A.PENGERTIAN SIKLUS
ANGGARAN APBN
Pasal 23 Ayat
(2) UUD 1945, Rancangan Undang – Undang Angaran Pendapatan dan Belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan
DPD[1].anggaran
pendapatan dan belanja negara merupakan pengelolaan keuangan negara setiap
tahunnya ditetapkan dengan undang-undang, dan didalamnya terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan
siklus
anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran (APBN) disusun sampai dengan saat perhitungan
anggaran disahkan dengan undang-undang.
. APBN adalah suatu daftar yang memuat
perincian sumber-sumber pendapatan negara dan jenis-jenis pengeluaran negara
dalam jangka waktu satu tahun (1 januari
31 desember), yang ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.belanja
negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja
negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara atau
lembaga pemerintah pusat.rincian belanja negara menurut fungsi antara lain
terdiri dari: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi,
lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. rincian belanja negara menurut
jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari: belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan
belanja lain-lain[2]
dalam
rangka penyusunan anggaran berbasis prestasi kerja (kinerja) sebagaimana telah
diuraikan di muka, penyusunan anggaran juga dikelompokkan menurut
program-program yang ditetapkan oleh pemerintah. selanjutkan program-program
tersebut dirinci lagi ke dalam kegiatan-kegiatan yang dilengkapi dengan
anggaran dan indikator keberhasilannya.
APBN
disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, dalam menyusun APBN diupayakan
agar belanja oprasional tidak melampaui pendapat dalam tahun anggaran yang
bersangkutan. penyusunan rancangan APBN tersebut berpedoman kepada RKP dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.dalam hal anggaran diperkirakan
defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut
dalam undang-undangan tentang APBN. defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal
3 % dari produk domestik bruto (PDB) dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 % dari PDB. dalam hal anggaran diperkirakan
surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran
kepada dewan perwakilan rakyat. penggunaan surplus anggaran perlu
mempertimbangkan prinsip pertanggung jawaban antar generasi
B.PENYUSUNAN ANGGARAN
APBN
Pada
tahap awal penyusunan anggaran, pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
dewan perwakilan rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan mei tahun
berjalan. berdasarkan hasil pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan
prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementrian negara atau
lembaga dalam penyusunan usulan anggaran .
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN,
kementrian atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang
menyusun rencana kerja dan anggaran kementrian negara atau lembaga (RKA-KL)
tahun berikutnya. RKA-KL disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. RKA-KL
tersebut disampaikan kepada menteri keuangan sebagai bahan penyusun rancangan
undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
penyusunan
rencana kerja mengacu kepada peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2004 tentang
rencana kerja pemerintah dan peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2004 tentang
RKA-KL. penyusunan rencana kerja kementrian negara atau lembaga untuk periode
satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. untuk selanjutnya, petunjuk teknis
penyusunan RKL-KL ditetapkan setiap tahun melalui keputusan mentri keuangan.
Reformasi
di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam undang-undang 17 tahun
2003 tentang keungan negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam
pendekatan penyusunan anggaran. perubahan mendasar tersebut, meliputi
aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan prospektif jangka menengah
(medium term exspenditure framework), penerapan pengganggaran
secara terpadu (unified budget) dan penerapan penganggaran
berdasarkan kinerja (performance budget)
dengan menggunakan pendekatan penyusunan
anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan anggaran diharapkan akan
semakin menjamin peningkatan keterkaitkan antar proses perencanaan dan
penganggaran (planning and budgeting). pemerintah pusat mengajukan rancangan
undang-undang (RUU) tentang APBN tahun berikutnya disertai dengan nota keungan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan agustus. pembahasan RUU
APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
DPR.
dalam
pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN.
pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya
dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
APBN
yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsu,subfungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. apabila DPR tidak menyetujui rancangan
undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angkata APBN tahun anggaran
sebelumnya. setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang rincian pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan peraturan presiden tentang rincian APBN .
selanjutnya mentri keuangan memberitahukan kepada mentri atau pimpinan lembaga
agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementrian
negara atau lembaga. mentri atau pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran untuk kementrian negara atau lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan
alokasi anggaran yang ditetapkan dalam peraturahn presiden tentang rincian
APBN. dokumen pelaksaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, program dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satker serta pendapatan
yang diperkirakan.
pada
dasarnya dalam penyusunan APBN pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian
makro yaitu:
a.
produk domestik bruto
(PDB) dalam rupiah
b. pertumbuhan
ekonomi tahunan (%)
c. inflasi
(%)
d. nilai
tukar rupiah per USD
e. suku
bunga SBI 3 bulan (%)
f. harga
minyak indonesia (USD/barel)
g.
produk minyak indonesia
(barel/hari)
dalam
penyusunan APBN pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang
APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan DPR menetapkan undang-undang
tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintah negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan
negara. dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja oprasional tidak
melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, penyusunan rangcangan APBN
sebagaimana dimaksud di atas harus berpedoman pada rencana kerja pemerintah
1.Pendapatan Negara
pendapatan negara adalah semua hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambahan nilai kekayaan bersih. arti pendapatan daerah secara lebih luas
dapat didefinisikan sebagai semua penerimaan kas umum negara yang menambah
ekuitas dana dalam periode tahun anggarn bersangkutan, yang menjadi hak
pemerintah pusat, yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat[3]
pendapatan
negara terdiri atas:
a.
penerimaan pajak
(termasuk bea masuk dan cukai)
b. penerimaan
bukan pajak, dan
c.
hibah
2.
Belanja Negara
belanja negara pada dasarnya terdiri atas
dua jenis:
a)
belanja pemerintah
pusat , adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan
pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun daerah (sekonsentrasi
dan tugas pembantuan). belanja pemerintah pusat dapat dikelompokkan menjadi:
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi
BBM dan subsidi Non-BBM, belanja hibah, belanja sosial (termasuk pennaggulangan
bencana) dan belanja lainnya
b) belanja
daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah untuk kemudian
masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan, belanja daerah meliputi:
1) dana
bagi hasil
2) dana
alokasi umum
3) dana
alokasi khusus
4) dana
otonomi khusus
belanja
negara adalah semua kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurangan
nilai kekayaan bersih. jadi, belanja negara ini dapat diartikan sebagai semua
pengeluaran kas umum negara yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode
tahun anggaran bersangkutan yang tidak diperoleh kembali pembayarannya oleh
pemerintah pusat[4].
belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah
pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah.
belanja
negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
I.
rincian belanja negara
menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara atau lembaga
pemerintah pusat
II.
rincian belanja negara,
menurut fungsinya antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas
umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial
III.
rincian belanja negara
menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga,subsidi, hibah, bantuan sosial, dan
belanja lain-lain
3. Pembiayaan
pembiayaan adalah setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
arti pembiayaan dapat didefinisikan sebagai seluruh transaksi
keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar
atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah dimaksudkan
untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran
penerimaan untuk pembiayaan atau disebut dengan istilah
penerimaan pembiayaan dapat berasal dari pinjaman dan hasil investasi.
pengeluaran untuk pembiayaan disebut dengan istilah pengeluaran pembiayaan
antar lain digunakan untuk melakukan pembayaran kembali pokok pinjaman,
pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah
pada
dasarnya pembiayaan meliputi:
a. pembiayaan
dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang negara,
serta penyertaan modal negara
b. pembiayaan
lur negri meliputi:
·
penarikan pinjaman luar
negeri, terdiri tas pinjaman program dan pinjaman proyek
·
pembayaran cicila pokok
utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan moratorium
C. Penyampaian
Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
pemerintah
pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya
kepada dewan perwakilan rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulai mei tahun
berjalan
pemerintah pusat dan dewan perwakilan
rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya
berdasarkan kerangka ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama dewan perwakilan rakyat
membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementrian negara atau lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
D. Rencana Kerja dan
Anggaran Kementrian Negara atau Lembaga
Dalam
rangka menyususn rencangan APBN menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementrian
negara atau lembaga tahun berikutnya.
rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. rencana kerja
dan anggaran ini harus disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun
selanjutnya rencana kerja dan anggaran
tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaran pendahuluan
rancangan APBN kemudian hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada meteri keuangan sebagai bahan penyusun rancangan undang-undamng tentang
APBN tahun berikutnya. Ketentuan Lebih L;Anjut Mengenai Penyusunan Rencana
Kerja Dan Anggaran Kementrian Negara Atau Lembaga Diatur Dengan Pemerintah
E. Pengajuan Rancangan
Undang-Undang Tentang APBN dan Persetujuan DPR
Pemerintah Pusat Mengajukan
Rancangan undang-undang tentang APBN
untuk tahun anggaran yang akan datang, disertai nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan agustus tahun sebelumnya.
pembahasan
rancangan undang-undang tentang APBN tersebut dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. DPR dapat mengajukan
usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan undang-undang tentang APBN sepanjang perubahan rancangan
undang-undang tentang APBN yang disusulkan oleh DPR tersebut tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran
pengambilan keputusan oleh dewan mengenai
rancangan undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 bulan
sebelum tahunanggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh
DPR tersebut terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatanm
dan jenis belanja
apabila DPR tidak menyetujui rancangan
undang-undang tentang APBN, maka pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya
F.
PENGAWASAN
DAN PELAKSANAAN APBN
1.
Pengawasan
APBN
Pengawasan dalam rangka pelaksanaan APBN dilakukan secara berjenjang. Ditinjau dari struktur pengelolaan anggaran,pengawasan diawali dari Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran, Bendaharawan Pengeluaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Ditinjau dari struktur organisasi, bahwa setiap pemimpin unit kerja pada
level manapun mempunyai fungsi manajerial, yang antara lain
melakukanj pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh anggota
organisasi.
Pengawasan terdiri dari beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Pengawasan Fungsional,
a. Pengawasan Fungsional internal instansi, dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk Kementerian, dan oleh Inspektorat untuk Non Kementerian (LPND). Pengawasan dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan APBN dan kegiatan yang
didekonsentrasikan;
b. Pengawasn fungsional ekstern
instansi/intern pemerintah, dilakukan oleh BPKP, namun dengan
tertibnya PP No.60/2006, BPKP melaksanakan fungsi pengendalian terhadap
pelaksanaan APBN oleh Kemenetrian dan LPND;
c. Pengawasan fungsional intern Pemerintah Provinsi, dilaksanakan oleh BAWASDA Provinsi untuk
mengawasi pelaksanaan APBD. Sedangkan pelaksanaan tugas dekosentrasi pengawasan
dilakukan oleh oleh Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian/LPND;
d. Pengawasan fungsional intern Pemerintah
Kabupaten/Kota; dilakukan oleh BAWASDA Kabupaten/Kota, maupun oleh BAWASDA Propinsi untuk
pelaksanaan APBN, Sedangkan pelaksanaan tugas dekosentrasi pengawasan dilakukan
oleh oleh Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian/LPND;
e. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
Dalam Negeri.
2. Pengawasan Eksternal Pemerintah
Pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, menjelaskan bahwa BPK melaksanakan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan anggaran
yang dilaksanakan oleh Kementrian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
BUMN/BUMD. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, meliputi:
a.
Pemeriksaan
Keuangan: yaitu pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
maupun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan
opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
b.
Pemeriksaan Kinerja: yaitu pemeriksaan atas efisiensi serta efektifitas yang lazim dilakukan bagi
kepentingan manajemen. Secara khusus pemeriksaan ini bertujuan untuk: Mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga legislatif, dan bagi eksekutif bertujuan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan
negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien dan efektif.
c.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu: adalah pemeriksaan
yang dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja.
3. Pengawasan Politik
Sesuai dengan fungsinya DPR/DPR melakukan
fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pengawasan yang dimaksud
adalah pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan yang telah diputuskan
oleh DPR/DPRD
4. Pengawasan Yudikatif, yaitu
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yudikatif.
5. Pengawasan yang dilakukan oleh Masyarakat (WASMAS), terhadap pemerintah dalam melaksanakan
berbagai kegiatan pemerintahan maupun pembangunan;
Disamping berbagai jenis
pengawasan sebagaimana tersebut di atas, sebagai upaya dalam mengurangi
berbagai penyimpangan dan pemborosan, juga dilakukan kegiatan pengawasan
sebagai berikut :
1.
Pengawasan Preventif
Dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan
dalam pelaksanaan tugas, atau kesalahan dan penyimpangan dalam prosedur
yang harus ditempuh. Yang menjadi instrumen pengawasan adalah:
a. UU APBN
b. Keppres
Pelaksanaan APBN
c. DIPA
d. Limit
penyimpangan uang bagi bendaharawan
e.
Larangan pembayaran oleh bank kepada bendaharawan atas saldo bendaharawan
bersangkutan pada bank tersebut.
2. Pengawasan
Represif
Dilakukan dengan membandingkan apa yang
terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi.
3. Pengawasan Dari Jauh (Pengawasan Pasif)
A. Pengujian dan penelitian
terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) beserta bukti pendukung. Pemeriksaan
ini hanya meninjau dari segi formalnya tanpa diteliti segi materialnya.
4. Pengawasan
Dari Dekat (Pengawasan Aktif)
Pengawasan di tempat kejadian transaksi secara
langsung terhadap pelaksanaan adminstrasi sebagai bukti kelengkapan SPJ yang
telah dikirimkan.
5. Pemeriksaan
Kebenaran Formal Menurut Hak
Dilakukan terhadap transaksi yang
mengakibatkan pembayaran atau tagihan kepada negara, dengan memperhatikan
jangka waktu, dasar hukum, dan keabsahan dokumen.
6. Pemeriksaan
Kebenaran Material Mengenai Maksud dan Tujuan
Pengeluaran dilakukan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pemborosan dengan meperhatikan kebutuhan barang dan dana yang
dianggarkan.
2.
Pelaksanaan
APBN
Pelaksanaan anggaran diawali dengan
disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri Keuangan terhadap dokumen
anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga, badan pemeriksa keuangan (BPK), Gubernur, Direktur
Jendral Anggaran, Direktur Jendral
Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Perbendaharaan
terkait, Kuasa Dendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna
Anggaran.
Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan
anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang
dipersamakan dengan DIPA. Sedangakan dokumen pembayaran antara lain terdiri
dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan
Surat Perintah Pencairan Dana.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan angggaran
belanja, pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan baahwa
Pengguna Anagggran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum
dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengna pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatab
dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72
Tahun 2004.
Pedoman untuk pelaksanaan belanja Negara
terdiri atas: peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan Negara, yaitu yang memuat bagaimana prosedur
pengelolaan keuangan Negara mulai dari ketersediaan dana, pengajuan tagihan
kepada Negara, penatausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.06/2005 tentang pedoman pembayaran dalam pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan Dirjen Perdendaharaan Nomor
PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendaparan dan Belanja Negara,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor
PER -11/PB/2011.
Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan
kegiatan kementerian Negara/lembaga sebagaimana tercantum dalam DIPA dan
Petunjuk Operasional Kegiatan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 80
tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaiamana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010.[5]
3. Latar
Belakang Penyusunan APBN
Pada PP 45 Tahun 2013
Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN dijelaskan bahawa terdapat tiga bentuk yang
melatar belakangi penyusunan APBN, yaitu:
1. Filosofis
Untuk
menjamin agar APBN yang merupakan amanat rakyat kepada presiden selaku
penyelenggara negara dapat dilaksanakan secara tertib, transparan dan akuntabel.
2. Yuridis
a.
Melaksanakan pasal 2
huruf a dan huruf c uu no. 1 tahun 2004.
b.
sebagai payung hukum
atas aturan pelaksanaan yang selama ini telah diatur dalam pmk/kmk/perdirjen.
3. Sosiologis
APBN
khusus dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat oleh karena itu diperlukan pedoman pelaksanaan APBN.
4. Tujuan
Penyusunan PP 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN
1. Memberikan
pedoman pelaksanaan APBN, komprehensif, dan landasan yuridis yang kuat sehingga
dapat menjadi acuan berbagai kebijakan yang berimplikasi pada pelaksanaan APBN.
2. Menyederhanakan
sistem pelaksanaan anggaran selama ini yang terlalu banyak eksepsi.
3. Menyempurnakan
berbagai ketentuan pelaksanaan yang telah terbit selama ini berdasarkan
perkembangan pengelolaan keuangan Negara.
4. Sebagai
upaya percepatan realisasi APBN.
5. Menggantikan
Keppres 42 Tahun 2002 beserta perubahannya yang sudah tidak sesuai.[6]
5. Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran
Adapun di dalam Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran meliputi:
1. Penyusunan
a.
Kewenangan
Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA (Psl.29)
b.
DIPA disusun
berdasarkan anggaran berbasis kinerja yang dirinci menurut klasifikasi fungsi,
organisasi, dan jenis belanja (Psl.30)
2. Pengesahan
a.
Kewenangan Menkeu
selaku BUN untuk mengesahkan DIPA
b.
Kewenangan pengujian
kesesuaian isi DIPA sebelum pengesahan
c.
Fungsi pengesahan DIPA
sebagai pernyataan kesiapan BUN dalam pelaksanaan anggaran sesuai rencana
penarikan dana. (Psl 35)
3. Revisi
a.
Pengaturan sebab sebab
revisi DIPA karena alasan administratif, alokatif, perubahan rencana penarikan
dana, dan/atau perubahan rencana penerimaan dana (Psl.38)
6. Subtansi Pokok
Pengaturan
1. Pejabat Perbendaharaan
Adapun
struktur dari Pejabat Perbendaharaan
meliputi:
a.
Pengguna Anggaran (PA)
1)
Kewenangan untuk
mengatur lebih lanjut pelaksanaan anggaran
yang menjadi tanggung jawabnya (Psl.3)
2)
Bertanggung jawab
secara formal dan materiil atas pelaksanaan kebijakan anggaran (Psl.4)
3)
Menkeu selaku PA atas
BA yang tidak dikelompokkan dalam BA K/L
yang kegiatannya bukan merupakan tugas dan fungsi Menkeu hanya bertanggung
jawab dari sisi formal (Psl.4).
4)
Pelimpahan kewenangan
penunjukan pejabat perbendaharaan negara kepada KPA (Psl.5)
b.
Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA)
1)
Penunjukan KPA bersifat
ex officio (Psl.6)
2)
Penunjukan KPA atas
pelaksanaan UB dan TP dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul
Gubernur/Bupati/Walikota atau dapat didelegasikan kepada kepala daerah (Psl.7)
3)
Bertanggung jawab
secara formal dan materiil atas pelaksanaan kegiatan yang berada pada
penguasaannya (Psl.10)
c.
Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK)
1)
Melaksanakan kewenangan
KPA untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
negara (Psl.11-12)
2)
PPK bertanggung jawab
atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul dari penggunaan bukti hak tagih
kepada negara (Psl.13)
d.
Pejabat Penanda Tangan
Surat Perintah Membayar (PP SPM)
1)
Melaksanakan kewenangan
KPA untuk melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban
anggaran negara (Psl. 14-15)
2)
PPSPM bertanggung jawab
terhadap kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi dokumen hak tagih
pembayaran dan akibat yang timbul dari pengujian yang dilakukan (Psl.16)
e.
Bendahara Umum Negara
(BUN)
1)
Pendelegasian
kewenangan pengangkatan bendahara penerimaa/pengeluaran dari Menteri/Pimpinan
Lembaga kepada kepala satuan kerja (Psl.18)
2)
Persyaratan sertifikasi
bendahara bagi pejabat/pegawai yang akan diangkat menjadi bendahara penerimaan/pengeluaran
yang akan diatur lebih lanjut dengan Perpres (Psl.21, Psl.25, Psl.28)
3)
Pengangkatan bendahara
pengeluaran pembantu untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
anggaran (Psl.27)
2. Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran
Adapun
di dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran meliputi:
1.
Penyusunan
c.
Kewenangan
Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA (Psl.29)
d.
DIPA disusun
berdasarkan anggaran berbasis kinerja yang dirinci menurut klasifikasi fungsi,
organisasi, dan jenis belanja (Psl.30)
2.
Pengesahan
d.
Kewenangan Menkeu
selaku BUN untuk mengesahkan DIPA
e.
Kewenangan pengujian
kesesuaian isi DIPA sebelum pengesahan
f.
Fungsi pengesahan DIPA
sebagai pernyataan kesiapan BUN dalam pelaksanaan anggaran sesuai rencana
penarikan dana. (Psl 35)
3.
Revisi
1)
Pengaturan sebab sebab
revisi DIPA karena alasan administratif, alokatif, perubahan rencana penarikan
dana, dan/atau perubahan rencana penerimaan dana (Psl.38)
3. Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Negara
Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Negara di dalamnya
meliputi:
a.
Penyetoran pendapatan negara
Penyetoran pendapatan
negara melalui bank sentral atau bank umum dan badan lannya (Psl 43)
Kewajiban penyetoran ke
kas negara tepat waktu dan adanya pengenaan sanksi administratif berupa denda
(Psl 46)
Penetapan wajib pungut
pajak kpd setiap PA/KPA dan/atau bendahara (Psl 47)
b.
Pengelolaan PNBP
Tanggungjawab
Menteri/Pimpinan Lembaga yang memiliki sumber PNBP untuk melakukan pemungutan
PNBP (Psl 48)
Kewenangan
Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan PNBP (Psl 48)
Kewenangan dan
tanggungjawab KPA untuk memperhitungkan PNBP yang terutang dari pembayaran yang
dilakukannya (Psl 53)
c.
Hibah
Tanggungjawab Menteri
Keuangan selaku pengelola fiskal atas pelaksanaan pendapatan hibah (Psl 56)
Keharusan pendapatan
hibah dikelola dalam APBN (Psl 56)
4. Pelaksanaan
Anggaran Belanja
a.
Pelaksanaan komitmen
Pagu Anggaran yang
sudah terikat komitmen tidak dapat digunakan untuk kebutuhan lain (Psl.57)
Proses pengadaan barang
dan jasa sebelum tahun anggaran dimulai setelah RKA disetujui oleh DPR (Psl.59)
Izin pejabat yang
berwenang atas perjanjian yang membebani anggaran lebih dari satu tahun
anggaran (Psl.61)
Perjanjian menggunakan
valas dapat membebani DIPA rupiah murni dengan nilai ekuivalen valas (Psl.63)
Kewajiban menyetorkan
uang hak negara yg berasal dr komisi, rabat, potongan, dan penerimaan lain
(Psl.64)
b.
Penyelesaian tagihan
Penyelesaian tagihan
kepada negara dilaksanakan berdasarkan hak dan bukti yg sah untuk memperoleh
pembayaran (Psl.65)
Kewenangan bendahara
pengeluaran utk melakukan pembayaran atau menolak perintah bayar dr KPA
(Psl.66)
Kewajiban PPK utk
mengesahkan bukti pembelian/pembayaran sebagai hak tagih kepada negara (Psl.67)
Penyampaian SPM oleh
KPA dilengkapi dengan pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan dan/atau
data perjajian (Psl.67)
Pembayaran dapat
dilakukan sebelum barang/jasa dengan menyampaikan jaminan atas pembayaran
(Psl.68)
Kewajiban
memperhitungkan kewajiban apabila pihak ketiga masih mempunyai utang kepada
negara (Psl.69)
Tanggung jawab PPK
menatausahakan komitmen dan kewajiban menyampaikan data komitmen kepada kuasa
BUN (Psl.71)
Dalam menerbitkan SP2D,
Kuasa BUN melakukan pengujian SPM yg diajukan oleh KPA (Psl.73)
Hak tagih kepada negara
diselesaikan paling lambat 30 hari kalender (Psl.75)
7. Pelaksanaan Anggaran
4.
Pejabat
Perbendaharaan Negara pada Satker Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
Menteri/Pimpinan Lembaga
adalah Pengguna Anggaran (PA), dapat mendelegasikan kepada KPA untuk menunjuk :
a.
Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK)
b.
Pejabat
penandatangan SPM
c.
Bendahara
Pengeluaran
d.
Bendahara
Penerimaan
5.
Gambaran
Umum Pengeluaran Negara
didasarkan pada prinsip-prinsip :
a.
Hemat,
tidak mewah, efisien sesuai kebutuhan teknis
b.
Efektif,
terarah dan terkendali sesuai rencana/program/kegiatan
c.
Mengutamakan
produksi dalam negeri
d.
Belanja
negara dilakukan atas hak dan bukti yangsah
e.
Jumlah dana
merupakan batas tertinggi
8.
Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara 2015
Pemerintah
dan DPR telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015
berupa pendapatan sebesar Rp1.793,6 triliun, belanja
sebesar
Rp2.039,5 triliun, dan defisit anggaran mencapai Rp245,9 triliun atau 2,21
persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara dalam APBN Tahun
2015 sebesar Rp1.793,5 triliun terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar
Rp1.380
triliun,
penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp410,3 triliun serta hibah sebesar Rp3,2
triliun. Sementara itu, belanja Negara sebesar Rp2.039,5 triliun terdiri dari
belanja pemerintah pusat Rp1.392,4 triliun dan dana transfer ke daerah serta
dana desa sebesar Rp647,1 triliun. Belanja pemerintah
pusat
terdiri atas belanja Kementerian/ Lembaga Rp647,3 triliun dan belanja non Kementerian/
Lembaga Rp745,1 triliun.[7]
G.
DAMPAK
APBN TIDAK DIREVISI[8]
Penyususnan APBN berdasarkan asumsi-asumsi ekonomi makro. Berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut dihitung rencana pendapatan dan belanja dalam negara
dalam satu tahun anggaran, sehingga dapat digunakan untuk menentukan jumlah
pembiayaan anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah. Apabila asumsi
ekonomi makro berubah dari perkiraan semula dan tidak dilakukn revisi, maka
besaran angka pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran tidak
lagi sesuai dengan kondisi berjalan dan APBN tidak dapat menampung perubahan
yang terjadi. Selain itu defisit APBN
dapat meningkat tinggi sehingga besar kemungkinan tidak dapat dibiayai.
akibatnya kredibilitas APBN akan menurun dan mempengaruhi pengelolaan fiskal
yang akan datang.
Penyusunan APBN didasarkan atas asas berimbang dan dinamis artinya
sektor penerimaan diusahakan selalu meningkat dan sektor pengeluaran diusahakan
untuk selalu dilakukan penghematan dan lebih diarahkan pada dana pembangunan
untuk kegiatan yang menunjang peingkatan produksi nasional sehingga besarnya
pengeluaran (belanja) seimbang dengan penerimaan.
Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran
komponen dalam struktur APBN asumsi dasar tersebut adalah: pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS, dan harga minyak. Berdasarkan asumsi tersebut bahwasannya pemerintah harus lebih
memfokuskan dalam lima komponen tersebut karena apabila ke lima komponen
tersebut tidak diperhatikan maka keadaan/ kondisi negara akan memburuk.
1.
Pertumbuhan
ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi jangka panjang
ditinjau dari sudut ekonomi perkembangan ekonomi menimbulkan dua efek penting
yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat
meningkat dan penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin
bertambahnya jumlah penduduk. Setiap persen pertumbuhan ekonomi menunjukan
tingkat perbaikan kesejahtraan bagi rakyat. APBN merupakan salah satu negara
untuk mengendalikan arah pembangunan dalam pnyusunannya pemerintah dapat
mengalokasikan dana yang akan digunakan dengan skala yang diprioritaskan,
sehingga APBN yang dikeluarkan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Oleh karen itu Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di indonesia sangat dibutuhkan karena indonesia menghadapi
tantangan ekonomi dan fiskal yang tidak ringan.
Pada
tahun 2014 pertumbuhan ekonomi di indonesia pernah mengalami penurunan yaitu
hanya sebesar 5,2 % sedangkan target dalam APBN tahun 2014
ditetapkan sebesar 6% maka secepat mungkin perlu segera dilakukan revisi. Oleh
karena itu pertumbuhan ekonomi sangat difokuskan, dalam hal pertumbuhan ekonomi
salah satu tantangan dari sisi fiskal adalah menjaga subsidi sesuai dengan
target yang telah ditetapkan dimana dalam APBN 2014 subsidi BBM ditetapkan
sebesar 48 juta kiloliter atau Rp 210,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp
71.3 triliun. Pada tahun 2014 pemerintah lebih fokus menjaga subsidi supaya
tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan.
2.
Tingkat
inflasi
Inflasi berkaitan erat dengan kesejahtraan dan pendapatan riil
masyarakat. Apabila terjadi presentase inflasi yang lebih tinggi dari pada
kenaikan pendapatan nominal, maka kesejahtraan masyarakat akan menurun.
Pemerintah perlu memperhatikan tingkat inflasi dalam penyusunan APBN. Ketika
terjadi inflasi dan harga barang secara umum naik maka di perlukan lebih banyak
anggaran dalam APBN. Tingkat inflasi harus dimasukan dalam penentuan perkiraan
maju sehingga besaran kebutuhan dana
untuk beberapa tahun kedepan dapat diperkirakan. Begitu juga katika terjadi inflasi
perhitungan tingkat kebutuhan dana dalam perkiraan maju juga dapat disesuaikan.
Ditengah kuatnya inflasi yang bersumber dari beberapa faktor di
perlukan kebijakan yang tepat demi terjaganya stabilitas ekonomi dan
pengendalian inflasi kedepan. Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan
bank inndonesia dan pemerintah akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel.
Koordinasi yang komperhensif antara pemerintah pusat dan daerah serta antara
pemerintah dan bank indonesia diharapkan dapat menjaga kestabilan harga
domestik.
Dalam studi kasus pada tahun 2014 indonesia pernah mengalami
peningkatan inflasi yang disebabkan oleh naiknya harga minyak bersubsidi dan
mempengaruhi harga bahan pokok.
Dari asumsi yang telah ditetapkan dalam APBN
2014 tingkat inflasi ditetapkan sebesar 5,3 % sedangkan inflasi yang terjadi
pada sepanjang tahun 2014 sebesar 8,3% itu artinya inflasi pada tahun 2014
melebihi tingkat inflasi yang telah ditetapkan.
Dalam data BPS terlihat bahwa bensin merupakan komoditas
dengan sumbangan inflasi tertinggi yakni 1.04%
kemudian diikuti oleh tarif listrik 0,64% tarif angkutan dalam kota
0,63% cabai merah 0,43% dan beras 0,38%.
3.
Tingkat
suku bunga
Suku bunga BI penting diketahui karena dengan adanya tingkat bunga,
pemerintah dapat mengambil kebijakan terkait investasi. Bank- bank juga dapat
menentukan tingkt bunga yang dijual kepada masyarakat. Selain itu pemerintah
juga bisa mengambil kebijakan terkait dengan penjualan obligasi negara dengan
berpedoman pada tingkat bunga BI sehingga penerimaan pembiayaan dapat
ditentukan dalam APBN.
4.
Nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS.
Nilai tukar rupiah wajib diketahui dlam penyusunan APBN karena
terkait dengan beban belanja yang harus dialokasikan untuk pembayran cicilan
pokok dan bunga utang luar negri maupun subsidi barang-barang impor seperti BBM
yag sangat vital menunjang perekonomian nasional. Pengeluaran pembiayaan berupa
valas harus diukur dengan nilai mata uang rupiah, jika kurs dijaga pada nilai
yang kuat maka anggaran belanja bunga dan pengeluaran pembiayaan lebih hemat.
Jika kurs yang ditetapkan dalam APBN terlalu tinggi bisa terjadi
surplus anggaran karena kebutuhan subsidi lebih kecil, namun bila kurs dipatok
terlalu rendah maka ketika nilai rupiah melemah penutupan defisit anggaran dengan
pembiayaan tak terelakan lagi. Selain itu banyaknya barang dan jasa yang
diimpor dari luar negri sehingga diperlukan besaran yang akurat dalam
menentukan besaran kebutuhan dana dalam nilai rupiah. Kurs sangat penting dalam
perhitungan pendapatan bea masuk dan pajak warga negara asing yang tidak
dibayarkan dalam mata uang rupiah
sehingga besaran pendapatan dapat diukur secara tepat dalam APBN.
5.
Harga
minyak
Bahan
bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan terbesar masyarakat yang akan
dikonsumsi. Harga minyak dunia pun ikut andil dalam penjualan minyak dipasaran,
kenaikan harga minyak dunia itu sendiri berpengaruh global terhadap kenaikan
seluruh harga barang.
Oleh karena itu pemerintah harus pintar-pintar memprediksi harga
minyak dunia dimasa yang akan datang, dengan prediksi perencanaan anggaran yang
tepat maka apabila harga minyak dunia melambung tinggi maka pemerintah telah
siap mengntisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Selain itu pemerintah
juga dapat mengalokasikan dana untuk mensubsidi bahan bakar tersebut sehingga
dana APBN yang direncanakan tidak membengkak.[9]
Dari penjelasan diatas telah jelas bahwasannya peran APBN dalam
suatu negara sangat penting segala peran APBN sangat vital dalam memajukan
kesejahtraan perekonomian negara. Berkaitan dengan direvisinya APBN, apabila
APBN tidak dilakukan revisi (peninjauan kembali) maka akan timbul berbagai
masalah-masalah yang akan terjadi. Dalam
masalah ini terkait dengan dampak APBN tidak direvisi yang dimaksud adalah
apabila kelima komponen diatas terjadi maka APBN harus dilakukan revisi sebab
apabila tidak dilakukan revisi maka masalah-masalah yang berkaitan dengan
perkembangan ekonomi tidak akan stabil. Seperti masalah yang terjadi pada tahun
2014 dimana pertumbuhan ekonomi diindonesia menglami kelambatan akibat dampak
dari melambatnya perekonomian dunia.
Seperti yang diperoleh dari media elektronik wawancara dengan salah
seorang staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan yaitu bernama Prof
Firmanzah. Dimana dilaporkan oleh BPS (badan pengelola statistik) dimana
pertumbuhan ekonomi pada saat itu hanya sebesar 5,2%. [10]Realisasi
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 memberikan implikasi dari sisi fiskal yang
tidak sederhana dan membutuhkan segera langkah-langkah antisipasi.
Dengan situasi dunia yang tidak kondusif. Dapat dipastikan revisi
target pertumbuhan ekonomi indonesia tahun 2014 perlu segera dilakukan. Dimana
target dalam APBN 2014 sebesar 6% perlu disesuaikan dengan kondisi terkini.
Menurut prof Firmanzah menurunnya pertumbuhan ekonomi diindonesia juga
berpengaruh atas realisasi penerimaan sektor perpajakan pada tahun 2014.
Karena itu direvisinya target penerimaan negara dinilai akan
berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar defisit anggaran sesuai
dengan amanat UU no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Oleh karena itu
perlu adanya antisipasi dan peran kementrian ESDM untuk memepersiapkan
langkah-langkah supaya anggaran yang dikeluarkan tidak melampaui batas anggaran
yang telah ditetapkan. Langkah-langkah
yang dapat diambil oleh pemerintah salah satunya bisa dari sisi subsidi
Yang dapat diambil dari pernjelasan diatas adalah APBN merupakan tuuittuirencana
keuangan tahunan pemerintah negara indonesia. APBN berisi tentang daftar
sistematis yang terperinci yang memuat tentang rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Jadi dampak dari tidak
direvisinya APBN adalah akan terjadi ketidak seimbangan antara jumlah
pegeluaran dan jumlah penerimaan.
Apabila jumlah pengeluaran lebih besar dari penerimaan maka APBN
tidak akan stabil dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, seperti kasus yang
saat ini sedang terjadi/ yang sedang hangat yaitu tentang nilai dollar yang
semakin tinggi yaitu mencapai 15000 untuk nilai 1 U$ dollar secara otomatis seluruh harga barang impor
akan naik dan mempengaruhi harga dalam negri pengeluaran APBN akan lebih banyak
pula karena apabila harga impor naik maka secara otomatis negara akan
memerlukan banyak uang untuk membayar barang- barang impor tersebut
[1] http://vortuz.blogspot.com/2013/05/kebijakan-fiskal-dan-apbn.html, 25
september 2015.
[2] Fatullah
Yoesof, Fiskal dan Moneter,
(Yogyakarta: IDEA press, 2013), hal:43
[3]Rahayu, Ani sari, pengantar kebijakan fiskal (jakarta:bumi aksara,
2010) hal.288
[4] ibid.
[5] Fatullah
Foesoef, Fiskal Dan Moneter,
(Yogyakarta: Idea Pres, 2013), hal. 47
[6]PP RI No 45 Tahun 2013
[7]http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/bibfin.pdf
Diunduh Pada tanggal 2 oktober 2015
[8][8] http://id.m.wikipedia.com diunduh pada
tanggal 27/09/2015
[9] http://m.okezone.com diunduh pada
tanggal 21/09/2015
[10] http://bisnis.liputan6.com diunduh pada
tanggal 01/10/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar