BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manajemen resiko merupakan unsur
penting yang penerapannya sangat perlu
diperhatikan, khususnya pada Bank sebagai salah
satu lembaga
keuangan (financialinstitution). Dan resiko
pembiayaan juga merupakan resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank
seperti pembiayaan (penyediaan dana) treasury dan
investasi, dan dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book
maupun trading book. Secara umum, resiko yang dihadapi perbankan syariah
merupakan resiko yang relatif sama-sama dengan yang dihadapi bank konvesional. Namun selain itu, bank syariah juga menghadapi resiko yang memiliki keunikan tersendiri, karena harus
mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Risiko pembiayaan muncul jika bank
tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau
investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya resiko pembiayaan
adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi
karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga
penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko
usaha yang dibiayainya. Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian
mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada
menurunnya omset penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami
kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya.
Demikian pula
jika terjadi kenaikan tingkat bunga. Kerugian bagi bank semakin bertambah
apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit tidaklah memadai atau mengcover
pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan yang berat jika ia
terbelit dengan masalah kredit macet yang sangat besar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Resiko Pembiayaan Bank Islam ?
2.
Apa Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Dana ?
3.
Apa Bentuk-Bentuk
Manajemen Resiko
?
4.
Bagaimana Pengendalian Resiko Pembiayaan ?
5.
Apa Bentuk- Bentuk
Pembiayaan Bank Syariah
?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Memahami
Pengertian Resiko Pembiayaan Bank Islam
2.
Untuk Mengetahui
Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Dana
3.
Untuk
Mengetahui Bentuk-Bentuk Manajemen Resiko
4.
Untuk Mengetahui Bagaimana Pengendalian Resiko Pembiayaan
5.
Untuk
Mengetahui Bentuk Pembiayaan Bank Islam ( syariah )
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Manajemen Resiko Pembiayaan
Resiko pembiayaan merupakan resiko yang
terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank
seperti pembiayaan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun
trading book. Dimana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban
mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain pengembalian modal, risiko
ini juga mencakup ketidak mampuan debitur menyerahkan porsi keuntungan yang
seharusnya diperoleh oleh bank yang telah disepakati diawal. Konsekuensii penggunaan
definisi ini adalah risiko pembiayaan hanya berlaku untuk akad berbasis utang,
seperti qardhul hasan, jual beli muajjal dan jual beli salam. Debitur melakukan
pembiayaan menggunakan skema akad-akad,
diwajibkan
untuk membayar kembali kepada bank
sesuai termin yang telah disepakati. Kegagalan debitur melunasi kewajibannya
dianggap sebagai kondisi gagal bayar, yaitu gagal dalam membayar cicilan pokok
maupun porsi keuntungan.[1]
Sedangkan akad berbasis syirkah, yakni
mudharabah dan musyarakah, tidak dapat dimasukkan kedalam risiko ini. Debitur
dalam dua akad tersebut, tidak diwajibkan untuk mengembalikan modal yang
diberikan oleh bank. Apalagi keharusan menyetorkan porsi keuntungan dari hasil
usaha berdasarkan nisbah yang disepakati bersama. Realisasi bagi hasil dan
pengembalian modal, secara mutlak bergantung pada realisasi hasil bisnis
debitur. Jika debitur memperoleh keuntungan, maka bank berhak atas keuntungan
kembalinya modal sebesar 100%. Ketika debitur mengalami kegagalan bisnis, maka
tidak ada bagi untung, yang ada bagi rugi yang harus ditanggung oleh bank. Bank
Indonesia cenderung memilih untuk memasukkan pembiayaan untuk akad mudharabah
dan akad musyarakah pada kelompok resiko investasi. Manajemen risiko pembiayaan sangat perlu
dilakukan untuk menjaga keberlangsungan bank syariah. Hal ini dikarenakan
risiko pembiayaan yang terjadi dapat mengganggu kegiatan operasional bank
syariah dalam fungsinya sebagai lembaga ntermediary Penerapan manajemen resiko dalam
penelitian ini meliputi identifikasi,pengukuran, pemantauan dan pengendalian resiko.
Selain resiko gagal bayar, resiko pembiayaan kadang merujuk pada resiko kredit.
Sebenarnya risiko kredit lebih cocok digunakan untuk perbankan konvensional.
Karena, konsep skema pada bank konvensional menggunakan konsep kredit. Bank
memeberikan sejumlah dana kepada debitur dan kemudian meminta pengembalian
disertai sejumlah keuntungan yang diperjanjikan. Melihat skema ini, istialh
kredit bisa juga digunakan untuk pembiayaan di bank islam, seperti untuk akad
qardul hasan, jual beli muajjal, dan jual beli salam, sedangkan untuk
pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tidak cocok menggunakan istilah kredit.
Dari kedua istialah diatas, resiko pembiayaan
ini muncul akibat kegagalan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya. Karena
muncul dari sisi debitur, resiko ini
disebut counter party risk.
Menurut Veitzal Rivai, resiko
pembiayaan adalah resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari
berbagai aktifitas fungsional bank seperti pembiayaan (penyediaan dana),
treasury dan investasi, dan dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam
banking book maupun trading book. Dalam memahami konsep resiko pembiayaan pada
bank islam, maka perlu dipahami proses bisnis dari skema pembiayaan bank islam
itu sendiri. Dengan memahami proses bisnis, selain mendefinisikan secara lebih
komprehensif, kita akan mampu mengidentifikasi titik-titik resiko pada setiap
tahapan proses dan sekaligus faktor pemicu terjadinya resiko tersebut. Akhirnya
diharapkan pembangunan sistem mitigasi resiko menjadi lebih terarah, tersitematis
dan bersifat holistik.
B.
Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam
Penyaluran Dana
Terdapat lima
masalah yang dihadapi oleh bank ketika
menyalurkan dananya,
yaitu:
1.
Masalah ketidakpastian kondisi pasar
yang akan mempengaruhi kemampuan debitur dalam mengembalikan dana.
2.
Adanya kemungkinan perbedaan nilai jual
agunan (rahn) pada waktu kontrak. Hal ini mengarah pada risiko tidak kembalinya
modal jika debitur mengalami gagal bayar.
3.
Masalah kredibilitas informasi yang
diberikan debitur pada waktu pengajuan proposal pembiayaan. Masalah ini memicu
terjadinya ketidak seimbangan informasi antara bank dan debitur. Kondisi ini
dapat menyebabkan bank mengalami salah pilih debitur atau kesalahan dalam
membuat perjanjian kredit, seperti salah dalam menetapkan limit (pagu)
pinjaman, jangka waktu, marjin jual beli serta bentuk dan jaminan yang diminta.
4.
Masalah granularity akibat banyaknya
debitur yang dibiayai namun nilainya kecil-kecil.
5.
Masalah ketidakmampuan bank dalam
membedakan sebab terjadinya bayar debitur. Kegagalan bayar dapat disebabkan
oleh faktor kemampuan keuangan (ability to pay) atau ketiadaan iktikad baik
dari debitur untuk mau membayar (willingnes to pay).[2]
Kondisi ketiadaan iktikad baik ini
muncul karena adanya moral hazard dari debitur. Moral hazard adalah kondisi
yang bersumber dari sikap mental seseorang yang sifatnya negatif dan disengaja untuk
menimbulkan potensi kerugian bagi pihak lain. Namun menguntungkan dirinya Moral hazard dapat berasal dari sifat asli yang
dimiliki oleh debitur atau disebabkan faktor lain. Misalnya bank memberikan
pembiayaan kepada tuan A dan B. Keduanya tinggal didaerah yang dan mereka juga
saling mengenal.
Ketika tuan A mengalami gagal bayar dan
tidak ada tindakan tegas dari bank, maka akan membuat tuan B untuk melakukan
gagal bayar, meskipun kenyataannya tuan B mampu untuk membayar. Ketika tuan B
ditanya mengapa tidak mau membayar, padahal mampu untuk membayar, dia
menjawab: bukankah tuan A juga gagal
bayar, kenapa dia boleh sedangkan saya tidak?. kegagalan bank
dalam mendeteksi sebab terjadinya gagal bayar oleh debitur akan menyebabkan
bank salah dalam menetapkan kebijakan penyelesaian pembiayaan bermasalah.
Risiko moral hazard yang muncul karena
sifat kolektif ini selanjutnya dikenal dngan risiko sistematis atau risiko
konsntrasi potofolio. Dalam literatur manajemen risiko, dikenal dengan istilah
(too many to fail) dan (too big to
fail). Ketika potofolio pembiayaan yang dimiliki bank terdiri atas banyak
debitur dengan nilai pembiayaan yang hampir sama, dimana masing-masing debitur
dimana masing-masing debitur untuk berkomunikasi dan memiliki tingkat
kekohesifan tinggi, maka kegagalan salah satu debitur dapat memicu kegagalan
debitur-debitur yang lain. Konsekuensinya adalah bank terpaksa harus melakukan
restrukturisasi utang debitur meskipun harus menanggung sejumlah biaya. Jika
bank tidak melakukan ini, bank dapat mengalami resiko kerugian yang lebih besar, yakni hilangnya seluruh
modal yang diberikan pada portofolio tersebut. Inilah yang dikenal dengan
istilah (too many to
fail). Sedangkan istilah (too big to fail) merujuk
pada kondisi dimana bank memberikan
konsentrasi pembiayaan yang lebih besar pada sebagian debitur. Jika debitur
dengan nilai pembiayaan yang lebih besar tersebut mengalami gagal bayar, dan
dengan terpaksa direstrukturisasi oeh bank, maka akan mendorong debitur-debitur
lain dengan nilai pembiayaan kecilakan ikut-ikutan melakukan skenario gagal
bayar, dengan berdaih pada debitur sebaliknya. [3]
Dari tahapan proses bisnis pemberian
pembiayaan, resiko pembiayaan
yang dihadapi oleh bank islam dapat ditemui pada waktu:
1.
Melakukan penilaian atas penilaian atas
proposal yang diajukan debitur,
2.
Memutuskan menerima atau menolak
proposal tersebut,
3.
Menetapkan kontrak pembiayaan terkait
jenis akad yang digunakan, limit pembiayaan, harga, tenor, dan jaminan.
4.
Metode penyelesaian kontrak
5.
Pada waktu terminasi kontrak.
Semua periode ini membutuhkan
serangkaian kebijakan manajemen resiko dan
mekanisme mitigasinya agar berbagai resiko yang dihadapi dapat dikendalikan. Bank islam harus
segera merumuskan dengan baik proses manajemen resiko dan strategi mitigasi
resiko yang memadai. Proses seleksi debitur yang efektif, proses pengawasan
yang efisien, kebijakan agunan dan penilaiannya, dan kebijakan cut-loss melalui
strategi hair cut untuk meminimalisir kerugian akibat gagal bayarnya debitur.
Semua itu adalah beberapa bentuk mitigasi risiko yang perlu segera dikembangkan
oleh bank islam.
Ketidakmampuan dalam menyediakan sistem
manajemen resiko yang
terlambat melakukannya, maka potensi dan peluang yang ada tidak akan optimal.
Bahkan dalam jangka waktu panjang, kondisi ini akan mengarah pada dua sumbu
ekstrem yaitu:
·
Terganggunya keberlangsungan bisnis
bank
·
Resiko matinya ( UKM ) jika bank islam memilih untuk keluar
dari komposisi debitur saat ini, dan lebih memilih korporasi yang secara
toritis lebih rendah resikonya.
C.
Karakter Manajemen Resiko dalam Bank Islam
Manajemen
resiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank
konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pada
bank-bank yang beroprasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank konvensional bukan
terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai.[4]
Adapun karakter manajemen resiko pada bank Islam,
adalah :
1.
Identifikasi
Resiko
Identifikasi
resiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai resiko
yang ada pada bank pada umumnya, melainkan juga meliputi resiko yang khas hanya
ada pada bank-bank yang beroprasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini,
keunikan bank Islam terletak pada 6 hal :
·
Proses
transaksi pembiayaan
·
Proses
manajemen
·
Sumber daya
manusia (insani)
·
Teknologi
·
Lingkungan
eksternal
·
Kerusakan
2.
Penilaian
Resiko
Dalam penilaian
resiko keunikan bank Islam terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau biasa dikenal sebagai Qualitative Approach.
3.
Antisipasi
Resiko
Antisipasi
resiko dalam bank islam bertujuan untuk :
·
Preventive
Dalam hal ini,
bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan
transaksi dari aspek syariah.
Disamping itu, bank islam juga memerlukan opini bahwa fatwa DSN bila bank
Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada diluar wewenang.
·
Detective
Pengawasan dalam bank islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh
bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.
·
Recovery
Koreksi atau
suatu permasalahan dapat melibatkan bank Indonesia untuk aspek perbankan dan
DSN untuk aspek syariah.
4.
Monitoring Resiko
Aktivitas dalam
bank islam tidak hanya meliputi manajemen bank islam, tetapi juga melibatkan
Dewan Pengawas Syariah
D.
Bentuk Bentuk Manajemen Resiko
1.
Manajemen Resiko Kredit atau Pembiayaan
Resiko pembiayaan adalah resiko akibat
kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai
dengan perjanjian yang disepakati. Salah satu yang termasuk dalam kelompok
resiko pembiayaan
adalah resiko
konsentrasi pembiayaan. Resiko konsentrasi pembiayaan merupakan resiko yang
timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau
sekelompok pihak industry, sektor dan area geografis tertentu yang berpotensi
menimbulkan kerugian cukupbesar dan dapatmengancam kelangsungan usaha bank.
Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank.
Pada sebagian besar bank, pemberian pembiayaan
merupakan sumber
resiko kredit
atau pembiayaan yang besar. Selain pembiayaan, bank menghadapirisiko kredit
dari berbagai instrumen keuangan seperti surat berharga,akseptasi, transaksi
antar bank, transaksi pembiayaan perdagangan, transaksinilai tukar dan
derivatif, serta kewajiban komitmen dan kontingensi.Secara umum, eksposur
resiko pembiayaan merupakan salah satuksposur resiko utama dalam perbankan
syariah di Indonesia sehingga kemampuan bank untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan resiko kredit atau pembiayaan.
2.
Manajemen Resiko Pasar
Resiko pasar merupakan resiko pada
posisi neraca dan rekening atministrasi akibat perubahan harga pasar, antara
lain resiko berupa perubahan nilai dari asset yang dapat diperdagangkan atau
disewakan. Resiko pasar meliputi antara lain, resiko nilai tukar, resiko
komoditas dan resiko ekuitas. Resiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel
pasar dari portopolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Yang
dimaksud dengan variabel pasar adalah interest dan nilai tukar, termasuk
derivasi dari kedua jenis resiko pasar tersebut yaitu perubahan harga.Tujuan
manajemen resiko pasar adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif
akibat perubahan kondisi pasar terhadap asset dan permodalan bank syariah,
melalui sistem ini, bank syariah akan mampu menjaga agar resiko pasar yang
diambil bank berada dalam batas yang dapatditoleransi bank dan bank memiliki
modal yang cukup untuk mengcover (menutup atau melindungi) resiko pasar
kemungkinan dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap aset dan
permodalan bank syariah, melalui sistem ini, bank syariah akan mampu menjaga agar
resiko pasar yang diambil bank berada dalam batas yang dapat ditoleransi bank
dan bank memiliki modal yang cukup untuk mengcover (menutup atau melindungi)
resiko pasar.
3.
Manajemen Resiko Likuiditas
Resiko likuiditas adalah resiko akibat
ketidak mampuan bank syariah untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan aruskas atau asset likuid berkualitas tinggi yang dapat
digunakan, tanpamengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
4.
Manajemen Resiko Operasional
Resiko operasional adalah resiko yang
antara lain disebabkan ketidak cukupan dan tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia,kegagalan sistem atau adanya problema eksternal yang
mempengaruhi operasional bank, Resiko operasional disebabkan oleh adanya
masalah ketidak kuratan proses, pencatatan, kegagalan sistem, kepatuhan pada
pihak legulator, dan lain-lain terdapat kemungkinan bahwa biaya operasional
akan mengalami perbedaan dari apa yang diharapkan, dan lebih lanjut akan
mempengaruhi laba bersih.
5.
Manajemen Resiko Hukum
Resiko hukum muncul akibat adanya
tuntutan hukum dan kelemahan aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain,
karena adanya tuntutan secara hukum dan ketidakan peraturan
perundangan-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak
dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna.
Risiko ini tidak berbeda dengan yang dialami oleh bank konvensional bank.[5]
E.
Pengendalian Resiko Pembiayaan
1.
Bank harus menetapakan suatu sistem
penilaian yang idependen dan berkelanjutan terhadap efektifitas penerapan
proses manajemen resiko
pembiayaan.
2.
Bank
harus memastikan bahwa satuan kerja pembiayaan dan transaksi pembiayaan
telah dikelola secara memadai dan eksposur resiko pembiayaan tetap konsisten
dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standar kehati-hatian.
3.
Bank harus memiliki prosedur
pengelolaan penangan pembiayaan bermasalah, termasuk sistem deteksi pembiayaan
bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secaraefektif. Apabila bank
memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup signifikan, bank harus memisahkan
fungsi penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut dengan fungsi yang
memutuskan penyaluran pembiayaan.
Jika pembiayan telah direalisasikan, pengendalian risiko pembiayaan dapat
dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter
nasabah maupun proyek. Dalam rangka penyelesaian pembiayaan bermasalah, bank
syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan
merupakan upaya bank syariah untuk membantu nasabah dalam menyelesaikan
kewajibannya. Restrukturisasi pembiayaan dilakukan apabila nasabah mengalami
penurunan kemampuan pembayaran dan prospek usaha nasabah dapat diperkirakan
berjalan baik dan menguntungkan.
Selain itu, restrukturisasi pembiayaan
untuk segmen konsumen diharuskan memiliki sumber pembayaran angsuran yang jelas
dan nasabah dinilai mampu untuk memenuhi kewajiban setelah dilakukan
restrukturisasi. Dan Pengendalian resiko pembiayaan bertujuan untuk memastikan
efektifitas penerapan manajemen resiko pembiayaan beserta kebijakan atau
prosedur untuk menangani permasalahan yang mungkin timbul sehingga resiko
pembiayaan dapat dikelola dengan baik oleh bank.
F.
Bentuk- Bentuk Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Antonio, menurut sifat
penggunaannyaan pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yakni untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan
konsumtif yaitu, pembiayaan yang digunakan untukmemenuhi kebutuhan konsumtif, konsumsi,
yang akan habisdigunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Contoh:
Resiko:
MEngatisifasinya
dengan cara
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan
Resiko pembiayaan merupakan resiko yang timbul akibat dari nasabah yang gagal
atau tidak mampu mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian yang telah
dilakukan.Dan setiap pemberian pembiayaan mengandung resiko yang tidakpastian
dalam mengembalianya. Oleh sebab itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkann
resiko tersebut.Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh
kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau investasi yang sedang
dilakukannya.
Dan Penyebab
utama terjadinya resiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan
pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan
kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam
mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya. Resiko
menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi.
Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan
perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi
kewajiban membayar utang-utangnya..
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyudi,
Imam, Dkk,2013. Manajemen
Resiko Bank Islam,
Jakarta:Salemba Empat
Rivai, Veitzal, 2008. Islamic
FinanCial Management,Jakarta: Raja Grafindo Persada
Rianto, Bambang, Rusta ,2013. Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia,Jakarta: Salemba Empat
Herman ,Darmawi,
2011. Manajemen perbankan ,
Jakarta: Bumi Aksara
Tariqullah,
Khan, Habib Ahmed,2008.Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Bumi Aksara
[1] Imam Wahyudi Dkk,Manajemen
Resiko Bank Islam, (Jakarta : Salemba Empat,2013) Hal.90
[2] Veitzal Rivai, Islamic Financial
Management, ( Jakarta: Raja Grafinda persada,2008)Hal.633
[3]
Bambang Rianto Rusta,Manajemen Risiko Perbankan Syariah di
Indonesia,(Jakarta:Selemba Empat, 2013) Hal. 135
[4] Habib Hamied,Khan, Tariqullah,Manajemen Resiko Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Hal.15
[5] Darmawi Herwan,
Manajemen perbankan,(Jakarta:Bumi Aksara,2011) Hal.13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar