Selasa, 04 Januari 2022

Makalah Risiko Kepatuhan

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Definisi Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)

       Resiko kepatuhan adalah  risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.[1] Pada praktiknya, risiko kepatuhan terkait pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan Kewajiban Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK), ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategic terkait dengan ketentuan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Bank. Menurut UU Ri no 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, disebutkan dalam bab II bahwa “ Perbnkan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehatihatian”.[2]

Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk sesuai dengan Prinsip Syariah (bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah), serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan otoritas pengawas lain yang berwenang.

 

B.       Fungsi Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan

       Dalam konteks perbankan nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa secara garis besar, fungsi kepatuhan bank meliputi beberapa tindakan, sebagai berikut:

1.      Mewujudkan terlaksananya Budaya Kepatuhan pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank.

2.      Mengelola risiko kepatuhan yang dihadapi oleh bank

3.      Memastikan agar kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah

4.      Memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.

 

C.      Penerapan Manajemen Resiko Kepatuhan Syariah

       Secara lebih rinci, penerapan manajemen risiko kepatuhan bagi bank secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling kurang mencakup, beberapa hal, sebagai berikut:

1.      Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

       Secara umum, pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, meliputi beberapa hal, sebagai berikut:

a.       Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa manajemen risiko kepatuhan dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen risiko lainnya yang dapat berdampak pada profil risiko kepatuhan bank.

b.      Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa setiap permasalahan kepatuhan yang timbul dapat diselesaikan secara efektif oleh satuan kerja terkait dan dilakukan monitoring atas tindakan perbaikan oleh satuan kerja kepatuhan.

c.       Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan memiliki peranan penting dalam manajemen risiko kepatuhan dengan tanggung jawab paling kurang, meliputi berbagai hal, sebagai berikut:

1.      Merumuskan strategi guna mendorong terciptanya budaya kepatuhan

2.      Mengusulkan kebijakan kepatuhan atau prinsip-prinsip kepatuhan yang akan ditetapkan oleh direksi

3.      Menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang akan digunakan untuk menyusun ketentuan dan pedoman internal bank

4.      Memastikan bahwa seluruh kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan bank telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

5.      Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan[3]

6.      Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan harus independen dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
Sumber Daya Manusia

7.      Pejabat dan Staff disatuan kerja kepatuhan dilarang ditempatkan posisi menghadapi konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab fungsi kepatuhan.

 

D.      Organisasi Manajemen Risiko Kepatuhan Syariah

       Bank harus memiliki fungsi manajemen risiko kepatuhan yang memadai dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing satuan/unit kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko kepatuhan. Selain itu, Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:

1.      Membuat langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank pada setiap jenjeng organisasi.

2.      Memiliki program kerja tertulis dan melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan pengendalian terkait dengan manajemen risiko kepatuhan

3.      Menilai dan mengevaluasi efektivitas, kecukupan, dan keseuaian kebijakan, sistem, dan prosedur yang dimiliki bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4.      Melakukan review dan/ atau merekomendasikan pengkinian dan penyempurnaan kebijakan, ketentuan, sistem, maupun prosedur yang dimiliki bank oleh bank agar sesuai dengan ketentuan bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

5.      Melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6.      Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit

Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko kepatuhan maka bank perlu menerapkan berbagai hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur dan penetapan limit, sebagai berikut:

a.         Kebijakan dan Prosedur

Bank wajib memilki rencana kerja kepatuhan yang memadai dan bank harus memastikan bahwa efektifitas penerapan manajemen risiko kepatuhan, terutama dalam rangka penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain yang berkaitan dengan

b.         Ketepatan  penetapan limit

Penerapan kebijakan pengecekan kepatuhan melalui prosedur secara berkala serta ketepatan waktu mengkomunikasikan kebijakan kepada seluruh pegawai pada setiap jenjang organisasi

Bank harus memiliki limit risiko yang sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil, toleransi risiko, dan strategi bank secara keseluruhan dengan memperhatikan kemampuan modal bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, pengalaman kerugian dimasa lalu, kemampuan sumber daya manusia dan kepatuhan terhadap ketentuan eksternal yang berlaku.[4]

 

E.       Tahapan-tahapan Resiko Kepatuhan Syariah

1.      Identifikasi Risiko Kepatuhan

Proses identifikasi risiko kepatuhan syariah pada bank islam dapat dilakukan dengan cara:

a.       Me-review kesesuaian aktivitas bisnis yang tercermin dalam akad /kontrak dengan tujuan syariah.

b.      Mengidentifikasi dengan adanya pelanggaran prinsip-prinsip syariah pada keseluruhan aktivitas bisnis islam, terkait ada tidak tidaknya unsur riba, qharar, maysir , tadis.

c.       Pemeriksaan kelengkapan pemenuhan rukun dan syarat pada setiap akad/kontrak yang dibuat oleh bank islam.

2.      Pengukuran Risiko Kepatuhan

Dalam melaksanakan dan mengukur risiko kepatuhan, suatu bank dapat menggunakan indikator berupa jenis, signifikasi, dan frekuensi pelanggaran., sebagaimana yang dapat dilihat melalui tabel berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Risiko Inheren

Indikator

Keterangan

Jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan

 

 

·      Jumlah sanksi denda kewajiban membayar yang dikenakan kepada bank dari otoritas

·      Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang dilakukan Bank

Jenis dan signifikansi pelanggaran merupakan jenis dari ketentuan yang dilanggar oleh bank yakni apakah ketentuan yang tergolong prudensial atau hanya merupakan pedoman. Pada prinsipnya sanksi yang dikenakan juga berbeda terhadap bank atas pelanggaran yang dilakukannya tersebut

 

Frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record kepatuhan bank

 

 

·      Jenis dan frekuensi pelanggaran yang sama yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir

·       Signifikasi tindaklanjut bank atas temuan tersebut

 

Frekuensi lebih bersifat historical dengan melihat trend kepatuhan bank selama 3 tahun terakhir periode penilaian untuk mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan apakah berulang ataukah memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan signifikasi oleh bank

 

Pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi keuangan tertentu

 

·      frekuensi pelanggaran atas ketentuan pada transaksi keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (best practice)

 

Dalam hal ini contohnya adalah pelanggaran terhadap  kode etik bisnis, ataupun standar-standar lainnya yang umumnya digunakan di dunia keuangan.

3.      Pemantauan Risiko Kepatuhan

Unit kerja yang melaksanakan fungsi Manajemen Risiko kepatuhan wajib untuk memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi kepada direksi Bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat laporan hasil pemantauan risiko kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada pimpinan unit kerja terkait dan direktur kepatuhan untuk dapat ditindaklanjuti dengan baik.

4.      Pengendalian Risiko Kepatuhan

       Mitigasi risiko kepatuhan dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan komitmen seluruh jajaran manajemen dan karyawan untuk menegakkan peraturan yang berlaku atas setiap pelanggaran yang dilakukan baik oleh karyawan maupun pejabat eksekutif melalui kegiatan sosialisasi peraturan eksternal dan internal serta peningkatan kompetensi karyawan melalui kegiatan pelatihan-pelatihan.[5]

Kewajiban dalam pengelolaan resiko atas fatwa MUI:

a.    Bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen Risiko, prinsip mengenal nasabah, an perlindungan nasabah (pasal 38)

b.    Bank syariah dan UUS wajib menjelaskan ke nasabah mengenai timbulnya resiko kerugian akan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank syariah dan UUS

c.    Nasabah penerima fasilitas tidak memenuhi kewajiban nya, bank syariah dapat membeli sebagian atau seluruh agunan. (pasal 40)

 

5.      Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan

       Pelaksanaan sistem informasi manajemen risiko kepatuhan merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bank dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko bank digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.

 

6.      Sistem Pengendalian Internal

       Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank terhadap penyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan.

Secara teknis yang pertama kali dilakukan adalah perlu memastikan bahwa kebijakan dan standar operasional telah sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan analisa terhadap dampak kebijakan eksternal atau peraturan yang berlaku terhadap seluruh aspek bank, kemudian melakukan review terhadap kebijakan bank serta melakukan analisa kepatuhan terhadap rancangan produk ataupun aktivitas baru. Bank juga perlu melaksanakan review kepatuhan terhadap seluruh kegiatan operasional perbankan dan kemudian bisa mendapatkan rekomendasi perbaikan kualitas sistem internal control dan manajemen risiko.[6]

 

7.      Supervisi dan evaluasi

       Setiap program manajemen resiko, harus selalu ditinjau dan diperbarui sesuai dengan resiko yang ditimbulkan.[7]

 

F.     Proses Audit Syariah Pada Bank Islam

Hal audit seharusnya dapat menggambarkan tigkat kepatuhan bank islam terhadap prinsip syariah.

Sebelum melakukan audit, bank islam harus membuat proses prencanaan audit yang mampu mengukur , mengevaluasi , dan menilai aktivitas dari  sistem kontrol internal bank islam dalam memnjalankan tata kelola kepatuhan syarah  karena  oleh itu , prencanaan audit harus mencakup:

1.      Memberikan pemahaman yang cukup tentang aktivitas operasional bank islam sehingga auditor memiliki bahan yang cukup dalam pelaksanaan  audit dilapangan dan penentuan aktivitas audit yang relevan.

2.      Menyiapkan rencana dan program audit yang komprehensip, meliputi: tujuan, cakupan audit, penugasan audit, sampling, pengawasan, dan penentuan waktu audit.

3.      Agar dapat melakukan tugas audit kepautuhan syariah dengan baik, auditor seharusnya memiliki referensi dari sumber-sumber yang relevan, seperti keputusan DPS, fatwa DSN, hasil audit kepatuhan syariah sebelumnya, dan checklist internal terkait dengan kepatuhan syariah.

4.      Melakukan audit kepatuhan syariah yang kemudian mengomunikasikan temuan kepada DPS dan komite audit.

5.      Memberikan rekomendasi an usulan perbaikan terhadap  temuan-temuan ketidak patuhan syariah.[8]

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

       Resiko kepatuhan adalah  risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Adapun Tahapan-tahapan Resiko Kepatuhan diantaranya yaitu:

a.       Identifikasi Risiko Kepatuhan

b.      Pengukuran Risiko Kepatuhan

c.       Pemantauan Risiko Kepatuhan

d.      Pengendalian  Risiko Kepatuhan

e.       Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan

f.       Sistem Pengendalian Internal



       [1]Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Tangerang: Azkiya Publisher, 2009), hal. 72

       [2] Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal.5

                 [7] Ibid, Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hal. 270

[8]Imam wahyudi miranti, managemen resiko bank islam, (jakrata , salemba empat, 2013) hal 160

Tidak ada komentar:

Posting Komentar