Selasa, 04 Januari 2022

Makalah Kewajiban Hukum

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Auditor adalah akuntan publik yang memberikan jasa audit. Jasa seorang auditor sekarang ini banyak digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengaudit laporan keuangan  perusahaan, karena dengan adanya audit maka laporan keuangan tersebut akan bebas dari salah saji material. Profesi auditor  sebenarnya merupakan profesi yang sangat sulit, dalam artian jika informasi yang dibutuhkan tidak terpenuhi secara keseluruhan dan auditor harus kuat untuk menghadapi segala tekanan dari atasan ataupun dari klien. Auditor wajib menjaga integritasnya sehingga mampu mengeluarkan opini sesuai dengan bukti yang ada. Auditor dituntut untuk memberikan hasil audit yang efektif dan memuaskan bagi para pemakai jasanya. Agar dapat mencapai hasil audit yang efektif auditor harus mampu mempunyai mental yang kuat dalam pelayanan jasa yang diberikan meski mendapat tekanan yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar, seperti halnya para klienyang ingin auditor memberikan hasil yang baik meski pada kenyataannya atau bukti yang ada ditemukan kekurangan pada perusahaan tersebut.

Dalam melakukan tugas audit, auditor harus memperhatikan adanya prinsip yang berlaku dalam pembuatan laporan keuangan hasil audit. Tidak hanya memperhatikan prinsip yang berlaku namun auditor juga harus memperhatikan sikap dan juga aturan-aturan yang ada agar dalam melakukan pelaksanaan tugas audit yang dikerjakan dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Dalam makalah ini akan kami bahas lebih lanjut mengenai kewajiban-kewajiban seorang auditor agar terlebih dalam hukum akuntansi publik.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana kondisi hukum dalam praktik akuntan public?

2.      Apa perbedan antara kegagalan bisnis, kegagalan audit, dan risiko audit?

3.      Bagaiman konsep hukum yang mempengaruhi kewajiban?

4.      Bagaiman kewajiban akuntan terhadap klien ataupun pihak ketiga?

5.      Bagaimana tanggungjawab terhadap kerahasiaan?

 

C.    Tujuan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing dan untuk mengetahui secara lebih lanjut tentang kewajiban hukum dalam auditing.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Kondisi Hukum Dalam Praktik Akuntan Publik

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.[1]

Ada empat aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Empat aturan etika itu adalah:

1.      Independensi

Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.

 

 

2.        Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

3.      Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

 

4.      Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.[2]

 

B.     Perbedaan Antara Kegagalan Bisnis, Kegagalan Audit, dan Risiko Audit

Banyaknya profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor-kantor akuntan adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan perusahaan dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit dan risiko audit. Apabila modal dipinjamkan atau ditanam dalam suatu perusahaan, ini akan menyebabkan beberapa tingkat risiko perusahaan. Yakni, terdapat risiko bahwa perusahaan akan tidak mampu membayar kembali hutangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena adanya kondisi-kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan menejemen yang buruk, atau persaingan yang tek terduga dalam industry itu. Kasus eksterm yang mencerminkan risiko bisnis adalah kegagalan perusahaan.

Kegagalan audit adalah suatu situasi dimana auditor sampai pada atau mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan- persyaratan norma pemeriksaan yang berlaku. Bila terjadi kegagalan perusahaan, mungkin terdapat atau tidak terdapat kegagalan audit. Selanjutnya, dapat dikeluarkan pendapat audit yang salah dalam situasi di mana audit benar-benar mengikuti norma pemeriksaan yang berlaku. Situasi ini merupakan kensep risiko audit.[3]

Risiko audit adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dinyatakan dengan wajar dan oleh karenanya dapat dikeluarkan pendapat tanpa kualifikasi, sedangkan kenyataan laporan tersebut disajikan salah secara material. Audit terbatas pada pemilihan sampel, dan kesalahan yang disembunyikan dengan rapi sangat sulit ditemukan karenanya ada risiko bahwa audit tidak akan mengungkap kesalahan yang material dalam laporan keuangan.

Kebanyakan profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor tesebut gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor itu. Dalam prakteknya sulit untuk menentukan  bilamana auditor gagal menggunakan keahliannya karena rumitnya pekerjaan auditing. Juga sulit untuk menentukan siapa yang berhak untuk mengharapkan manfaat dari suatu audit karena adanya tradisi hukum. Namun begitu, seorang auditor yang gagal menggunakan keahliannya dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi kantor akuntannya.[4]

Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan perusahaan, tetapi bukan kegagalan audit. Apabila sebuah perusahaan pailit, atau tidak dapat membayar hutang-hutangnnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila pedapat auditor yang dikeluarkan paling mutakhir menunjukan bahwa laporan keuangan itu dinyatakan secara wajar. Untuk sebagian, klaim adanya kegagalan audit manakala yang terjadi adalah kegagalan perusahaan disebabkan karena kurangnnya pengetahuan pemakai laporan tentang tanggungjawab auditor. Barangkali profesi akuntansi bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada para pemakai laporan keuangan tentang peranan auditor dan perbedaan antara risiko perusahaan, kegagalan audit, dan risiko audit. Sebagian lagi, klaim klaim adanya kegagalan audit dapat pula diakibatkan oleh harapan dari mereka yang menderita kerugian bisnis untuk menutupi kerugian tersebut dari suatu sumber, tanpa menghiraukan siapa sebenarnya yang bersalah.

 

C.    Konsep Hukum Yang Mempengaruhi Kewajiban

Akuntan publik bertanggungjawab atas seluruh aspek dari tugasnya, termasuk auditing, pajak, pelayanan konsultasi menejemen, dan pelayanan akuntansi serta pembukuan. Sebagai contoh, bila seorang akuntan mengabaikan perhitungan dan pengajuan SPT pajak seorang klien, seperti yang seharusnya dia jalankan, dia dapat menanggung denda dan bunga yang harus dibayarakan oleh klien ditambah biaya penghitungan pajak yang dibebankan. Pengadilan juga dapat menjatuhkan hukuman denda padanya.

Kebanyakan gugatan ke pengadilan menyangkut laporan keuangan yang telah atau belum diaudit. Bidang kewajiban dalam auditing dapat digolongkan menjadi 3 yaitu, kewajiban terhadap klien, kewajiban perdata bagi pihak ketiga menurut common law, dan kewajiban kriminil. Beberapa konsep hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-konsep ini adalah konsep prudent man (keberhatian), kewajiban atas tindakan sekutu lain, dan kurangnya hak komunikasi istimewa.[5]

1.      Konsep prudent man (keberhatian)

Ada perjanjian didalam praktek akuntansi dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau penanggungjawab dari laporan keuangan. Auditor hanya berkewajiban untuk melakukan audit secara teliti.

2.      Kewajiban  atas tindakan sekutu lain

Para sekutu, atau pemegang saham dalam perseroan professional secara bersama-sama bertanggung jawab atas tindakan perdata yang ditunjukan terhadap salah seorang anggotanya. Para sekutu juga bisa bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan orang lain yang mereka percayai. Ada tiga golongan auditor yang dipercayai untuk melakukan pekerjaan seperti karyawan, akuntan bublik lain, yang ditunjuk untuk melaksanakan sebagian pekerjaan, dan ahli yang dipanggil untuk memberikan informasi teknis. Sebagai contoh, jika seorang karyawan membuat suatu kesalahan dalam melakukan audit, para sekutu harus bertanggungjawab atas pekerjaan karyawan tersebut.

3.      Kurangnya hak komunikasi istimewa

Menurut common law, akuntan publik tidak berhak untuk menahan informasi jika diminta oleh pengadilan dengan alasan bahwa informasi itu dirahasiakan. Seluruh informasi dalam kertas kerja seorang auditor dapat diminta dan diwajibkan oleh pengadilan jika diperlukan. Pembicaraan rahasia klien dan auditor tidak dapa ditutupi dalam pengadilan.

 

D.    Kewajiban Akuntan Terhadap Klien Ataupun Pihak Ketiga

Kewajiban hukum bagi akuntan publik yang paling umum adalah kewajiban terhadap klien, karena kegagalan dalam melaksanakan tugas auditingnya dengan teliti. Gugatan hukum ini sering menyangkut penggelapan (pemalsuan) yang tidak dapat dibongkar oleh auditor. Klien menuntut akuntan publik harus dapat membongkar jika ada  yang lalai dalam tugasnya. Gugatan hukum bisa karena kontrak atau kesalahan karena lalai.  Kebanyakan gugatan  hukum yang menyangkut klien adalah berdasarkan kesalahan (lalai) dan bukan pelanggaran kontrak, karena jumlah uang ganti rugi yang diperoleh dari kasus kesalahan biasanya lebih besar.

Isu utama dalam kasus gugatan hukum biasanya menyangkut tingkat ketelitian yang dibutuhkan. Meskipun dapat dipahami bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna, walaupun dia seorang ahli, namun  kekeliruan  atau kesalahan yang signifikan akan menimbulkan suatu anggapan kelalaian yang harus disanggah oleh ahli itu.  Dalam auditing, kegagalan untuk mencapai standar auditing yang berlaku sering kali di diartikan sebagai bukti yang jelas dan lengkap akan adanya kelalaian.[6]

 

Pembelaan auditor terhadap tuntutan klien

Kantor akuntan biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari tiga tuntutan hukum oleh klien: yaitu, tidak adanya kewajiban melaksanakan jasa pelayanan, tidak ada kelalain dalam pelaksanaan kerja dan kelalaian kontribusi.

1.      Tidak ada kewajiban, tidak adanya kewajiban untuk melakasanakan jasa pekerjaan berarti bahwa kantor akuntan tersebut mengklaim bahwa tidak ada kontrak yang tersirat ataupun yang dinyatakan. Misalnya kantor akuntan tersebut mengklaim bahwa kantornya hanya melakukan jasa review, bukan audit. Cara yang biasa bagi kantor akuntan untuk mennjukkan tidak adanya kewajiban untuk melaksanakan tugas adalah surat penugasan. Surat penugasan adalah persetujuan yang ditandatangani oleh kantor akuntan dan kliennya, yang sangat mirip dengan kontrak, yang mengidentifikasikan hal-hal seperti apakah dilakukan audit, pelaksanaan jasa-jasa lain, tanggal jatuh tempo, dan honorarium.

2.      Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja, untuk pelaksanaan kerja yang tidak mengandung kelalain didalam suatu audit, kantor akuntan mengklaim bahwa auditnya itu dilaksanakan sesuai dengan norma pemeriksaan yang berlaku. Konsep “prudent man” yang dibicarakan terdahulu menetapkan bahwa suatu audit public tidak dianggap tidak dapat berbuat salah. Serupa dengan itu, SAS 16 (AU 327) menetapkan bahwa suatu audit yang sesuai dengan NPA mempunyai keterbatasan-keterbatasan dan tidak dapat diandalkan dengan pasti bahwa semua kesalahan dan penyimpangan akan ditemukan. Mewajibkan auditor untuk menemukan kesalahan dan penyimpangan yang material, pada hakikatnya akan membuat mereka menjadi pengusuransi atau penjamin ketetapan laporan keuangan. Pengadilan tidak mewajibkan hal itu.

3.      Kelalaian kontribusi, pembelaan terhadap kelalaian kontrubusi yang dilakukan oleh klien mengandung arti bahwa kantor akuntan mengklaim jika kliennya telah melaksanakan kewajiban tertentu, tidak akan terjadi kerugian. Misalnya klien mengklaim bahwa kantor akuntannya gagal mengungkapkan pencurian uang kas yang dilakukan pegawainya. Pembelaan auditor terhadap kelalaian kontribusinya dapat berupa klaim bahwa kantor akuntan tersebut telah memberi tahu manajemen tentang kelemahan sistem pengendalian internalnya yang member peluang terjadinya penggelapan itu, tetapi manajemen tidak melakukan perbaikan. Manajemen sering kali tidak memperbaiki kelemahan pengendalian internal karena pertimbangan biaya, sikap terhadap kejujuran karyawan atau lamban bertindak. Dalam kasusu tuntutan hukum yang bersifat seperti diatas, auditor kemungkinan tidak kalah perkara itu, dengan asumsi dilakukan pembelaan yang kuat terhadap kelalaian kontribusi, jika kliennya sudah diberitahu secara tertulis mengenai kelemahan pengendalian internalnya.

 

Kewajiban terhadap pihak ketiga menurut Common Law[7]

Sebuah kantor akuntan memiliki kewajiban kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Pihak ketiga tersebut meliputi pemegang saham yang sebenarnya dan yang potensial, vendor, bankir dan kreditor lain, karyawan, dan pelanggan. Dapat terjadi sebuah tuntutan yang tipikal apabila bank tidak dapat menagih hutang yang julahnya besar dari seorang nasabah yang bangkrut. Bank dapat mengklaim bahwa pinjaman tersebut dialakukan berdasarkan laporan keuangan yang menyesatkan yang sudah diaudit, dan kantor akuntannya harus bertanggung jawab karena mereka gagal melaksanakan audit secara seksama.

 

Pembelaan auditor terhadap pihak ketiga

Ada dua bentuk pembelaan terhadap tuntutan pihak ketiga: tidak ada kelalain dalam pelaksanaan kerja dan tidak ada kontrak. Yang pertama adalah pembelaan yang terpilih jika auditor melaksanakan audit sesuai dengan GAAS, keterkaitan kontrak tidak menjadi persoalan. Namun pihak lain, tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja sulit untuk ditunjukkan dalam pengendalian, khususnya jika ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja sulit untuk ditunjukkan dalam pengadilan, khususnya jika ada sidang pengadilan juri yang terdiri dari masyarakat awam. Di Negara Bagian New York, misalnya, keterakitan kontrak masih dianggap sebagai pembelaan yang sah kecuali dalam kasus kelalaian ekstrem. Sebaliknya di Negara bagian New Jersey, keterkaitan kontrak kemungkinan bukan merupakan pembalaan yang diterima.[8]

 

Kewajiban Perdata menurut Federal Securities Laws

Meskipun telah terlihat pertumbuhan dalam tindakan terhadapa akuntan oleh kliennya atau pihak ketiga menurut common law, pertumbuhan paling pesat dalam proses persidangan, kewajiban kantor akuntan adalah yang diatur menurut federal securities laws.

Penyelesaian hukum federal sangat menonjol terutama berkat tersedianya proses pengadilan yang cepat dan kemudahan dalam memperoleh ganti rugi yang cukup besar dari tergugat. Lagi pula, beberapa bagian dari peraturan itu mencantumkan standar kewajiban yang agak ketat terhadap akuntan. Pengadilan federal sering kali eenangkan penggugat dalam gugatan hukum yang menyangkut stabdar yang ketat.

Securities Act tahun 1933, mengatur informasi dari laporan pendaftaran dan prospektus. Ketetapan ini hanya menyangkut persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan surat baru. Securities Act 1933 mengakibatkan beban berat terhadap auditor. Seksi 11 dari udang-undang tahun 1933 itu menjelaskan hak pihak ketiga dan auditor, ikhtisarnya adalah sebagai berikut:

1.      Setiap pihak ketiga yang mbeli surat berharga, yang dijelaskan dalam laporan pendaftaran bisa menggugat auditor. Hubungan kontrak tidak berlaku menurut undang-undang tahun 1933.

2.      Pihak ketiga tidak mempunyai beban pembuktian yang menjadi pedoman pada laporan keuangan atau bahwa audiror telah lalai atau menipu dalam melakukan audot. Dia hanya wajib membuktikan bahwa laporan keuangan itu menyesatkan atau dibuat tidak dengan semestinya.

3.      Auditor mempunyai keharusan dalam membuktikan pembelaannya yaitu, secara prinsip laporan tidak dibuat dengan keliru, syarat audit telah terpenuhi dalam hal itu, dan pihak pemakai laporan tidak menderita kerugian karena laporan keuangan yang menyesatkan itu.

4.      Auditor bertanggungjawab untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan dibuat dengan benar dan ini bahkan berlaku setelah melewati tanggal dikeluarkannya laporan. Dia bertanggungjawab  sampai tanggal dimana laporan pendaftaran mulai berlaku, yang bisa memakan waktu beberapa bulan.

Meskipun beban ini terasa berat bagi auditor, telah ada beberapa kasus yang diadili menurut undang-undang tahun 1933.[9]

 

E.     Tanggungjawab Terhadap Kerahasiaan

Auditor juga harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.

Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:

1.      Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.

2.      Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.

3.      Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang. Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasisituasi  di atas, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

a.       Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.

b.      Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki tanggung jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.

c.       Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat sebelum melakukan pengungkapan informasi.[10]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat kami tarik kesimpulan sebagai berikut:

A.    Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

B.     Ada empat aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) yaitu indepent, integritas, objektivitas, dan kepentingan publik.

C.     Kegagalan audit merupakan suatu situasi dimana auditor sampai pada atau mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan- persyaratan norma pemeriksaan yang berlaku.

D.    Risiko audit merupakan risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dinyatakan dengan wajar dan oleh karenanya dapat dikeluarkan pendapat tanpa kualifikasi, sedangkan kenyataan laporan tersebut disajikan salah secara material.

E.     Beberapa konsep hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-konsep ini adalah konsep prudent man (keberhatian), kewajiban atas tindakan sekutu lain, dan kurangnya hak komunikasi istimewa.

F.      Kantor akuntan biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari tiga tuntutan hukum oleh klien: yaitu, tidak adanya kewajiban melaksanakan jasa pelayanan, tidak ada kelalain dalam pelaksanaan kerja dan kelalaian kontribusi.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Annisa Yuliandari. Etika, Norma, dan Hukum Dalam Akuntan Publik. (online at: https://annisayuliandari.wordpress.com/2014/10/19/etika-norma-dan-hukum-dalam-praktek-akuntansi/ diunduh pada tanggal 20 September 2015)

Boynton, C William. 2003. Modern Auditing. Jakarta. Erlangga.

Dam Guy. 2002. Auditing I. Jakarta. Erlangga.

Ilma Syahida Arofi, Etika Profesi Akuntan Publik. (online at: http://ilmaarofi.blogspot.co.id/2014/10/tugas-etika-profesi-akuntan-publik-3a.html diunduh pada tanggal 20 september 2015)

Tjakrakusuma, Ilham dan Herman Wibowo. 1994. Auditing. Jakarta. Erlangga.

Yantiya. Etika Profesi Auditor. (online at: http://yanti91.blogspot.co.id/2013/04/etika-dan-profesionalisme-seorang.html diunduh pada tanggal 20 September 2015)



[1] Ilma Syahida Arofi, Etika Profesi Akuntan Publik, (online at: http://ilmaarofi.blogspot.co.id/2014/10/tugas-etika-profesi-akuntan-publik-3a.html diunduh pada tanggal 20 september 2015)

[2] Annisa Yuliandari, Etika, Norma, dan Hukum Dalam Akuntan Publik, (online at: https://annisayuliandari.wordpress.com/2014/10/19/etika-norma-dan-hukum-dalam-praktek-akuntansi/ diunduh pada tanggal 20 September 2015)

[3] Ilham Tjakrakusuma dan Herman Wibowo, Auditing, (Jakarta: Erlangga, 1994), h. 113

[4] Ibid., h. 114

[5] Ibid., h. 115

[6] William C Boynton, Modern Auditing, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 141-142

[7] Guy Dam, Auditing I, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 97

[8] Ibid., Ilham Tjakrakusuma dan Herman Wibowo, h. 118

[9] Ibid., h.123-124

[10] Yantiya, Etika Profesi Auditor, (online at: http://yanti91.blogspot.co.id/2013/04/etika-dan-profesionalisme-seorang.html diunduh pada tanggal 20 September 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar