BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keberadaan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi perbankan syariah untuk
melakukan fungsi pengawasan merupakan hal yang sangat diperlukan bahkan
mutlak adanya bagi negara yang tidak menganut sistem ekonomi Islam.
Karena Dewan Pengawas Syariah (DPS) inilah yang secara langsung bisa diharapkan
melakukan kontrol agar perbankan syariah dalam melakukan operasionalnya tetap
berada dalam koridor atau prinsip ekonomi Islam, sehingga apa yang dilakukan
oleh perbankan syariah tetap sejalan dengan apa yang diinginkan oleh deposannya
yaitu transaksi yang bebas dari maysir, gharar, dan riba. Pesatnya
perkembangan bisnis syariah yang terjadi di sektor perbankan, asuransi, pasar
modal dan jasa keuangan syariah lainnya. Akan tetapi dalam mendukung kinerjanya
perlu peran Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah
(DPS) merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya
diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
fungsi dan Peran DPS dan DSN-MUI ?
2.
Bagaimana
hubungan antara DPS dan DSN –MUI ?
3.
Bagaimana
mekanisme fatwa DPS,DSN-MUI?
4.
Bagaimana
urgensi dps dan dsn dalam Perbankan syariah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui fungsi dan Peran DPS dan DSN-MUI
2.
Untuk
mengetahui hubungan antara DPS dan DSN –MUI
3.
Untuk
mengetahui mekanisme fatwa DPS,DSN-MUI
4.
Untuk
mengetahui urgensi dps dan dsn dalam Perbankan syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FUNGSI
DAN PERAN DPS & DSN MUI DALAM BANK SYARIAH
1.
DEWAN
PENGAWAS SYARIAH (
DPS )
Adanya Dewan
Pengawas Syari’ah (DPS) dalam setiap lembaga
keuangan syariah juga dapat dikatakan sebagai pembeda dengan lembaga
keuangan konvensional. Pada lembaga konvensional tidak menuntut adanya dewan
ini. Peran dan fungsi DPS dalam LKS sangat penting artinya.
The Accaunting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan DPS sebagai lembaga independen atau
juris khusus dalam fiqh muamalat. Namun DPS bisa juga beranggota di luar ahli
fiqh tetapi memiliki keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh
muamalat. DPS suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview, dan
mengawasi aktifitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi
aturan dan prinsip syariah Islam.[1]
Pengertian DPS menurut Keputusan Dewan
Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/I/III/2001 adalah
badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan
syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan melalui
RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
Dalam Ketentuan Umum Kepmenkop dan UKM no
91 tahun 2004 tentang KJKS, disebutkan pengertian Dewan Pengawas Syariah adalah
dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat
anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan
fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan
berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan
Dewan Syariah Nasional.[2]
Dewan Pengawas Syariah
adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah
Nasional dan ditempatkan pada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, dengan tugas yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional.[3]
Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah
mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agas senantiasa sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bank syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang
berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan dengan Bank
Konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan ( guidlines ) yang fungsinya
untuk mengatur. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah
Nasional.
Dewan Pengawas Syariah harus membuat
pernyataan secara berkala ( biasanya tiap tahun ) bahwa bank yang diawasinya
telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam
laporan tahunan bank yang bersangkutan.
2.
TUGAS,
FUNGSI DAN WEWENANG DPS
Menurut Adnan, DPS
mempunyai tugas yang unik, berat, dan sangat strategis. Keunikan tugas ini
dilihat dari kondisi bahwa anggota DPS ini harus mampu mengawasi dan tentunya
menjamin bahwa lembaga keuangan syari’ah sungguh-sungguh dapat berjalan diatas
rel syari’ah, dan tidak menyimpang sedikitpun. Keunikan ini makin terlihat jika
kita membandingkan pada institusi keuangan konvensional dimana tidak terdapat
adanya Dewan Pengawas Syari’ah.
Tugas DPS Pasti
sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi
dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam konteks yang amat
luas dan kompleks yang secara umum
memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah di
mana ruang interpretasinya sangatlah luas.[4]
Kesyari’ahan
sebuah lembaga keuangan syari’ah, dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan
terletak diatas pundak mereka. Begitu DPS menyatakan lembaga yang diawasinya
sudah berjalan berdasarkan syari’ah, maka setiap penyimpangan yang terjadi
terhadap kepatuhan syari’ah menjadi tanggung jawab mereka, tidak saja di dunia
namun juga di akhirat kelak. Begitu pula sebaliknya, manakala DPS menyatakan
bahwa terdapat penyimpangan terhadap ke patuhan syari’ah lembaga yang mereka
awasi, padahal tidak, maka tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan
syari’ah tersebut dapatlah hancur.[5]
Menurut
Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor
kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain
itu, DPS juga bertugas untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang
dilakukan oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam.[6]
a)
Tugas
utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai
dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
b)
Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai
dengan ketentuan syariah
c)
Fungsi
utama DPS adalah:
·
Sebagai
penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek
syariah.
·
Sebagai
mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan
usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
·
Fungsi
Dewan Pengawas Syariah ini meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari
bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai
penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan di fatwakan oleh
Dewan Syariah Nasional. [7]
d)
Wewenang
Dewan Pengawas Syariah Adalah:
·
Memberikan
pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional bank Islam,
baik pengarahan dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainya.
·
Mengadakan
perbaikan terhadap suatu produk bank Islam yang telah atau sedang berjalan
namun dinilai pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah.[8]
Untuk melakukan
pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral,
yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan
besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma dan
kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena..
keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.
3.
DEWAN
SYARIAH NASIONAL
Sejalan dengan
berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah
Dewan Pengawas Syariah yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut.
Banyak dan beragamnya Dewan Pengawas Syariah di masing-masing
lembaga syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai.
Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang
berbeda dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah dan hal itu tidak mustahil
akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu MUI sebagai payung dari
lembaga dan organisasi keislaman di tanah air, menganggap perlu dibentuknya
satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga
keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kemudian dikenal
dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.[9]
DSN merupakan bagian dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai
syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada
khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri
atas para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan
perekonomian dan syariah muamalah.
Dewan syariah nasional dibentuk pada
tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya reksadana syariah pada
bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah
Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) dipimpin oleh ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Sekretaris.
Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh badan pelaksana
harian dengan seorang ketua dan seretaris beberapa anggota.
Menurut pasal 1 angka 9 PBI No. 6/
24/ PBI/ 2004, disebutkan bahwa “DSN adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis
Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan
kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan Prinsip
Syariah”.[10]
Fungsi utama Dewan
Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah supaya
sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya saja mengawasi bank syariah,
tetapi juga lembaga - lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal
ventura,dan sebagainya. Untuk keperluan
pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk
syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi
panduan dasar pengawasab bagi dewan pengawas syariah pada lembaga – lembaga
keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.
Peran Dewan
Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang
dkembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus
diajukan oleh manajemen setelah direkomendasiksn oleh Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga yang bersangkutan.
Peran Dewan
Syariah Nasional juga adalah memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan
Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah
Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga
yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini
dilakukan jika dewan syariah nasioanal telah menerima laporan dari dewan
pengwas syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga
keuangan tersebut tidak mengindahakan teguran yang diberikan, dewan syariah
nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank
Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan
tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai
dengan syariah.
·
Tugas DSN
1.
Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
2.
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis
kegiatan keuangan
3.
Mengeluarkan fatwa atas produk dan
jasa keuangan syariah
·
Wewenang
1. Mengeluarkan
fatwa yang mengikut DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi
dasar tindakan hukum pihak terkait
2. Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti depkeu dan BI
3. Memberikan
rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi naa-nama yang akan duduk sebagai DPS
pada suatu lembaga keuangan syariah
4. Mengundang
para ahli menjelaskan sautu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi
syariah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
5. Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
6. Mengusulkan
kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan
tidak diindahkan.[11]
STRUKTUR
PERBANKAN SYARIAH[12]
B. MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DPS, DSN-MUI
MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DSN dan DPS
Sejarah Berdirinya
Ö
Lokakarya Ulama tentang Reksadana
Syari’ah yang diselenggarakan MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta
merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS). Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN)
pada tanggal 14 Oktober 1997.
Ö
Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK
No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan
Syari’ah Nasional MUI.
Ö
Dewan Pimpinan MUI mengadakan acara
ta’aruf dengan Pengurus DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di Hotel Indonesia,
Jakarta.
Ö
Pengurus DSN-MUI untuk pertama
kalinya mengadakan Rapat Pleno I DSN-MUI tanggal 1 April 2000 di Jakarta dengan
mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI.
Ö
Susunan Pengurus DSN-MUI saat ini
berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No : Kep-487./MUI/IX/2010
tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN –
MUI), Periode 2010 – 2015. Adapun pimpinan DSN-MUI secara ex-officio
dijabat oleh Ketua Umum MUI, Dr. K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (semoga
Allah mengasihinya) selaku ketua dan Sekretaris Jenderal MUI, Drs.H.M.
Ichwan Sam selaku sekretaris, serta DR. K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua
pelaksana.
Latar
Belakang
- Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka
mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong
penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam
- Pembentukan
DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam
menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas
bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh
masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan
syariah
- Untuk
mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan,
DSN-MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi
perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan
keuangan
Mekanisme penyerapan fatwa DSN
sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21
Tahun 2008[13]:
1.
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib
tunduk pada Prinsip Syariah.
2.
Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3.
Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2)
dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
4.
Dalam rangka penyusunan Peraturan
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite
perbankan syariah.
5.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Perbedaan yang mendasar
antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur
organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar
selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat
memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut
telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu
dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan
syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran
yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai
kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan
Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut
tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Struktur
DPS
1.
DPS
dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai
pengawas Direksi.
2.
Jika
fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka
DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi
sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
3.
Bertanggung
jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan
keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4.
Ikut
mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
5.
Bertanggung
jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.[14]
MEKANISME KERJA DEWAN PENGAWAS
SYARIAH
Keterangan
Mekanisme Kerja DPS
Berdasarkan
ilustrasi kerja antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Pengawas Syariah
di atas terdapat mekanisme rapat dalam menentukan sebuah produk atau jasa
sebagai sebuah fasilitas bagi nasabah dalam melakukan transaksi pada lembaga
keuangan Syariah yang kemudian Dewan Pengawas Syariah menerima usulan lembaga
untuk didiskusikan terlebih dahulu, karena peran dewan pengawas syariah di sini
mengawasi apakah mekanisme yang dijalankan lembaga keuangan sesuai dengan
prinsip syariah dan produk yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
The Accaunting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI)
(Harahap, 2002: 219-221) telah merumuskan tahapan pelaksanaan terhadap
pengawasan syari’ah di lembaga keuangan syari’ah. Pemeriksaan syaria’ah
dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan ideal tertentu. Tahapan-tahapan
tersebut disusun oleh AAOIFI yang diharapkan dapat dijadikan standar
pelaksanaan pengawasan syari’ah oleh DPS dilapangan. Tahap-tahap pengawasan nya
sebagai berikut:
·
Prosedur/tahapan
perencanaan pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan syari’ah harus terlebih dahulu direncanakan
sehingga dapat dilaksanakan dalam waktu yang efektif dan efisien. Rencana
disusun sedemikian rupa sehingga termasuk di dalamnya tahap memahami secara
menyeluruh tentng kegiatan lembaga keuangan tersebut dari aspek produk, size,
kegiatan lokasi, cabang, anak perusahaan, dan devisi. Perencanaan dan
pemeriksaan harus termasuk mendapatkan daftar semua fatwa, peraturan, dan
pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syari’ah.
·
Melaksanakan
prosedur, menyiapkan, dan mereview kertas kerja pemeriksaan
Tahap ini biasanya meliputi:
a.
Mendaapatkan
pemahaman terhadap sikap kehati-hatian, komitmen, dan kesesuian
fungsipengawasan yang di terapkan dalam menjaga agar semua kegiatan memenuhi
dan mematuhi ketentuan syari’ah.
b.
Melakukan
review terhadap kontrak, persetujuan dan sebagainya.
c.
Memastikan
apakah transaksi yang dilakukan selama tahun itu khususnya mengenai produk yang
sudah di sahkan oleh DPS.
d.
Memeriksa
informasi dan laporan lain sepertimemo
internal, kesimpulan rapat, laporan kegiatan dan laporan keuangan,
kebijakan dan prosedur.
e.
Melakukan
konsultasi, koordinasi dengan penasihat seperti auditor ekstern.
f.
Melakukan
diskusi dengan manajemen perusahaan tentang temuan-temuan audit.
·
Pendokumentasian
kesimpulan dan laporan
DPS harus mendokumentasikan kesimpulan dari hasil pemeriksaan serta
laporan mereka terhadap pemegang saham berdasarkan hasil audit dan diskusi yang
dilakukan bersama manajemen.
Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah di susun
sebagai berikut:
a.
DPS
dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai
pengawas Direksi.
b.
Jika
fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka
DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi
sistem produk-produk agar tetap sesuai dengan syari’ah Islam.
c.
Bertanggung
jawab atas pembinaan akhlak seluruh kariyawan berdasarkan sistem pembinaan
keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
d.
Ikut
mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam dilingkungan perusahaan tersebut.
e.
Bertanggung
jawab atas seleksi syari’ah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syari’ah.
[15]
Mekanisme Kerja dan Penyerapan Fatwa
Dewan Syariah Nasional
Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah
sebagai berikut:
1.
DSN mengesahkan rancangan fatwa yang
diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN
2.
DSN melakukan rapat pleno paling
tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
3.
Setiap tahunnya membuat suatu
pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga
keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan
syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
MEKANISME KERJA
DEWAN SYARIAH NASIONAL[16]
KEDUDUKAN, STATUS & ANGGOTA
Dewan Syariah Nasional
adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.
1.
DSN merupakan bagian dari MUI
2.
DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam
menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
3.
Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam
bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
Anggota DSN
ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti
pengurus MUI Pusat, (5 tahun).
C. HUBUNGAN
DPS, DSN-MUI dan BI
Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan
DPS
1. Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS
yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.
2. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang
lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.
3. Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang
bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.
Lembaga ini kemudian
dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).
HUBUNGAN
ANTARA DPS, DSN MUI DAN BI
|
Dari gambar diatas jelas bahwa dewan
syariah nasional dalam lingkupan MUI. DSN
merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh
kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai
syariah. DPS mengawasi
kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan
prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
Bagan hubungan Antara BI,MUI,DSN,DPS dan Bank Syariah[17]
Dewan gurbenur BI
melakukan pengawasan berkaitan administrasi dan keuangan pada biro perbankan.
Biro perbankan syariah ini di bawahi oleh Dewan Syariah Nasional yang telah di
back up dengan majelis ulama indonesia.
fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen,
maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan
implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
D. URGENSI DSN-MUI DAN KEBERADAAN DPS DI BANK ISLAM
DPS
dan interaksi dengan DSN-MUI
Bank islam harus menjadikan syariat
Islam sebagai landasan kegiatan operasional perbankan islam. Bank islam wajib
untuk tunduk atau patuh terhadap semua ketentuan syariat islam yang terkait muamalah.
Oleh karena itu, diperlukan adanya satu komponen tambahan dalam tata kelola
bank yang berfungsi memastikan bahwaa setiap aktifitas bank islam, terutama
aktivitas keuangan, telah menjalankan syariat secara keseluruhan dan konsisten.
Menurut UU No.21 2008 tentang
Perbankan Syariah, setiap bank islam di indonesia, bank umum syariah maupun
unit usaha syariah, wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara
umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Dan ini lah
salah satu pembeda antara Bank Islam dengan Bank Konvensional.
Tugas dan tanggung jawab DPS yang
telah diatur dalam PBI No.11/33/PBI/2009 yaitu
·
Menilai
dan memastkan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dn produk yang
dikeluarkan oleh bank islam
·
Mengawasi
proses pengembangan produk baru agar sesuai dengan fatwa dewan syariah
nasional-majelis ulama indonesia
·
Meminta
fatwa dsn-mui untuk produk baru bank yang belum ada fatwa nya
·
Melakukan
review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme
penghimpunan dana dan penyalluran serta pelayanan jasa bank
·
Meminta
dana dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam
rangka pelaksanaan tugasnya.[18]
DPS dalam bank
Islam ada untuk memastikan dan mengawasi bank islam agar tetap berada pada
peraturan yag telah ditentukan di bank dengan prinsip syariah. Karena terlibat
aktif dalam proses bisnis bank, untuk menghindari adanya bias,seharusnya dps
tidak mengeluarkab fatwa.
Lalu yang
seharusnya mengeluarkan fatwa adalah DSN-MUI, yang terdiri atas para ulama
dan cendikiawan muslim yang terpercaya
dan berkompeten keilmuannya dibidang syariah, fikih, keuangan dan perbangkan.
Para ulma inilah yang menjadi referensi utama dalam seluruh bank Islam di
Indonesia untuk memutuskan halal-haram produk bank islam yang akan ditawarkan.
Supaya pengawasan penerapan prinsip syariah di bank islam berjalan secara
optimal, maka DSN-MUI memberikan suatu rekomendasi pengangkatan DPS di bank
islam. Dengan demikian DPS seakan-akan seperti kepanjangan tangan dari DSN-MUI
dalam melakukan pengawasan penerapan prinsip-prinsip syariah di Bank Islam.
DSN-MUI Pada Sistem Perbankan Islam Di Indonesia
Dalam perbankan,
meskipun sebagai pihak yang berwenang dalam mengeluarkan fatwa atas berbagai
perkara terkait perbankan Islam, DSN-MUI tidak mempunyai wewenang dalam
menetapkan aturan atau hukun positif terkait perkara tersebut. Wewenang ini
hanya dimiliki oleh bank indonesia sebagai regulator industri perbankan di
Indonesia. Mekanisme interaksi antara DSN-MUI, Bank Indonesia, DPS dalam
memastikan bahwa perbankan Islam tetap berada pada koridor yang diharapkan.[19]
Di dalam Perbankan Syariah memiliki
dua dasar hukum yang jelas, yaitu Fatwa DSN-MUI
dan regulasi dari BI, seperti peraturan Bank Indonesia (PBI) atau surat Edaran
Bank Indonesia (SE-BI). Jika salah satu tidak ada , dapat membuka celag bagi
bank islam untuk tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan dalam fatwa atau
regulasi tersebut. Oleh karena itu, dalam menetapkan regulasi terkait dengan
produk-produk perbankan syariah , Bank Indonesia dan DSN MUI selalu melakukan
koordinasi rutin, supaya penetapan fatwa dan regulasi dapat berjalan secara
bersamaan.
Salah satu celah yang menjadi sumber
pelanggaran prinsip syariah dalam praktik perbankan syariah : fatwa yang
diterbitkan oleh DSN-MUI terkait berbagai perkara perbankan Islam masih
bersifat terlalu umum. Padahal produk-produk perbankan Islam yang ditawarkan
kepada masyarakat biasanya sangat spesifik yang dilengkapi dengan skema-skema
yang telah megalami banyak modifikasi dari akad dasarnya. Sebagai contoh:
DSN-MUI hanya menetapkan fatwa mengenai hukum rahn ( gadai) emas, namun tidak
menetapkan fatwa spesifik terkait produk gadai emas yang marak ditawarkan oleh
berbagai Bank Islam Di Indonesia. Dalam penerapan dilapangan, praktik gadai
emas biasnya dimodifikasi oleh bank islam menjadi kebun emas dimana akad gadai
emas digabungkan dengan akad jual beli emas secara tangguh/kredit. Transaksi
tersebut berpotensi melanggar ketentuan bank syariah terkait dengan hukum jual
beli emas. Namun, Bank Islam tetap meneruskan produk tersebut karena menganggap
produk gadai emas yang di-bundling dengan jual beli emas di perbolehkan oleh
DSN-MUI.
Dalam kasus lainnya , sering kali
terjadi perbedaan pendapat antara DSN-MUI, sebagai otoritas fatwa, dengan BI,
sebagai otoritas regulator, dalam memandang suatu perkara. Dalam kasus gadai
emas yang telah dibahas diatas , jika dilihat dari Bank Indonesia bahwa praktik
gadai emas yang dilakukan di Bank Islam sangat berpotensi menimbulkan ekspour
resiko yang cukup tinggi dan dianggap mengeluarkan fatwa yang spesifik terkait
produk tersebut, ruang gerak BI untuk membuat peraturan menjadi terbatas. Oleh
karena itu, mekanisme koordinasi antara DSN-MUI dan BI dalam menetapkan suatu
kebijakan ( fatwa dan regulasi ) perbankan syariah mutlak harus disempurnakan.
Urgensi DPS
Sebagai Jembatan Regulasi Dan Fatwa
Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan diatas adalah dengan mengoptimalkan peran DPS
sebagai pihak yang langsung bersentuhkan dengan aktifitas bank Islam yang
menjadi tanggung jawabnya. Peran DPS ditataran teknis operasional perbankan
menjadi sangat penting. Dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang
dimilikinya, DPS memiliki akses langsung terhadap berbagai kebijakan
operasional yang ada di Bank Islam. DPS lah yang disini mempunyai perasb dalam
melakukan screening awal terkait dengan kelayakan suatu produk perbankan
syariah. Fatwa yang ditetapkan oleh DSN-MUI masih bersifat umum, DPS dapat
menggunakan pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya untuk menilai kelayakan
produk perbankan Islam dengan skema akad yang rumit.[20]
DPS dan Audit
Kepatuhan Syariah Sebagai Sebuah Kerangka Kerja
Dalam menjalankan tugasnya, DPS
dapat bersifat aktif atau responsif. DPS seharusnya secara aktif melakukan
supervisi, mengumpulkan data, menganalisis dan melakukan koreksi terhadap
berbagai temuan ketidakpatuhan syariah pada sebuah Bank Islam. Memastikan bahwa
pedoman operasional dan setiap as[ek operasi bisnis bank telah sesuai dengan
prinsip syariat islam. DPS bersifat responsif dan berkontribusi aktif ketika
bank islam, dimana dia berada, hendak mengekurakan produk baru atau masuk ke
lini bisnis baru sehingga membutuhkan pedoman operasional yang baru. Meskipun
bukan pihak yang membuat,elama proses pengembangan produk baru dari pembuatan
pedoman operasional agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI, mau tidak mau DPS akan
berkontribusi aktif dalam aktivitas riset yang mendalam.
Dalam PBI No.11/33/PBI/2009 ada satu
fungsiyang tidak tercakup, yaitu fungsi audit kepatuhan syariah. DPS hanya
bertugas dan bertanggung jawab dalam menilai dan memastikan pemenuhan prinsip
syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluatkan oleh bank Islam.
Mereka tidak bertanggung jawab atas kepatuhan syariah bank Islam dalam
keseharian operasional bisnis bank. Maka dari itu mutlak bahwa fungsi audit
kepatuhan syariah tetap menjadi wewenang auditor. DPS dalam pelaksanaan audit
kepatuhan syariah, umumnya meliputi :
·
Memberikan
arahan umum terkait strategi dan perencanaan audit.
·
Memberikan
dukungan dalam proses pelaksanaan audit dilapangan
·
Membantu
pembuatan laporan audit dan sekaligus menolong dalam memberikan rekomendasi
atas temuan audit.
·
Melakukan
review terhadap laporan audit dan menindak lanjuti temuan dengan manajemen.[21]
Kegiatan DPS dalam Pengawasan Internal Syariah
Aktivitas dewan
pengawas syariah dalam melaksanakan pengawasan syariah, ada tiga yaitu : ex
ante auditing, ex post auditing, dan perhitungan dan pembayaran zakat. Pertama,
Ex ante auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan
pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan yang diambil dengan cara melakukan
review terhadap keputusan-keputusan manajemen, dan melakukan review terhadap
seluruh jenis kontrak yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua
pihak.
Tujuan pemeriksaan
tersebut untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar
prinsip-prinsip syariah. Kedua, Ex post auditing merupakan aktivitas pengawasan
syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan
laporan keuangan bank syariah. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menelusuri
kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Ketiga, Perhitungan dan pembayaran zakat merupakan aktivitas
pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung
zakat yang harus dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat
sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk
memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank
syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah.
Shari'a review
merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah.
Tujuan utama shari'a review adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh
operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yaitu dengan mengeluarkan
fatwa - fatwa, aturan - aturan, dan arahan - arahan dalam masalah fiqih yang
digunakan pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2
paragraf 1).[22]
Tanggung jawab
dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini
atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan
pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada
manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan
syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan
tanggung jawab manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari
kewajiban untuk melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah.
Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan
internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing. Untuk aktivitas shari'a review ex ante auditing antara lain :
1.
Menetapkan standar kepatuhan
syariah;
2.
Menetapkan sistem dan prosedur
operasional;
3.
Mereview kebijakan dan keputusan
manajemen;
4.
Menetapkan produk bank.
Sedangkan aktivitas shari'a review ex
post auditing yang dilaksanakn DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan
syariah antara lain
1.
Menentukan indikator kepatuhan syariah;
2.
Menentukan lingkup pengawasan
syariah;
3.
Merencanakan mekanisme penilaian
kepatuhan syariah;
4.
Menilai kepatuhan syariah atas
kinerja manajemen;
5.
Tindak lanjut atas temuan syariah;
6.
Melaporkan hasil penilaian kepatuhan
syariah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam
menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini
dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). DPS adalah
badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan
keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Tugas DSN Mengeluarkan
fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. Tugas DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah
agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh
DSN. DPS dalam bank Islam ada untuk memastikan dan mengawasi bank islam agar
tetap berada pada peraturan yag telah ditentukan di bank dengan prinsip
syariah.
LAMPIRAN
FATWA-FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
NO FATWA |
TENTANG |
01/DSN-MUI/IV/2000 |
Giro |
02/DSN-MUI/IV/2000 |
Tabungan |
03/DSN-MUI/IV/2000 |
Deposito |
04/DSN-MUI/IV/2000 |
Murabahah |
05/DSN-MUI/IV/2000 |
Jual Beli Saham |
06/DSN-MUI/IV/2000 |
Istishna’ |
07/DSN-MUI/IV/2000 |
Pembiayaan Mudharabah |
08/DSN-MUI/IV/2000 |
Musyarakah |
09/DSN-MUI/IV/2000 |
Ijarah |
10/DSN-MUI/IV/2000 |
Wakalah |
11/DSN-MUI/IV/2000 |
Kafalah |
12/DSN-MUI/IV/2000 |
Hawalah |
13/DSN-MUI/IX/2000 |
Uang Muka Dalam Mudharabah |
14/DSN-MUI/IX/2000 |
Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam LKS |
15/DSN-MUI/IX/2000 |
Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam LKS |
16/DSN-MUI/IX/2000 |
Diskon Dalam Murabahah |
17/DSN-MUI/IX/2000 |
Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran |
18/DSN-MUI/IX/2000 |
Pencadangan Penghapusan Aktifa Produktif Dalam LKS |
19/DSN-MUI/IV/2001 |
Al-Qardh |
20/DSN-MUI/IV/2001 |
Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah |
21/DSN-MUI/X/2001 |
Pedoman Umum Asuransi Syariah |
22/DSN-MUI/III/2002 |
Jual Beli Istishna Paralel |
23/DSN-MUI/III/2002 |
Potongan Pelunasan Dalam Murabahah |
24/DSN-MUI/III/2002 |
Safe Deposit Box |
25/DSN-MUI/III/2002 |
Rahn ( Umum) |
26/DSN-MUI/III/2002 |
Rahn (Emas) |
27/DSN-MUI/III/2002 |
Al- Ijarah Al Mutahiyah Bi Tamlik |
28/DSN-MUI/III/2002 |
Jual Beli Mata Uang ( Al-Sharf) |
29/DSN-MUI/III/2002 |
Pembiayaan Pengurusan Haji Lks |
30/DSN-MUI/VI/2002 |
Pembiayaan Rekening Koran Syariah |
31/DSN-MUI/VI/2002 |
Pengalihan Hutang |
32/DSN-MUI/IX/2002 |
Obligasi Syariah |
33/DSN-MUI/IX/2002 |
Obilgasi Syariah Mudharabah |
34/DSN-MUI/IX/2002 |
Latter Of Credit (L/C) Impor Syariah |
35/DSN-MUI/IX/2002 |
Letter Of Credit ( L/C0 Ekspor Syariah |
36/DSN-MUI/X/2002 |
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia |
37/DSN-MUI/X/2002 |
Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah |
38/DSN-MUI/X/2002 |
Sertifiksdi Investasi Mudharabah Antar Bank |
39/DSN-MUI/X/2002 |
Asuransi Haji |
40/DSN-MUI/X/2002 |
Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syriah Di Bidang
Pasar Modal |
41/DSN-MUI/III/2004 |
Obligasi Syariah Ijarah |
42/DSN-MUI/V/2004 |
Syariah Change Card |
43/DSN-MUI/VIII/2004 |
Ganti Rugi ( Ta;Widh) |
44/DSN-MUI/VIII/2004 |
Pembiayaan Mutijasa |
45/DSN-MUI/II/2005 |
Line Facility ( At-Tashilat ) |
46/DSN-MUI/II/2005 |
Potonga Tagian Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Bayar |
47/DSN-MUI/II/2005 |
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu bayar |
48/DSN-MUI/II/2005 |
Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah |
49/DSN-MUI/II/2005 |
Konfersi Akad Murabahah |
50/DSN-MUI/III/2006 |
Akad Mudharabah Musytarakah |
51/DSN-MUI/III/2006 |
Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah |
52/DSN-MUI/III/2006 |
Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Dan Reasuransi Syariah |
53/DSN-MUI/III/2006 |
Akad Tabbaru Pada Asuransi Dan Reasuransi Syariah |
54/DSN-MUI/X/2006 |
Syariah Card |
55/DSN-MUI/V/2007 |
Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musytarakah |
56/DSN-MUI/V/2007 |
Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syariah |
57/DSN-MUI/V/2007 |
Letter Of Credit Dengan Akad Kafalah Bil Ujrah |
58/DSN-MUI/V/2007 |
Hawalah Bil Ujrah |
59/DSN-MUI/V/2007 |
Obligasi Syariah Mudharabah Konversi |
60/DSN-MUI/V/2007 |
Penyelesaian Piutang Dalam Ekspor |
61/DSN-MUI/V/2007 |
Penyelesaian Utang Dalam Impor |
Sumber : Dewan Syariah Nasional, MUI, 2008[23]
DAFTAR
PUSTAKA
Adrian Sutedi, Pasar Modal
Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah.
Bank Indonesia. 1999.Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank
Syariah, Jakarta : Bank Indonesia.
Gemala Dewi, 2004. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Syariah Di
Indonesia, Jakarta : Kencana.
Heri Sudarsono. 2003.Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah,Yogyakarta
: Ekonisia .
Imam Wahyudi, dkk .2003. Manajemen Resiko Bank IslamJakarta
Selatan : Salemba Empat.
Kuat Ismanto. 2009. Manajemen Syari’ah, Implementasi TQM Dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah,Yogyakarta:Pustaka Belajar.
Muhammad Syafi’i Antonio .2001. Bank Syariah : dari Teori ke
Praktik, Jakarta : Gema Insani.
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution. 2009. Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Prenada Media Group.
Sula Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah(life
and general) konsep dan system operasional,Jakarta: Gema Asuransi.
Wirdyaningsih. 2005.Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media.
http://www.google.com/search?q=strukturperbankansyariah.html
[1] Kuat Ismanto. Manajemen Syari’ah, Implementasi TQM Dalam Lembaga
Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009).hal. 114
[2] Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT
(Bagian 3) tanggal 6 Oktober 2011, http://www.indonesiaoptimis.com/2011/10/optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt_06.html,
di akses pada 25 Oktober 2015
[3] Sigit dkk, Bank dan Lembaga…, hal. 158
[4] Sula Muhammad Syakir, dkk, Asuransi Syariah(life and general) konsep
dan system operasional,(Jakarta: Gema Asuraansi, 2004) hlm. 542
[5] Kuat Ismanto. Manajemen Syari’ah, Implementasi TQM Dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2009).hal. 114-115
[6] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,( Jakarta: Prenada Media Group,
2009), hal.209
[7] Muhammad Syafi’i Antonio ,Bank Syariah : dari Teori ke Praktik,(
Jakarta : Gema Insani , 2001 ) hal.234
[8] Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 116
[9] Bank Indonesia, Petunjuk
Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, ( Jakarta : Bank Indonesia,1999)
hal.22
[10] Wirdyaningsih,
Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media, 2005),
hal.100-101
[11] Ibid,.Sula Muhammad Syakir, dkk,hal
543
[12]https://www.google.com/search?q=struktur+perbankan+syariah&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwin6N_32svJAhXRCo4KHYSOADkQ_AUIBygB&biw=1280&bih=831#imgrc=byuoZzyce_KBIM%3A
[13]Meningkatkan
Kualitas dan Kompetensi Dewan Pengawas Syariah http://www.agustiantocentre.com/?p=830 , diakses tanggal 20
Oktober 2015
[14] Sula Muhammad Syakir, dkk, Asuransi Syariah(life and general) konsep dan system
operasional,(Jakarta: Gema Asuraansi, 2004) hlm. 542
[15] Kuat Ismanto. Manajemen Syari’ah, Implementasi TQM Dalam Lembaga
Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009).hal.117-118
[16] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah,( Yogyakarta
: Ekonisia , 2003) cet.1 hal.49
[17] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Syariah Di Indonesia,
( Jakarta : Kencana, 2004) hal.106
[18] Imam Wahyudi, dkk ,Manajemen Resiko Bank
Islam,( Jakarta Selatan : Salemba Empat , 2013) hal.156
[19] Ibid., 157
[20] Ibid., hal 159
[21] Ibid,. Hal.160
[22] Adrian Sutedi, Pasar Modal
Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah,h. 248-252
[23] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah,( Yogyakarta
: Ekonisia , 2003) cet.1 hal.60-61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar