Selasa, 04 Januari 2022

MAKALAH MANAJEMEN RESIKO PEMBIAYAAN BANK ISLAM

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Manajemen  resiko merupakan  unsur penting yang  penerapannya sangat perlu diperhatikan, khususnya pada Bank sebagai salah  satu  lembaga keuangan (financialinstitution). Dan resiko pembiayaan juga merupakan resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank seperti pembiayaan (penyediaan dana) treasury dan investasi, dan dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Secara umum, resiko yang dihadapi perbankan syariah merupakan resiko yang relatif sama-sama dengan yang dihadapi bank konvesional. Namun selain itu, bank syariah juga menghadapi resiko yang memiliki  keunikan tersendiri, karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.

Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya resiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya. Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omset penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya.

Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat bunga. Kerugian bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit tidaklah memadai atau mengcover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang sangat besar.

 

 

B.            Rumusan Masalah

1.    Apa Pengertian Resiko Pembiayaan Bank Islam ?

2.    Apa Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Dana ?

3.    Apa Bentuk-Bentuk Manajemen Resiko ?

4.    Bagaimana Pengendalian Resiko Pembiayaan ?

5.    Apa Bentuk- Bentuk Pembiayaan Bank Syariah ?

 

C.           Tujuan Penulisan

1.    Untuk Memahami Pengertian Resiko Pembiayaan Bank Islam

2.    Untuk Mengetahui Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Dana

3.    Untuk Mengetahui Bentuk-Bentuk Manajemen Resiko

4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Pengendalian Resiko Pembiayaan

5.    Untuk Mengetahui Bentuk Pembiayaan Bank Islam ( syariah )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.           Pengertian Manajemen Resiko Pembiayaan

Resiko pembiayaan merupakan resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank seperti pembiayaan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Dimana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain pengembalian modal, risiko ini juga mencakup ketidak mampuan debitur menyerahkan porsi keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh bank yang telah disepakati diawal. Konsekuensii penggunaan definisi ini adalah risiko pembiayaan hanya berlaku untuk akad berbasis utang, seperti qardhul hasan, jual beli muajjal dan jual beli salam. Debitur melakukan pembiayaan menggunakan skema akad-akad, diwajibkan untuk membayar kembali  kepada bank sesuai termin yang telah disepakati. Kegagalan debitur melunasi kewajibannya dianggap sebagai kondisi gagal bayar, yaitu gagal dalam membayar cicilan pokok maupun porsi keuntungan.[1]

Sedangkan akad berbasis syirkah, yakni mudharabah dan musyarakah, tidak dapat dimasukkan kedalam risiko ini. Debitur dalam dua akad tersebut, tidak diwajibkan untuk mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Apalagi keharusan menyetorkan porsi keuntungan dari hasil usaha berdasarkan nisbah yang disepakati bersama. Realisasi bagi hasil dan pengembalian modal, secara mutlak bergantung pada realisasi hasil bisnis debitur. Jika debitur memperoleh keuntungan, maka bank berhak atas keuntungan kembalinya modal sebesar 100%. Ketika debitur mengalami kegagalan bisnis, maka tidak ada bagi untung, yang ada bagi rugi yang harus ditanggung oleh bank. Bank Indonesia cenderung memilih untuk memasukkan pembiayaan untuk akad mudharabah dan akad musyarakah pada kelompok resiko investasi. Manajemen risiko pembiayaan sangat perlu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan bank syariah. Hal ini dikarenakan risiko pembiayaan yang terjadi dapat mengganggu kegiatan operasional bank syariah dalam fungsinya sebagai lembaga ntermediary  Penerapan manajemen resiko dalam penelitian ini meliputi identifikasi,pengukuran, pemantauan dan pengendalian resiko.

Selain resiko gagal bayar, resiko pembiayaan kadang merujuk pada resiko kredit. Sebenarnya risiko kredit lebih cocok digunakan untuk perbankan konvensional. Karena, konsep skema pada bank konvensional menggunakan konsep kredit. Bank memeberikan sejumlah dana kepada debitur dan kemudian meminta pengembalian disertai sejumlah keuntungan yang diperjanjikan. Melihat skema ini, istialh kredit bisa juga digunakan untuk pembiayaan di bank islam, seperti untuk akad qardul hasan, jual beli muajjal, dan jual beli salam, sedangkan untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tidak cocok menggunakan istilah kredit. Dari kedua istialah diatas, resiko pembiayaan ini muncul akibat kegagalan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya. Karena muncul dari sisi debitur, resiko ini disebut counter party risk.

Menurut Veitzal Rivai, resiko pembiayaan adalah resiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajiban. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank seperti pembiayaan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dan dana pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Dalam memahami konsep resiko pembiayaan pada bank islam, maka perlu dipahami proses bisnis dari skema pembiayaan bank islam itu sendiri. Dengan memahami proses bisnis, selain mendefinisikan secara lebih komprehensif, kita akan mampu mengidentifikasi titik-titik resiko pada setiap tahapan proses dan sekaligus faktor pemicu terjadinya resiko tersebut. Akhirnya diharapkan pembangunan sistem mitigasi resiko menjadi lebih terarah, tersitematis dan bersifat holistik.

 

 

 

B.            Masalah Yang Dihadapi Bank Dalam Penyaluran Dana

Terdapat lima masalah yang dihadapi oleh bank ketika  menyalurkan dananya,

yaitu:

1.        Masalah ketidakpastian kondisi pasar yang akan mempengaruhi kemampuan debitur dalam mengembalikan dana.

2.        Adanya kemungkinan perbedaan nilai jual agunan (rahn) pada waktu kontrak. Hal ini mengarah pada risiko tidak kembalinya modal jika debitur mengalami gagal bayar.

3.        Masalah kredibilitas informasi yang diberikan debitur pada waktu pengajuan proposal pembiayaan. Masalah ini memicu terjadinya ketidak seimbangan informasi antara bank dan debitur. Kondisi ini dapat menyebabkan bank mengalami salah pilih debitur atau kesalahan dalam membuat perjanjian kredit, seperti salah dalam menetapkan limit (pagu) pinjaman, jangka waktu, marjin jual beli serta bentuk dan jaminan yang diminta.

4.        Masalah granularity akibat banyaknya debitur yang dibiayai namun nilainya kecil-kecil.

5.        Masalah ketidakmampuan bank dalam membedakan sebab terjadinya bayar debitur. Kegagalan bayar dapat disebabkan oleh faktor kemampuan keuangan (ability to pay) atau ketiadaan iktikad baik dari debitur untuk mau membayar (willingnes to pay).[2]

Kondisi ketiadaan iktikad baik ini muncul karena adanya moral hazard dari debitur. Moral hazard adalah kondisi yang bersumber dari sikap mental seseorang yang sifatnya negatif dan disengaja untuk menimbulkan potensi kerugian bagi pihak lain.  Namun  menguntungkan dirinya Moral  hazard dapat berasal dari sifat asli yang dimiliki oleh debitur atau disebabkan faktor lain. Misalnya bank memberikan pembiayaan kepada tuan A dan B. Keduanya tinggal didaerah yang dan mereka juga saling mengenal.

Ketika tuan A mengalami gagal bayar dan tidak ada tindakan tegas dari bank, maka akan membuat tuan B untuk melakukan gagal bayar, meskipun kenyataannya tuan B mampu untuk membayar. Ketika tuan B ditanya mengapa tidak mau membayar, padahal mampu untuk membayar, dia menjawab:  bukankah tuan A juga gagal bayar, kenapa dia boleh sedangkan saya tidak?. kegagalan bank dalam mendeteksi sebab terjadinya gagal bayar oleh debitur akan menyebabkan bank salah dalam menetapkan kebijakan penyelesaian pembiayaan bermasalah.

Risiko moral hazard yang muncul karena sifat kolektif ini selanjutnya dikenal dngan risiko sistematis atau risiko konsntrasi potofolio. Dalam literatur manajemen risiko, dikenal dengan istilah (too many to fail)  dan (too big to fail). Ketika potofolio pembiayaan yang dimiliki bank terdiri atas banyak debitur dengan nilai pembiayaan yang hampir sama, dimana masing-masing debitur dimana masing-masing debitur untuk berkomunikasi dan memiliki tingkat kekohesifan tinggi, maka kegagalan salah satu debitur dapat memicu kegagalan debitur-debitur yang lain. Konsekuensinya adalah bank terpaksa harus melakukan restrukturisasi utang debitur meskipun harus menanggung sejumlah biaya. Jika bank tidak melakukan ini, bank dapat mengalami resiko kerugian yang lebih besar, yakni hilangnya seluruh modal yang diberikan pada portofolio tersebut. Inilah yang dikenal dengan istilah (too many to fail).  Sedangkan istilah (too big to fail) merujuk pada  kondisi dimana bank memberikan konsentrasi pembiayaan yang lebih besar pada sebagian debitur. Jika debitur dengan nilai pembiayaan yang lebih besar tersebut mengalami gagal bayar, dan dengan terpaksa direstrukturisasi oeh bank, maka akan mendorong debitur-debitur lain dengan nilai pembiayaan kecilakan ikut-ikutan melakukan skenario gagal bayar, dengan berdaih pada debitur sebaliknya. [3]

Dari tahapan proses bisnis pemberian pembiayaan, resiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank islam dapat ditemui pada waktu:

1.      Melakukan penilaian atas penilaian atas proposal yang diajukan debitur,

2.      Memutuskan menerima atau menolak proposal tersebut,

3.      Menetapkan kontrak pembiayaan terkait jenis akad yang digunakan, limit pembiayaan, harga, tenor, dan jaminan.

4.      Metode penyelesaian kontrak

5.     Pada waktu terminasi kontrak.

Semua periode ini membutuhkan serangkaian kebijakan manajemen  resiko dan mekanisme mitigasinya agar berbagai resiko yang dihadapi dapat dikendalikan. Bank islam harus segera merumuskan dengan baik proses manajemen resiko dan strategi mitigasi resiko yang memadai. Proses seleksi debitur yang efektif, proses pengawasan yang efisien, kebijakan agunan dan penilaiannya, dan kebijakan cut-loss melalui strategi hair cut untuk meminimalisir kerugian akibat gagal bayarnya debitur. Semua itu adalah beberapa bentuk mitigasi risiko yang perlu segera dikembangkan oleh bank islam.

Ketidakmampuan dalam menyediakan sistem manajemen resiko yang terlambat melakukannya, maka potensi dan peluang yang ada tidak akan optimal. Bahkan dalam jangka waktu panjang, kondisi ini akan mengarah pada dua sumbu ekstrem yaitu:

·         Terganggunya keberlangsungan bisnis bank

·         Resiko matinya ( UKM ) jika bank islam memilih untuk keluar dari komposisi debitur saat ini, dan lebih memilih korporasi yang secara toritis lebih rendah resikonya.

 

C.           Karakter Manajemen Resiko dalam Bank Islam

Manajemen resiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pada bank-bank yang beroprasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai.[4]

 

Adapun karakter manajemen resiko pada bank Islam, adalah :

1.        Identifikasi Resiko

Identifikasi resiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai resiko yang ada pada bank pada umumnya, melainkan juga meliputi resiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroprasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada 6 hal :

·         Proses transaksi pembiayaan

·         Proses manajemen

·         Sumber daya manusia (insani)

·         Teknologi

·         Lingkungan eksternal

·         Kerusakan

2.        Penilaian Resiko

Dalam penilaian resiko keunikan bank Islam terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau biasa dikenal sebagai Qualitative Approach.

3.        Antisipasi Resiko

Antisipasi resiko dalam bank islam bertujuan untuk :

·         Preventive

Dalam hal ini, bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah.

Disamping itu, bank islam juga memerlukan opini bahwa fatwa DSN bila bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada diluar wewenang.

·         Detective

Pengawasan dalam bank islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.

·         Recovery

Koreksi atau suatu permasalahan dapat melibatkan bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.

 

4.        Monitoring Resiko

Aktivitas dalam bank islam tidak hanya meliputi manajemen bank islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah

 

D.           Bentuk  Bentuk Manajemen Resiko

1.        Manajemen Resiko Kredit atau Pembiayaan

Resiko pembiayaan adalah resiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Salah satu yang termasuk dalam kelompok resiko pembiayaan adalah resiko konsentrasi pembiayaan. Resiko konsentrasi pembiayaan merupakan resiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak industry, sektor dan area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukupbesar dan dapatmengancam kelangsungan usaha bank. Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank.

 Pada sebagian besar bank, pemberian pembiayaan merupakan sumber resiko kredit atau pembiayaan yang besar. Selain pembiayaan, bank menghadapirisiko kredit dari berbagai instrumen keuangan seperti surat berharga,akseptasi, transaksi antar bank, transaksi pembiayaan perdagangan, transaksinilai tukar dan derivatif, serta kewajiban komitmen dan kontingensi.Secara umum, eksposur resiko pembiayaan merupakan salah satuksposur resiko utama dalam perbankan syariah di Indonesia sehingga kemampuan bank untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko kredit atau pembiayaan.

2.        Manajemen Resiko Pasar

Resiko pasar merupakan resiko pada posisi neraca dan rekening atministrasi akibat perubahan harga pasar, antara lain resiko berupa perubahan nilai dari asset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. Resiko pasar meliputi antara lain, resiko nilai tukar, resiko komoditas dan resiko ekuitas. Resiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portopolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Yang dimaksud dengan variabel pasar adalah interest dan nilai tukar, termasuk derivasi dari kedua jenis resiko pasar tersebut yaitu perubahan harga.Tujuan manajemen resiko pasar adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap asset dan permodalan bank syariah, melalui sistem ini, bank syariah akan mampu menjaga agar resiko pasar yang diambil bank berada dalam batas yang dapatditoleransi bank dan bank memiliki modal yang cukup untuk mengcover (menutup atau melindungi) resiko pasar kemungkinan dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap aset dan permodalan bank syariah, melalui sistem ini, bank syariah akan mampu menjaga agar resiko pasar yang diambil bank berada dalam batas yang dapat ditoleransi bank dan bank memiliki modal yang cukup untuk mengcover (menutup atau melindungi) resiko pasar.

3.        Manajemen Resiko Likuiditas

Resiko likuiditas adalah resiko akibat ketidak mampuan bank syariah untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan aruskas atau asset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpamengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

4.        Manajemen Resiko Operasional

Resiko operasional adalah resiko yang antara lain disebabkan ketidak cukupan dan tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,kegagalan sistem atau adanya problema eksternal yang mempengaruhi operasional bank, Resiko operasional disebabkan oleh adanya masalah ketidak kuratan proses, pencatatan, kegagalan sistem, kepatuhan pada pihak legulator, dan lain-lain terdapat kemungkinan bahwa biaya operasional akan mengalami perbedaan dari apa yang diharapkan, dan lebih lanjut akan mempengaruhi laba bersih.

5.        Manajemen Resiko Hukum

Resiko hukum muncul akibat adanya tuntutan hukum dan kelemahan aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain, karena adanya tuntutan secara hukum dan ketidakan peraturan perundangan-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. Risiko ini tidak berbeda dengan yang dialami oleh bank konvensional bank.[5]

 

E.            Pengendalian Resiko Pembiayaan

1.    Bank harus menetapakan suatu sistem penilaian yang idependen dan berkelanjutan terhadap efektifitas penerapan proses manajemen resiko pembiayaan.

2.    Bank  harus memastikan bahwa satuan kerja pembiayaan dan transaksi pembiayaan telah dikelola secara memadai dan eksposur resiko pembiayaan tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standar kehati-hatian.

3.    Bank harus memiliki prosedur pengelolaan penangan pembiayaan bermasalah, termasuk sistem deteksi pembiayaan bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secaraefektif. Apabila bank memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup signifikan, bank harus memisahkan fungsi penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut dengan fungsi yang memutuskan penyaluran pembiayaan.

Jika pembiayan telah direalisasikan, pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah maupun proyek. Dalam rangka penyelesaian pembiayaan bermasalah, bank syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan merupakan upaya bank syariah untuk membantu nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya. Restrukturisasi pembiayaan dilakukan apabila nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan prospek usaha nasabah dapat diperkirakan berjalan baik dan menguntungkan.

Selain itu, restrukturisasi pembiayaan untuk segmen konsumen diharuskan memiliki sumber pembayaran angsuran yang jelas dan nasabah dinilai mampu untuk memenuhi kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi. Dan Pengendalian resiko pembiayaan bertujuan untuk memastikan efektifitas penerapan manajemen resiko pembiayaan beserta kebijakan atau prosedur untuk menangani permasalahan yang mungkin timbul sehingga resiko pembiayaan dapat dikelola dengan baik oleh bank.

 

F.            Bentuk- Bentuk Pembiayaan Bank Syariah

Menurut Antonio, menurut sifat penggunaannyaan pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1.      Pembiayaan  produktif, yaitu  pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yakni untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

2.      Pembiayaan konsumtif yaitu, pembiayaan yang digunakan untukmemenuhi kebutuhan konsumtif, konsumsi, yang akan habisdigunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Contoh:

Resiko:

MEngatisifasinya dengan cara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan Resiko pembiayaan merupakan resiko yang timbul akibat dari nasabah yang gagal atau tidak mampu mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan.Dan setiap pemberian pembiayaan mengandung resiko yang tidakpastian dalam mengembalianya. Oleh sebab itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkann resiko tersebut.Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya.

Dan Penyebab utama terjadinya resiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya. Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya..

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Wahyudi, Imam, Dkk,2013. Manajemen Resiko Bank Islam, Jakarta:Salemba Empat

Rivai, Veitzal, 2008. Islamic FinanCial Management,Jakarta: Raja Grafindo Persada

Rianto, Bambang, Rusta ,2013. Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia,Jakarta: Salemba Empat

 

Herman ,Darmawi,  2011. Manajemen perbankan , Jakarta: Bumi Aksara

 

Tariqullah, Khan, Habib Ahmed,2008.Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Bumi Aksara

 

 

 

 

 



[1] Imam Wahyudi Dkk,Manajemen Resiko Bank Islam, (Jakarta : Salemba Empat,2013) Hal.90

[2] Veitzal Rivai, Islamic Financial Management, ( Jakarta: Raja Grafinda persada,2008)Hal.633

[3] Bambang Rianto Rusta,Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,(Jakarta:Selemba Empat, 2013) Hal. 135

 

 

[4] Habib Hamied,Khan, Tariqullah,Manajemen Resiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Hal.15

[5] Darmawi Herwan, Manajemen perbankan,(Jakarta:Bumi Aksara,2011) Hal.13

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar