Rabu, 05 Januari 2022

MAKALAH METODE MEMAHAMI ISLAM

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sejak kedatangan Islam hingga saat ini pemahaman tentang metodologi studi Islam sangat berbeda-beda. Hal itu disebabkan karena seseorang tersebut hanya menguasai salah satu bidang saja. Seperti yang dapat  kita lihat ada orang yang penguasaannya terhadap salah satu bidang keilmuan cukup mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya, hingga saat ini pemahaman Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak. Demikian pentingnya metodologi ini. Dan penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang dimilikinya.

Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan pendekatan baru yang harus digali oleh para pembaharu. Diantara metodologi-metodologi hasil galian para pembaharu adalah metodologi ulumul tafsir, metodologi ulumul hadist, metodologi filsafat dan teologi ( kalam ), metodologi tassawuf dan mistis Islam, metodologi kajian fiqh dan kaidah ushuliyah, metodologi pemikiran modern, metodologi pendidikan Islam, metodologi tekstualitas dan kontekstualitas, serta metodologi muqarrah madzhab. Dan  metodologi inilah yang akan diulas dan dikaji dalam makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka setidaknya ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

           1.            Bagaimanakah metodologi dalam ulumul tafsir ?

           2.            Bagaimankah metodologi dalam ulumul hadist ?

           3.            Bagaimanakah metodologi dalam filsafat dan teologi ( kalam ) ?

           4.            Bagaimanakah metodologi dalam tasawwuf dan mistis Islam ?

           5.            Bagaimanakah metodologi dalam kajian fiqih dan kaidah usuhuliyah ?

           6.            Bagaimanakah metodologi dalam pemikiran modern ?

           7.            Bagaimanakah metodologi dalam pendidikan Islam ?


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Metodologi Ulumul Tafsir

1.      Pengertian Tafsir

Tafsir berasal dari bahasa Arab fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan[1]. Selain itu, pengertian tafsir sebagaimana juga dikemukakan pakar Al Qur’an dalam formulasi yang berbeda-beda, namun dengan maksud atau esensinya sama[2]. Salah satunya adalah Az-Zarkasyi. Dan ia mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah ( Al Qur’an ) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW[3].

2.      Latar Belakang

Seperti halnya ilmu pengetahuan lain, ilmu tafsir pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mulai dari masa nabi Muhammad sampai masa sekarang. Berdasarkan upaya penafsiran al-Qur’an sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Lahirlah penafsiran yang lebih banyak disebabkan oleh tuntunan perkembangan zaman dan masyarakat.

Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-qur’an sejak dahulu sampai sekarang, maka dapat ditemukan bahwa penafsiran al-Qur’an secara garis besar melalui empat cara (metode) yaitu:

 

 

 

a.    Metode Tahlily ( Analisis )

Metode tahlily atau yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode tajzi’iy adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan tentang kandungan ayat-ayat Al Qur’an[4].

b.      Model Ijmali ( Global )

Metode Ijmali atau disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam praktiknya metode ini sering disamakan dengan metode tahlily karena itu seringkali metode ini tidak di bahas secara tersendiri. Dengan metode ini cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar[5].

c.       Metode Muqarin

Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Al Qur’an yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan atau membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW[6].

d.      Metode Maudlu’iy

Pada metode maudlu’iy ini berupaya menghimpun ayat-ayat Al Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang diterapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh tentang masalah yang di bahas[7].

 

3.      Model Penelitian Tafsir

Dalam kajian perpustakaan dapat dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar Al Qur’an terhadap penafsiran yang dilakukan generasi terdahulu. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut :

a.    Model Quraish Shihab

Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan, yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun ulama lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan. Sehingga, Qurasih Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu[8].Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang :

·      Periodisasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir

·      Corak-corak penafsiran

·      Macam-macam metode penafsiran Al Qur’an

·      Syarat-syarat dalam menafsirkan Al Qur’an

·      Hubung tafsir modern

 

 

b.  Model Ahmad Al-Syabashi

Pada tahun 1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagaimana yang dilakukan Quraish Shihab.

Sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Ibnu Jarir Ath-Thabrari, Az-Zamakhsyari, Jalaluddin As-Suyuthi, Ar-Raghib Al-Ashfahani, Asy-Syatibi, haji kahlifah, dan buku tafsir yang lainnya[9].

Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan dibidang tafsir.

c.   Model Syaikh Muhammad Al- Ghazali

Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang tafsir Al Qur’an. Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Kemudian Muhammad Al-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir yang bercorak dialogis, seperti yang pernah dilakukan oleh Al-Razi dalam tafsirnya  Al-Tafsir al-kabir[10].

 

 

 

 

 

B.     Metodologi Ulumul Hadits

1.      Pengertian hadits

Secara bahasa hadits berarti al-khabar, yang berarti ma yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain.[11] Secara istilah, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Hadits, khabar, dan atsar mempunyai pengertian yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasullulah SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan, baik semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan ulama ahli ushul fiqih mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang berkaitan dengan penetapan hukum. Berdasarkan pengertian di atas, hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum Allah yang disyari’atkan kepada manusia.

2.      Model Penelitian Ulumul Hadits

Model penelitian yang dilakukan oleh para ulama hadits antara lain sebagai berikut :

a.      Model penelitian Quraish shihab

Dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur’an, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu mengenai hubungan hadits dengan Al Qur’an serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan. Hasil penelitian Quraish Shihab tentang fungsi hadits terhadap Al Qur’an, menyatakan bahwa Al Qur’an menekankan bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44 )[12].

b.      Model penelitian Mushtafa As-Siba’i

Penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajian menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Hasil penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai sekarang[13].

c.       Model penelitian Muhammad Al-Ghazali

Penelitian yang dilakukan Muhammad Al-Ghazali termasuk penelitian eksploratif yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya hadits dari berbagai aspek[14].

d.      Model penelitian Zain Ad-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqy

Al-Hafidz Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqy yang hidup tahun 725-806 tergolong ulama generasi pertama yang banyak melakukan penelitian hadits. Dari hasil penelitian yang dituangkan dalam buku Al-Taqyid wa Al-Idlah Syarh Muqaddimah Ibn Ash-Shalah, ia menjelaskan bahwa hadits pada prinsipnya memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat Al Qur’an. Penelitian yang dilakukan bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analisis[15].

 

 

 

 

 

C.    Metodologi Filsafat dan Teologi ( Kalam )

Dari segi bahasa , filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau Hikmah .

Filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan hadist, pembahasannya mencakup bidang kosmalogi, bidang metafisika, masalah kehidupan di dunia, kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Untuk dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam diperlukan metode dan pendekatan secara seksama[16].

Berbagai metode penelitian filsafat Islam dilakukan oleh para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat Islam selanjutnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1.      Model M. Amin Abdullah

Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam.

Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yaitu, penelitian yang mengambil bahan kajiannya dari berbagai sumber baik yang ditulis oleh itu sendiri maupun oleh tokoh lain. Bahan-bahan tersebut kemudian di teliti keontentikannya secara seksama[17].

 

 

 

 

 

2.      Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution

Dalam bukunya berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosof Muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat  Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosofi abad klasik. Penelitian yang dilakukan tersebut bersifat penelitian kualitatif. Sumber kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu, bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajianny adalah tokoh[18].

3.      Model Ahmad Fuad Al-Bahwani

Ahmad Fuad Al-Bahwani termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam. Metode yang ditempuh adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan . Sifat-sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosofi menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya[19].

 

 

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan para ahli bersifat penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang menggunakan bahan-bahan gerakan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan, substansial[20].

Selain filsafat ada pula metodologi yang menggunakan teologi atau ilmu kalam. Teologi atau ilmu kalam adalah ilmu yang pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Dengan ilmu ini diharapkan seseorang menjadi yakin dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya pada Tuhan. Menurut Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip A.Hanafi, ilmu kalam ialah ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan ilmu dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.

Secara umum penelitian ilmu kalam ada dua bagian yakni penelitian yang bersifat dasar (penelitian pemula) dan penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian dasar. Dan peneliti tersebut akan diuraikan di bawah ini.

                       1.          Penelitian Pemula

a.      Model Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud  Al-Maturidy Al-Samarqandy

Model Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud  Al-Maturidy Al-Samarqandy telah menulis buku teologi berjudul kitab al-tauhid. Buku ini telah ditahkik oleh Fatullah Khalif, magister dalam bidang sastra pada Universitas Cambridge. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang detail dan rumit di dalam ilmu kalam.

b.      Model Al-Iman Abi Al-Hasan bin Isma’il Al-Asy’ari

Sebagaimana halnya Al-Maturidy, Al-Asy’ari dalam bukunya tersebut membahas masalah-masalah yang rumit dan mendetail tentang teologi.

c.       Model ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad

Model ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad membahas secara detail tentang lima ajaran pokok Mu’tazilah dan juga berbagai masalah teologi.

d.      Model Thahawiyah

Model Thahawiyah membahas tentang teologi di kalangan ulama salaf, yaitu ulama yang belum dipengaruhi pemikiran Yunani dan pemikiran lainnya yang berasal dari luar Islam, atau bukan dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

e.       Model Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy

Model Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari Imam Al-Ghazali menulis buku berjudul al-syamil fi Ushul al-din. Di dalam buku ini telah dibahas tentang penciptaan alam, kitab Tauhid, kelemahan kaum Mu’tazillah, akidah, kesucian Allah SWT,  Ta’wil, sifat-sifat bagi Allah, illat atau sebab.

f.       Model Al-Ghozali

Model Al-Ghozali membahas tentang ilmu zat Allah dan kenabian Muhammad SAW.

 

 

 

 

 

g.      Model Al-Amidy

Model ini membahas tentang sifat-sifat wajib bagi Allah, sifat-sifat jaiz Allah, pembahasan tentang keesaan Allah Ta’ala, perbuatan yang bersifat wajib al-Wujud, tentang tidak ada penciptaan selain Allah, tentang barunya alam serta tidak adanya sifat tasalsun dan tentang imamah

h.      Model Al-Syahrastani

Model ini membahas tentang baharunya alam, Tauhid, tentang sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah sebagai Maha Mendengar dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum datangnya syari’at.

i.        Model Al-Bazdani

Membahas tentang perbedaan pendapat para ulama’ mengenai ilmu Kalam.

                       2.        Penelitian Lanjutan

Selain penelitian yang bersifat pemula sebagaimana tersebut diatas, dalam bidang Ilmu Kalam ini juga dijumpai penelitian yang bersifat lanjutan yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para pemula. Berbagai hasil penelitian lanjutan ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

a.      Model Abu Zahrah

Abu Zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi yang dituangkan dalam buku karyanya berjudul tarikh al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasah wa al-‘Aqaid. Pemasalahan teologi yang diangkat dalam penelitiannya ini di sekitar masalah objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada masalah teologi.

 

b.      Model Ali Mushthofa Al-Ghurabi

Ali Mushthofa Al-Ghurabi memusatkan penelitiannya pada masalah berbagai aliran yang tedapat dalam Islam serta pertumbuhan ilmu kalam di kalangan masyarakat Islam.

c.       Model Abd Al-Lathif Muhammad Al-‘Asyr

Membahas tentang pokok-pokok yang menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.\

 

D.    Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam

Dari segi kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang menghubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang terhubung dengan tasawuf, yaitu al-suffah ( ahl al-suffah ), yaitu orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos              ( bahasa Yunani : Hikmah ) dan suf ( kain wol kasar )[21]. Dengan demikian dari segi kebahasaan tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah. Sedangkan mistisme adalah Islam yang diberi nama Tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme.

Islam sebagai agama yang bersifat universal, menghendaki kebersihan lahiriah (dimensi eksoterik), dan keberhasilan batiniah (dimensi esoteric). Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada memberikan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia, di dalam tasawuf, seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Terdapat hubungan yang erat antar akidah, Syari’ah dan akhlak. Berkenan dengan ini telah bermunculan para peneliti yang mengkonsentrasikan kajiannya pada masalah tasawuf. Keadaan ini selanjutnya mendorong timbulnya kajian dan penelitian di bidang tasawuf[22].

Berbagai bentuk dan modal penelitian tasawuf adalah sebagai berikut:

1.      Model Sayyed Husein Nasr

Sayyed Husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuwan Muslim kenama abad modern. Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia sajikan dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Dulu dan Sekarang. Di dalam buku tersebut disajikan hasil penelitiannya di bidang tasawuf dengan menggunakan pendekatan tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema tertentu. Di dalamnya dinyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana menjalin hubungan yang intens dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia.

Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa model penelitian tasawuf yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.

 

2.      Model Mustafa Zahri

Penelitian yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran tasawuf dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Penelitian tersebut menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al Qur’an[23].

 

3.      Model Kautsar Azhari Noor

Penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas, Ibn Arabi dengan pahamnya Wahdat al-wujud.

4.      Model Harun Nasution

Harun Nasution, Guru besar dalam Teologi dan Filsafat Islam juga menaruh perhatian terhadap penelitian di bidang tasawuf. Hasil penelitiannya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Falsafat dan Mitisisme Dalam Islam. Dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tematik.

5.      Model A.J. Arberry

Penelitian yang digunakan adalah analisis kesejarahan, yakni berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarah dan tidak di analisis ke dalam konteks kehidupan modern.

 

E.     Metodologi Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah

1.      Pengertian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah

Fiqh menurut bahasa berarti tahu atau paham Menurut istilah berarti syari’at. Dalam kaitan ini dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa hukum Islam atau fiqh adalah sekelompok dengan syari’at yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash Al Qur’an atau Al-sunnah.

Sedangkan kaidah ushuliyah adalah Hukum kulli (umum) yang dibentuk menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil.

2.      Sumber Pengambilan Kaidah Usuliyah

Secara global, kaidah-kaidah ushul fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), ‘Akal (prinsip-prinsip dan nilai-nilai), bahasa (Ushul at tahlil al lughawi), yang secara terperinci kita jelaskan dibawah ini :

 

 

a.    Al Qur’an.

Al Qur’an merupakan firman Allah SAW yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, untuk membebaskan manusia dari kegelapan. Kitab ini adalah kitab undang-undang yang mengatur seluruh kehidupan manusia, firman Allah yang Maha mengetahui apa yang bermanfaat bagi manusia dan apa yang berbahaya, dan merupakan obat bagi ummat dari segala penyakitnya.

b.      As Sunnah

Allah memberikan kemuliaan kepada nabi Muhammad SAW dengan mengutusnya sebagai nabi dan rasul terakhir untuk umat manusia dengan tujuan menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada umat. Maka nilai kemuliaan Rasulullah bukan dari dirinya sendiri tetapi dari Sang Pengutus yaitu Allah SWT, karena siapapun yang menjadi utusan pasti lebih rendah tingkatannya dari yang mengutus. Allah Berfirman yang artinya:” Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul”. (QS. Ali Imran: 144). Jika seluruh perintah Allah telah disampaian oleh Rasulullah kepada umat, selesailah tugasnya dan wajib bagi umat untuk memperhatikan risalah yang di sampaikan oleh rasulullah[24].

Banyak sekali ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa sunnah Rasulullah adalah merupakan salah satu sumber agama Islam, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 53,132,144, 172  juga didalam surat An Nisa ayat: 42, 59, 61, 64, 65, dan masih banyak lagi.

 

 

 

 

c.       Ijma’

Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ijma adalah:

                                  1.   Ijma’ Sahabat bahwa “hukum yang di hasilkan dari hadits ahad dapat di terima”.

                                  2.   Ijma’ Sahabat bahwa “hukum terbagi menjadi 5 macam”.

                                  3.   Ijma’ Sahabat bahwa “syariat nabi Muhammad menghapus seluruh syariat yang sebelumnya”.

d.      Akal

Akal memiki kedudukan yang tinggi didalam syariat islam, karena kita tidak akan faham Islam tanpa akal. Sebagai contoh, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Allah itu ada? Jika dijawab Al Qur’an, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Al Qur’an benar-benar dari Allah? Jika dijawab I’jaz, apa dalil yang menunjukkan bahwa I’jazul quran sebagai dalil bahwa alqur’an bersumber dari Allah SWT? Dan seterusnya. Dengan demikian dapat kita fahami bahwa Islam tidak akan kita fahami tanpa akal, oleh karena itulah akal merupakan syarat taklif dalam Islam.

Meskipun demikian, ada satu hal yang harus di perhatikan dengan seksama, bahwa akal tidak bisa berkerja sendiri tanpa syar’I. Akal hanyalah sarana untuk mengetahui hukum-hukum Allah melalui dalil-dalil al quran dan hadits. Allah lah yang menjadi hakim, dan akal merupakan sarana untuk memahami hukum-hukum Allah tersebut.

e.       Perkataan Sahabat

Diantara kaidah-kaidah ushul yang diambil dari perkataan-perkataan sahabat Rasulullah adalah:

                                  1.        Hadits-hadits Ahad zonniyah

                                  2.        Qiyas adalah hujjah

                                  3.        Hukum yang terakhir menghapus hukum yang terdahulu (naskh)

                                  4.        Orang awam boleh taqlid

                                  5.        Nash lebih di utamakan dari qiyas maupun ijma’

        3.          Model Penelitian

a.      Model  Harun Nasution

Sebagai guru besar dalam bidang teologi dan filsafat, Harun Nasution juga mempunyai perhatian terhadap fiqih. Penelitiannya dalam bidang fiqih ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap hukum Islam dengan menggunakan pendekatan Sejarah. Selanjutnya melalui pendekatan sejarah Harun Nasution membagi perkembangan fiqih dalam empat periode yaitu periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad dan periode taklid. Model penelitian yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif dengan menggunakan pendekatan sejarah.

b.      Model Noel J.Coulson

Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya dibidang fiqih dalam karyanya yang berjudul Hukum Ulama dalam Perspektif Sejarah. Penelitiannya bersifat deskriptif analitis ini menggunakan pendekatan sejarah. Penelitiannya itu dituangkan ke dalam tiga bagian. Pada bagian pendahuluan ia mengatakan bahwa problema yang mendasar pada saat ini ialah adanya pertentangan antara ketentuan-ketentuan hukum tradisional yang dinyantakan secara kaku di satu pihak, dan ketentuan-ketentuan masyarakat modern di pihak lain.

c.       Model Mohammad Atho Mudzhar

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) serta latar belakang sosial politik yang melatar belakangi timbulnya fatwa tersebut. Hasil penelitiannya di tuangkan ke dalam empat bab.

 

 

 

F.     Metodologi Pemikiran Modern

1.      Pengertian

Sebagian Umat Islam hingga saat ini nampak ada perasaan masih belum mau menerima apa yang dimaksud dengan pembaharuan Islam. Hal ini disebabkan karena salah persepsi dalam memahami pembaruan Islam. Mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama dan diganti dengan ajaran Islam yang baru.

Pembaharuan Islam sebenarnya bukan sebagaimana yang dipersepsikan seperti diatas namun Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan pengetahuan dan teknologi modern[25].

             2.     Model Penelitian

a.      Model Penelitian Deliar Noer

Salah satu buku yang memuat hasil penelitian tetang pemikiran modern dalam Islam yang dilakukan oleh Deliar Noer berjudul Gerakan Modern Islam di Indonesia. Dari judulnya terlihat bahwa penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang coba mendeskripsikan gerakan modern Islam di Indonesia yang terjadi pada tahun 1900-1942.

Lebih lanjut, Deliar Noer mengatakan betapa perkembangan masa merdeka banyak relevansinya dengan perkembangan pemikiran periode tersebut dibagi menjadi empat.

 

 

 

b.      Model Penelitian H.A.R. Gibb

Penelitian mengenai pemikiran modern dalam Islam pernah dilakukan oleh H.A.R. Gibb, Maha Guru pada Universitas Oxford. Hasil penelitiannya berjudul Modern Trends in Islam. Dengan demikian, penelitian yang ia lakukan bersifat penelitian eksploratif deskriptif, yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan secara mendalam suatu objek dengan menggunakan data-data yang terdapat dalam kajian pustaka, sedangkan pendekatan yang digunakan bersifat filosof historis. Yaitu suatu penelitian yang tekanannya ditujukan untuk mengemukakan nilai-nilai universal dan mendasar dari suatu ajaran atau objek yang diteliti, serta didukung oleh data-data historis yang dapat dipercaya. 


 

BAB III

SIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

Berdasarkan pada adanya upaya penafsiran Al Qur’an dari sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Ulumul Tafsir digunakan untuk mengetahui kandungan kitabullah ( Al Qur’an ) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Metodologi Ulumul Hadits merupakan metodologi yang digunakan untuk mengetahui fungsi terhadap Al Qur’an dan hadits serta menekankan fungsi dan maksud firman Allah.

Berbagai metode penelitian filsafat Islam dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi perkembangan filsafat Islam selanjutnya.

Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlaq mulia di dalam tasawuf.

Pada metodologi ini dapat kita ketahui bahwa model penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif, deskriptif dan menggunakan pendekatan sejarah. Serta dapat mengetahui latar belakang sosial politik yang dikembangkan MUI.

Pemikiran modern dapat diartikan arah pemikiran yang maju menuju kepada pembaharuan, pemikiran ini ada dua macam yaitu metode pemikiran modern yang sekuler dan agamis.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A’yun, Qurrota. 2008. Metodologi Memahami Islam. ( online ),

( http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/, diakses 08 Oktober 2011 )

        Jawigo. 2010. Aneka Metodologi Studi Islam I. ( online ),

( http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/aneka-metodologi-studi-islami.html, diakses 08 Oktober 2011 )

        Jawigo. 2010. Aneka Metodologi Studi Islam II. ( online ),

( http://jawigo.blogspot.com/2010/10/aneka-metodologi-studi-islam-ii.html, diakses 08 Oktober 2011 )

Kozam. 2009. Kaidah-kaidah Usuliyah. ( online ),

( http://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/, diakses 01 November 2011 )

Nata, Abuddin. 2007. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

 

 



[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 209.

[2] Ibid., hlm. 210.

[3] Ibid.

[4] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 219.

[5] Ibid., hlm. 220.

[6] Ibid.

[7] Ibid., hlm. 222

[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 214.

[9] Ibid. hlm 224

[10] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 227-228.

[11] A’yun, Qurrota. 2008. Metodologi Memahami Islam

[12] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 241.

[13] Ibid., hlm. 244-245.

[14] http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/aneka-metodologi-studi-islam-i.html

[15] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 247.

[16] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/

[17] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadis, (Bandung: PT. Al Ma’arif), hal.73.

 

[18] Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal.100.

[19] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 56.

 

[20] A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997), hlm. 206.

[21] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 286.

 

[22] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/

[23] A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997), hlm. 209.

[24] http://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/

 

[25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 ), hlm. 378.         

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar