BAB I
PENDAHULUAN
Capaian-capaian
peradaban manusia merupakan siklus sejarah yang saling melengkapi satu sama
lain. Sebuah titik peristiwa sejarah merupakan guru bagi peristiwa-peristiwa
sejarah yang datang kemudian. Akumulasi dari rangkaian-rangkaian peristiwa
sejarah itu melahirkan formula bahkan format bagi sebuah peradaban.
Sejarah
merupakan napak tilas peristiwa masa lalu, pembelajaran untuk masa sekarang dan
prediksi bagi masa depan. Perjalanan panjang kehidupan manusia dalam
menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan individu dan juga masyarakatnya,
mengharuskan mereka berpikir dan berbuat. Hasil pemikiran dan aktivitas itu ada
yang membuahkan hasil cemerlang, namun tak sedikit yang menuai kegagalan yang
memilukan.
Melihat
ke belakang (sejarah) dalam mencipta peradaban bagi kebahagiaan manusia adalah
sebuah usaha aktif yang maju guna merangkai formula-formula bahkjan
format-format kehidupan yang lebih mapan; yang lebih baik dibanding sebelumnya.
Hal itu dapat dilakukan dengan menilik unsur-unsur dan prinsip-prinsip sejarah
kemudian diejawantahkan sesuai dengan tuntutan kehidupan kekinian. Kegagalan
sebuah sejarah diperlakukan sebagai cermin diri agar tak terulang lagi
kesalahan yang pernah ada. Keberhasilannya diurai dengan menghadirkan seluruh
instrumen yang ada dalam kondisi tempat formulasi itu diterapkan. Penyatuan
kedua ritme kehidupan di atas, dengan berpijak pada sikap positif dan pro
aktif, akan membuahkan hasil yang lebih baik di banding masa sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Syarikat Islam
Syarikat
Islam yang kita bicarakan dalam makalah ini pada awalnya bernama Sarekat dagang
Islam (SDI). Ia didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo dengan tokoh
pemrakarsanya seorang pedagang, H. Samanhudi . Konteks yang melatari lahirnya
SDI adalah lantaran adanya kesadaran Kaoem boemipoetra yang hidup berada dalam
tekanan imperialisme kaum penjajah asing (Belanda) yang ketika itu melahirkan
strata masyarakat Nusantara kepada tiga golongan atau tingkatan:
•
Strata I Kaum Indo Belanda, bangsa Eropa
•
Strata II Kaum Perantauan Timur Asing (Cina, Arab, India)
•
Strata III Kaum Inlander, yaitu bangsa Hindia Belanda (Indonesia).
Kesadaran akan nasib sebagai warga
negara kelas tiga di tanah tumpah darahnya sendiri, menyebabkan kalangan
saudagar muslim dan para haji bangkit untuk memberdayakan kaumnya. Mereka
melakukan gerakan dagang atau ekonomi dengan iktikad melawan atau meruntuhkan
dominasi kekuatan kaum Cina perantauan yang kala itu mendapat hak-hak lebih dan
istimewa dalam dunia ekonomi dan perdagangan. Perdagangan besar dikuasai oleh
kaum Indo-Belanda, sentra-sentra ekonomi berbasis pasar dikuasai para Cina,
Arab, India sedang bangsa Indonesia menjadi kaum kebanyakan, buruh dan pekerja
kasar.
Kondisi seperti diungkap di atas,
jelas menampakkan bahwa kesadaran dasar yang muncul pertama kali dalam sejarah
organisasi Islam --ditandai dengan kelahiran Sarekat Dagang Islam-- diawali
dari kesadaran akan ketereliminasian umat dari sisi ekonomi. Di samping itu
yang penting pula diperhatikan dalam latar belakang kemunculan SDI ini adalah
adanya kesadaran dari sebagian masyarakat akan pentingnya pencerahan pemikiran,
terutama pemikiran keislaman, bagi bangkit dan majunya umat Islam di Indonesia.
Lahirnya kesadaran dan bangkitnya
kaum muslimin saat itu, sesungguhnya kuat didorong oleh adanya kebangunan Islam
dunia, dan peranan pelaksanaan haji di awal abad ke-20. Hal itu dapat
mengindikasikan bahwa pergerakan SDI pada dasarnya kuat dipengaruhi secara
eksternal oleh fenomena gerakan tajdid (pembaruan) pemikiran Islam yang sedang
berlangsung di belahan dunia Timur Islam, yang diprakarsai oleh antara lain:
Syaikh Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan para mujtahid lainnya. Hal itu
langsung maupun tidak, berimbas juga pada dorongan internal yaitu kesadaran
kaum muslimin akibat adanya interaksi pergaulan pada mereka yang melaksanakan
ibadah haji di tanah suci.
Dari sinilah kita menandai adanya
kebangunan Islam di Indonesia, sebagai pertanda dan menjadi rangkaian perubahan
masyarakat di Nusantara ketika itu. Titik tekan terpenting yang menjadi sebab
kebangunan ataupun kebangkitan umat Islam saat itu adalah tumbuhnya kesadaran
umat Islam di seluruh dunia untuk melakukan perjuangan anti kolonialisme kaum
kuffar yang menjajah banyak wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kehadiran para
jamaah haji di tanah haram tentu memberikan pengaruh tersendiri bagi
terbangunnya sentimen keagamaan untuk kemudian berkembang menjadi sebuah
gerakan kaum muslimin atas keterjajahan diri dan bangsanya.
Sisi lain yang juga menjadi motivasi
adalah dalam konteks menghadapi ancaman yang disebut Rosihan Anwar sebagai
“kerstening politiek” Belanda yang diberlakukan di tanah jajahan ini.
Perlawanan atas kebijakan politik Belanda itulah, membuat kaum muslimin
Indonesia secara patriotik melakukan respons perwiranya. Keragaman sebab yang
merupakan kausa prima itu kemudian saling bersinergi satu sama lain yang
muaranya bertumpu dan berakumulasi pada lahirnya kesadaan baru kaum muslimin
untuk melepas diri dari keterkungkungan kaum penjajah, dan menghadapi
persaingan dagang dengan kaum Cina Perantauan dan keturunan India.
Mantan Ketua Umun Lajnah Tanfidziah
Syarikat Islam, M.A. Ghani, menyebutkan, bahwa ada 4 (empat) pokok pikiran yang
menjadi tujuan perjuangan SDI sebagai wadah perjuangan kaum muslimin ketika
itu:
1. Upaya
memperbaiki nasib rakyat dalam bidang sosial ekonomi
2. Mempersatukan
para pedagang batik agar dapat bersaing dengan pedagang dari keturunan Cina.
3. Kehendak
mempertinggi derajat dan martabat bangsa pribumi
4. Mengembangkan
serta memajukan pendidikan dan agama Islam.
Dari awal gerakan yang
berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan perdagangan, gerakan berubah menjadi
gerakan sosial, ekonomi dan keagamaan. Label Islam tetap menjadi citra
kejuangannya. Maka pada 1906 (atau ada juga yang menyebutnya pada 1911)
berubahlah nama pergerakan itu menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama
menjadi Syarikat Islam (SI) ini secara langsung ataupun tak langsung adalah
disebabkan karena bergabungnya seorang tokoh “pemberontak” HOS Tjokroaminoto
yang bekerja pada sebuah maskapai penerbangan di Surabaya ke dalam tubuh
perkauman ini. Dari sini stressing dan aksentuasi pergerakan tidak lagi
bertumpu sekadar pada urusan dagang atau ekonomi semata tetapi jauh lebih
meluas, menyentuh aspek-aspek lainnya.
B.
Definisi
Syarikat
Sarekat Islam pada awalnya
adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang
Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota
Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang
tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat
Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol
sebelum Perang Dunia II.
Pendiri Sarekat Islam,
Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai
banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang
Cina dan Arab.
C.
Faktor
Pendorong berdirinya Syarikat Islam
1. Faktor
ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan
penjualan bahan baku batik
2. Faktor
agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.
D.
Tujuan
Syarikat Islam
1. Mengembangkan
jiwa dagang,
2. Membantu
para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
3. Memajukan
pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,
4. Memperbaiki
pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
5. Hidup
menurut perintah agama.
E.
Ide-ide
Pembaruan Syarikat Islam
Sebagai
pergerakan Islam yang pertama di tanah air, SI tentu saja memiliki ide-ide
pembaruan yang ingin diterapkannya sebagai proses menuju sasaran yang
diinginkannya. Ide-ide pembaharuan itu dapat dilihat dari hasil kongres SI 1917
yang isinya antara lain:
1. Politik:
SI menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan volkstrad (dewan rakyat)
serta menuntut penghapusan kerja paksa dan sistem izin untuk bepergian.
2. Pendidikan:
Partai menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid
di sekolah-sekolah. Ia juga menuntut terlaksananya wajib belajar untuk semua
penduduk sampai berumur 15 tahun; perbaikan lembaga-lembaga pendidikan pada
segala tingkatan; memasukkan pelajaran keterampilan; perluasan sekolah hukum
dan sekolah kedokteran menjadi universitas dan pemberian Bea siswa untuk
belajar di luar negeri.
3. Agama:
Partai menuntut dihapusnya undang-undang dan peraturan yang menghambat
tersebarnya Islam; pembayaran gaji bagi kiyai dan penghulu; subsidi bagi
lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengkauan hari-hari besar Islam
4. Agraria:
Partai menuntut perbaikan agraria dan pertanian dengan menghapuskan particulire
lauderijen (tuan tanah).
5. Industri.
Partai menuntut agar industri-industri yang sangat penting, dinasionalisasikan.
6. Keuangan
dan perpajakan: Partai menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta
pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan.
7. Kooperasi:
Partai menuntut agar pemerintah memberikan bantuan bagi perkumpulan kooperasi.
8. Sosial:
Partai menuntut agar pemerintah memerangi minuman keras dan candu; perjudian
dan prostitusi; juga melarang penggunaan tenaga kerja anak-anak; mengeluarkan
peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta menambah
jumlah poliklinik dengan gratis.
Demikianlah
ide-ide yang lahir berupa tuntutan kepada pihak pemerintah. Jika diteliti
nampaklah bahwa tema-tema yang menjadi tuntutan SI kepada pemerintah, seluruhnya
bernuansa keinginan untuk memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat dari
segi ekonomi, politik, pendidikan dan juga keamanan.
F.
Pergolakan
Dalam Tubuh Syarikat Islam
Seperti
telah diungkap sebelumnya, bahwa SI pada masa perjuangannya terpecah menjadi
dua bagian; SI Merah dan SI Putih. Pergolakan dan perpecahan yang terjadi dalam
tubuh SI, tidaklah semata-mata bersumber dari faktor internal. Yang lebih
penting diperhatikan adalah faktor eksternal yang menyebabkan pertentangan itu.
Faktor eksternal dimaksud adalah rekayasa yang diciptakan oleh penjajah
Belanda.
Sampai
tahun 1918, organisasi Sarekat Islam telah juga diperhitungkan oleh pihak
kolonial Belanda. Belanda berpendapat, bahwa persatuan Islam akan lebih
berbahaya mengingat sebagian besar orang-orang Indonesia memeluk agama Islam.
Apabila orang-orang Islam Indonesia dapat membentuk persatuan Islam secara
mantap, maka Belanda akan sulit mengatasinya, terlebih lagi jika organisasi
Islam yang telah mantap itu bergerak dalam bidang politik.
Kekhawatiran
itu dapat dilihat pada usaha Belanda berusaha ingin memecah belah Sarekat Islam
yaitu dengan cara memasukkan orang Belanda ke dalam tubuh Sarekat Islam. Cara
Belanda untuk memecah belah Sarekat Islam, telah dirintis sejak lama.
Pada
mulanya Belanda mengadakan gerakan komunis di Indonesia diawali dengan
pembentukan ISDV (indische Sosial Democratische Vereeniging) atau Perhimpunan
Sosial Demokratis Hindia. Organisasi ini merupakan organisasi Marxis pertama di
Asia Tenggara. Sneevliet sebagai pendiri organisasi mendapat tugas dari
pemerintah Belanda untuk menyelidiki organisasi Sarekat Islam. Dengan tugas
tersebut, Sneevliet, mengadakan inviltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam.
Anggota-anggota Sarekat Islam akan ditarik ke dalam ISDV. Semaun yang masuk
Sarekat Islam pada tahun 1915, terkena pengaruh ajaran komunis yang disampaikan
oleh Sneevliet. Tak lama kemudian menyusul Darsono, Tan Malaka, Alimin
Prawirodirdjo dan lain-lain. Akibatnya Sarekat Islam menjadi retak. Salah satu
pihak ingin tetap mempertahankan kemurnian organisasi Islam, dengan menganut
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, tetapi di pihak lain telah banyak sikap
yang berubah lewat pencampuradukkan ajaran Islam dengan paham komunis. Inilah
yang menyebabkan kelemahan pergerakan nasional dalam organisasi Sarekat Islam
kemudian. Lantas pada pertemuan selanjutnya selalu terjadi pertentangan hebat;
Perpecahan ini terus berlanjut sampai dalam kongres Sarekat Islam I, II, III,
dan IV.
SI
putih dan SI merah ini dalam pandangan Kuntowijoyo dapat dipetakan menjadi
Sosialisme komunisme (SI Merah) dan sosialisme Islam (SI putih). Baik
sosialisme Islam maupun sosialisme Komunis, sama-sama ideologi, maka keduanya
mempunyai watak yang sama yaitu tertutup, final dan normatif. Mereka juga
mempunyai tujuan yang sama, yaitu rekontruksi sosial. Tetapi keduanya mempunyai
perbedaan. Kalau Komunisme adalah perjuangan untuk mengubah struktur masyarakat
pada waktu itu dengan memodifikasi birokrasi, front persatuan, dan mobilitas
massa, maka Islam adalah perjuangan struktural sama dengan komunisme, tetapi
juga kultural dalam arti sangat tergantung pada kesadaran individual, karena
itu ia juga memperhatikan agama, pendidikan dan kebudayaan. Khusus mengenai
ekonomi, SI-Merah bersifat anti kapitalisme secara revolusioner, sedangkan
SI-Putih juga anti kapitalisme, tetapi dengan jalan mengembangkan kooperasi.
Berbeda dengan SI yang analisisnya mendasarkan diri pada fakta individual, PKI
adalah perjuangan struktural yang didasarkan pada fakta sosial.
Dalam
mengurai untuk melihat siapa kalah dan menang dalam pertentangan ini
Kuntowijoyo, dengan menggunakan kerangka sosialisme memilih SI-Merah sebagai
pemenangnya. Alasan-alasan yang dikemukakannya adalah bahwa komunisme sudah
berpengalaman dengan industrialisasi dan kaum buruh, dan bagi SI
Industrialisasi dan kaum buruh masih merupakan hal baru yang tanpa preseden
sebelumnya. Karena itu bisa dimengerti kalau reaksi SI dapat dikatakan
terlambat, too late karena pertama; kaum buruh sudah terlanjur ada; sudah
terorganisasikan dengan rapih. Kedua; SI kalah bersaing dengan Marxisme yang
sudah sejak pertengahan abad ke-19 mengenal buruh. Demikian juga bagi kaum
buruh yang melihat ada unsur “mesianistik” pada komunisme, jawaban SI terlalu
kecil, too litle, karena tidak mengandung harapan baru. Lagi pula, orientasi
non materialistis terasa kurang relevan dengan kepentingan duniawi kaum buruh.
Di
bawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto, SI lalu meretas jalan menuju gerakan
politik yang terorganisir. SI kemudian menjadi cikal bakal dari pergerakan
perjuangan kebangsaan Indonesia. Ia kemudian menjadi Central Sarekat Islam
(CSI) dan mulai menggunakan kata nasional. Terbukti dari kongres tahunan yang
diadakannya: Nationale Indische congres (NATICO). Pada gilirannya SI
benar-benar menjadi organisasi atau partai politik, yaitu ditandai dengan
perubahan nama menjadi Partai Syarikat Islam Hindia Timur (1923) dan pada
NATICO ke-14 pada Januari 1929 di Jakarta menjadi Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII).
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan di antaranya:
1. SI
awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang gerakan perjuangannya terletak pada
pemberdayaan ekonomi umat.
2. Setelah
masuknya HOS Tjokroaminoto, SI sebagai organisasi semakin terorganisir secara
sistematis. Di tangan beliau pulalah SI menjadi gerakan sosial dan politik.
3. SI
adalah gerakan Islam pertama yang ingin memperjuangkan kepentingan umat Islam,
dan yang berusaha ingin mengangkat harkat martabat umat Islam di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Amel,
HOS Tjokroaminoto; Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Effendi,
Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di
Indonesia. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998.
Iskandar,
Jos Sutan. Rekontruksi PSII dalam visi Rahardjo Tjakraningrat, Cet. I; Jakarta:
Pustaka Nusa Centre, 2002.
Kuntowijoyo,
Muslim Tanpa Masjid, Esai-Esai, Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai
Strukturalisme Transendental. Cet. I; Bandung: Mizan, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar