Latar
Belakang
Instrumen non-tes dapat digunakan jika
kita ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta
hal-hal yang berkenaan dengan domain afktif, seperti sikap, minat, bakat, dan
motivasi. Setiap dimensi dan aspek yang diukur memerlukan alat atau instrumen
yang berbeda. Pada prinsipnya, setiap melakukan evaluasi pembelajaran, kita
dapat menggunakan tes dan nontes, sebab hasil belajar atau aspek-aspek
pembelajaran bersifat aneka ragam. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan teoretis
keterampilan, dan sikap. Pengetahuan teoretis dapat diukur dengan menggunakan
teknis tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Adapun
perubahan sikap dan pertumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat diukur dengan
teknik non-tes, misalnya observasi, wawancara, skala nilai, dan lain-lain.
Dengan kata lain, banyak aspek pembelajaran termasuk jenis hasil belajar yang
hanya dapat diukur dengan teknik nontes. Jika evaluator hanya menggunakan
teknik tes saja, tentu data yang dikumpulkan menjadi kurang lengkap dan tidak
bermakna, bahkan dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Justru teknik non-tes
digunakan sebagai kritikan terhadap kelemahan teknik tes.
A. Pengertian
Teknik Non Tes
Teknik penilaian non-tes jika dilihat dari kata yang menyusunya,
maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa
menggunakan tes. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang
berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat
dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau
dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan
yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko, 2009).
B. Bentuk-Bentuk
Teknik Non Tes
Secara garis
besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu teknik tes dan teknik non-tes. Ada beberapa teknik non-tes yaitu :[1]
1.
Observasi
(pengamatan)
Observasi atau pengamatan adalah
suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi :[2]
a)
Observasi
partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu
pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
b)
Observasi
sistematik, yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar
secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan
observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada
diluar kelompok. Dengan demikian maka pengamat tidak dibingungkan oleh situasi
yang melingkungi dirinya.
c)
Observasi
eksperimental, terjadi jika pengamat tidak berpatisipasi dalam kelompok. Dalam
hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian
rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.
Menurut Sudijono (2009) observasi adalah
cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
a.
Tujuan Utama
Observasi antara lain:
1) Mengumpulkan
data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun
tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan
2) Mengukur
perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara
peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial (social skill)
3)
Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam
situasi sebenarnya maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi
pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar
peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan
guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama, hubungan sosial
sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku
sosial lainnya.
b.
Karakteristik
Observasi antara lain:[3]
1) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
2) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara
sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
3) Terdapat berbagai aspek yang akan
diobservasi.
4) Praktis penggunaannya.
c. Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah
sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan observasi.
2. Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi.
3. Menyusun pedoman observasi.
4. Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan
proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam
pembelajaran.
5. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat
kelemahan-kelemahan pedoman observasi.
6. Merevisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba.
7. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
Contoh:
Mata
pelajaran
:PKN
Kelas/Semester
:IV/Genap
Indikator
:Mengindahkan kepentingan orang lain
No |
Perilaku yang diamati |
Hasil pengamatan |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
||
1 |
Mengganggu
teman di kelas |
|||||
2 |
Kataatan
peserta didik terhadap peraturan sekolah |
|||||
3 |
Menunaikan
tugas kelompok |
Keterangan:
1
= tidak pernah
2
= jarang
3
= kadang-kadang
4
= sering
5
= selalu
2. Wawancara
(interview)
Wawancara (interview) adalah suatu cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan Tanya jawab sepihak. Dikatakan
sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama
sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :[4]
1)
Interview
bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya,
tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
2)
Interview
terpimpin, yaitu intervi yang dilakukan oleh subjek dengan cara mengajukan
pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden
pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan
oleh penanya.
a.
Tujuan
wawancara adalah sebagai berikut :[5]
1)
Untuk
memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu.
2)
Untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3)
Untuk
memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu.
b.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam wawancara :[6]
1)
Pendidik yang
akan melakukan wawancara harus mempunyai back ground tentang apa yang akan
ditanyakan.
2)
Menjaga
hubungan yang baik, rahasia dari peserta didik harus dijaga dengan baik.
3)
Hindari hal-hal
yang dapat mengganggu jalannya wawancara.
4)
Batasi waktu
dalam wawancara.
5)
Mencatat semua
hasil dari wawancara.
c.
Langkah-langkah penyusunan wawancara :
1)
Perumusan
Tujuan
2)
Perumusan
kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
3)
Penyusunan
kisi-kisi
4)
Penyusunan pedoman
wawancara
5)
Lembaran
penilaian
Contoh
Wawancara:
Tujuan
: memperoleh informasi
mengenai cara belajar siswa
dirumah
Bentuk
: bebas
Responden
: siswa yang memperoleh prestasi
yang tinggi
Nama
siswa :……………..
Kelas
:……………..
Jenis
kelamin :……………..
Bentuk
pertanyaannya sekaligus jawaban peserta didik dari hasil wawancara guru mampu
mengambil keputusan diantaranya :
1. kapan dan berapa lama
anda belajar dirumah?
2. Bagaimana anda mempersiapkan diri untuk balajar secara efektif?
3. Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, usaha apa
yang anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?
3. Angket (kuesioner)
Angket merupakan kata lain dari
kuesioner (questionair). Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (respoden). Dengan
kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan atau data diri, pengalaman,
pengetahuan sikap atau pendapatnya, dan lain-lain.[7]
Angket sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif, dapat
berbentuk pilihan ganda dan skala sikap.
Adapun kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya
adalah :
a.
Ditinjau dari
segi siapa yang menjawab, maka ada :
1)
Kuesioner
langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan
diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
2)
Kuesioner tidak
lansung
Kuesioner tidak langsung merupakan
kuesioner yang dikirim dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang
bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
b.
Ditinjau dari
segi cara menjawabnya maka dibedakan atas :
3)
Kuesioner
tertutup
Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan
pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada
jawaban yang dipilih.
4)
Kuesioner
terbuka
Kuesioner terbuka merupakan kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
c.
Tujuan
pengembangan angket :[8]
1)
Mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin tentang suatu pembelajaran.
2)
Membimbing
siswa untuk belajar efektif sampai tingkatan penguasaan tertentu.
3)
Mendorong siswa
untuk lebih kreatif dalam belajar.
4)
Membantu anak
yang lemah dalam belajar.
5)
Untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan siswa dalam suatu pembelajaran.
d.
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menyusun angket :[9]
1)
Pertanyaan
hendaknya pendek dan jelas.
2)
Mengandung satu
jawaban.
3)
Pertanyaan
tidak boleh menyinggung perasaan peserta didik.
e.
Langkah-langkah
menyusun angket :
1)
Merumuskan
tujuan
2)
Merumuskan
kegiatan
3)
Menyusun
langkah-langkah
4)
Menyusun
kisi-kisi
5)
Menyusun
panduan angket
6)
Menyusun alat
penilaian
Contoh Angket:
1.
Bentuk pilihan ganda :
Saya
lebih suka berinfaq atau bershadaqah dalam situasi:
a. Ada
orang yang mencatat dan mengumumkannya
b. Banyak
orang yang menyaksikannya, agar saya tidak disebut sebagai orang yang bakhil
c. Ada
atau tidak ada orang yang mengetahui, bagi saya sama saja
d.
Tidak ada yang mengetahui sama sekali
2. Skala
likert:[10]
Membayar infaq atau shadaqah memang baik untuk
dikerjakan, akan tetapi sebenarnya bagi orang yang telah membayarkan zakatnya
tidak perlu lagi untuk membayar infaq atau shadaqah. terhadap pertanyaan
tersebut saya:
a. sangat
setuju
b. setuju
c. ragu-ragu
d. tidak
setuju
e. sangat
tidak setuju
4. Skala Nilai
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil pertimbangan. Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan
skala. Dengan maksud agar pencatatannya dapat objektif maka penilaian terhadap
penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk
skala. Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan perhatian, yang
disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam
bentuk rentangan nilai sesuai dengan criteria yang ditentukan.
Skala penilaian
mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan
perilaku individu pada suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau ketagori
diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.
Rentangan nilai bisa dalam bentuk huruf (A, B, C, D), angka (4, 3, 2, 1),
sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang,
kurang. Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah criteria
skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif jawaban (A,
B, C, D). Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternative jawaban akan
mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas
penilai hanya memberi tanda cek (V) dalam kolom rentangan nilai.
Skala nilai
diatas bisa juga menggunakan kategori baik, sedang, dan kurang atau dengan
angka 4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai. Skala penilaian dapat menghasilkan
data interval dalam bentuk skor nilai melalui jumlah skor yang diperoleh dari
instrument. Dalam skala kategori, penilai bisa membuat rentangan yang lebih
rinci misalnya baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali. Skala
penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses
mengajar pada guru, proses belajar pada siswa, atau hasil belajar dalam bentuk
perilaku seperti keterampilan, hubungan sosial, dan cara memecahkan masalah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan skala penilaian adalah sebagai
berikut:[11]
1.
Tentukan tujuan
yang akan dicapai dari skala penilaian sehingga jelas apa yang harus
dinilai.
2.
Berdasaarkan
tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui
instumen ini.
3.
Tetapkan bentuk
rentangan nilai yang akan digunakan.
4.
Buatlah
item-item pernyataan yang akan dinilai.
5.
Ada baiknya
menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperolah dari
penilaian.
Skala penilaian dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dua orang
penilai lebih dalam menilai subjek yang
sama.
Contoh Skala Nilai:
Penampilan
Guru Mengajar
Nama
guru: …………………… Bidang studi yang diajarkan: ………………………
No |
Pernyataan |
Skala nilai |
|||
A |
B |
C |
D |
||
1. 2. 3.
4. 5. |
Penguasaan
bahan pelajaran Hubungan
dengan siswa Bahasa
yang digunakan Pemakaian
metode dan alat bantu mengajar Jawaban
terhadap pertanyaan siswa |
Keterangan:
A:
baik sekali C: cukup
B:
Baik
D: kurang
Kesimpulan
Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil
yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. Alat evaluasi
dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil
seperti keadaan yang dievaluasi.
• Jenis-Jenis Teknik Non-Tes
1.
Obervasi
(pengamatan)
2.
Interview
(wawancara)
3.
Kuesioner
(Questionair) / angket
4.
Skala Nilai
5.
Dan lain-lain
Dalam
rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus
semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes hasil belajar. Namun,
kita dapat menggunakan tes dalam kegiatan pengukuran dan penilaian. Teknik-teknik
non-tes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil
belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta
didik, seperti presepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, presepsi terhadap
guru, bakat dan minat, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009).
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003).
Daryanto, Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999).
Junaidi,
Baihaqi M, Evaluasi Pembelajaran madrasah Ibtidaiyah (MI), (Surabaya:
LPTK IAIN SUNAN AMPEL FAKULTAS TARBIYAH, 2009).
Mirarami, Pembuatan dan Pengolahan Intrumen Evaluasi Bentuk
Non-Tes, http://wordpress.com /2013/10/04.
P4mriunismuh, Intrument Non Tes-1,
http://
wordpress.com/2013/10/0, html.
Sudijono, Anas,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009).
Yosipratiwi, Jenis-jenis bentuk non-tes,
http://blogspot.com/2013/10/04, html.
[1] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 28.
[2] Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm.
30.
[3] Zainal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), hlm : 153.
[4] Yosipratiwi, Jenis-jenis
bentuk non-tes, http://blogspot.com/2013/10/04, html.
[5] Op cit, hlm : 158.
[6] Junaidi, M. Baihaqi, Evaluasi Pembelajaran
Madrasah Ibtidaiyah (MI), (LPTK IAIN SUNAN AMPEL, FAKULTAS TARBIYAH), hlm:
101.
[7] Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003),
hlm, 28.
[8] P4mriunismuh,
Intrument
Non Tes-1, http:// wordpress.com/2013/10/0, html.
[9] Junaidi, M.
Baihaqi, Evaluasi Pembelajaran Madrasah Ibtidaiyah (MI), (LPTK IAIN
SUNAN AMPEL, FAKULTAS TARBIYAH), hlm: 102.
[10] Ibid, hlm. 102
[11]
Mirarami, Pembuatan
dan Pengolahan Intrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes, http://wordpress.com /2013/10/04.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar