Rabu, 05 Januari 2022

MAKALAH TENTANG SYARIKAT ISLAM

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Capaian-capaian peradaban manusia merupakan siklus sejarah yang saling melengkapi satu sama lain. Sebuah titik peristiwa sejarah merupakan guru bagi peristiwa-peristiwa sejarah yang datang kemudian. Akumulasi dari rangkaian-rangkaian peristiwa sejarah itu melahirkan formula bahkan format bagi sebuah peradaban.

Sejarah merupakan napak tilas peristiwa masa lalu, pembelajaran untuk masa sekarang dan prediksi bagi masa depan. Perjalanan panjang kehidupan manusia dalam menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan individu dan juga masyarakatnya, mengharuskan mereka berpikir dan berbuat. Hasil pemikiran dan aktivitas itu ada yang membuahkan hasil cemerlang, namun tak sedikit yang menuai kegagalan yang memilukan.

Melihat ke belakang (sejarah) dalam mencipta peradaban bagi kebahagiaan manusia adalah sebuah usaha aktif yang maju guna merangkai formula-formula bahkjan format-format kehidupan yang lebih mapan; yang lebih baik dibanding sebelumnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menilik unsur-unsur dan prinsip-prinsip sejarah kemudian diejawantahkan sesuai dengan tuntutan kehidupan kekinian. Kegagalan sebuah sejarah diperlakukan sebagai cermin diri agar tak terulang lagi kesalahan yang pernah ada. Keberhasilannya diurai dengan menghadirkan seluruh instrumen yang ada dalam kondisi tempat formulasi itu diterapkan. Penyatuan kedua ritme kehidupan di atas, dengan berpijak pada sikap positif dan pro aktif, akan membuahkan hasil yang lebih baik di banding masa sebelumnya.


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Syarikat Islam

Syarikat Islam yang kita bicarakan dalam makalah ini pada awalnya bernama Sarekat dagang Islam (SDI). Ia didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo dengan tokoh pemrakarsanya seorang pedagang, H. Samanhudi . Konteks yang melatari lahirnya SDI adalah lantaran adanya kesadaran Kaoem boemipoetra yang hidup berada dalam tekanan imperialisme kaum penjajah asing (Belanda) yang ketika itu melahirkan strata masyarakat Nusantara kepada tiga golongan atau tingkatan:

• Strata I Kaum Indo Belanda, bangsa Eropa

• Strata II Kaum Perantauan Timur Asing (Cina, Arab, India)

• Strata III Kaum Inlander, yaitu bangsa Hindia Belanda (Indonesia).

Kesadaran akan nasib sebagai warga negara kelas tiga di tanah tumpah darahnya sendiri, menyebabkan kalangan saudagar muslim dan para haji bangkit untuk memberdayakan kaumnya. Mereka melakukan gerakan dagang atau ekonomi dengan iktikad melawan atau meruntuhkan dominasi kekuatan kaum Cina perantauan yang kala itu mendapat hak-hak lebih dan istimewa dalam dunia ekonomi dan perdagangan. Perdagangan besar dikuasai oleh kaum Indo-Belanda, sentra-sentra ekonomi berbasis pasar dikuasai para Cina, Arab, India sedang bangsa Indonesia menjadi kaum kebanyakan, buruh dan pekerja kasar.

Kondisi seperti diungkap di atas, jelas menampakkan bahwa kesadaran dasar yang muncul pertama kali dalam sejarah organisasi Islam --ditandai dengan kelahiran Sarekat Dagang Islam-- diawali dari kesadaran akan ketereliminasian umat dari sisi ekonomi. Di samping itu yang penting pula diperhatikan dalam latar belakang kemunculan SDI ini adalah adanya kesadaran dari sebagian masyarakat akan pentingnya pencerahan pemikiran, terutama pemikiran keislaman, bagi bangkit dan majunya umat Islam di Indonesia.

Lahirnya kesadaran dan bangkitnya kaum muslimin saat itu, sesungguhnya kuat didorong oleh adanya kebangunan Islam dunia, dan peranan pelaksanaan haji di awal abad ke-20. Hal itu dapat mengindikasikan bahwa pergerakan SDI pada dasarnya kuat dipengaruhi secara eksternal oleh fenomena gerakan tajdid (pembaruan) pemikiran Islam yang sedang berlangsung di belahan dunia Timur Islam, yang diprakarsai oleh antara lain: Syaikh Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan para mujtahid lainnya. Hal itu langsung maupun tidak, berimbas juga pada dorongan internal yaitu kesadaran kaum muslimin akibat adanya interaksi pergaulan pada mereka yang melaksanakan ibadah haji di tanah suci.

Dari sinilah kita menandai adanya kebangunan Islam di Indonesia, sebagai pertanda dan menjadi rangkaian perubahan masyarakat di Nusantara ketika itu. Titik tekan terpenting yang menjadi sebab kebangunan ataupun kebangkitan umat Islam saat itu adalah tumbuhnya kesadaran umat Islam di seluruh dunia untuk melakukan perjuangan anti kolonialisme kaum kuffar yang menjajah banyak wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kehadiran para jamaah haji di tanah haram tentu memberikan pengaruh tersendiri bagi terbangunnya sentimen keagamaan untuk kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan kaum muslimin atas keterjajahan diri dan bangsanya.

Sisi lain yang juga menjadi motivasi adalah dalam konteks menghadapi ancaman yang disebut Rosihan Anwar sebagai “kerstening politiek” Belanda yang diberlakukan di tanah jajahan ini. Perlawanan atas kebijakan politik Belanda itulah, membuat kaum muslimin Indonesia secara patriotik melakukan respons perwiranya. Keragaman sebab yang merupakan kausa prima itu kemudian saling bersinergi satu sama lain yang muaranya bertumpu dan berakumulasi pada lahirnya kesadaan baru kaum muslimin untuk melepas diri dari keterkungkungan kaum penjajah, dan menghadapi persaingan dagang dengan kaum Cina Perantauan dan keturunan India.

Mantan Ketua Umun Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam, M.A. Ghani, menyebutkan, bahwa ada 4 (empat) pokok pikiran yang menjadi tujuan perjuangan SDI sebagai wadah perjuangan kaum muslimin ketika itu:

1.      Upaya memperbaiki nasib rakyat dalam bidang sosial ekonomi

2.      Mempersatukan para pedagang batik agar dapat bersaing dengan pedagang dari keturunan Cina.

3.      Kehendak mempertinggi derajat dan martabat bangsa pribumi

4.      Mengembangkan serta memajukan pendidikan dan agama Islam.

Dari awal gerakan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan perdagangan, gerakan berubah menjadi gerakan sosial, ekonomi dan keagamaan. Label Islam tetap menjadi citra kejuangannya. Maka pada 1906 (atau ada juga yang menyebutnya pada 1911) berubahlah nama pergerakan itu menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama menjadi Syarikat Islam (SI) ini secara langsung ataupun tak langsung adalah disebabkan karena bergabungnya seorang tokoh “pemberontak” HOS Tjokroaminoto yang bekerja pada sebuah maskapai penerbangan di Surabaya ke dalam tubuh perkauman ini. Dari sini stressing dan aksentuasi pergerakan tidak lagi bertumpu sekadar pada urusan dagang atau ekonomi semata tetapi jauh lebih meluas, menyentuh aspek-aspek lainnya.

 

B.     Definisi Syarikat

Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.

Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab.

C.    Faktor Pendorong berdirinya Syarikat  Islam

1.      Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan penjualan bahan baku batik

2.      Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.  

 

D.    Tujuan Syarikat Islam

1.      Mengembangkan jiwa dagang,

2.      Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,

3.      Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,

4.      Memperbaiki pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan

5.      Hidup menurut perintah agama.

 

E.     Ide-ide Pembaruan Syarikat Islam

Sebagai pergerakan Islam yang pertama di tanah air, SI tentu saja memiliki ide-ide pembaruan yang ingin diterapkannya sebagai proses menuju sasaran yang diinginkannya. Ide-ide pembaharuan itu dapat dilihat dari hasil kongres SI 1917 yang isinya antara lain:

1.      Politik: SI menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan volkstrad (dewan rakyat) serta menuntut penghapusan kerja paksa dan sistem izin untuk bepergian.

2.      Pendidikan: Partai menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah. Ia juga menuntut terlaksananya wajib belajar untuk semua penduduk sampai berumur 15 tahun; perbaikan lembaga-lembaga pendidikan pada segala tingkatan; memasukkan pelajaran keterampilan; perluasan sekolah hukum dan sekolah kedokteran menjadi universitas dan pemberian Bea siswa untuk belajar di luar negeri.

3.      Agama: Partai menuntut dihapusnya undang-undang dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam; pembayaran gaji bagi kiyai dan penghulu; subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengkauan hari-hari besar Islam

4.      Agraria: Partai menuntut perbaikan agraria dan pertanian dengan menghapuskan particulire lauderijen (tuan tanah).

5.      Industri. Partai menuntut agar industri-industri yang sangat penting, dinasionalisasikan.

6.      Keuangan dan perpajakan: Partai menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan.

7.      Kooperasi: Partai menuntut agar pemerintah memberikan bantuan bagi perkumpulan kooperasi.

8.      Sosial: Partai menuntut agar pemerintah memerangi minuman keras dan candu; perjudian dan prostitusi; juga melarang penggunaan tenaga kerja anak-anak; mengeluarkan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta menambah jumlah poliklinik dengan gratis.

Demikianlah ide-ide yang lahir berupa tuntutan kepada pihak pemerintah. Jika diteliti nampaklah bahwa tema-tema yang menjadi tuntutan SI kepada pemerintah, seluruhnya bernuansa keinginan untuk memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat dari segi ekonomi, politik, pendidikan dan juga keamanan.

 

F.     Pergolakan Dalam Tubuh Syarikat Islam

Seperti telah diungkap sebelumnya, bahwa SI pada masa perjuangannya terpecah menjadi dua bagian; SI Merah dan SI Putih. Pergolakan dan perpecahan yang terjadi dalam tubuh SI, tidaklah semata-mata bersumber dari faktor internal. Yang lebih penting diperhatikan adalah faktor eksternal yang menyebabkan pertentangan itu. Faktor eksternal dimaksud adalah rekayasa yang diciptakan oleh penjajah Belanda.

Sampai tahun 1918, organisasi Sarekat Islam telah juga diperhitungkan oleh pihak kolonial Belanda. Belanda berpendapat, bahwa persatuan Islam akan lebih berbahaya mengingat sebagian besar orang-orang Indonesia memeluk agama Islam. Apabila orang-orang Islam Indonesia dapat membentuk persatuan Islam secara mantap, maka Belanda akan sulit mengatasinya, terlebih lagi jika organisasi Islam yang telah mantap itu bergerak dalam bidang politik.

Kekhawatiran itu dapat dilihat pada usaha Belanda berusaha ingin memecah belah Sarekat Islam yaitu dengan cara memasukkan orang Belanda ke dalam tubuh Sarekat Islam. Cara Belanda untuk memecah belah Sarekat Islam, telah dirintis sejak lama.

Pada mulanya Belanda mengadakan gerakan komunis di Indonesia diawali dengan pembentukan ISDV (indische Sosial Democratische Vereeniging) atau Perhimpunan Sosial Demokratis Hindia. Organisasi ini merupakan organisasi Marxis pertama di Asia Tenggara. Sneevliet sebagai pendiri organisasi mendapat tugas dari pemerintah Belanda untuk menyelidiki organisasi Sarekat Islam. Dengan tugas tersebut, Sneevliet, mengadakan inviltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam. Anggota-anggota Sarekat Islam akan ditarik ke dalam ISDV. Semaun yang masuk Sarekat Islam pada tahun 1915, terkena pengaruh ajaran komunis yang disampaikan oleh Sneevliet. Tak lama kemudian menyusul Darsono, Tan Malaka, Alimin Prawirodirdjo dan lain-lain. Akibatnya Sarekat Islam menjadi retak. Salah satu pihak ingin tetap mempertahankan kemurnian organisasi Islam, dengan menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, tetapi di pihak lain telah banyak sikap yang berubah lewat pencampuradukkan ajaran Islam dengan paham komunis. Inilah yang menyebabkan kelemahan pergerakan nasional dalam organisasi Sarekat Islam kemudian. Lantas pada pertemuan selanjutnya selalu terjadi pertentangan hebat; Perpecahan ini terus berlanjut sampai dalam kongres Sarekat Islam I, II, III, dan IV.

SI putih dan SI merah ini dalam pandangan Kuntowijoyo dapat dipetakan menjadi Sosialisme komunisme (SI Merah) dan sosialisme Islam (SI putih). Baik sosialisme Islam maupun sosialisme Komunis, sama-sama ideologi, maka keduanya mempunyai watak yang sama yaitu tertutup, final dan normatif. Mereka juga mempunyai tujuan yang sama, yaitu rekontruksi sosial. Tetapi keduanya mempunyai perbedaan. Kalau Komunisme adalah perjuangan untuk mengubah struktur masyarakat pada waktu itu dengan memodifikasi birokrasi, front persatuan, dan mobilitas massa, maka Islam adalah perjuangan struktural sama dengan komunisme, tetapi juga kultural dalam arti sangat tergantung pada kesadaran individual, karena itu ia juga memperhatikan agama, pendidikan dan kebudayaan. Khusus mengenai ekonomi, SI-Merah bersifat anti kapitalisme secara revolusioner, sedangkan SI-Putih juga anti kapitalisme, tetapi dengan jalan mengembangkan kooperasi. Berbeda dengan SI yang analisisnya mendasarkan diri pada fakta individual, PKI adalah perjuangan struktural yang didasarkan pada fakta sosial.

Dalam mengurai untuk melihat siapa kalah dan menang dalam pertentangan ini Kuntowijoyo, dengan menggunakan kerangka sosialisme memilih SI-Merah sebagai pemenangnya. Alasan-alasan yang dikemukakannya adalah bahwa komunisme sudah berpengalaman dengan industrialisasi dan kaum buruh, dan bagi SI Industrialisasi dan kaum buruh masih merupakan hal baru yang tanpa preseden sebelumnya. Karena itu bisa dimengerti kalau reaksi SI dapat dikatakan terlambat, too late karena pertama; kaum buruh sudah terlanjur ada; sudah terorganisasikan dengan rapih. Kedua; SI kalah bersaing dengan Marxisme yang sudah sejak pertengahan abad ke-19 mengenal buruh. Demikian juga bagi kaum buruh yang melihat ada unsur “mesianistik” pada komunisme, jawaban SI terlalu kecil, too litle, karena tidak mengandung harapan baru. Lagi pula, orientasi non materialistis terasa kurang relevan dengan kepentingan duniawi kaum buruh.

Di bawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto, SI lalu meretas jalan menuju gerakan politik yang terorganisir. SI kemudian menjadi cikal bakal dari pergerakan perjuangan kebangsaan Indonesia. Ia kemudian menjadi Central Sarekat Islam (CSI) dan mulai menggunakan kata nasional. Terbukti dari kongres tahunan yang diadakannya: Nationale Indische congres (NATICO). Pada gilirannya SI benar-benar menjadi organisasi atau partai politik, yaitu ditandai dengan perubahan nama menjadi Partai Syarikat Islam Hindia Timur (1923) dan pada NATICO ke-14 pada Januari 1929 di Jakarta menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan di antaranya:

1.      SI awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang gerakan perjuangannya terletak pada pemberdayaan ekonomi umat.

2.      Setelah masuknya HOS Tjokroaminoto, SI sebagai organisasi semakin terorganisir secara sistematis. Di tangan beliau pulalah SI menjadi gerakan sosial dan politik.

3.      SI adalah gerakan Islam pertama yang ingin memperjuangkan kepentingan umat Islam, dan yang berusaha ingin mengangkat harkat martabat umat Islam di Indonesia.

  

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amel, HOS Tjokroaminoto; Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Effendi, Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998.

Iskandar, Jos Sutan. Rekontruksi PSII dalam visi Rahardjo Tjakraningrat, Cet. I; Jakarta: Pustaka Nusa Centre, 2002.

Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Esai-Esai, Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental. Cet. I; Bandung: Mizan, 2001.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar