Negara Inggris telah menjajah 2/3 negara
di dunia. Hal ini mengakibatkan Bahasa Inggris menjadi bahasa yang universal.
Bahkan muncul istilah-istilah seperti Australian-English, Singaporian-English,
American-English, dan banyak lagi perpaduan bahasa Inggris dengan bahasa lokal.
Hal ini pula yang mendukung Bahasa Inggris diajarkan di Negara-negara maju dan
berkembang. Apalagi dengan ada globalisai semakin memantapkan Bahasa Inggris
sebagai bahasa pemersatu dunia.
Pada tahun 1990an terjadi perdebatan di
Indonesia tentang anggapan Bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa
kedua. Tapi pada awal tahun 2000 muncul tanggapan untuk mengajarkan bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia, dan menganggap bahasa
lokal sebagai bahasa dasar dan bukan bahasa pertama. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan siswa dalam belajar bahasa Inggris.
Pembelajaran Bahasa Inggris tidak sama
dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang sering kita pelajari. Harus ada
pengertian lebih jauh tentang belajar bahasa Inggris. Harus ada pengenalan
tentang budaya-budaya yang mereka pakai dan terlebih istilah-istilah yang
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah Pemerolehan Bahasa Kedua
ditujukan untuk lebih mengenal lebih jauh bagaimana seharusnya seseorang
belajar bahasa kedua, dalam konteks ini bahasa kedua. Setelah mengetahui
isi makalah ini diharapkan adanya kesadaran yang kritis dalam memperoleh bahasa
kedua.
A. Pengertian
Kata “Pemerolehan”
Pemerolehan Bahasa Kedua tidak sama dengan Pembelajaran
Bahasa Kedua. Pemerolehan bahasa kedua atau dalam Bahasa Inggris lebih dikenal
dengan istilah Second Language Acquisition[1]. Kata
“acquisition” lebih diartikan sebagai penguasaan bahasa dengan alamiah. Dalam pemerolehan
bahasa kedua diharapkan adanya penguasaan bahasa kedua seperti ketika kita
masih kanak-kanak yang mengadaptasi bahasa ibu (native language). Pemerolehan
bahasa menuntut interaksi dalam bahasa sasaran (target language) bukan dalam
bentuk ucapan-ucapan tapi lebih kepada pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami[2]. Jadi dalam pemerolehan
bahasa kedua lebih mudah dipahami sebagai bahasa yang kita pelajari secara
tidak sadar.
Kata “pembelajaran” lebih dijelaskan sebagai situasi belajar
melalui aktifitas yang kita lakukan dengan sadar untuk mempelajari bahasa lain.
Misalnya pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau dirumah untuk mengetahui
tentang suatu bahasa[3]. Hal ini
dilakukan dengan penuh kesadaran agar dengan aktifitas belajar siswa bisa
memahami materi kebahasaan. Tetapi banyak siswa mengalami kesulitan karena dia
lebih disibukkan dengan mempelajari struktur sebuah kata dan artinya.
B. Proses
Pemerolehan Bahasa Kedua
Stren menyamakan istilah bahasa kedua
dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu membedakan
istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di first languange yang
berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua second languange yang
berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa
kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh sebab itu bahasa
kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan[4].
pada
umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya
masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak masuk sekolah
dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan
bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak linear. Bila dilihat dari
proses dan pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh
hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa yaitu:
a. Cara pertama dalam pengembangan
bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan proses yang bersamaan
dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka.
Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar.
Cara-cara lain memerikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar
informal dan belajar alamiah.
b. Cara kedua dalam pengembangan bahasa
kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu pada pengetahuan yang sadar
terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan
mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata
bahasa[5].
Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan
bahwa anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat
mempelajarinya. Akan tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang
dewasa juga memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada
masa puber. Krashen
dan Terrel menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal:
1. Pemerolehan
memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak
penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal.
2.
Pemerolehan
dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan
disengaja.
3.
Pemerolehan
seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua
sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa
kedua.
4.
Dalam
pemerolehan pengetahuan didapat secara implisit sedangkan dalam pembelajaran
pengetahuan didapat secara eksplisit
5.
Pemerolehan
pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam
pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.
C. Hipotesis
Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada
lima jenis hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu:[6]
a.
Hipotesis pembendaan pemerolehan dan
belajar
Hipotesis
ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda, berdikari
dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam suatu bahasa kedua, yaitu: Cara
yang pertama adalah pemerolehan bahasa, yang merupakan proses yang bersamaan,
jika tidak identik atau sama betul dengan cara anak-anak mengembangkan
kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Cara yang kedua untuk mengembangkan
kompetensi dalam bahasa kedua ialah dengan belajar bahasa.
b.
Hipotesis urutan ilmiah
Salah
satu dari penemuan-penemuan yang paling menyenangkan dan paling menarik dalam
penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa
pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-benar dalam urutan yang dapat
diramalkan. Perlu diketahui bahwa urutan pemerolehan bahasa kedua tidaklah sama
dengan urutan pemerolehan bagi bahasa pertama sekalipun tentu saja ada beberapa
persamaan.
c.
Hipotesis monitor
Hipotesis
monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa pemerolehan dan belajar dipakai
dengan cara yang khas. Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita
dalam bahasa kedua dan juga bertanggungjawab atas kelancaran kita, kefasihan
kita. Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai monitor atau editor
sebagai pemantau atau penyunting. Belajar hanya berperan membuat
perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita, setelah dihasilkan oleh sistem
yang diperoleh yang diinginkan.
Riset
menyarankan bahwa para penampil bahasa kedua dapat menggunakan kaidah-kaidah
sadar hanya apabila memenuhi tiga kondisi yaitu :
1.
Waktu
2.
Fokus pada bentuk
3.
Mengetahui kaidah
Agar
kita dapat berfikir mengenai dan menggunakan kaidah-kaidah kesadaran secara
efektif, penampil bahasa kedua perlu memiliki cukup waktu. Bagi kebanyakan
orang, percakapan normal tidak menyediakan cukup waktu untuk berfikir mengenai
kaidah-kaidah beserta pengunaannya. Penggunaan kaidah yang berlebih-lebihan
dalam percakapan dapat membawa orang pada kesulitan, misalnya suatu gaya
berbicara yang ragu-ragu dan tidak adanya perhatian terhadap apa yang dikatakan
oleh teman bicara. Menggunakan monitor secara efektif, tidak cukup dengan
sarana waktu saja. Sang penampil harus juga memusatkan perhatian pada”bentuk”
atau berfikir mengenai kebenaran atau ketepatan. Bahkan walaupun kita mempunyai
cukup waktu, kita mungkin saja begitu terlibat pada “apa” yang dikatakan yang
tidak kita arahkan pada “bagaimana” kita menyatakannya.
Perlu
diketahui bahwa dalam penggunaan monitor, terdapat variasi individual. Beberapa
variasi individual dapat kita lihat pada pemerolehan bahasa kedua dan
performasi dapat dipertanggungjawabkan dengan bantuan monitor sadar yang
berbeda.
Tampaknya,
ada dua penyebab utama bagi penggunaan tata bahasa secara berlebihan yakni :
1. Penggunaan
yang berlebihan mungkin menurun dari sejarah penyingkapan sang pelaku terhadap
bahasa kedua. Banyak orang, korban tipe pengajaran tata bahasa hampir tidak
mempunyai pilihan lain kecuali tergantung pada belajar.
2. Tipe
lain mungkin berkaitan dengan personalitas atau pribadi. Para pemakai yang
berlebihan ini memang mempunyai kesempatan untuk memperoleh jumlah bahasa
kedua. Hanya mereka tidak percaya pada kompetensi yang diperoleh ini dan hanya
merasa terjamin kalau mereka mengacu kepada monitor mereka yang satu-satunya
mereka yakini.
Para
pemakai monitor yang kurang adalah para pemakai yang tidak belajar. Secara
khusus, para pemakai kurang ini tidak terpengaruh oleh perbaikan kesalahan,
dapat mengoreksi diri sendiri hanya dengan menggunakan perasaan saja bagi
ketepatan atau kebenaran, dan seluruhnya menyandarkan diri pada sistem yang
diperoleh.
Monitor
optimal bertujuan menghasilkan para pemakai monitor optimal, para pelaku yang
menggunakan monitor apabila hal itu diperlukan dan apabila tidak menganggu
komunikasi. Para pemakai monitor optimal karenanya dapat menggunakan kompetensi
yang dipelajari sebagai suplemen bagi kompetensi yang diperoleh. Pemakai
optimal mampu mengisi bagian yang senjang atau yang kosong dengan belajar sadar
tetapi tidak semuanya.
d.
Hipotesis masukan
Ada
dua hal yang menarik mengenai hipotesis masukan ini, yaitu :
1. Banyak
dari bahan ini relatif baru, sedangkan hipotesis-hipotesis lainnya telah
diberikan dan didiskusikan dalam beberapa buku dan makalah
2. Hipotesis
ini penting baik secara teoritis dan praktis.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa bagian-bagian (1) dan (2) hipotesis masukan itu
sebagai berikut :
1. Hipotesis
masukan berhubungan dengan pemerolehan bukan dengan belajar
2. Hipotesis
dapat diperoleh dengan memahami bahasa yang mengandung struktur sedikit
disekitar tingkat kompetensi yang mutakhir.
3. Apabila
komunikasi berhasil, masukan dipahami dan terdapat cukup mengenai hal itu
tersajikan atau tersedia secara otomatis
4. Kemampuan
berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung.
Faktor
penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupa fakta-fakta dari
pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana. Hipotesis masukan juga
menarik bagi pemerolehan bahasa kedua. Pertama-tama, seperti telah di singgung
sebelumnya pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga
merupakan pemerolehan sama seperti sang anak memperoleh bahasa pertama juga
karena adanya urutan alamiah pemerolehan bagi bahasa kedua seperti halnya
bahasa pertama.
Masukan
yang termodifikasi ada tiga jenis yaitu :
1. Pembicaraan
orang asing yang merupakan akibat dari modifikasi-modifikasi para pembicara
asli dengan lebih sedikit para pembicara asli dengan lebih sedikit daripada
pembicara bahasa mereka yang berkompetensi penuh.
2. Pembicaraan
guru merupakan pembicaraan orang asing didalam kelas, bahasa pengelolaan dan
penjelasan kelas, kalau dilakukan bahasa kedua
3. Sandi
sederhana berupa pembicaraan antar bahasa yaitu ujaran para pemeroleh bahasa
kedua lainnya.
e.
Hipotesis saringan afektif
Hipotesis
saringan afektif menyatakan betapa afektifnya faktor-faktor berhubungan dengan
proses pemerolehan bahasa kedua. Secara singkat dibicarakan hubungan
faktor-faktor afektif dengan proses pemerolehan bahasa kedua.
Hipotesis
saringan afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afek” atau “kepura-puraan”
atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang
wajar. Sedangkan variabel-variabel afektif bertindak menghalangi atau memberi
kemudahan bagi penyampaian atau pengiriman masukan kepada sarana pemerolehan
bahasa.
Hipotesis
saringan afektif ini menjelaskan mengapa seorang pemeroleh mungkin
memperoleh atau mendapat sejumlah masukan yang dapat/mudah dipahami namun
menghentikan segera (bahkan kadang-kadang sangat segera) tingkat pembicara asli
(atau” memfosilisasikan”. Kalau hal ini terjadi jelas merupakan garapan
saringan afektif, merupakan tanggung jawab saringan afektif.
D. Cara Memperoleh Bahasa Kedua
Menurut
Krashen dan Terrel pemerolehan bahasa kedua terbagi atas dua cara, yaitu:
a.
Pemerolehan
bahasa kedua secara terpimpin
Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti
pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi
yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin,(1)
materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru, (2)Strategi yang dipakai
oleh seorang guru juga sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok untuk
siswanya. Dalam pemerolehan bahasa secara terpimpin, apabila penyajian materi
dan metode yang digunakan dalam belajar teppat dan efekktif maka ini akan
berhasil dan menguntungkan pelajar dalam pemerolehan bahasa keduanya. Namun,
sering ada ketidakwajaran dalam penyajian materi terpimpin ini, misalnya
penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian latihan-latihan bagaimana
penerapan itu dalam komunikasi.[7]
b.
Pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara spontan
adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas
dari pengajaran atau pimpinan guru. Pemerolehan bahasa seperti ini tidak ada
keseragaman karena setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya
sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah interaksi dan komunikasi
yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua
secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari,(2) bebas
dari pimpinan sistematis yang disenggaja.[8]
E. Perbedaan Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa
Kedua
perbedaan
pemerolehan bahasa pertama dan kedua adalah:
- Pengusaan kemampuan bahasa
Dalam
pemerolehan bahasa pertama, penguasaan kemampuan berbahasa berlaku secara
bertahap. Contohnya; mulai dari mengeluarkan bunyi, kemudian mencantumkan unit
bunyi atau silabi, menjadi kata, setelah itu menjadi kata dalam berupa ungkapan
atau kalimat. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua adalah merupakan peoses
yang mekanis yang membentuk sikap baru yaitu kemampuan berbahasa yang baru
melalui memungut bahasa dan latihan-latihan yang diberikan untuk membentuk
kebiasaan berbahasa melalui belajar bahasa.
- Penguasaan aspek bahasa
Dalam
pemerolehan bahasa pertama setiap kemampuan berbahasa dapat dikuasai dengan
cara yang perlahan. Cara ini memperlihatkan bahwa beberapa aspek bahasa dapat
dikuasai secara sekaligus, contohnya bahasa mememiliki tataran dan aturan,
semuanya itu dapat dikuasai secara serentak oleh anak-anak umpamanya bunyi,
kata, makna, dan penggunaanya dalam kalimat sekaligus. Sedangkan dalam
pemerolehan bahasa kedua, penguasaan kemampuan bahasa kedua melalui
tahapan-tahapan yang tidak bida sekaligus yakni dimulai dengan kemampuan
menyimak atau mendengar, kemudian berbicara, membaca, dan menulis.
- Penggunaan bahasa
Dalam
pemerolehan bahasa pertama, seorang anak memperoleh bahasa tanpa mengkaji tata
bahasa untuk menggunakan dan menguasai bahasa tersebut. Sementara dalam
pemerolehan bahasa kedua, seseorang anak akan ada pada tahapan belajara bahasa
untuk menyempurnakan pemerolehan bahasa kedua memlalui latihan-latihan dan
belajar mengenai kaidah-kaidah atau tata bahasa tersebut.
- Pelaku dalam pemerolehan bahasa
Dalam
pemerolehan bahasa pertama atau yang dikenal dengan bahasa ibu, bahasa
diperoleh melalui interaksi ibu dan anak serta anggota keluarga atau kelompok.
Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua terjadi diperoleh dalam lingkungan
sosial yang lebih besar atau kelompok baru diluar keluarga atau kelompok
lainnya, memalau memunggut dan belajar bahasa.
- Cara pemerolehan
Dalam
pemerolehan bahasa pertama melalui proses yang tidak forma, sedangkan
pemerolehan bahasa kedua melalui cara alamiah dan cara formal.
- Fungsi pemerolehan bahasa
Dalam
pemerolehan bahasa pertama berfungsi sebagai pemerolehan bahasa untuk tujuan
berkomunikasi seeorang atau anak dengan ibu, keluarga atau kelompok kecil
terdekatnya, dan juga sebagai kemampuan anak untuk menciptakan identitas budaya
yang kuat. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua biasanya berfungsi sebagai alat
komunikasi umum, untuk menyesuaikan diri terhadap lingkuangan dan tujuan
tertentu, seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Dafatar
Pustaka
Akhadiah, S, dkk. 1997. Teori
Belajar Bahasa. Jakarta:Universitas Terbuka.
Dardjowidjojo,
Soejono. 2005. Psikolinguistik
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tarigan, H.G . 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
[1] Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), hal.225
[2] H.G Tarigan, Pengajaran Pemerolehan Bahasa,
(Bandung: Angkasa, 1988), hal. 126
[3] Soejono Dardjowidjojo, Op.Cit,
hal.225
[4] S Akhadiah, dkk, Teori Belajar Bahasa, (Jakarta:Universitas
Terbuka, 1997), hal.22
[5] Ibid,.
[6] H.G Tarigan, Op.Cit,
hal. 128
[7]
Ibid., hal.23
[8] Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar