Selasa, 04 Januari 2022

Makalah Menghitung Cash Rasio, GWM (Giro Wadiah Minimum) dan Cara menghitung equivalent rate

 

A.    Cash Rasio

1.      Pengertian Cash Ratio

Cash Ratio Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank.

Rasio keuangan dapat disajikan dalam dua cara. Yang pertama untuk membuat perbandingan keadaan keuangan pada saat yang berbeda, kedua untuk membuat perbandingan keuangan dengan perusahaan lain. Analisis rasio merupakan alat analisis yang berguna apabila dibandingkan dengan rasio standar. Terdapat dua macam rasio standar yang lazim digunakan yaitu rasio yang sama dari laporan keuangan tahun-tahun yang lampau dan rasio dari perusahaan lain yang mempunyai karakteristik yang sama dengan perusahaan yang dianalisis. Rasio standar kedua ini lazim disebut rata-rata rasio industri.[1]

Jenis-jenis Rasio Keuangan

Dengan menggunakan rasio keuangan sebagai alat ukur untuk menilai kinerja keuangan, Menurut Bambang Riyanto dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan pengelompokan rasio-rasio keuangan yaitu sebagai berikut :

1.   Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur likuiditas perusahaan (Current ratio, Acid test ratio dan lain sebagainya ).

2.   Rasio Leverage / solvabilitas  adalah rasio-rasio yang dimaksudkan  untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Debt to total assets ratio, net worth to debt ratio dan lain sebaginya).

3.   Rasio-rasio Aktivitas, yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya (Inventory turnover, average collection period dan lain sebagainya).

4.   Rasio-rasio Profitabilitas / Rentabilitas , yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (profit margin on Sales, Return on total assets, Return on net worth dan lain sebagainya).[2]

Penggunaan masing-masing rasio tergantung kebutuhan perusahaan, artinya terkadang tidak semua rasio digunakan. Hanya saja jika hendak melihat kondisi dan posisi perusahaan secara lengkap, maka sebaiknya seluruh rasio digunakan.

Masing-masing jenis rasio yang digunakan akan memberikan arti tertentu tentang posisi yang digunakan seperti Rasio Likuiditas. Rasio Likuiditas yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya atau kewajiban (utang) jangka pendek yang segera harus dipenuhi atau kemampuan suatu perusahaan untuk dapat menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban finansialnya pada saat ditagih.

Rasio Untuk Mengukur kemampuan Perusahaan :

1. Memenuhi kewajiban tepat pada waktunya

2. Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi normal

3. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan.

                             

Jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan salah satunya yaitu Rasio Kas atau Cash Ratio.

Rasio Kas atau Cash Ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari ketersediaan dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan yang ada di Bank (yang dapat ditarik setiap saat menggunakan kartu ATM).

Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya.

 

2.      Perhitungan Cash Ratio

Rumus untuk mencari Rasio Kas

Cash Ratio = Kas + Penempatan pada Bank lain

                       Utang lancar (tabungan + deposito)

 

3.      Contoh Perhitungan Cash Ratio

Contoh:

Komponen Laporan Keuangan

2007

2008

Total aktiva lancar

4.000

4.100

Total utang lancer

2.700

2.600

Kas

1.150

1.000

Giro (Bank)

125

160

 

Untuk Tahun 2007:

Cash ratio = Rp. 1.150 + Rp. 125 : Rp.2700 = 0,47

Dibulatkan atau 47%

Untuk Tahun 2008:

Cash ratio = Rp. 1.000 + Rp. 160 : Rp. 2.600 = 0,44

Dibulatkan atau 44%

 

Jika rata-rata industri untuk cash ratio adalah 50%, maka keadaan perusahan tahun 2007 hampir mendekati rata-rata industri, walaupun di bawah rata-rata industri. Apabila rasio kas dibawah rata-rata industri, maka kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas, karena untuk membayar kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya.

Untuk tahun 2008 kondisinya malah lebih kurang baik, karena dibawah rata-rata industri tahun 2007.

Sebaliknya apabila dalam kondisi rasio kas terlalu tinggi juga kurang baik, karena ada dana yang menganggur atau belum digunakan secara optimal.

Lia Ariyanti Susman 13103274

B.     PENGERTIAN GIRO WAJIB MINIMUM

            Dana Pihak Ketiga Bank, yang untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing.

            Rekening Giro adalah rekening pihak ekstern tertentu di Bank Indonesia yang merupakan sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.

            Rekening Giro dalam Rupiah, yang untuk selanjutnya disebut Rekening Giro Rupiah, adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek Bank Indonesia, bilyet giro Bank Indonesia, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern.

            Rekening Giro dalam valuta asing, yang untuk selanjutnya disebut Rekening Giro Valas, adalah Rekening Giro dalam valuta asing yang penarikannya dapat dilakukan dengan cara pemindahbukuan atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern.[3]

            Bank Indonesia telah memntukan beberapa instrumen keuangan yang wajib atau sukarela dilaksanakan oleh Bank Syariah, seperti Giro Wajib Minimum (GWM), Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang sejak 28 maret 2008 digantikan dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), serta fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah.

            Saldo giro di Bank Indonesia merupakan simpanan Bank - Bank yang tercatat dalam rekening giro di Bank Indonesia. Saldo tersebut lebih dikenal dengan Giro Wajib Minimum bank yang dapat dipelihara oleh bank-bank umum setiap hari. Saldo Giro Minimum diwajibkan  oleh Bank Indonesia agar semua kewajiban liquiditas dapat segera dipenuhi, kewajiban tersebut antara lain penarikan dana melalui kriling, penarikan dana pemerintah, penarikan dana Kredit Liquiditas Bank Indonesia (KLBI) dan kewajiban-kewajiban segera lainnya.

            Giro Wajib Minimum atau Liquiditas Wajib Minimum atau Reserve Requirement merupakan cadangan primer bank, yang digunakan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya penarikan dana oleh nasabah bank, baik penarikan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut, penarikan dana melalui kliring, maupun penarikan/pencairan kredit. Saldo giro di Bank Indonesia merupakan salah satu alat liquid bank yang tergolong Asset yang tidak menghasilkan tetapi harus menjadi perhatian utama manajemen bank untuk mementau kecukupannya.

            Giro Wajib Minimum, yang untuk selanjutnya disebut GWM, adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar Persentase tertentu dari DPK.

            GWM Primer adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.

            GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.

            GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan LDR Target.

 

C.    LANDASAN TEORI

            keuangan diatas sangat penting untuk mendukung Perbangkan Syariah dalam elaksanakan berbagai tugas dan fungsi nya telah ditentukan dalam pasal 29-21 UU No. 21 Tahun 2008, tentsng Perbangan Syariah yaitu fungsi pengelolaan investasi, fungsi sebagai investor, fungsi sebagai pemberi layanan perbangkan dan fungsi sosial, baik berdasarkan akad wadiah, murabahah, mudharabah, musyarakah dan lainnya.

            Berkaitan dengan Giro Wajib Minimum (GWM), Bank Indonesia telah mengeluarkan dua peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. PBI No. 8/23/PBI/2006 tentang perubahan PBI No.6/21/PBI/2004 tentang GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, serta PBI No.10/23/PBI/2008 tentang perubahan kedua PBI No. 6/21/PBG/2004 tentang GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

            Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo reening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari DPK (pasal 1 angka 6 PBI/ 6/21/PBI/2004).[4]

 

D.    LANDASAN DALAM SYARIAH

            Ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum bagi bank-bank berdasarkan prinsip syariah didasarkan pada landasan syariah sebagai berikut:

a.       Kaidah fiqh “mashalih musalah” yang artinya prinsip umum kemaslahatan. Kaidah ini memungkinkan dilaksanakannya kebijakan peraturan bank untuk kemaslahatan ekonomi secara keseluruhan.

b.      Kaidah fiqh “tasharuful iman alar ra’iyyah manulh bil kashlahah” yang artinya tindakan pemegang otoritas harus mashalat yang berlaku. Berdsarkan kaidah ini, BI sebagi otoritas moneter memilki keweenangan membuat aturan prinsip kehati-hatian yang digunakan oleh bank syariah dalam kegiatan oprasionalnya untuk tujuan kemaslahatan.

c.       Kaidah fiqh “sadduz dzari ah” yang artinya prinsip pencegahan dari kerusakan dan kaidah fiqh “ta’ zir” yaitu bentuk penegakan sanksi, masalah ini memungkinkan BI sebagai otoritas moneter untuk menetapkan sanksi bagi yang melanggar aturan GWM, guna mencegah dampak negatif yang diakibatkan oleh pelanggaran GWM.

 

E.     FUNGSI DAN MANFAAT

            Giro Wajib Minimum (GWM) ini merupakan kewajiban Bank dalam mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian Bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.[5]

            GWM merupakan salah satu tolak ukur tentang tingkat kesehatan bank, seperti:

                         1.            Sehat apabila dalam 12 bulan terakhir tidak pernah melanggar ketentuan Cash Ratio atau melanggar ketentuan Cash Ratio tetapi tidak pernah lebih dari 6 kali. Dalam tiga bulan terakhir tidak terjadi pelanggaran Cash Ratio lebih dari tiga kali berturut-turut.

                         2.            Cukup sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari 6 kali sampai 12 kali. Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari tiga kali sampai dengan lima kali berturut - turut.

                         3.            Kurang sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari 12 kali dengan 24 kali. Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari lima kali sampai sembilan kali berturut-turut.

                         4.            Tidak sehat apabila dalam 12 bulan terakhir melanggar Cash Ratio lebih dari 24 kali. Dalam tiga bulan terakhir melanggar ketentuan Cash Ratio lebih dari sembilan kali berturut-turut.[6]

 

            Fungsi-Fungsi Giro Wajib Minimum antara lain :

·         Untuk memenuhi ketetapan Bank Indonesia

·         Untuk jaminan pembayaran pencairan tabungan masyarakat

·         Untuk mempertahankan agar bank tetap dapat mengikuti kliring

·         Untuk memperkuat daya tahan dalam persaingan antar bank

·         Untuk menentukan tingkat kesehatan bank

·         Merupakan salah satu alat kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar.

·         Sebagai salah satu alat otoritas moneter dalam menstabilkan nilai tukar uang.

·         Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.[7]

 

F.     GWM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

            Gwm dalam rupiah dan valuta asing wajib dipenuhi oleh setiap Bank yang besarnya ditetapkan sebesar 5% dari DPK dalam rupiah. Selain itu, bank yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah kurang dari 80% dari:

                         1.            Memiliki DPK lebih besar dari 1 triliun sampai dengan 10 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.

                         2.            Memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari 10 triliun sampai dengan 50 triliun wajib memelihara GWM sebear 2%.

                         3.            Memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari 50 triliun wajib baginya untuk tambahan GWM sebesar 3%.

 

                        Bagi Bank A yanf memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah sebesar 80% atau lebih, bagi Bank B memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan 1 triliun rupiah tidak dikenakan kewajiban tambahan GWM (pasal 3 ayat 1-3 PBI/6/21/PBI/2004). GWM dalam valuta asing dittapkan sebesar 3% dari DPK dalam valuta asing ((pasal 4 PBI/6/21/PBI/2004).

                        Sejak 13 oktober 2008 ketentuan oasal 4 diatas diubah menjadi GWM dalam Valuta Asing ditetapkan sebesar 1%. Dengan perubahan ini Perbangkan Syariah di Indonesia diharapkan lebih kebal terhadap krisis global yang terjadi.[8]

 

G.    TATACARA PEMELIHARAAN DAN PERHITUNGAN GWM

            Bank wajib memelihara GWM secara harian. Kewajiban pemiliharaan GWM dihitung dengan membandigkan jumlah saldo Rekening Giro Bank Indonesia setiap hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalm satu masa laopran pada dua masa laporan sebelumnya. Informasi mengenai DPK diperoleh dari data DPK yang disampaikan bank kepada Bank Indonesia, sesuai dengan etentuan BI tentang laporan berkala bank umum. Informasi menegenai Saldo Rekening Giro Bank pada BI tentang laporan berkala Bank Umum. Informasi mengenai saldo Rekening Giro Bank pada BI.

            Diperoleh dari sistem akunting BI. Ketentuan diatas berlaku juga untuk GWM dalam rupiah dan GWm Valuta Asing (pasal 8 PBI 6/21/PBI/2004).

            Saldo Rekening Giro Bank pada BI masing-masing terdiri dari, Saldo Rekening Giro Rupiah Bank pada BI dan Saldo Rekening Giro Valas Bank pada BI (pasal 9 PBI 6/21/PBI/2004).

 

Muhammad Adi Sulfana 13103524

 

H.    PERHITUNGAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)

Rekening Giro adalah rekening pihak ekstern tertentu di Bank Indonesia yang merupakan sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.

Rekening Giro dalam Rupiah, yang untuk selanjutnya disebut Rekening Giro Rupiah, adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek Bank Indonesia, bilyet giro Bank Indonesia, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern.[9]

Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo reening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari DPK (pasal 1 angka 6 PBI/ 6/21/PBI/2004).[10]

Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan olah Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib Minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrument moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.

Giro wajib minimum merupakan rasio antara saldo giro dari seluruh kanto Bank yang tercatat pada Bank Indonesia setiap hari dengan rata-rata harian jumlah DPK Bank . Perhitungan ini berlaku baik untuk GWM dalam rupiah maupun valuta asing:

 

 

Rumus perhitungan GWM pada Rupiah dan Valas

GWM Rupiah = 5 % x DPK t-2

GWM Valas = 3 % x DPK t-2

 

Keterangan :

GWM = Giro Wajib Minimum

DPK t-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya.

Dana Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan disini meliputi seluruh DPK dalam Rupiah Maupun Valuta Asing pada kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. DPK dalam rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:

1.      Giro wadi’ah

2.      Tabungan mudharabah

3.      Deposito investasi mudharabah, dan

4.      Kewajiban lainnya

DPK bank dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia, yang terdiri dari:

1.      Giro wadi’ah

2.      Devosito investasi mudharabah, dan

3.      Kewajiban lainnya[11]

Bank wajib menyampaikan laporan secara berskala dan benar kepada Bank Indonesia mengenai DPK serta pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam surat Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan bank.

Kemudian jika penyampaian laporan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan BI dalam arti terjadi jelambanan didalam penyampaian, dan juga menyampaikan angka-angka yang tidak benar, melanggar giro wajib minimum (GWM) dan mengalami saldo giro negative maka, Bank akan dikenakan sanksi.

Kelambatan penyampaian laporan dan penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank akan dikenakan sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.28/10/uppb/ tanggal 14 Desember 1995 tentang GWM bank umum pada BI dalam Rupiah dan Valas (Valuta Asing), sebagai berikut :

1.      Kelambatan penyampaian laporan mingguan bank termasuk konreksinya dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp. 2.500.000 untuk setiap laporan.

2.      Penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp. 250.000 untuk setiap kesalahan setinggi-tingginya Rp. 10.000.000 untuk setiap laporan.[12]

H.    Contoh perhitungan GWM dalam valuta asing:

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam valuta asing dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan November sebesar USD100.000.000,00 (seratus juta US dollar). GWM dalam valuta asing harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar: 1% x USD100.000.000,00 = USD1.000.000,00 (satu juta US dollar).

Contoh Perhitungan GWM LDR dalam rupiah (Contoh 1 : LDR bank sebesar LDR target) :

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan LDR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar 90% (sembilan puluh persen).

Batas bawah LDR Target ditetapkan sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen) dan batas atas LDR Target sebesar 100% (seratus persen) sehingga LDR Bank berada dalam kisaran

LDR Target.

Dengan demikian GWM LDR dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah.

GWM dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar:

1.      GWM Primer sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

2.      GWM Sekunder sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah) dipenuhi dalam bentukSBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve.

3.      GWM LDR sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp0,00 (nol rupiah).[13]

 

I.       Kekurangan GWM

Pelanggaran GWM, pada rekening giro rupiah ada dua yaitu rekening giro rupiah yang masih bersaldo positif dan rekening giro rupiah yang masih bersaldo negatif.

1.      Pelanggaran rekening giro rupiah yang mengakibatkan bersaldo positif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan pasar uang antar Bank Syariah terhadap kekurangan GWM.

 

Kekurangan GWM x 125% dari tingkat indikasi Imbalan PUAS x 1/360

 

Contoh Perhitungan

·         Saldo rupiah bank BI yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1-7 adalah sebesar Rp. 10 M

·         Saldo Giro rupiah Bank yang tercatat pada bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp. 1 M

·         Tingkat indikasi Imbalah PUAS (pasar AntarBank Syariah) pada tanggal 1 sebesar 12%

·         Sanksi kewajiban untuk membayar tanggal 1 adalah sebesar :

(Rp. 10 M – Rp 1 M x 1,25 x 0,12 x 1/360

= Rp. 3.750.000

 

2.      Pelanggaran rekening giro rupiah yang mengakibatkan bersaldo negatif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan pasar uang antar Bank Syariah terhadap GWM ditambah dengan sebsar 150% dari tingkat Indikasi Imbalan pasar uang antar Bank Syariah terhadap saldo negatif.

Perhitungan

 

GWM x 125% x Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360

Ditambah

Saldo negative x 150% x tingkat indikasi Imbalan PUAS x 1/360

 

Contoh Perhitungan

·         Saldo rupiah bank BI yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1-7 adalah sebesar Rp. 10 Miliar

·         Saldo Giro rupiah Bank yang tercatat pada bank Indonesia pada tanggal 2 adalah sebesar negatif Rp. 1 Miliar

·         Tingkat indikasi Imbalah PUAS (pasar AntarBank Syariah) pada tanggal 2 sebesar 11%

·         Sanksi kewajiban untuk membayar tanggal 1 adalah sebesar :

(Rp. 10 Miliar – Rp 1 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 1 Miliar x 1,50 x 0,11 x 1/360)

= Rp. 4.277.777,77

Dalam hal saldo giro UUS / Kantor cabang syariah menunjukan angka negatif pada saat Bank Indonesia menutup sistem akuntansi, maka UUS/ Kantor cabang syariah tetap dikenakan sanksi kewajiban membayar meskipun penjumlahan saldo giro UUS / Kantor cabang syariah dan saldo giro kantor pusat / kantor cabang konvensional masih positif.

Penjumlahan saldo giro tersebut dilakukan hanya untuk menentukan penghentian keikutsertaan dalam kliring bagi bank yang memiliki UUS sesuai dengan peraturan Bank Indonesaia No. 2/4/PBI/2000, tanggal 11 febuari 2000 yang merupakan perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999, tanggal 13 agustus 1999.[14]

 

 

            Ita Aprilia (13103204)

J.      Cara menghitung equivalent rate (produk penghimpun dana syariah)

1.      Cara menghitung equivalent rate (produk penghimpun dana syariah)

Equivalent rate merupakan cara perhitungan nisbah bagi hasil dari produk penghimpunan dana syariah.

Rumus perhitungan bagi hasil yaitu[15]:

ER = Total Pendapatan x Nisbah Bagi Hasil x 100%

Total Simpanan

Bagi Hasil = ER x Simpanan

Contoh:

Total simpanan bank 100 M

Jumlah pendapatan sebesar 1,5 M

Simpanan ahmad sebesar 1 M

Nisbah bagi hasil nasabah sebesar 70%

Perhitungan bagi hasil:

ER  =   1,5 M x 70% x 100%

100 M

                         =   1,05%

Bagi hasil simpanan ahmad = 1 M x 1,05% = 10.500.000

 

2.      Perbandingan Perhitungan Bagi Hasil dengan Perhitungan Bunga Bank[16]

n  Menggunakan Nisbah (N) = 58 : 42  sebagai porsi bagi hasil untuk nasabah

n  Nisbah (ratio) adalah porsi / bagian yang menjadi hak nasabah pada proses distribusi bagi hasil antara bank dan nasabah

n  Indeks Hasil Investasi ‰ (HI-1000 = Ha-I Seribu) yang akan berubah setiap bulannya

n  HI-1000 adalah angka yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap seribu rupiah dana nasabah

n  Tingkat keuntungan bagi nasabah (equivalent rate) dapat diketahui berapa besarnya

1.      Formula Perhitungan Bagi Hasil

n  Rumus perhitungan tingkat keuntungan nasabah (Equivalent Rate = ER) :  

                  ER = HI-1000 x Nisbah x     365     

                                 1000                  Jml Hr Kalender

n  Rumus perhitungan nominal bagi hasil yang diperoleh nasabah :

                  Baghas = Rata2 Dana Nsb x HI-1000 x Nisbah Nsb

                                          1000                                                100

 

 

                                                                              Ita Aprilia (13103204)

 

Contoh Perhitungan

n  Nisbah Bagi Hasil Deposito 1 bl = 58 : 42

n  Indeks HI‰ = 12,59

n  Hari investasi bulan Agt 2006 = 31 hari

n  Besar Deposito Rp 10.000.000,00

n  Maka bagi hasil yang diperoleh adalah :

                  = 10.000.000,00/1000 x 12,59 x 0,58

                  = Rp 73.022,- atau setara 8,60 % p.a.

2.      Perbandingan Perhitungan bunga

n  Bunga Bank “A” : 8,3 % p.a.

n  Jml Hari u/ Bulan Agt 2006 = 31 hari

n  Jml Hari u/ Tahun Buku 2006 = 365 hari

n  Besar Deposito Rp 10.000.000,00

n  Maka bunga yang diperoleh adalah :

                  = 0,083 x 31/365 x Rp 10.000.000,00

                  = Rp 70.493,15

 

 

 

                                                                  Ita Aprilia (13103204)

 

3.      Tabel Distribusi bagi Hasil Kepada Nasabah dan Bank Pada Tabungan Mudharabah[17]

 

Jenis kelompok

Saldo rata-rata

Proporsi tabungan

Nisbah nasabah

Pendapatan nasabah

Nisbah bank

Pendapatan bank

Tab. mudharabah

30.000.000

150.000

40%

60.000

60%

90.000

Dep. Mudharabah

 

 

 

 

 

 

1 bulan

40.000.000

200.000

60%

120.000

40%

80.000

3 bulan

60.000.000

300.000

65%

195.000

35%

105.000

6 bulan

50.000.000

250.000

65%

162.500

35%

87.500

12 bulan

20.000.000

100.000

70%

70.000

30%

30.000

Total

200.000.000

1.000.000

 

607.500

 

392.500

 

Rumus:

Equivalent Rate = pendapatan nasabah x 365 hari x 100%

Saldo Rata-rata

Jawab:

Equivalen Rate = 60.000 x 365 x 100%

30.000.000 x 30

Equivalent Rate = 2,43%

Untuk sumber dana deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan menggunakan rumus yang sama dengan sumber dana tabungan.

 

4.      Tabel Equivalent Rate Atas Bagi hasil Untuk Nasabah[18]

Jenis kelompok

Saldo rata-rata

Proporsi tabungan

Nisbah nasabah

Pendapatan nasabah

Equivalent rate

Nisbah bank

Pendapatan bank

Tab. Mudharabah

30.000.000

150.000

40%

60.000

2,43%

60%

90.000

Dep. Mudharabah

 

 

 

 

 

 

 

1 bulan

40.000.000

200.000

60%

120.000

3,65%

40%

80.000

3 bulan

60.000.000

300.000

65%

195.000

3,95%

35%

105.000

6 bulan

50.000.000

250.000

65%

162.500

3,95%

35%

87.500

12 bulan

20.000.000

100.000

70%

70.000

4,26%

30%

30.000

Total

200.000.000

1.000.000

 

607.500

 

 

392.500

 

Setelah menghitung equivalent rate selanjutnya dapat menghitung bagi hasil bagi nasabah perorangan akhir bulan dapat menghitung dengan menggunakan

Rumus:

Bagi hasil nasabah = saldo rata-rata x 30 hari x equivalent rate

365 hari x 100

Misalkan: hanif memiliki saldo rata-rata bulan januari sebesar  Rp. 1.000.000 menghitung bagi hasil yang diperolehnya adalah sebagai berikut:

Bagi hasil hanif     = 1.000.000 x 30 x 2,43%

365 x 100

Bagi hasil hanif                 = 72.900.000 / 36.500

                              = 1.997

 

 



[1] Muhammad Muchlis, Manajemen Keuangan Modern, (Jakarta: BUMI AKSARA, 2003), h.47

[2] Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, (Yogyakarta: BPFE,2001), h.331

[4] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbangkan Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 123-124

[5] Muhamad, Manajmen Bank Syariah, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu manajemen YKPN, 2011), h. 377

[6] H.Malayu S.P.Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), h.96

[7] Ibid., h.95

[8] Ibid., zubairi hasan, h.125

[10] Zubairi hasan, undang-undang perbangkan syariah, (jakarta: rajawali pers, 2009), h. 123-124

[11] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,2005). hal.399

[12] Ibid, Muhammad, h. 380

[14] Ibid, Muhammad, hal 380 - 383

[16] Ibid.,

[17] Rizal Yaya, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2012).,Hal .378

[18] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar