Senin, 17 Januari 2022

Makalah Pemerolehan Bahasa Kedua Sebuah Kajian Bahasa

Negara Inggris telah menjajah 2/3 negara di dunia. Hal ini mengakibatkan Bahasa Inggris menjadi bahasa yang universal. Bahkan muncul istilah-istilah seperti Australian-English, Singaporian-English, American-English, dan banyak lagi perpaduan bahasa Inggris dengan bahasa lokal. Hal ini pula yang mendukung Bahasa Inggris diajarkan di Negara-negara maju dan berkembang. Apalagi dengan ada globalisai semakin memantapkan Bahasa Inggris sebagai bahasa pemersatu dunia.

Pada tahun 1990an terjadi perdebatan di Indonesia tentang anggapan Bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua. Tapi pada awal tahun 2000 muncul tanggapan untuk mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia, dan menganggap bahasa lokal sebagai bahasa dasar dan bukan bahasa pertama. Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa dalam belajar bahasa Inggris.

Pembelajaran Bahasa Inggris tidak sama dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang sering kita pelajari. Harus ada pengertian lebih jauh tentang belajar bahasa Inggris. Harus ada pengenalan tentang budaya-budaya yang mereka pakai dan terlebih istilah-istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Makalah Pemerolehan Bahasa Kedua ditujukan untuk lebih mengenal lebih jauh bagaimana seharusnya seseorang belajar bahasa kedua, dalam konteks ini bahasa kedua. Setelah mengetahui isi makalah ini diharapkan adanya kesadaran yang kritis dalam memperoleh bahasa kedua.

A.  Pengertian Kata “Pemerolehan”

Pemerolehan Bahasa Kedua tidak sama dengan Pembelajaran Bahasa Kedua. Pemerolehan bahasa kedua atau dalam Bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah Second Language Acquisition[1]. Kata “acquisition” lebih diartikan sebagai penguasaan bahasa dengan alamiah. Dalam pemerolehan bahasa kedua diharapkan adanya penguasaan bahasa kedua seperti ketika kita masih kanak-kanak yang mengadaptasi bahasa ibu (native language). Pemerolehan bahasa menuntut interaksi dalam bahasa sasaran (target language) bukan dalam bentuk ucapan-ucapan tapi lebih kepada pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami[2]. Jadi dalam pemerolehan bahasa kedua lebih mudah dipahami sebagai bahasa yang kita pelajari secara tidak sadar.

Kata “pembelajaran” lebih dijelaskan sebagai situasi belajar melalui aktifitas yang kita lakukan dengan sadar untuk mempelajari bahasa lain. Misalnya pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau dirumah untuk mengetahui tentang suatu bahasa[3]. Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran agar dengan aktifitas belajar siswa bisa memahami materi kebahasaan. Tetapi banyak siswa mengalami kesulitan karena dia lebih disibukkan dengan mempelajari struktur sebuah kata dan artinya.

B.  Proses Pemerolehan Bahasa Kedua

Stren menyamakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu membedakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di first languange yang berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua second languange yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh sebab itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan[4].

pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak linear. Bila dilihat dari proses dan pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa yaitu:

a.    Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain memerikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan belajar alamiah.

b.    Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa[5].

Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Krashen dan Terrel menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal:

1.    Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal.

2.    Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan disengaja.

3.    Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.

4.    Dalam pemerolehan pengetahuan didapat secara implisit sedangkan dalam pembelajaran pengetahuan didapat secara eksplisit

5.    Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.

C.  Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua

Ada lima jenis hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu:[6]

a.       Hipotesis pembendaan pemerolehan dan belajar

Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda, berdikari dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam suatu bahasa kedua, yaitu: Cara yang pertama adalah pemerolehan bahasa, yang merupakan proses yang bersamaan, jika tidak identik atau sama betul dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Cara yang kedua untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua ialah dengan belajar bahasa.

b.      Hipotesis urutan ilmiah

Salah satu dari penemuan-penemuan yang paling menyenangkan dan paling menarik dalam penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-benar dalam urutan yang dapat diramalkan. Perlu diketahui bahwa urutan pemerolehan bahasa kedua tidaklah sama dengan urutan pemerolehan bagi bahasa pertama sekalipun tentu saja ada beberapa persamaan.

c.       Hipotesis monitor

Hipotesis monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa pemerolehan dan belajar dipakai dengan cara yang khas. Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua dan juga bertanggungjawab atas kelancaran kita, kefasihan kita. Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai monitor atau editor sebagai pemantau atau penyunting. Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita, setelah dihasilkan oleh sistem yang diperoleh yang diinginkan.

Riset menyarankan bahwa para penampil bahasa kedua dapat menggunakan kaidah-kaidah sadar hanya apabila memenuhi tiga kondisi yaitu :

1.      Waktu

2.      Fokus pada bentuk

3.      Mengetahui kaidah

Agar kita dapat berfikir mengenai dan menggunakan kaidah-kaidah kesadaran secara efektif, penampil bahasa kedua perlu memiliki cukup waktu. Bagi kebanyakan orang, percakapan normal tidak menyediakan cukup waktu untuk berfikir mengenai kaidah-kaidah beserta pengunaannya. Penggunaan kaidah yang berlebih-lebihan dalam percakapan dapat membawa orang pada kesulitan, misalnya suatu gaya berbicara yang ragu-ragu dan tidak adanya perhatian terhadap apa yang dikatakan oleh teman bicara. Menggunakan monitor secara efektif, tidak cukup dengan sarana waktu saja. Sang penampil harus juga memusatkan perhatian pada”bentuk” atau berfikir mengenai kebenaran atau ketepatan. Bahkan walaupun kita mempunyai cukup waktu, kita mungkin saja begitu terlibat pada “apa” yang dikatakan yang tidak kita arahkan pada “bagaimana” kita menyatakannya.

Perlu diketahui bahwa dalam penggunaan monitor, terdapat variasi individual. Beberapa variasi individual dapat kita lihat pada pemerolehan bahasa kedua dan performasi dapat dipertanggungjawabkan dengan bantuan monitor sadar yang berbeda.

Tampaknya, ada dua penyebab utama bagi penggunaan tata bahasa secara berlebihan yakni :

1.      Penggunaan yang berlebihan mungkin menurun dari sejarah penyingkapan sang pelaku terhadap bahasa kedua. Banyak orang, korban tipe pengajaran tata bahasa hampir tidak mempunyai pilihan lain kecuali tergantung pada belajar.

2.      Tipe lain mungkin berkaitan dengan personalitas atau pribadi. Para pemakai yang berlebihan ini memang mempunyai kesempatan untuk memperoleh jumlah bahasa kedua. Hanya mereka tidak percaya pada kompetensi yang diperoleh ini dan hanya merasa terjamin kalau mereka mengacu kepada monitor mereka yang satu-satunya mereka yakini.

Para pemakai monitor yang kurang adalah para pemakai yang tidak belajar. Secara khusus, para pemakai kurang ini tidak terpengaruh oleh perbaikan kesalahan, dapat mengoreksi diri sendiri hanya dengan menggunakan perasaan saja bagi ketepatan atau kebenaran, dan seluruhnya menyandarkan diri pada sistem yang diperoleh.

Monitor optimal bertujuan menghasilkan para pemakai monitor optimal, para pelaku yang menggunakan monitor apabila hal itu diperlukan dan apabila tidak menganggu komunikasi. Para pemakai monitor optimal karenanya dapat menggunakan kompetensi yang dipelajari sebagai suplemen bagi kompetensi yang diperoleh. Pemakai optimal mampu mengisi bagian yang senjang atau yang kosong dengan belajar sadar tetapi tidak semuanya.

d.      Hipotesis masukan

Ada dua hal yang menarik mengenai hipotesis masukan ini, yaitu :

1.      Banyak dari bahan ini relatif baru, sedangkan hipotesis-hipotesis lainnya telah diberikan dan didiskusikan dalam beberapa buku dan makalah

2.      Hipotesis ini penting baik secara teoritis dan praktis.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bagian-bagian (1) dan (2) hipotesis masukan itu sebagai berikut :

1.      Hipotesis masukan berhubungan dengan pemerolehan bukan dengan belajar

2.      Hipotesis dapat diperoleh dengan memahami bahasa yang mengandung struktur sedikit disekitar tingkat kompetensi yang mutakhir.

3.      Apabila komunikasi berhasil, masukan dipahami dan terdapat cukup mengenai hal itu tersajikan atau tersedia secara otomatis

4.      Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung.

Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupa fakta-fakta dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana. Hipotesis masukan juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua. Pertama-tama, seperti telah di singgung sebelumnya pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga merupakan pemerolehan sama seperti sang anak memperoleh bahasa pertama juga karena adanya urutan alamiah pemerolehan bagi bahasa kedua seperti halnya bahasa pertama.

Masukan yang termodifikasi ada tiga jenis yaitu :

1.      Pembicaraan orang asing yang merupakan akibat dari modifikasi-modifikasi para pembicara asli dengan lebih sedikit para pembicara asli dengan lebih sedikit daripada pembicara bahasa mereka yang berkompetensi penuh.

2.      Pembicaraan guru merupakan pembicaraan orang asing didalam kelas, bahasa pengelolaan dan penjelasan kelas, kalau dilakukan bahasa kedua

3.      Sandi sederhana berupa pembicaraan antar bahasa yaitu ujaran para pemeroleh bahasa kedua lainnya.

 

e.       Hipotesis saringan afektif

Hipotesis saringan afektif menyatakan betapa afektifnya faktor-faktor berhubungan dengan proses pemerolehan bahasa kedua. Secara singkat dibicarakan hubungan faktor-faktor afektif dengan proses pemerolehan bahasa kedua.

Hipotesis saringan afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afek” atau “kepura-puraan” atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang wajar. Sedangkan variabel-variabel afektif bertindak menghalangi atau memberi kemudahan bagi penyampaian atau pengiriman masukan kepada sarana pemerolehan bahasa.

Hipotesis saringan afektif ini menjelaskan mengapa seorang pemeroleh mungkin  memperoleh atau mendapat sejumlah masukan yang dapat/mudah dipahami namun menghentikan segera (bahkan kadang-kadang sangat segera) tingkat pembicara asli (atau” memfosilisasikan”. Kalau hal ini terjadi jelas merupakan garapan saringan afektif, merupakan tanggung jawab saringan afektif.

D.  Cara Memperoleh Bahasa Kedua

Menurut Krashen dan Terrel pemerolehan bahasa kedua terbagi atas dua cara, yaitu:

a.    Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin

Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin,(1) materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru, (2)Strategi yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa secara terpimpin, apabila penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar teppat dan efekktif maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam pemerolehan bahasa keduanya. Namun, sering ada ketidakwajaran dalam penyajian materi terpimpin ini, misalnya penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian latihan-latihan bagaimana penerapan itu dalam komunikasi.[7]

b.    Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah

Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru. Pemerolehan bahasa seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari,(2) bebas dari pimpinan sistematis yang disenggaja.[8]

 

 

E.  Perbedaan Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa Kedua

perbedaan pemerolehan bahasa pertama dan kedua adalah:

  1. Pengusaan kemampuan bahasa

Dalam pemerolehan bahasa pertama, penguasaan kemampuan berbahasa berlaku secara bertahap. Contohnya; mulai dari mengeluarkan bunyi, kemudian mencantumkan unit bunyi atau silabi, menjadi kata, setelah itu menjadi kata dalam berupa ungkapan atau kalimat. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua adalah merupakan peoses yang mekanis yang membentuk sikap baru yaitu kemampuan berbahasa yang baru melalui memungut bahasa dan latihan-latihan yang diberikan untuk membentuk kebiasaan berbahasa melalui belajar bahasa.

  1. Penguasaan aspek bahasa

Dalam pemerolehan bahasa pertama setiap kemampuan berbahasa dapat dikuasai dengan cara yang perlahan. Cara ini memperlihatkan bahwa beberapa aspek bahasa dapat dikuasai secara sekaligus, contohnya bahasa mememiliki tataran dan aturan, semuanya itu dapat dikuasai secara serentak oleh anak-anak umpamanya bunyi, kata, makna, dan penggunaanya dalam kalimat sekaligus. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua, penguasaan kemampuan bahasa kedua melalui tahapan-tahapan yang tidak bida sekaligus yakni dimulai dengan kemampuan menyimak atau mendengar, kemudian berbicara, membaca, dan menulis.

  1. Penggunaan bahasa

Dalam pemerolehan bahasa pertama, seorang anak memperoleh bahasa tanpa mengkaji tata bahasa untuk menggunakan dan menguasai bahasa tersebut. Sementara dalam pemerolehan bahasa kedua, seseorang anak akan ada pada tahapan belajara bahasa untuk menyempurnakan pemerolehan bahasa kedua memlalui latihan-latihan dan belajar mengenai kaidah-kaidah atau tata bahasa tersebut.

  1. Pelaku dalam pemerolehan bahasa

Dalam pemerolehan bahasa pertama atau yang dikenal dengan bahasa ibu, bahasa diperoleh melalui interaksi ibu dan anak serta anggota keluarga atau kelompok. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua terjadi diperoleh dalam lingkungan sosial yang lebih besar atau kelompok baru diluar keluarga atau kelompok lainnya, memalau memunggut dan belajar bahasa.

  1. Cara pemerolehan

Dalam pemerolehan bahasa pertama melalui proses yang tidak forma, sedangkan pemerolehan bahasa kedua melalui cara alamiah dan cara formal.

  1. Fungsi pemerolehan bahasa

Dalam pemerolehan bahasa pertama berfungsi sebagai pemerolehan bahasa untuk tujuan berkomunikasi seeorang atau anak dengan ibu, keluarga atau kelompok kecil terdekatnya, dan juga sebagai kemampuan anak untuk menciptakan identitas budaya yang kuat. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua biasanya berfungsi sebagai alat komunikasi umum, untuk menyesuaikan diri terhadap lingkuangan dan tujuan tertentu, seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

 

 

 

Dafatar Pustaka

Akhadiah, S, dkk. 1997. Teori Belajar Bahasa. Jakarta:Universitas Terbuka.

Dardjowidjojo, Soejono. 2005.  Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tarigan, H.G . 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

 



[1] Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hal.225

[2] H.G Tarigan, Pengajaran Pemerolehan Bahasa,  (Bandung: Angkasa, 1988), hal. 126

[3] Soejono Dardjowidjojo, Op.Cit, hal.225

[4] S Akhadiah, dkk, Teori Belajar Bahasa, (Jakarta:Universitas Terbuka, 1997), hal.22

[5] Ibid,.

[6] H.G Tarigan, Op.Cit, hal. 128

[7] Ibid., hal.23

[8] Ibid,. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar