BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Resiko kepatuhan adalah risiko
yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.[1] Pada
praktiknya, risiko kepatuhan terkait pada peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan
Kewajiban Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif, Pembentukan
Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK),
ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategic terkait dengan ketentuan
Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Bank. Menurut UU Ri no 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah, disebutkan dalam bab II bahwa “ Perbnkan syariah
dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi
ekonomi, dan prinsip kehatihatian”.[2]
Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan
atau langkah-langkah untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan
prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk sesuai dengan Prinsip Syariah (bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah), serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh
Bank kepada Bank Indonesia dan otoritas pengawas lain yang berwenang.
B. Fungsi
Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan
Dalam konteks perbankan nasional, Bank
Indonesia menjelaskan bahwa secara garis besar, fungsi kepatuhan bank meliputi
beberapa tindakan, sebagai berikut:
1.
Mewujudkan terlaksananya Budaya Kepatuhan pada
semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank.
2.
Mengelola risiko kepatuhan yang dihadapi oleh
bank
3.
Memastikan agar kebijakan, ketentuan, sistem,
dan prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
4.
Memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen
yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain
yang berwenang.
C.
Penerapan Manajemen Resiko Kepatuhan Syariah
Secara lebih rinci, penerapan manajemen risiko kepatuhan bagi bank
secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak
paling kurang mencakup, beberapa hal, sebagai berikut:
1.
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Secara umum, pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, meliputi
beberapa hal, sebagai berikut:
a.
Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan
bahwa manajemen risiko kepatuhan dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen
risiko lainnya yang dapat berdampak pada profil risiko kepatuhan bank.
b.
Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan
bahwa setiap permasalahan kepatuhan yang timbul dapat diselesaikan secara
efektif oleh satuan kerja terkait dan dilakukan monitoring atas tindakan
perbaikan oleh satuan kerja kepatuhan.
c.
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
memiliki peranan penting dalam manajemen risiko kepatuhan dengan tanggung jawab
paling kurang, meliputi berbagai hal, sebagai berikut:
1.
Merumuskan strategi guna mendorong terciptanya
budaya kepatuhan
2.
Mengusulkan kebijakan kepatuhan atau
prinsip-prinsip kepatuhan yang akan ditetapkan oleh direksi
3.
Menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang
akan digunakan untuk menyusun ketentuan dan pedoman internal bank
4.
Memastikan bahwa seluruh kebijakan, ketentuan,
sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan bank telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
5.
Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan fungsi kepatuhan[3]
6.
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
harus independen dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
Sumber Daya Manusia
7.
Pejabat dan Staff disatuan kerja kepatuhan
dilarang ditempatkan posisi menghadapi konflik kepentingan dalam melaksanakan
tanggung jawab fungsi kepatuhan.
D.
Organisasi Manajemen Risiko Kepatuhan Syariah
Bank harus memiliki fungsi manajemen risiko kepatuhan yang memadai
dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing satuan/unit
kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko kepatuhan. Selain itu,
Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas,
kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:
1. Membuat
langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada
seluruh kegiatan usaha bank pada setiap jenjeng organisasi.
2. Memiliki
program kerja tertulis dan melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan
pengendalian terkait dengan manajemen risiko kepatuhan
3. Menilai
dan mengevaluasi efektivitas, kecukupan, dan keseuaian kebijakan, sistem, dan
prosedur yang dimiliki bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Melakukan
review dan/ atau merekomendasikan pengkinian dan penyempurnaan kebijakan,
ketentuan, sistem, maupun prosedur yang dimiliki bank oleh bank agar sesuai
dengan ketentuan bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
5. Melakukan
upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur
serta kegiatan usaha bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Melakukan
tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit
Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit risiko kepatuhan maka bank perlu menerapkan berbagai hal dalam
tiap aspek kebijakan, prosedur dan penetapan limit, sebagai berikut:
a.
Kebijakan dan Prosedur
Bank wajib memilki rencana kerja kepatuhan yang
memadai dan bank harus memastikan bahwa efektifitas penerapan manajemen risiko
kepatuhan, terutama dalam rangka penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai
dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain yang berkaitan dengan
b.
Ketepatan penetapan limit
Penerapan kebijakan pengecekan kepatuhan
melalui prosedur secara berkala serta ketepatan waktu mengkomunikasikan
kebijakan kepada seluruh pegawai pada setiap jenjang organisasi
Bank harus memiliki limit risiko yang sesuai
dengan tingkat risiko yang akan diambil, toleransi risiko, dan strategi bank
secara keseluruhan dengan memperhatikan kemampuan modal bank untuk dapat
menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, pengalaman kerugian dimasa
lalu, kemampuan sumber daya manusia dan kepatuhan terhadap ketentuan eksternal
yang berlaku.[4]
E.
Tahapan-tahapan
Resiko Kepatuhan Syariah
1.
Identifikasi Risiko Kepatuhan
Proses identifikasi risiko kepatuhan syariah pada bank islam dapat
dilakukan dengan cara:
a.
Me-review kesesuaian
aktivitas bisnis yang tercermin dalam akad /kontrak dengan tujuan syariah.
b. Mengidentifikasi
dengan adanya pelanggaran prinsip-prinsip syariah pada keseluruhan aktivitas
bisnis islam, terkait ada tidak tidaknya unsur riba, qharar, maysir , tadis.
c.
Pemeriksaan kelengkapan
pemenuhan rukun dan syarat pada setiap akad/kontrak yang dibuat oleh bank
islam.
2.
Pengukuran Risiko Kepatuhan
Dalam melaksanakan dan
mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat menggunakan indikator berupa jenis,
signifikasi, dan frekuensi pelanggaran., sebagaimana yang dapat dilihat melalui
tabel berikut:
Risiko Inheren |
Indikator |
Keterangan |
Jenis dan signifikansi pelanggaran
yang dilakukan |
·
Jumlah sanksi denda kewajiban
membayar yang dikenakan kepada bank dari otoritas ·
Jenis pelanggaran atau
ketidakpatuhan yang dilakukan Bank |
Jenis dan signifikansi pelanggaran
merupakan jenis dari ketentuan yang dilanggar oleh bank yakni apakah
ketentuan yang tergolong prudensial atau hanya merupakan pedoman. Pada
prinsipnya sanksi yang dikenakan juga berbeda terhadap bank atas pelanggaran
yang dilakukannya tersebut |
Frekuensi
pelanggaran yang dilakukan atau track record kepatuhan bank |
·
Jenis dan frekuensi pelanggaran
yang sama yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir ·
Signifikasi tindaklanjut bank atas temuan
tersebut |
Frekuensi lebih bersifat historical
dengan melihat trend kepatuhan bank selama 3 tahun terakhir periode penilaian
untuk mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan apakah berulang ataukah
memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikasi oleh
bank |
Pelanggaran terhadap ketentuan atas
transaksi keuangan tertentu |
·
frekuensi pelanggaran atas
ketentuan pada transaksi keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku (best practice) |
Dalam hal ini contohnya adalah
pelanggaran terhadap kode etik bisnis,
ataupun standar-standar lainnya yang umumnya digunakan di dunia keuangan. |
3.
Pemantauan Risiko Kepatuhan
Unit
kerja yang melaksanakan fungsi Manajemen Risiko
kepatuhan wajib untuk memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi
kepada direksi Bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan
maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat laporan hasil pemantauan risiko
kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada pimpinan unit kerja terkait dan
direktur kepatuhan untuk dapat ditindaklanjuti dengan baik.
4.
Pengendalian Risiko Kepatuhan
Mitigasi risiko
kepatuhan dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan komitmen seluruh
jajaran manajemen dan karyawan untuk menegakkan peraturan yang berlaku atas
setiap pelanggaran yang dilakukan baik oleh karyawan maupun pejabat eksekutif
melalui kegiatan sosialisasi peraturan eksternal dan internal serta peningkatan
kompetensi karyawan melalui kegiatan pelatihan-pelatihan.[5]
Kewajiban
dalam pengelolaan resiko atas fatwa MUI:
a.
Bank
syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen Risiko, prinsip mengenal nasabah, an
perlindungan nasabah (pasal 38)
b.
Bank
syariah dan UUS wajib menjelaskan ke nasabah mengenai timbulnya resiko kerugian
akan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank syariah dan UUS
c.
Nasabah
penerima fasilitas tidak memenuhi kewajiban nya, bank syariah dapat membeli
sebagian atau seluruh agunan. (pasal 40)
5.
Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan
sistem informasi manajemen risiko kepatuhan merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang harus dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan bank dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif.
Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko
bank digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko.
6. Sistem Pengendalian Internal
Dalam melakukan
penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, bank perlu memiliki sistem
pengendalian intern untuk risiko kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat
responsif bank terhadap penyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum,
ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan.
Secara teknis yang pertama kali dilakukan
adalah perlu memastikan bahwa kebijakan dan
standar operasional telah sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan analisa terhadap dampak
kebijakan eksternal atau peraturan yang berlaku terhadap seluruh aspek bank,
kemudian melakukan review terhadap kebijakan bank serta melakukan analisa
kepatuhan terhadap rancangan produk ataupun aktivitas baru. Bank juga perlu
melaksanakan review kepatuhan terhadap seluruh kegiatan operasional perbankan
dan kemudian bisa mendapatkan rekomendasi perbaikan kualitas sistem internal
control dan manajemen risiko.[6]
7.
Supervisi dan evaluasi
Setiap program manajemen resiko, harus
selalu ditinjau dan diperbarui sesuai dengan resiko yang ditimbulkan.[7]
F.
Proses
Audit Syariah Pada Bank Islam
Hal audit seharusnya dapat menggambarkan tigkat kepatuhan bank islam
terhadap prinsip syariah.
Sebelum melakukan audit, bank islam harus membuat proses prencanaan audit
yang mampu mengukur , mengevaluasi , dan menilai aktivitas dari sistem kontrol internal bank islam dalam
memnjalankan tata kelola kepatuhan syarah
karena oleh itu , prencanaan
audit harus mencakup:
1. Memberikan pemahaman yang cukup tentang
aktivitas operasional bank islam sehingga auditor memiliki bahan yang cukup dalam
pelaksanaan audit dilapangan dan
penentuan aktivitas audit yang relevan.
2. Menyiapkan rencana dan program audit yang
komprehensip, meliputi: tujuan, cakupan audit, penugasan audit, sampling,
pengawasan, dan penentuan waktu audit.
3. Agar dapat melakukan tugas audit
kepautuhan syariah dengan baik, auditor seharusnya memiliki referensi dari
sumber-sumber yang relevan, seperti keputusan DPS, fatwa DSN, hasil audit
kepatuhan syariah sebelumnya, dan checklist internal terkait dengan kepatuhan
syariah.
4. Melakukan audit kepatuhan syariah yang
kemudian mengomunikasikan temuan kepada DPS dan komite audit.
5. Memberikan rekomendasi an usulan
perbaikan terhadap temuan-temuan ketidak
patuhan syariah.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Resiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku. Adapun Tahapan-tahapan Resiko Kepatuhan diantaranya yaitu:
a. Identifikasi
Risiko Kepatuhan
b. Pengukuran Risiko Kepatuhan
c.
Pemantauan Risiko Kepatuhan
d. Pengendalian Risiko Kepatuhan
e. Sistem Informasi Manajemen
Risiko Kepatuhan
f.
Sistem Pengendalian Internal
[2] Ahmad
Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal.5
[3]file:///C:/Users/User/Documents/Risiko%20Kepatuhan%20%28Compliance%20Risk%29%20_%20Ini%20Lho%20Bank%20Syariah!.htm, diunduh pada
23 Oktober 2015
[4] http://bankernote.com/proses-manajemen-risiko-kepatuhan/, diunduh pada 24 Oktuber 2015
[5] https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/05/14/mengenal-8-jenis-risiko-perbankan-part-8-risiko-kepatuhan-dan-bagaimana-mengelolanya/#more-360, di unduh pasa 14 Okober 2015
[6] Ibid,
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2014/05/14/mengenal-8-jenis-risiko-perbankan-part-8-risiko-kepatuhan-dan-bagaimana-mengelolanya/#more-360
[8]Imam wahyudi miranti, managemen
resiko bank islam, (jakrata , salemba empat, 2013) hal 160
Tidak ada komentar:
Posting Komentar