A.
Cash
Rasio
1. Pengertian
Cash Ratio
Cash
Ratio Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank.
Rasio
keuangan dapat disajikan dalam dua cara. Yang pertama untuk membuat
perbandingan keadaan keuangan pada saat yang berbeda, kedua untuk membuat
perbandingan keuangan dengan perusahaan lain. Analisis rasio merupakan alat
analisis yang berguna apabila dibandingkan dengan rasio standar. Terdapat dua
macam rasio standar yang lazim digunakan yaitu rasio yang sama dari laporan
keuangan tahun-tahun yang lampau dan rasio dari perusahaan lain yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan perusahaan yang dianalisis. Rasio standar kedua
ini lazim disebut rata-rata rasio industri.[1]
Jenis-jenis
Rasio Keuangan
Dengan
menggunakan rasio keuangan sebagai alat ukur untuk menilai kinerja keuangan,
Menurut Bambang Riyanto dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan pengelompokan
rasio-rasio keuangan yaitu sebagai berikut :
1. Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang
dimaksud untuk mengukur likuiditas perusahaan (Current ratio, Acid test ratio
dan lain sebagainya ).
2. Rasio Leverage / solvabilitas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan hutang (Debt to total assets ratio, net worth to
debt ratio dan lain sebaginya).
3. Rasio-rasio Aktivitas, yaitu rasio-rasio yang
dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa besar efektivitas perusahaan dalam
mengerjakan sumber-sumber dananya (Inventory turnover, average collection
period dan lain sebagainya).
4. Rasio-rasio Profitabilitas / Rentabilitas ,
yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan
keputusan-keputusan (profit margin on Sales, Return on total assets, Return on
net worth dan lain sebagainya).[2]
Penggunaan
masing-masing rasio tergantung kebutuhan perusahaan, artinya terkadang tidak
semua rasio digunakan. Hanya saja jika hendak melihat kondisi dan posisi
perusahaan secara lengkap, maka sebaiknya seluruh rasio digunakan.
Masing-masing
jenis rasio yang digunakan akan memberikan arti tertentu tentang posisi yang
digunakan seperti Rasio Likuiditas. Rasio Likuiditas yaitu kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya atau kewajiban (utang) jangka
pendek yang segera harus dipenuhi atau kemampuan suatu perusahaan untuk dapat
menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban
finansialnya pada saat ditagih.
Rasio
Untuk Mengukur kemampuan Perusahaan :
1.
Memenuhi kewajiban tepat pada waktunya
2.
Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi normal
3.
Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan.
Jenis rasio likuiditas
yang dapat digunakan salah satunya yaitu Rasio
Kas atau Cash Ratio.
Rasio Kas atau Cash
Ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang
tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari
ketersediaan dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau
tabungan yang ada di Bank (yang dapat ditarik setiap saat menggunakan kartu
ATM).
Dapat dikatakan rasio
ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar
utang-utang jangka pendeknya.
2. Perhitungan
Cash Ratio
Rumus
untuk mencari Rasio Kas
Cash
Ratio = Kas + Penempatan pada Bank lain
Utang lancar (tabungan +
deposito)
3. Contoh
Perhitungan Cash Ratio
Contoh:
Komponen Laporan Keuangan |
2007 |
2008 |
Total aktiva lancar |
4.000 |
4.100 |
Total utang lancer |
2.700 |
2.600 |
Kas |
1.150 |
1.000 |
Giro (Bank) |
125 |
160 |
Untuk Tahun 2007:
Cash ratio = Rp. 1.150
+ Rp. 125 : Rp.2700 = 0,47
Dibulatkan atau 47%
Untuk Tahun 2008:
Cash ratio = Rp. 1.000
+ Rp. 160 : Rp. 2.600 = 0,44
Dibulatkan atau 44%
Jika rata-rata industri
untuk cash ratio adalah 50%, maka keadaan perusahan tahun 2007 hampir mendekati
rata-rata industri, walaupun di bawah rata-rata industri. Apabila rasio kas
dibawah rata-rata industri, maka kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas,
karena untuk membayar kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian
dari aktiva lancar lainnya.
Untuk tahun 2008
kondisinya malah lebih kurang baik, karena dibawah rata-rata industri tahun
2007.
Sebaliknya apabila
dalam kondisi rasio kas terlalu tinggi juga kurang baik, karena ada dana yang menganggur
atau belum digunakan secara optimal.
Lia Ariyanti
Susman 13103274
B.
PENGERTIAN
GIRO WAJIB MINIMUM
Dana Pihak Ketiga
Bank, yang untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban Bank kepada penduduk
dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing.
Rekening Giro
adalah rekening pihak ekstern tertentu di Bank Indonesia yang merupakan sarana
bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat.
Rekening Giro
dalam Rupiah, yang untuk selanjutnya disebut Rekening Giro Rupiah, adalah
Rekening Giro dalam mata uang rupiah yang penarikannya dapat dilakukan dengan
menggunakan cek Bank Indonesia, bilyet giro Bank Indonesia, atau sarana lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai hubungan Rekening Giro
antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern.
Rekening Giro
dalam valuta asing, yang untuk selanjutnya disebut Rekening Giro Valas, adalah
Rekening Giro dalam valuta asing yang penarikannya dapat dilakukan dengan cara
pemindahbukuan atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
berlaku mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak
ekstern.[3]
Bank Indonesia
telah memntukan beberapa instrumen keuangan yang wajib atau sukarela
dilaksanakan oleh Bank Syariah, seperti Giro Wajib Minimum (GWM), Pasar Uang
Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI) yang sejak 28 maret 2008 digantikan dengan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), serta fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah.
Saldo giro di Bank
Indonesia merupakan simpanan Bank - Bank yang tercatat dalam rekening giro di
Bank Indonesia. Saldo tersebut lebih dikenal dengan Giro Wajib Minimum bank
yang dapat dipelihara oleh bank-bank umum setiap hari. Saldo Giro Minimum
diwajibkan oleh Bank Indonesia agar
semua kewajiban liquiditas dapat segera dipenuhi, kewajiban tersebut antara
lain penarikan dana melalui kriling, penarikan dana pemerintah, penarikan dana
Kredit Liquiditas Bank Indonesia (KLBI) dan kewajiban-kewajiban segera lainnya.
Giro Wajib Minimum
atau Liquiditas Wajib Minimum atau Reserve Requirement merupakan cadangan
primer bank, yang digunakan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya penarikan
dana oleh nasabah bank, baik penarikan dana masyarakat yang disimpan pada bank
tersebut, penarikan dana melalui kliring, maupun penarikan/pencairan kredit.
Saldo giro di Bank Indonesia merupakan salah satu alat liquid bank yang
tergolong Asset yang tidak menghasilkan tetapi harus menjadi perhatian utama
manajemen bank untuk mementau kecukupannya.
Giro Wajib
Minimum, yang untuk selanjutnya disebut GWM, adalah jumlah dana minimum yang
wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
Persentase tertentu dari DPK.
GWM Primer adalah
simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening
Giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari DPK.
GWM Sekunder
adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN, SBSN,
dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari DPK.
GWM LDR adalah
simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening
Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan
selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan LDR Target.
C.
LANDASAN
TEORI
keuangan diatas
sangat penting untuk mendukung Perbangkan Syariah dalam elaksanakan berbagai
tugas dan fungsi nya telah ditentukan dalam pasal 29-21 UU No. 21 Tahun 2008,
tentsng Perbangan Syariah yaitu fungsi pengelolaan investasi, fungsi sebagai
investor, fungsi sebagai pemberi layanan perbangkan dan fungsi sosial, baik
berdasarkan akad wadiah, murabahah, mudharabah, musyarakah dan lainnya.
Berkaitan dengan
Giro Wajib Minimum (GWM), Bank Indonesia telah mengeluarkan dua peraturan Bank
Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang GWM dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah. PBI No. 8/23/PBI/2006 tentang perubahan PBI No.6/21/PBI/2004
tentang GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah, serta PBI No.10/23/PBI/2008 tentang
perubahan kedua PBI No. 6/21/PBG/2004 tentang GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing
bagi bank umum yang melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Giro Wajib Minimum
(GWM) adalah simpanan yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo
reening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebesar presentase tertentu dari DPK (pasal 1 angka 6 PBI/ 6/21/PBI/2004).[4]
D.
LANDASAN
DALAM SYARIAH
Ketentuan mengenai
Giro Wajib Minimum bagi bank-bank berdasarkan prinsip syariah didasarkan pada
landasan syariah sebagai berikut:
a.
Kaidah
fiqh “mashalih musalah” yang artinya prinsip umum kemaslahatan. Kaidah ini
memungkinkan dilaksanakannya kebijakan peraturan bank untuk kemaslahatan
ekonomi secara keseluruhan.
b.
Kaidah
fiqh “tasharuful iman alar ra’iyyah manulh bil kashlahah” yang artinya tindakan
pemegang otoritas harus mashalat yang berlaku. Berdsarkan kaidah ini, BI sebagi
otoritas moneter memilki keweenangan membuat aturan prinsip kehati-hatian yang
digunakan oleh bank syariah dalam kegiatan oprasionalnya untuk tujuan
kemaslahatan.
c.
Kaidah
fiqh “sadduz dzari ah” yang artinya prinsip pencegahan dari kerusakan dan
kaidah fiqh “ta’ zir” yaitu bentuk penegakan sanksi, masalah ini memungkinkan
BI sebagai otoritas moneter untuk menetapkan sanksi bagi yang melanggar aturan
GWM, guna mencegah dampak negatif yang diakibatkan oleh pelanggaran GWM.
E.
FUNGSI
DAN MANFAAT
Giro Wajib Minimum
(GWM) ini merupakan kewajiban Bank dalam mendukung pelaksanaan prinsip
kehati-hatian Bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk
mengendalikan jumlah uang beredar.[5]
GWM merupakan
salah satu tolak ukur tentang tingkat kesehatan bank, seperti:
1.
Sehat
apabila dalam 12 bulan terakhir tidak pernah melanggar ketentuan Cash Ratio
atau melanggar ketentuan Cash Ratio tetapi tidak pernah lebih dari 6 kali.
Dalam tiga bulan terakhir tidak terjadi pelanggaran Cash Ratio lebih dari tiga
kali berturut-turut.
2.
Cukup
sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari
6 kali sampai 12 kali. Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio
lebih dari tiga kali sampai dengan lima kali berturut - turut.
3.
Kurang
sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari
12 kali dengan 24 kali. Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash
Ratio lebih dari lima kali sampai sembilan kali berturut-turut.
4.
Tidak
sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar Cash Ratio lebih dari 24 kali.
Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari sembilan
kali berturut-turut.[6]
Fungsi-Fungsi Giro
Wajib Minimum antara lain :
·
Untuk
memenuhi ketetapan Bank Indonesia
·
Untuk
jaminan pembayaran pencairan tabungan masyarakat
·
Untuk
mempertahankan agar bank tetap dapat mengikuti kliring
·
Untuk
memperkuat daya tahan dalam persaingan antar bank
·
Untuk
menentukan tingkat kesehatan bank
·
Merupakan
salah satu alat kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar.
·
Sebagai
salah satu alat otoritas moneter dalam menstabilkan nilai tukar uang.
·
Untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.[7]
F.
GWM
DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING
Gwm dalam rupiah
dan valuta asing wajib dipenuhi oleh setiap Bank yang besarnya ditetapkan
sebesar 5% dari DPK dalam rupiah. Selain itu, bank yang memiliki rasio
pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah kurang dari 80% dari:
1.
Memiliki
DPK lebih besar dari 1 triliun sampai dengan 10 triliun wajib memelihara
tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.
2.
Memiliki
DPK dalam rupiah lebih besar dari 10 triliun sampai dengan 50 triliun wajib
memelihara GWM sebear 2%.
3.
Memiliki
DPK dalam rupiah lebih besar dari 50 triliun wajib baginya untuk tambahan GWM
sebesar 3%.
Bagi Bank A yanf
memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah sebesar 80%
atau lebih, bagi Bank B memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan 1 triliun rupiah
tidak dikenakan kewajiban tambahan GWM (pasal 3 ayat 1-3 PBI/6/21/PBI/2004).
GWM dalam valuta asing dittapkan sebesar 3% dari DPK dalam valuta asing ((pasal
4 PBI/6/21/PBI/2004).
Sejak 13 oktober 2008
ketentuan oasal 4 diatas diubah menjadi GWM dalam Valuta Asing ditetapkan
sebesar 1%. Dengan perubahan ini Perbangkan Syariah di Indonesia diharapkan
lebih kebal terhadap krisis global yang terjadi.[8]
G.
TATACARA
PEMELIHARAAN DAN PERHITUNGAN GWM
Bank wajib
memelihara GWM secara harian. Kewajiban pemiliharaan GWM dihitung dengan
membandigkan jumlah saldo Rekening Giro Bank Indonesia setiap hari dalam satu
masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalm satu masa laopran pada
dua masa laporan sebelumnya. Informasi mengenai DPK diperoleh dari data DPK yang
disampaikan bank kepada Bank Indonesia, sesuai dengan etentuan BI tentang
laporan berkala bank umum. Informasi menegenai Saldo Rekening Giro Bank pada BI
tentang laporan berkala Bank Umum. Informasi mengenai saldo Rekening Giro Bank
pada BI.
Diperoleh dari
sistem akunting BI. Ketentuan diatas berlaku juga untuk GWM dalam rupiah dan
GWm Valuta Asing (pasal 8 PBI 6/21/PBI/2004).
Saldo Rekening
Giro Bank pada BI masing-masing terdiri dari, Saldo Rekening Giro Rupiah Bank
pada BI dan Saldo Rekening Giro Valas Bank pada BI (pasal 9 PBI 6/21/PBI/2004).
Muhammad Adi Sulfana 13103524
H.
PERHITUNGAN
GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)
Rekening Giro adalah rekening pihak ekstern tertentu di Bank
Indonesia yang merupakan sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat.
Rekening Giro dalam Rupiah, yang untuk selanjutnya disebut Rekening
Giro Rupiah, adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah yang penarikannya
dapat dilakukan dengan menggunakan cek Bank Indonesia, bilyet giro Bank
Indonesia, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang
berlaku mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak
ekstern.[9]
Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan yang harus dipelihara oleh
Bank dalam bentuk saldo reening giro pada Bank Indonesia yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari DPK (pasal 1
angka 6 PBI/ 6/21/PBI/2004).[10]
Giro
Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum
dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan olah Bank Indonesia
berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib
Minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip
kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrument moneter untuk
mengendalikan jumlah uang beredar.
Giro
wajib minimum merupakan rasio antara saldo giro dari seluruh kanto Bank yang
tercatat pada Bank Indonesia setiap hari dengan rata-rata harian jumlah DPK
Bank . Perhitungan ini berlaku baik untuk GWM dalam rupiah maupun valuta asing:
Rumus
perhitungan GWM pada Rupiah dan Valas
GWM Rupiah = 5 % x
DPK t-2 GWM Valas = 3 % x DPK
t-2 |
Keterangan :
GWM = Giro
Wajib Minimum
DPK t-2 =
Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masa
laporan sebelumnya.
Dana
Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan disini meliputi seluruh DPK dalam Rupiah Maupun
Valuta Asing pada kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. DPK dalam rupiah
meliputi kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:
1.
Giro
wadi’ah
2.
Tabungan
mudharabah
3.
Deposito
investasi mudharabah, dan
4.
Kewajiban
lainnya
DPK
bank dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank
Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban
dalam valuta asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia, yang
terdiri dari:
1.
Giro
wadi’ah
2.
Devosito
investasi mudharabah, dan
3.
Kewajiban
lainnya[11]
Bank
wajib menyampaikan laporan secara berskala dan benar kepada Bank Indonesia
mengenai DPK serta pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing.
Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam
surat Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan bank.
Kemudian
jika penyampaian laporan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan BI dalam
arti terjadi jelambanan didalam penyampaian, dan juga menyampaikan angka-angka
yang tidak benar, melanggar giro wajib minimum (GWM) dan mengalami saldo giro
negative maka, Bank akan dikenakan sanksi.
Kelambatan
penyampaian laporan dan penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan
mingguan bank akan dikenakan sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
No.28/10/uppb/ tanggal 14 Desember 1995 tentang GWM bank umum pada BI dalam
Rupiah dan Valas (Valuta Asing), sebagai berikut :
1.
Kelambatan
penyampaian laporan mingguan bank termasuk konreksinya dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp. 2.500.000 untuk setiap laporan.
2.
Penyampaian
angka yang tidak benar dalam laporan mingguan Bank dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp. 250.000 untuk setiap kesalahan setinggi-tingginya
Rp. 10.000.000 untuk setiap laporan.[12]
H.
Contoh
perhitungan GWM dalam valuta asing:
Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam valuta asing dalam
masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan November sebesar
USD100.000.000,00 (seratus juta US dollar). GWM dalam valuta asing harian untuk
masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah
sebesar: 1% x USD100.000.000,00 = USD1.000.000,00 (satu juta US dollar).
Contoh Perhitungan GWM LDR dalam rupiah (Contoh 1 : LDR bank
sebesar LDR target) :
Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa
laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar
Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan LDR Bank posisi
akhir masa laporan tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar 90% (sembilan
puluh persen).
Batas bawah LDR Target ditetapkan sebesar 78% (tujuh puluh delapan
persen) dan batas atas LDR Target sebesar 100% (seratus persen) sehingga LDR
Bank berada dalam kisaran
LDR Target.
Dengan demikian GWM LDR dalam rupiah harian Bank A untuk masa
laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah
sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah.
GWM dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24
sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar:
1.
GWM
Primer sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar
Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah), dipenuhi
dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.
2.
GWM
Sekunder sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu
sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar
rupiah) dipenuhi dalam bentukSBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve.
3.
GWM
LDR sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp0,00 (nol
rupiah).[13]
I.
Kekurangan
GWM
Pelanggaran GWM, pada rekening giro rupiah ada dua yaitu rekening
giro rupiah yang masih bersaldo positif dan rekening giro rupiah yang masih
bersaldo negatif.
1.
Pelanggaran
rekening giro rupiah yang mengakibatkan bersaldo positif, maka bank dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan pasar uang
antar Bank Syariah terhadap kekurangan GWM.
Kekurangan GWM x 125% dari tingkat indikasi Imbalan
PUAS x 1/360 |
Contoh Perhitungan
·
Saldo
rupiah bank BI yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1-7 adalah sebesar
Rp. 10 M
·
Saldo
Giro rupiah Bank yang tercatat pada bank Indonesia pada tanggal 1 adalah
sebesar Rp. 1 M
·
Tingkat
indikasi Imbalah PUAS (pasar AntarBank Syariah) pada tanggal 1 sebesar 12%
·
Sanksi
kewajiban untuk membayar tanggal 1 adalah sebesar :
(Rp. 10 M – Rp 1 M x 1,25 x 0,12 x 1/360
= Rp. 3.750.000
2.
Pelanggaran
rekening giro rupiah yang mengakibatkan bersaldo negatif, maka bank dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan pasar uang
antar Bank Syariah terhadap GWM ditambah dengan sebsar 150% dari tingkat
Indikasi Imbalan pasar uang antar Bank Syariah terhadap saldo negatif.
Perhitungan
GWM x 125% x Tingkat Indikasi Imbalan
PUAS x 1/360 Ditambah Saldo negative x 150% x tingkat indikasi Imbalan
PUAS x 1/360 |
Contoh Perhitungan
·
Saldo
rupiah bank BI yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1-7 adalah sebesar
Rp. 10 Miliar
·
Saldo
Giro rupiah Bank yang tercatat pada bank Indonesia pada tanggal 2 adalah
sebesar negatif Rp. 1 Miliar
·
Tingkat
indikasi Imbalah PUAS (pasar AntarBank Syariah) pada tanggal 2 sebesar 11%
·
Sanksi
kewajiban untuk membayar tanggal 1 adalah sebesar :
(Rp. 10 Miliar – Rp 1 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 1 Miliar
x 1,50 x 0,11 x 1/360)
= Rp. 4.277.777,77
Dalam hal saldo
giro UUS / Kantor cabang syariah menunjukan angka negatif pada saat Bank
Indonesia menutup sistem akuntansi, maka UUS/ Kantor cabang syariah tetap
dikenakan sanksi kewajiban membayar meskipun penjumlahan saldo giro UUS /
Kantor cabang syariah dan saldo giro kantor pusat / kantor cabang konvensional
masih positif.
Penjumlahan
saldo giro tersebut dilakukan hanya untuk menentukan penghentian keikutsertaan
dalam kliring bagi bank yang memiliki UUS sesuai dengan peraturan Bank
Indonesaia No. 2/4/PBI/2000, tanggal 11 febuari 2000 yang merupakan perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999, tanggal 13 agustus 1999.[14]
Ita Aprilia
(13103204)
J.
Cara menghitung equivalent rate (produk penghimpun dana syariah)
1.
Cara menghitung equivalent rate (produk penghimpun dana syariah)
Equivalent rate merupakan cara perhitungan nisbah bagi hasil dari
produk penghimpunan dana syariah.
Rumus perhitungan bagi hasil yaitu[15]:
ER = Total Pendapatan x Nisbah Bagi Hasil x 100%
Total
Simpanan
Bagi
Hasil = ER x Simpanan
Contoh:
Total
simpanan bank 100 M
Jumlah
pendapatan sebesar 1,5 M
Simpanan
ahmad sebesar 1 M
Nisbah
bagi hasil nasabah sebesar 70%
Perhitungan
bagi hasil:
ER = 1,5
M x 70% x 100%
100 M
= 1,05%
Bagi
hasil simpanan ahmad = 1 M x 1,05% = 10.500.000
2. Perbandingan
Perhitungan Bagi Hasil dengan Perhitungan Bunga Bank[16]
n Menggunakan Nisbah (N) = 58 : 42 sebagai porsi bagi hasil untuk nasabah
n Nisbah (ratio) adalah porsi / bagian yang
menjadi hak nasabah pada proses distribusi bagi hasil antara bank dan nasabah
n Indeks Hasil Investasi ‰ (HI-1000 = Ha-I
Seribu) yang akan berubah setiap bulannya
n HI-1000 adalah angka yang menunjukkan hasil
investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap seribu rupiah dana nasabah
n Tingkat keuntungan bagi nasabah (equivalent
rate) dapat diketahui berapa besarnya
1.
Formula Perhitungan Bagi Hasil
n Rumus perhitungan tingkat keuntungan
nasabah (Equivalent Rate = ER) :
ER = HI-1000 x
Nisbah x 365
1000 Jml Hr Kalender
n Rumus perhitungan nominal bagi hasil yang
diperoleh nasabah :
Baghas = Rata2 Dana Nsb x HI-1000 x Nisbah
Nsb
1000 100
Ita Aprilia (13103204)
Contoh Perhitungan
n Nisbah Bagi Hasil Deposito 1 bl = 58 : 42
n Indeks HI‰ = 12,59
n Hari investasi bulan Agt 2006 = 31 hari
n Besar Deposito Rp 10.000.000,00
n Maka bagi hasil yang diperoleh adalah :
= 10.000.000,00/1000 x 12,59 x 0,58
= Rp 73.022,- atau setara 8,60 % p.a.
2.
Perbandingan Perhitungan
bunga
n Bunga Bank “A” : 8,3 % p.a.
n Jml Hari u/ Bulan Agt 2006 = 31 hari
n Jml Hari u/ Tahun Buku 2006 = 365 hari
n Besar Deposito Rp 10.000.000,00
n Maka bunga yang diperoleh adalah :
= 0,083 x 31/365 x Rp 10.000.000,00
= Rp 70.493,15
Ita Aprilia (13103204)
3.
Tabel Distribusi bagi Hasil Kepada Nasabah dan Bank Pada Tabungan
Mudharabah[17]
Jenis kelompok |
Saldo rata-rata |
Proporsi tabungan |
Nisbah nasabah |
Pendapatan nasabah |
Nisbah bank |
Pendapatan bank |
Tab. mudharabah |
30.000.000 |
150.000 |
40% |
60.000 |
60% |
90.000 |
Dep. Mudharabah |
|
|
|
|
|
|
1 bulan |
40.000.000 |
200.000 |
60% |
120.000 |
40% |
80.000 |
3 bulan |
60.000.000 |
300.000 |
65% |
195.000 |
35% |
105.000 |
6 bulan |
50.000.000 |
250.000 |
65% |
162.500 |
35% |
87.500 |
12 bulan |
20.000.000 |
100.000 |
70% |
70.000 |
30% |
30.000 |
Total |
200.000.000 |
1.000.000 |
|
607.500 |
|
392.500 |
Rumus:
Equivalent Rate = pendapatan nasabah x 365 hari x 100%
Saldo Rata-rata
Jawab:
Equivalen
Rate = 60.000 x 365 x 100%
30.000.000 x 30
Equivalent
Rate = 2,43%
Untuk
sumber dana deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan menggunakan rumus yang
sama dengan sumber dana tabungan.
4. Tabel
Equivalent Rate Atas Bagi hasil Untuk Nasabah[18]
Jenis kelompok |
Saldo rata-rata |
Proporsi tabungan |
Nisbah nasabah |
Pendapatan nasabah |
Equivalent rate |
Nisbah bank |
Pendapatan bank |
Tab. Mudharabah |
30.000.000 |
150.000 |
40% |
60.000 |
2,43% |
60% |
90.000 |
Dep. Mudharabah |
|
|
|
|
|
|
|
1 bulan |
40.000.000 |
200.000 |
60% |
120.000 |
3,65% |
40% |
80.000 |
3 bulan |
60.000.000 |
300.000 |
65% |
195.000 |
3,95% |
35% |
105.000 |
6 bulan |
50.000.000 |
250.000 |
65% |
162.500 |
3,95% |
35% |
87.500 |
12 bulan |
20.000.000 |
100.000 |
70% |
70.000 |
4,26% |
30% |
30.000 |
Total |
200.000.000 |
1.000.000 |
|
607.500 |
|
|
392.500 |
Setelah
menghitung equivalent rate selanjutnya dapat menghitung bagi hasil bagi nasabah
perorangan akhir bulan dapat menghitung dengan menggunakan
Rumus:
Bagi hasil nasabah = saldo rata-rata x 30 hari x equivalent rate
365
hari x 100
Misalkan: hanif
memiliki saldo rata-rata bulan januari sebesar
Rp. 1.000.000 menghitung bagi hasil yang diperolehnya adalah sebagai
berikut:
Bagi
hasil hanif = 1.000.000 x 30 x 2,43%
365 x 100
Bagi hasil
hanif = 72.900.000 /
36.500
= 1.997
[1] Muhammad Muchlis, Manajemen
Keuangan Modern, (Jakarta: BUMI AKSARA, 2003), h.47
[2] Bambang Riyanto, Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan, (Yogyakarta: BPFE,2001), h.331
[4] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbangkan Syariah, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 123-124
[5] Muhamad, Manajmen Bank Syariah, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu manajemen YKPN, 2011), h. 377
[6] H.Malayu S.P.Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 1996), h.96
[7] Ibid., h.95
[8] Ibid., zubairi hasan, h.125
[10] Zubairi hasan, undang-undang perbangkan syariah, (jakarta:
rajawali pers, 2009), h. 123-124
[11] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN,2005). hal.399
[12] Ibid, Muhammad,
h. 380
[14] Ibid, Muhammad, hal 380 - 383
[15] Http://www.bi.go.id/Perbankan/edukasi/pages/menghitung
bagi hasil.IB.com
diunduh pada tanggal 20 November 2015
[16] Ibid.,
[17] Rizal
Yaya, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori
dan Praktek Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2012).,Hal .378
[18] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar