BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat
dan Kebutuhan Akan Laporan Audit
Hakikat dari audit adalah proses pembuktian oleh orang
independen (imparsial) terhadap suatu asersi manajemen dengan menggunakan
judment (pertimbangan) dan bukti yang membuktikan (evindential matter).
Pengauditan adalah suatu kegiatan yang penting. Setiap organisasi atau
perusahaan selayaknya secara suka rela melakukan audit untuk memberikan umpan
balik atas kinerja yang telah dilakukan.
Audit dilakukan oleh auditor yang jati dirinya adalah
seorang manusia. Komputer atau malahan robot sekalipun bisa saja membantu
proses pengauditan, tetapi tetap saja manusia yang menentukan dalam memberikan
pertimbangan dan pengambilan keputusan. Manusia dengan segala keterbatasannya akan menentukan kualitas pertimbangan yang
dihasilkan. Ada faktor human being ( keinginan manusia), emosi dan
subjektivitas.
Menurut siegel dan Marconi (1989) seharusnya auditor
terlepas dari fakto-faktor personalitas dalam melakukan audit. Personalitas
akan bisa menyebabkan kegagalan audit sekaligus membawa resiko yang tinggi bagi
auditor. Untuk itu risiko inheren dalam audit harus diperhitungkan dengan baik.
Ada dua tipe yang dihadapi oleh auditor;
1.
Auditor dipengaruhi oleh persepsi
mereka terhadap lingkungan audit.
2.
Auditor harus menyelaraskan dan
sinergi dalam pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses riview di dalamnya. Interaksi ini akan
banyak menimbulkan proses keperilakuan dan sosial.
Dalam lingkungan yang kompetitif, kantor akuntan
publik (KAP) harus secara teratur memonitor praktik-praktik terbaik yang
menjamin profesionalisme karyawan secara efektif dan efisien. Penempatan staf
yang cocok dalan tim audit menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Tim adalah
kelompok. Banyak pertimbangan audit yang dibuat oleh kelompok,sebagaimana
halnya individu. Interaksi kelompok merupakan fungsi dari preferensi individu
yang ada di dalamnya.
Penelitian
psikologi menunjukkan bahwa pengambilan keputusan kelompok memiliki kinerja
yang lebih menguntungkan daripada pengambilan keputusan secara individual.
Ivancevch dan Mattenson (2002) menyebutkan yang dimaksud dengan kelompok adalah
dua orang atau lebih berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada dua
tipe kelompok yaitu kelompok formal dan kelompok non formal, kelompok formal
terdiri dari ; perintah, tugas dan tim. Sedangkan yang non formal ; terdiri
dari kelompok kepentingan dan pertemanan.[1]
Kebutuhan akan audit laporan keuangan, Statement of Financial Accounting Concept No.2 (Penyataan Konseo Akuntansi
Keuangan No.2) yang dikeluarkan oleh FASB menyaakan bahwa relevansi dan
reliabilitas merupakan dua kulaifikasi utama yang memeuat informasi akuntansi
dapat berguna bagi pengabilan keputusan.Pengguna laporan keuangan melihat
adanya keyakinan bahwa kedua hal tersebut diatas telah dipenuhi sebagaimana
tercantum dalam laporan keuangan.
Perlunya dilakukan
audit indenpenden atas laporan keuangan dapat dilihat lebih lanjut pada empat
kondisi berikut ini
1. Pertentangan Kepentingan.
Banyak pengguna laopran
keuangan yang memberikan perhatian tentang adanya pertentangan kepentingan
actual ataupun potensial antara mereka sendiri dan menejemen entitas. Oleh
kaena itu,para pengguna mencari keyakinan dari auditor indenpenden luar bahwa
informasi tersebut telah (1) bebeas dari
bias untuk kepentingan manajemen dan (2) netral untuk kepentingan berrbagai
kelompok pengguna.
2. Konsekuensi
Laporan keuangan yang diterbikan menyajikan informasi yang penting dan
dalam beberapa kasus, merupakan satu-satunya sumber informasi yang digunakan
untuk membuat keputusan investasi yang signifikan peminjaman, serta keputusan
lainnya.Oleh karena itu, para pengguna menginginkan kaoran keuangan tersebut
memuat sebanyak mungkin data yang relavan.
3. Kompleksitas
Masalah akuntansi dan
proses penyusunan laopran keuangan telah menjadi demikian kompleks. Standar
akuntansi dan pelopran untuk sewa guna usaha, pensiun, pajak penghasilan, dan
laba per saham merupakan contoh-contoh dari fakta kompleksitas yang ad dewasa
ini.
4. Keterpencian
Para pengguna laporan
keungan,bahkan pengguna yang paling andal sekalipunn menganggap tidak praktis
lagi untuk mencari aksds l;angsung pada catatan akuntansi utama guna
melaksanakan sendiri verifikasi atas asersi laporan keuangan karena adanya
faktor jarak, waktu, dan biaya.[2]
B.
Bagian-bagian
Dari Laporan Audit[3]
Terlepas dari
siapa Auditornya, ketujuh bagian laporan audit berikut ini akan tetap sama .
Bagian-bagianya diantaranya adalah sebagi berikut :
1.
Judul
laporan. Standar auditing
mengharuskan pemberian judul pada laporan dan judul itu harus memuat kata
independen, misalnya , judul yang tepat adalah “laporan auditor independen” tau
“pendapat akuntan independen”. Persyaratan bahwa judul harus mencakup kata “
independen” maksudnya untuk meyakinkan pemakai bahwa dalam semua sapek
penugasan audit tersebut tidak memihak.
2.
Alamat
yang dituju laporan audit. Laporan ini biasanya ditujukan kepada perusahaan
bersangkutan, pemegang saham, atau dewan direksiatau komisarisnya. Dala beberapa
tahun belakangan, laporan ini ditujukan kepada para pemegang saham untuk
menunjukkan bahwa auditor independen terhadap perusahaan, dewan direksi, dan
komisarisnya.
3.
Paragraf
pendahuluan. Paragraf pertama dari laporan ini ditujukan untuk tiga hal :
Pertama,
paragraf ini merupakan pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan publik
bersangkutan telah melaksanakan suatu audit. Hal ini dimaksudkan untuk
membedakan laporan tersebut dari laporan kompilasi atau review. Paragraf
lingkup audit menjelaskan apa yang dimaksud dengan audit.
Kedua, paragraf
itu mencantumkan laporan keuangan yang diaudit, termasuk tanggal neraca, dan
periode-periode akuntansi untuk laporan laba rugi dan laporan arus kas.
Kata-kata dalam laporan tersebut harus sama dengan laporan yang digunakan
manajemen untuk laporan keuangan itu.
Ketiga,
paragraf pendahuluan yang menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut merupakan
tanggung jawab menejemen bahwa tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan
suatu pendapat atas laporan itu berdasarkan suatu audit. Pernyataan itu
bertujuan untuk menyatakan bahwa menejemen bertanggung jawab atas pemilihan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan atas pengambilan keputusan pengukuran dan
pengungkapan dalam penerapan prinsip-prinsip itu, dan untuk menjelaskan masing-masing
perana menejemen dan auditor.
4.
Paragraf
lingkup audit . paragraf lingkup audit adalah pernyataan aktual mengenai apa
yang dilakukan auditor didalam audit. Paragraf initerlebih dahulu menyatakan
bahwa auditor yang bersangkutan mengikuti standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia. Bagian selanjutnya menerangkan secara singkat
mengenai aspek-aspek pentinga dari suatu audit.
5.
Pargraf
pendapat . pragraf terahir dalam laporan audit standar memuat kesimpulan auditor berdasarkan hasil audit. Bagian ini
sangat penting sehingga seringkali keseluruhan laporan audit hanya disebut
sebagai pendapat auditor. Paragraf pendapat dengan tegas menyatakan bahwa yang
diberikan adalah suatu pendapat dan bukan suatu pernyataan mutlak atau jaminan.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kesimpulan tersebut didasarkan atas
pertimbangan propesional .
6.
Tanda
tangan dan nama akuntan publik. Nama ini menunjukkan partner akuntan publik
atau auditor yang bertanggung jawab atas audit yang dilakukan . auditor membubuhkan
tanda tangannya beserta nomor register negara yang bersangkutan . partner
itulah yang akan bertanggung jawab atas
mutu auditnya menurut standar profesionalnya.
7.
Tanggal
laporan audit . tanggal yang dipakai didalam laporan ini adalah tanggal saat auditor
telah menyelesaikan bagian terpenting dari prosedur audit lapangan . tanggal
ini sangat penting karena menunjukan sampai tanggal berapa setelah tanggal
laporan keuangan, auditor bertanggung jawab atas peninjauan terhadap peristiwa
yang terjadi.
C.
Kondisi
Untuk Laporan Wajar Tanpa Pengecualian [4]
Bentuk laporan
audit yang paling umum adalah laporan auidit standar dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian . lebih dari 90 persen laporan audit menggunakan bentuk ini.
Laporan audit wajar tanpa pengecualian
disunakan bila kondisi berikut terpenuhi :
a.
Semua
laporan keuangan- neraca,laporan laba rugi, saldo laba, dan laporan arus kas
sudah tercakup didalam laporan keuangan.
b.
Ketiga
standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam penugasan.
c.
Bahan
bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebuttelah melaksanakan
penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa ketiga
standar pekerjaan lapangan telah terpenuhi.
d.
Laporan
keuangan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Ini berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah
disertakan dalam catatan kaki dan bagian-bagian lain laporan kauangan.
e.
Tidak
terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi
kata-kata dalam laporan.
Jika semua
persyaratan atau kondisi ini terpenuhi , maka laporan audit standar seperti
pada Gambar 1 dapat diterbitkan . Masing-masing auditor dapat menggunkan
istilah yang sedikit berbeda, tapi maknanya adalah sama. Perhatikan bahwa
gambar 1 adalah laporan audit yang dibuat bagi lapoan keuangan komparatif, oleh
karena itu harus dibuat laporan yang menyangkut kedua tahun yang bersangkutan.
Kantor Akuntan Publik Andri, Sentanu dan Rekan Gedung lima Pahlawan Jalan Jendral Kamioso No. 12 Jakarta Pusat Laporan Auditor Independen Kepada Para pemegang saham PT Roda Lingkar Kami telah mengaudit neraca PT Roda LI
ngkar tanggal 31 Desember 19X5 dan 19X4, dan laporan laba rugi, saldo laba,
dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.
Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab
kami adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan tersebut
berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan
standar uading yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indosnesia. Standar tersebut
mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh
keyakina yang memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan,
atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan
pengungkapan dalam laporan kauangan. Audit juga meliputi penilaian prinsip
akuntasi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen,
serta penilaina terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.
Kami yakun bahwa audit kami memberikan dasar yang memadai untuk menyataka
Pendapat. Menurut pendapat kami, laporan kauangan
yang kami sebutka diatas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan PT Roda Lingkar Pda Tanggal 31 Desember 19X5 dan
19X4, serta hasil usaha dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada
tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum. Andri Irawan Akuntan Register Negara Nomor. D-1234 5 Maret 19X6
GAMBAR 1
Laporan
Audit
Standar
atas
laporan
Keuangan
komparatif
JUDUL LAPORAN
ALAMAT
PARAGRAF
PENDAHULUAN
PARAGRAF
LINGKUP
AUDIT
PARAGRAF
PENDAPAT
TANDA
TANGANDAN
NOMOR REGISTER
AUDITOR
TANGGAL
LAPORAN
D.
Tipe-
Tipe Laporan Audit
Opini yang terdapat dalam laporan
audit sangat penting sekali dalam proses audit atapun proses atestasi lainnya
karena opini tersebut merupakan informasi utama yang dapat diinformasikan
kepada pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang
diperolehnya. Berdasarkan standar professional akuntan publik seksi 508,
pendapat auditor dikelompokkan ke dalam lima tipe, yaitu :[5]
1.
Pendapat wajar tanpa
pengecualian
Pendapat
ini dikeluarkan auditor jika tidak adanya pembatasan terhadap auditor dalam
lingkup audit dan tidak ada pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan
penerapan standar akutansi keuangan dalam laporan keuangan disertai dengan
pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan. Laporan audit tipe ini
merupakan laporan yang paling diharapkan dan dibutuhkan oleh semua pihak. Baik
oleh klien maupun oleh auditor.
Ada
beberapa kondisi laporan keuangan yang harus dipenuhi untuk menilai laporan
keuangan yang dianggap menyajikan secara wajar kepada posisi keuangan dan hasil
suatu organisasi agar sesuai dengan standar akuntansi keuangan yaitu:
a.
Standar akuntansi
keuangan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan,
b.
Perubahan standar akuntansi keuangan dari
periode ke periode telah cukup dijelaskan.
c.
Informasi dalam
catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup
dalam laporan keuangan, sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
2.
Pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelas
Suatu paragraf penjelas dalam laporan
audit diberikan oleh auditor dalam keadaan tertentu yang mungkin mengharuskannya
melakukan hal tersebut, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan.
3.
Pendapat wajar dengan
pengecualian
Ada beberapa kondisi yang mengharuskan
seorang auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian, diantaranya
yaitu :
a.
Klien membatasi ruang
lingkup audit
b.
Kondisi-kondisi yang
ada diluar kekuasaan klien ataupun auditor menyebabkan auditor tidak dapat
melaksanakan prosedur audit penting
c.
Laporan keuangan tidak
disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan
d.
Ketidakkonsistenan
penerapan standar akuntansi keuangan yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan
4.
Pendapat tidak wajar
Pendapat ini merupakan kebalikan dari
pendapat wajar tanpa pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika
laporan keuangan klien tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil
usaha, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Hal ini disebabkan
karena laporan keuangan tidak disusun berdasar standar akuntansi keuangan.
Selain itu pendapat tidak wajar disebabkan karena ruang lingkup auditor
dibatasi sehingga bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya tidak
dapat dikumpulkan. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh
auditor maka informasi yang disajikan klien dalam laporan keuangan sama sekali
tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi
keuangan untuk pengambilan keputusan.
5.
Pernyataan tidak
memberikan pendapat
Jika auditor tidak memberikan pendapat
atas objek audit, maka laporan ini disebut lampiran tanpa pendapat (adverse
opinion). Hal ini disebabkan beberapa kondisi, yaitu adanya pembatasan yang
sifatnya luar biasa terhadap lingkungan auditnya, kemudian karena auditor tidak
independen dalam hubungan dengan kliennya. Perbedaan antara pernyataan tidak
memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar ini
diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran dalam laporan
keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (no
opinion) karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan
keuangan auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan
klien.
E.
Materialistis
Mempengaruhi Pelaporan Audit
Materialitas
mendasari penerapan standar auditing, terutama yang berkaitan dengan penerapan
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan
auditor bentuk baku. Materialitas dan risiko sangat fundamental bagi
perencanaan audit dan perancangan pendekatan audit. Risiko audit dan
materialitas , bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam
menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi
hasil prosedur.[6]
Konsep Materialitas
Financial
Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan
yang, dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang
dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi diatas
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung
dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh
mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena
tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material,
auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal
itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
Konsep
materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau
keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan
beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang
saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.
Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas
1.
Merencanakan
luas pengujian
Langkah
1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
Langkah
2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-segmen
2.
Mengevaluasi
hasil-hasil
Langkah
3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Langkah
4 : Memperkirakan salah saji gabungan
Langkah
5 : Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang
direvisi tetentang materialitas
Laporan
keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut
mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup
signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari
kekeliruan atau kecurangan.
Istilah
kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah
atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a.
Kesalahan
dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan
keuangan.
b.
Estimasi
akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir
fakta.
c.
Kekeliruan
dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi,
cara penyajian, atau pengungkapan.
Dalam laporan
audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan (guarantee)
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat.
Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
Dalam audit atas
laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau
pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah
akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang
terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua
transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi
secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas
laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
3.
Auditor
dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi.
4.
Auditor
dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten
yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
5.
Auditor
dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi,
dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan
disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan
dan ketidakberesan.
Dengan demikian
ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu:
konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep
risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Penetapkan Pertimbangan Awal Materialitas
SAS 107 (AU 312)
mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan
keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut
sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun
merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama
penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan
pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor
yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi
keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan
pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti
yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin
banyak bukti audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering
kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor
tentang materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu,
1.
Materialitas
adalah konsep yang bersifat relatif ketimabang absolut
Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu material juga
bagi perusahaan lain.
2.
Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi
materialitas
Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar untuk
menentukan apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering
kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa jumlah material bagi
perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item
informasi yang penting bagi para pemakai.
3.
Faktor-faktor
kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh :
a)
Jumlah
karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja
karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen
atau pihak yang terlibat.
b)
Kekeliruan
yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban kontrak.
c)
Kekeliruan
yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi kecenderungan
laba.
Tiga tingkatan Materialistis
Sesuatu dianggap matrealitas apabila
dapat mempengaruhi keputusan para pemakai keuangan. Matrealitas merupakan hal
yang penting untuk dipertimbangkan, dalam menentukan secara tepat jenis laporan
audit yang akan diterbitkan pada situasi-situasi tertentu.[7]
Jika salah saji relatif tidak material
terhadap laporan keuangan, maka lebih tepat bagi auditor untuk menerbitkan
laporan audit wajar tanpa pengecualian. Namun, jika salah saji relatif
material, auditor perlu menerbitkan laporan audit wajar dengan pengecualian.
Dan pada salah saji relatif sangat
material ( begitu signifikan ) sehingga kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan diragukan, maka auditor perlu menolak memberikan pendapat atau
memberikan pendapat tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan
materialitas pada dua tingkat berikut ini :
1. Jumlahnya
tidak material
Apabila terdapat salah
saji dalam laporan keuangan, namun cenderung tidak mempengaruhi keputusan para
pemakai laporan keuangan, maka salah saji ini dianggap tidak material. Dalam
hal ini, auditor layak menerbitkan laporan audit wajar tanpa pengecualian.
2. Jumlahnya
material
Apabila salah saji
dalam laporan keuangan memengaruhi keputusan para pemakai laporan ini, tetapi
laporan keuangan secara keseluruhan tetap disajikan secara wajar dan masih
bermanfaat bagi para penggunanya, maka salah saji ini dikatakan material.
3. Jumlahnya
sangat material atau begitu pervasif
Tingkat materialitas
tertinggi terjadi apabila pemakai mungkin akan membuat keputusan yang salah,
jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan.
Dalam mengambil keputusan tentang
tingkat materialitas, auditor harus mengevaluasi semua pengaruhnya terhadap
bagian atau komponen laporan keuangan yang lain. Ini yang disebut sebagai
penyebaran (pervasiveness). Kesalahan dalam mengklasifikasi atau
mengidentifikasi akun antara akun piutang lain hanya akan mempengaruhi kedua
akun ini saja, sehingga tidak bersifat pervansif. Adapun salah saji yang
material dalam saldo akun persediaan akan bersifat sangat pervasif, karena dapat memengaruhi
bagian lainnya dari laporan keuangan, sehingga auditor perlu mempertimbangkan
dampak gabungan materialitas terhadap persedian, total akhir, laba oprasi, laba
bersih sebelum pajak, pajak penghasilan, laba bersih setelah pajak, laba
ditanam, modal, utang pajak penghasilan, dan total kewjiban lancar.
Keputusan
mengenai materialitas
Secara konsep, pengaruh
materialitas terhadap jenis laporan audit yang akan diterbitkan bersifat
langsung. Namun dalam hal praktiknya, evaluasi atas tingkat materialitas
merupakan hal yang tidak mudah. Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian
sebelumnya tentang evaluasi terhadap tingkat materialitas juga tergantung pada
apakah kondisinya melibatkan pembatasan ruang lingkup audit ( kondisi satu )
atau kegagalan dalam mematuhi prinsip – prinsip akutansi yang berlaku umum
(kondisi dua).Tingkat laporan
keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan
sebagai keseluruhan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal
tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1.
Materialitas
pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam
menerapkan materialitas. Pertama auditor menggunakan materialitas dalam
perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti audit dalam
pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan
keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit
yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus
mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan
audit. Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan
mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika
auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan
mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji
material.
Laporan
mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau
kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara gabungan. Dalam
perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu
tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut.
Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu
materialitas.
2.
Materialitas
pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada
tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo
akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada
tingkat saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo akun material.
Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan
konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya
mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam
mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan
hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan.
Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi
salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika
digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material
terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
3.
Alokasi
Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan
awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan, penaksiran
awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan
mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual.
Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi.
Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan
karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar
akun neraca.
Dalam melakukan
alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam
akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun
tersebut.
Alokasi Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas Ke
Segmen-Segmen
Alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke
segmen-segmen perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan
bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor
dalam memutuskan jumlah bahan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen
tersebut, sehingga akan meminimalisasi biaya audit. Sebagian besar alokasi
materialitas pada pos-pos neraca karena neraca memiliki lebih sedikit komponen.
Kesulitan materialitas pada akun neraca :
a.
Anggapan
bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
b.
Perlunya
mempertimbangkan apakah kekeliruan tsb. lebih saji atau kurang saji.
c.
Biaya
audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun
sulit diramalkan.
F.
Kondisi
Yang Menyebabkan Penyimpangan
Penting bagi
auditor dan pembaca laporan audit untuk memahami situasi dimana laporan audit
standar dengan pendapat wajar tanpa pengecualiantidak tepat dalam setiap
situasi. Ada dua kategori laporan audit yang bukan laporan audit standar:
(1) laporan yang menyimpang dari laporan wajar tanpa pengecualian
dan
(2) laporan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan
atau modifikasi kata/kalimat.
Dalam membahas
laporan audit yang menyimpang dari laporan audit standar ada tiga topik yang
berhubungan,yaitu:yang menyebabkan penyimpangan dari pendapat wajar tanpa
pengecualian,jenis pendapat selain dari pendapat wajar tanpa pengecualian,dan
materialitas.
Mula-mula akan ditinjau secara singkat ketiga kondisi yang
menyebabkan penyimpang. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Kondisi
1.pembatasan lingkup audit.
Jika auditor
tidak berhasil mengumpulkan bahan bukti yang mencukupi untuk menyimpulkan
apakah laporan keuangan yang diperiksanya disajikan sesuai dengan prinsip
akuntasi yang berlaku umum,berarti bahwa lingkup auditnya dibatasi. Ada dua
penyebab utama pembatasan lingkup audit:pembatasan yang disebabkan oleh kelien
dan yang disebabkan oleh kendaladi luar kekuasaan auditor maupun kelien. Contoh
dari pembatasan yang dilakukan klien adalah keengganan manajamen untuk
mengizinkan auditor mengkonfirmasi
piutang yang material dan melaksanakan pemeriksa fisik persediaan.
Contoh dari pembatasan yang disebabkanoleh keadaan diluar kekuasaan kedua belah
pihak adalah jika perjanjian kerja belum juga disepakati hingga tanggal tutup
buku. Sulit sekali melaksanakan pemeriksaan fisik terhadap persediaan,
mengkonfirmasi piutang, atau melakukan lain-lain prosedur pemeriksaan yang
penting setelah dituutupnya neraca.
2.
Kondisi
2. Laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Sebagai contoh,
jika client memaksa mencatat nilai pengganti sebagai nilai aktiva tetap,atau
menilai persediaan sebesar harga jualnya dan bukan sebesar harga histerisnya,
perlu dibuat sesuatu modifikasi dari pendapat wajar tanpa pengecualian. Jika
prinsip akuntasi yang berlaku umum disinggung dalam masalah ini, perlu
dipertimbangkan kecukupan dari semua penjelasan termasuk catatan kakinya.
3.
Kondisi
3. Auditor tidak independen.
Independen diatur dalam pasal 6 Kode Etik Akuntan Indonesia.
G.
Laporan
Audit Modifikasi Dari Berbagai Macam Situasi dan Kondisi[8]
Seringkali
auditor menghadapi keadaan yang melibatkan lebih dari satu kondisi yang
mengharuskan adanya penyimpangan dari laporan wajar tanpa pengecualian atau
modifikasi dari bentuk laporan audit bentuk baku. Dalam situasi ini auditor
memodifikasi pendapatnya untuk setiap kondisi lainnya. Misalkan, jika ada
pembatasan lingkup audit, dan auditor tidak memiliki independensi , maka
pembatasan linhgkup audit tersebut tidak perlu dinugkapkan. Dalam
situasi-situasi berikut ini perlu dibuat lebih dari satu modifikasi pendapat
dalam laporan audit.
a.
Auditor
tidak independen dan auditor tidak mengetahhui bahwa perusahaan tidak mengikuti
prinsip akuntansi yang berlaku.
b.
Terdapat
pembatasan lingkup audit dan auditornya mengetahui adanya suatu kewaiban
kontijen yang menyangkut tuntutan hukup
yang dapat
c.
mengakibatkan
kebangkrutan bila perusahaan kalah dalam perkara tersebut.
d.
Suatu
penugasan review telah dilaksanakan dan direview menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
e.
Keraguan
akan kemampuan perusahaan dalam melanjutkan usaha, dan informasi mengenai
sebab-sebab ketidakpastian itu tidak diungkapkan secara memadai didalam catatan
kaki.
f.
Terdapat
penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyajian
laporan keuangan, dan prindip akuntansi lain telah diterapkan dengan persis
yang tidak konsisten dengan tahun sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat dari
audit adalah proses pembuktian oleh orang independen (imparsial) terhadap suatu
asersi manajemen dengan menggunakan judment (pertimbangan) dan bukti yang
membuktikan (evindential matter). Pengauditan adalah suatu kegiatan yang
penting. Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara suka rela
melakukan audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan.
Bagian-bagian Dari Laporan Audit diantaranya:
1.
Judul
laporan
2.
Alamat
yang dituju laporan audit
3.
Paragraf
pendahuluan
4.
Paragraf
lingkup audit
5.
Pargraf
pendapat
6.
Tanda
tangan dan nama akuntan publik
7.
Tanggal
laporan audit
Tipe- Tipe Laporan Audit itu meliputi:
a. Pendapat
wajar tanpa pengecualian
b.
Pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelas
c.
Pendapat wajar dengan
pengecualian
d.
Pendapat tidak wajar
e.
Pernyataan tidak
memberikan pendapat
Laporan Audit Modifikasi Dari Berbagai Macam Situasi dan Kondis. Dalam situasi-situasi berikut ini perlu dibuat lebih dari satu
modifikasi pendapat dalam laporan audit.
a.
Auditor
tidak independen dan auditor tidak mengetahhui bahwa perusahaan tidak mengikuti
prinsip akuntansi yang berlaku.
g.
Terdapat
pembatasan lingkup audit dan auditornya mengetahui adanya suatu kewaiban
kontijen yang menyangkut tuntutan hukup
yang dapat
h.
mengakibatkan
kebangkrutan bila perusahaan kalah dalam perkara tersebut.
i.
Suatu
penugasan review telah dilaksanakan dan direview menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
j.
Keraguan
akan kemampuan perusahaan dalam melanjutkan usaha, dan informasi mengenai
sebab-sebab ketidakpastian itu tidak diungkapkan secara memadai didalam catatan
kaki.
k.
Terdapat
penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyajian
laporan keuangan, dan prindip akuntansi lain telah diterapkan dengan persis
yang tidak konsisten dengan tahun sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alvin A. Arens dan James K. Loebecke, Auding
Arens dan Loebecke, ( Jakarta : PT Ikrar Mandiriabadi, 1997)hal:37-38
fadjarika.blogspot.co.id/2012/01/materialitas-dan-risiko-audit.html
Heri , Auditing 1 : Dasar-dasar
Pemeriksaan Kuntansi, ( Jakarta : Kencana Pranada Media Group,2011) hal:
21-23
http://kurniatynawawi.blogspot.co.id/2012/06/aspek-keperilakuan-dalam-audit.html
http://rudiirawantofeuh.blogspot.co.id/2014/04/audit-laporan-keuangan-dan-tanggung.html
https://thevisualgraduate.wordpress.com/2012/10/05/opini-auditor-independen/
[1] http://kurniatynawawi.blogspot.co.id/2012/06/aspek-keperilakuan-dalam-audit.html
[2]
http://rudiirawantofeuh.blogspot.co.id/2014/04/audit-laporan-keuangan-dan-tanggung.html
[3] Alvin A. Arens dan James
K. Loebecke, Auding Arens dan Loebecke, ( Jakarta : PT Ikrar
Mandiriabadi, 1997)hal:37-38
[4] Ibid, hal : 39
[5] https://thevisualgraduate.wordpress.com/2012/10/05/opini-auditor-independen/
[6]
fadjarika.blogspot.co.id/2012/01/materialitas-dan-risiko-audit.html
[7] Heri , Auditing 1 :
Dasar-dasar Pemeriksaan Kuntansi, ( Jakarta : Kencana Pranada Media
Group,2011) hal: 21-23
[8] Ibid, hal: 56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar