari Jauh (Pengawasan Pasif)

A.    Pengujian dan penelitian terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) beserta bukti pendukung. Pemeriksaan ini hanya meninjau dari segi formalnya tanpa diteliti segi materialnya.

4.      Pengawasan Dari Dekat (Pengawasan Aktif)

Pengawasan di tempat kejadian transaksi secara langsung terhadap pelaksanaan adminstrasi sebagai bukti kelengkapan SPJ yang telah dikirimkan.

5.      Pemeriksaan Kebenaran Formal Menurut Hak

Dilakukan terhadap transaksi yang mengakibatkan pembayaran atau tagihan kepada negara, dengan memperhatikan jangka waktu, dasar hukum, dan keabsahan dokumen.

6.      Pemeriksaan Kebenaran Material Mengenai Maksud dan Tujuan

Pengeluaran dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemborosan dengan meperhatikan kebutuhan barang dan dana yang dianggarkan.

 

2.      Pelaksanaan APBN

  Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri Keuangan terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, badan pemeriksa keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jendral Anggaran,  Direktur Jendral Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Perbendaharaan terkait, Kuasa Dendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran.

  Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangakan dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana.

  Dalam kaitannya dengan pelaksanaan angggaran belanja, pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan baahwa Pengguna Anagggran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengna pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatab dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.

  Pedoman untuk pelaksanaan belanja Negara terdiri atas: peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Negara, yaitu yang memuat bagaimana prosedur pengelolaan keuangan Negara mulai dari ketersediaan dana, pengajuan tagihan kepada Negara, penatausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara.

  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang pedoman pembayaran dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan Dirjen Perdendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendaparan dan Belanja Negara,  sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER -11/PB/2011.

  Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian Negara/lembaga sebagaimana tercantum dalam DIPA dan Petunjuk Operasional Kegiatan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaiamana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.[5]

3.      Latar Belakang Penyusunan APBN

      Pada PP 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN dijelaskan bahawa terdapat tiga bentuk yang melatar belakangi penyusunan APBN, yaitu:

1.      Filosofis

Untuk menjamin agar APBN yang merupakan amanat rakyat kepada presiden selaku penyelenggara negara dapat dilaksanakan secara tertib, transparan dan akuntabel.

2.      Yuridis

a.       Melaksanakan pasal 2 huruf a dan huruf c uu no. 1  tahun 2004.

b.      sebagai payung hukum atas aturan pelaksanaan yang selama ini telah diatur dalam pmk/kmk/perdirjen.

3.      Sosiologis

APBN khusus dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat oleh karena  itu diperlukan pedoman pelaksanaan APBN.

4.      Tujuan Penyusunan PP 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN

1.      Memberikan pedoman pelaksanaan APBN, komprehensif, dan landasan yuridis yang kuat sehingga dapat menjadi acuan berbagai kebijakan yang berimplikasi pada pelaksanaan APBN.

2.      Menyederhanakan sistem pelaksanaan anggaran selama ini yang terlalu banyak eksepsi.

3.      Menyempurnakan berbagai ketentuan pelaksanaan yang telah terbit selama ini berdasarkan perkembangan pengelolaan keuangan Negara.

4.      Sebagai upaya percepatan realisasi APBN.

5.      Menggantikan Keppres 42 Tahun 2002 beserta perubahannya yang sudah tidak sesuai.[6]

5.      Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Adapun di dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran meliputi:

1.      Penyusunan

a.       Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA (Psl.29)

b.      DIPA disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja yang dirinci menurut klasifikasi fungsi, organisasi, dan jenis belanja (Psl.30)

2.      Pengesahan

a.       Kewenangan Menkeu selaku BUN untuk mengesahkan DIPA

b.      Kewenangan pengujian kesesuaian isi DIPA sebelum pengesahan

c.       Fungsi pengesahan DIPA sebagai pernyataan kesiapan BUN dalam pelaksanaan anggaran sesuai rencana penarikan dana. (Psl 35)

3.      Revisi

a.       Pengaturan sebab sebab revisi DIPA karena alasan administratif, alokatif, perubahan rencana penarikan dana, dan/atau perubahan rencana penerimaan dana (Psl.38)

6.      Subtansi Pokok Pengaturan

1.      Pejabat  Perbendaharaan

Adapun struktur dari Pejabat  Perbendaharaan meliputi:

a.       Pengguna Anggaran (PA)

1)      Kewenangan untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan anggaran  yang menjadi tanggung jawabnya (Psl.3)

2)      Bertanggung jawab secara formal dan materiil atas pelaksanaan kebijakan anggaran (Psl.4)

3)      Menkeu selaku PA atas BA yang  tidak dikelompokkan dalam BA K/L yang kegiatannya bukan merupakan tugas dan fungsi Menkeu hanya bertanggung jawab dari sisi formal (Psl.4).

4)      Pelimpahan kewenangan penunjukan pejabat perbendaharaan negara kepada KPA (Psl.5)

b.      Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

1)      Penunjukan KPA bersifat ex officio (Psl.6)

2)      Penunjukan KPA atas pelaksanaan UB dan TP dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul Gubernur/Bupati/Walikota atau dapat didelegasikan kepada kepala daerah (Psl.7)

3)      Bertanggung jawab secara formal dan materiil atas pelaksanaan kegiatan yang berada pada penguasaannya (Psl.10)

c.       Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

1)      Melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara (Psl.11-12)

2)      PPK bertanggung jawab atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul dari penggunaan bukti hak tagih kepada negara (Psl.13)

d.      Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PP SPM)

1)      Melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran negara (Psl. 14-15)

2)      PPSPM bertanggung jawab terhadap kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi dokumen hak tagih pembayaran dan akibat yang timbul dari pengujian yang dilakukan (Psl.16)

e.       Bendahara Umum Negara (BUN)

1)      Pendelegasian kewenangan pengangkatan bendahara penerimaa/pengeluaran dari Menteri/Pimpinan Lembaga kepada kepala satuan kerja (Psl.18)

2)      Persyaratan sertifikasi bendahara bagi pejabat/pegawai yang akan diangkat menjadi bendahara penerimaan/pengeluaran yang akan diatur lebih lanjut dengan Perpres (Psl.21, Psl.25, Psl.28)

3)      Pengangkatan bendahara pengeluaran pembantu untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran (Psl.27)

2.      Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Adapun di dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran meliputi:

1.      Penyusunan

c.       Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA (Psl.29)

d.      DIPA disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja yang dirinci menurut klasifikasi fungsi, organisasi, dan jenis belanja (Psl.30)

2.      Pengesahan

d.      Kewenangan Menkeu selaku BUN untuk mengesahkan DIPA

e.       Kewenangan pengujian kesesuaian isi DIPA sebelum pengesahan

f.       Fungsi pengesahan DIPA sebagai pernyataan kesiapan BUN dalam pelaksanaan anggaran sesuai rencana penarikan dana. (Psl 35)

3.      Revisi

1)      Pengaturan sebab sebab revisi DIPA karena alasan administratif, alokatif, perubahan rencana penarikan dana, dan/atau perubahan rencana penerimaan dana (Psl.38)

3.      Pelaksanaan Anggaran Pendapatan  Negara

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan  Negara di dalamnya meliputi:

a.       Penyetoran pendapatan negara

Penyetoran pendapatan negara melalui bank sentral atau bank umum dan badan lannya (Psl 43)

Kewajiban penyetoran ke kas negara tepat waktu dan adanya pengenaan sanksi administratif berupa denda (Psl 46)

Penetapan wajib pungut pajak kpd setiap PA/KPA dan/atau bendahara (Psl 47)

b.      Pengelolaan PNBP

Tanggungjawab Menteri/Pimpinan Lembaga yang memiliki sumber PNBP untuk melakukan pemungutan PNBP (Psl 48)

Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan PNBP (Psl 48)

Kewenangan dan tanggungjawab KPA untuk memperhitungkan PNBP yang terutang dari pembayaran yang dilakukannya (Psl 53)

c.       Hibah

Tanggungjawab Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal atas pelaksanaan pendapatan hibah (Psl 56)

Keharusan pendapatan hibah dikelola dalam APBN (Psl 56)

4.      Pelaksanaan Anggaran Belanja

a.       Pelaksanaan komitmen

Pagu Anggaran yang sudah terikat komitmen tidak dapat digunakan untuk kebutuhan lain (Psl.57)

Proses pengadaan barang dan jasa sebelum tahun anggaran dimulai setelah RKA disetujui oleh DPR (Psl.59)

Izin pejabat yang berwenang atas perjanjian yang membebani anggaran lebih dari satu tahun anggaran (Psl.61)

Perjanjian menggunakan valas dapat membebani DIPA rupiah murni dengan nilai ekuivalen valas (Psl.63)

Kewajiban menyetorkan uang hak negara yg berasal dr komisi, rabat, potongan, dan penerimaan lain (Psl.64)

b.      Penyelesaian tagihan

Penyelesaian tagihan kepada negara dilaksanakan berdasarkan hak dan bukti yg sah untuk memperoleh pembayaran (Psl.65)

Kewenangan bendahara pengeluaran utk melakukan pembayaran atau menolak perintah bayar dr KPA (Psl.66)

Kewajiban PPK utk mengesahkan bukti pembelian/pembayaran sebagai hak tagih kepada negara (Psl.67)

Penyampaian SPM oleh KPA dilengkapi dengan pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan dan/atau data perjajian (Psl.67)

Pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/jasa dengan menyampaikan jaminan atas pembayaran (Psl.68)

Kewajiban memperhitungkan kewajiban apabila pihak ketiga masih mempunyai utang kepada negara (Psl.69)

Tanggung jawab PPK menatausahakan komitmen dan kewajiban menyampaikan data komitmen kepada kuasa BUN (Psl.71)

Dalam menerbitkan SP2D, Kuasa BUN melakukan pengujian SPM yg diajukan oleh KPA (Psl.73)

Hak tagih kepada negara diselesaikan paling lambat 30 hari kalender (Psl.75)

7.      Pelaksanaan Anggaran

4.         Pejabat Perbendaharaan Negara pada Satker Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran (PA), dapat mendelegasikan kepada KPA untuk menunjuk :

a.       Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

b.      Pejabat penandatangan SPM

c.       Bendahara Pengeluaran

d.      Bendahara Penerimaan

5.         Gambaran Umum Pengeluaran Negara

didasarkan pada prinsip-prinsip :

a.       Hemat, tidak mewah, efisien sesuai kebutuhan teknis

b.      Efektif, terarah dan terkendali sesuai rencana/program/kegiatan

c.       Mengutamakan produksi dalam negeri

d.      Belanja negara dilakukan atas hak dan bukti yangsah

e.       Jumlah dana merupakan batas tertinggi

8.      Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara 2015

Pemerintah dan DPR telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 berupa pendapatan sebesar Rp1.793,6 triliun, belanja

sebesar Rp2.039,5 triliun, dan defisit anggaran mencapai Rp245,9 triliun atau 2,21 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara dalam APBN Tahun 2015 sebesar Rp1.793,5 triliun terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.380

triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp410,3 triliun serta hibah sebesar Rp3,2 triliun. Sementara itu, belanja Negara sebesar Rp2.039,5 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.392,4 triliun dan dana transfer ke daerah serta dana desa sebesar Rp647,1 triliun. Belanja pemerintah

pusat terdiri atas belanja Kementerian/ Lembaga Rp647,3 triliun dan belanja non Kementerian/ Lembaga Rp745,1 triliun.[7]

 

G.    DAMPAK APBN TIDAK DIREVISI[8]

Penyususnan APBN berdasarkan asumsi-asumsi ekonomi makro. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dihitung rencana pendapatan dan belanja dalam negara dalam satu tahun anggaran, sehingga dapat digunakan untuk menentukan jumlah pembiayaan anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah. Apabila asumsi ekonomi makro berubah dari perkiraan semula dan tidak dilakukn revisi, maka besaran angka pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran tidak lagi sesuai dengan kondisi berjalan dan APBN tidak dapat menampung perubahan yang terjadi.  Selain itu defisit APBN dapat meningkat tinggi sehingga besar kemungkinan tidak dapat dibiayai. akibatnya kredibilitas APBN akan menurun dan mempengaruhi pengelolaan fiskal yang akan datang.

Penyusunan APBN didasarkan atas asas berimbang dan dinamis artinya sektor penerimaan diusahakan selalu meningkat dan sektor pengeluaran diusahakan untuk selalu dilakukan penghematan dan lebih diarahkan pada dana pembangunan untuk kegiatan yang menunjang peingkatan produksi nasional sehingga besarnya pengeluaran (belanja) seimbang dengan penerimaan.

      Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN asumsi dasar tersebut adalah: pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan harga minyak. Berdasarkan asumsi tersebut  bahwasannya pemerintah harus lebih memfokuskan dalam lima komponen tersebut karena apabila ke lima komponen tersebut tidak diperhatikan maka keadaan/ kondisi negara akan memburuk.

 

1.      Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi jangka panjang ditinjau dari sudut ekonomi perkembangan ekonomi menimbulkan dua efek penting yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat  meningkat dan penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin bertambahnya jumlah penduduk. Setiap persen pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat perbaikan kesejahtraan bagi rakyat. APBN merupakan salah satu negara untuk mengendalikan arah pembangunan dalam pnyusunannya pemerintah dapat mengalokasikan dana yang akan digunakan dengan skala yang diprioritaskan, sehingga APBN yang dikeluarkan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Oleh karen itu Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di indonesia sangat dibutuhkan karena indonesia menghadapi tantangan ekonomi dan fiskal yang tidak ringan.

Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi di indonesia pernah mengalami penurunan yaitu hanya sebesar  5,2 %  sedangkan target dalam APBN tahun 2014 ditetapkan sebesar 6% maka secepat mungkin perlu segera dilakukan revisi. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi sangat difokuskan, dalam hal pertumbuhan ekonomi salah satu tantangan dari sisi fiskal adalah menjaga subsidi sesuai dengan target yang telah ditetapkan dimana dalam APBN 2014 subsidi BBM ditetapkan sebesar 48 juta kiloliter atau Rp 210,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 71.3 triliun. Pada tahun 2014 pemerintah lebih fokus menjaga subsidi supaya tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan.

2.      Tingkat inflasi

Inflasi berkaitan erat dengan kesejahtraan dan pendapatan riil masyarakat. Apabila terjadi presentase inflasi yang lebih tinggi dari pada kenaikan pendapatan nominal, maka kesejahtraan masyarakat akan menurun. Pemerintah perlu memperhatikan tingkat inflasi dalam penyusunan APBN. Ketika terjadi inflasi dan harga barang secara umum naik maka di perlukan lebih banyak anggaran dalam APBN. Tingkat inflasi harus dimasukan dalam penentuan perkiraan maju  sehingga besaran kebutuhan dana untuk beberapa tahun kedepan dapat diperkirakan. Begitu juga katika terjadi inflasi perhitungan tingkat kebutuhan dana dalam perkiraan maju juga dapat disesuaikan.

Ditengah kuatnya inflasi yang bersumber dari beberapa faktor di perlukan kebijakan yang tepat demi terjaganya stabilitas ekonomi dan pengendalian inflasi kedepan. Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan bank inndonesia dan pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Koordinasi yang komperhensif antara pemerintah pusat dan daerah serta antara pemerintah dan bank indonesia diharapkan dapat menjaga kestabilan harga domestik.

Dalam studi kasus pada tahun 2014 indonesia pernah mengalami peningkatan inflasi yang disebabkan oleh naiknya harga minyak bersubsidi dan mempengaruhi harga bahan pokok.

  Dari asumsi yang telah ditetapkan dalam APBN 2014 tingkat inflasi ditetapkan sebesar 5,3 % sedangkan inflasi yang terjadi pada sepanjang tahun 2014 sebesar 8,3% itu artinya inflasi pada tahun 2014 melebihi tingkat inflasi yang telah ditetapkan.

Dalam data  BPS terlihat bahwa bensin merupakan komoditas dengan sumbangan inflasi tertinggi yakni 1.04%  kemudian diikuti oleh tarif listrik 0,64% tarif angkutan dalam kota 0,63% cabai merah 0,43% dan beras 0,38%.

3.      Tingkat suku bunga

Suku bunga BI penting diketahui karena dengan adanya tingkat bunga, pemerintah dapat mengambil kebijakan terkait investasi. Bank- bank juga dapat menentukan tingkt bunga yang dijual kepada masyarakat. Selain itu pemerintah juga bisa mengambil kebijakan terkait dengan penjualan obligasi negara dengan berpedoman pada tingkat bunga BI sehingga penerimaan pembiayaan dapat ditentukan dalam APBN.

4.      Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Nilai tukar rupiah wajib diketahui dlam penyusunan APBN karena terkait dengan beban belanja yang harus dialokasikan untuk pembayran cicilan pokok dan bunga utang luar negri maupun subsidi barang-barang impor seperti BBM yag sangat vital menunjang perekonomian nasional. Pengeluaran pembiayaan berupa valas harus diukur dengan nilai mata uang rupiah, jika kurs dijaga pada nilai yang kuat maka anggaran belanja bunga dan pengeluaran pembiayaan lebih hemat.

Jika kurs yang ditetapkan dalam APBN terlalu tinggi bisa terjadi surplus anggaran karena kebutuhan subsidi lebih kecil, namun bila kurs dipatok terlalu rendah maka ketika nilai rupiah melemah penutupan defisit anggaran dengan pembiayaan tak terelakan lagi. Selain itu banyaknya barang dan jasa yang diimpor dari luar negri sehingga diperlukan besaran yang akurat dalam menentukan besaran kebutuhan dana dalam nilai rupiah. Kurs sangat penting dalam perhitungan pendapatan bea masuk dan pajak warga negara asing yang tidak dibayarkan dalam mata uang rupiah  sehingga besaran pendapatan dapat diukur secara tepat dalam APBN.

5.      Harga minyak

Bahan bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan terbesar masyarakat yang akan dikonsumsi. Harga minyak dunia pun ikut andil dalam penjualan minyak dipasaran, kenaikan harga minyak dunia itu sendiri berpengaruh global terhadap kenaikan seluruh harga barang.

Oleh karena itu pemerintah harus pintar-pintar memprediksi harga minyak dunia dimasa yang akan datang, dengan prediksi perencanaan anggaran yang tepat maka apabila harga minyak dunia melambung tinggi maka pemerintah telah siap mengntisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Selain itu pemerintah juga dapat mengalokasikan dana untuk mensubsidi bahan bakar tersebut sehingga dana APBN yang direncanakan tidak membengkak.[9]

Dari penjelasan diatas telah jelas bahwasannya peran APBN dalam suatu negara sangat penting segala peran APBN sangat vital dalam memajukan kesejahtraan perekonomian negara. Berkaitan dengan direvisinya APBN, apabila APBN tidak dilakukan revisi (peninjauan kembali) maka akan timbul berbagai masalah-masalah yang akan terjadi.  Dalam masalah ini terkait dengan dampak APBN tidak direvisi yang dimaksud adalah apabila kelima komponen diatas terjadi maka APBN harus dilakukan revisi sebab apabila tidak dilakukan revisi maka masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi tidak akan stabil. Seperti masalah yang terjadi pada tahun 2014 dimana pertumbuhan ekonomi diindonesia menglami kelambatan akibat dampak dari melambatnya perekonomian dunia.

Seperti yang diperoleh dari media elektronik wawancara dengan salah seorang staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan yaitu bernama Prof Firmanzah. Dimana dilaporkan oleh BPS (badan pengelola statistik) dimana pertumbuhan ekonomi pada saat itu hanya sebesar 5,2%. [10]Realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 memberikan implikasi dari sisi fiskal yang tidak sederhana dan membutuhkan segera langkah-langkah antisipasi.

Dengan situasi dunia yang tidak kondusif. Dapat dipastikan revisi target pertumbuhan ekonomi indonesia tahun 2014 perlu segera dilakukan. Dimana target dalam APBN 2014 sebesar 6% perlu disesuaikan dengan kondisi terkini. Menurut prof Firmanzah menurunnya pertumbuhan ekonomi diindonesia juga berpengaruh atas realisasi penerimaan sektor perpajakan pada tahun 2014.

Karena itu direvisinya target penerimaan negara dinilai akan berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar defisit anggaran sesuai dengan amanat UU no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Oleh karena itu perlu adanya antisipasi dan peran kementrian ESDM untuk memepersiapkan langkah-langkah supaya anggaran yang dikeluarkan tidak melampaui batas anggaran yang telah ditetapkan. Langkah-langkah  yang dapat diambil oleh pemerintah salah satunya bisa dari sisi subsidi

Yang dapat diambil dari pernjelasan diatas adalah APBN merupakan tuuittuirencana keuangan tahunan pemerintah negara indonesia. APBN berisi tentang daftar sistematis yang terperinci yang memuat tentang rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Jadi dampak dari tidak direvisinya APBN adalah akan terjadi ketidak seimbangan antara jumlah pegeluaran dan jumlah penerimaan.

Apabila jumlah pengeluaran lebih besar dari penerimaan maka APBN tidak akan stabil dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, seperti kasus yang saat ini sedang terjadi/ yang sedang hangat yaitu tentang nilai dollar yang semakin tinggi yaitu mencapai 15000 untuk nilai 1 U$ dollar  secara otomatis seluruh harga barang impor akan naik dan mempengaruhi harga dalam negri pengeluaran APBN akan lebih banyak pula karena apabila harga impor naik maka secara otomatis negara akan memerlukan banyak uang untuk membayar barang- barang impor tersebut

 



[2] Fatullah Yoesof, Fiskal dan Moneter, (Yogyakarta: IDEA press, 2013), hal:43

 

[3]Rahayu, Ani sari, pengantar kebijakan fiskal (jakarta:bumi aksara, 2010) hal.288

[4] ibid.

[5] Fatullah Foesoef, Fiskal Dan Moneter, (Yogyakarta: Idea Pres, 2013), hal. 47

[6]PP RI No 45 Tahun 2013

[7]http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/bibfin.pdf  Diunduh Pada tanggal 2 oktober 2015

[8][8] http://id.m.wikipedia.com diunduh pada tanggal 27/09/2015

[9] http://m.okezone.com diunduh pada tanggal 21/09/2015

[10] http://bisnis.liputan6.com diunduh pada tanggal 01/10/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar