BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak kedatangan Islam hingga saat ini pemahaman tentang metodologi
studi Islam sangat berbeda-beda. Hal itu disebabkan karena seseorang tersebut
hanya menguasai salah satu bidang saja. Seperti yang dapat kita lihat ada orang yang penguasaannya
terhadap salah satu bidang keilmuan cukup mendalam, tetapi kurang memahami
disiplin ilmu keislaman lainnya, hingga saat ini pemahaman Islam yang terjadi
di masyarakat masih bercorak. Demikian pentingnya metodologi ini. Dan penguasaan
metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang
dimilikinya.
Metode-metode
yang digunakan untuk memahami Islam suatu saat mungkin dipandang tidak cukup
lagi, sehingga diperlukan pendekatan baru yang harus digali oleh para pembaharu.
Diantara metodologi-metodologi hasil galian para pembaharu adalah metodologi
ulumul tafsir, metodologi ulumul hadist, metodologi filsafat dan teologi (
kalam ), metodologi tassawuf dan mistis Islam, metodologi kajian fiqh dan
kaidah ushuliyah, metodologi pemikiran modern, metodologi pendidikan Islam,
metodologi tekstualitas dan kontekstualitas, serta metodologi muqarrah madzhab.
Dan metodologi inilah yang akan diulas
dan dikaji dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka setidaknya ada
beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1.
Bagaimanakah
metodologi dalam ulumul tafsir ?
2.
Bagaimankah
metodologi dalam ulumul hadist ?
3.
Bagaimanakah
metodologi dalam filsafat dan teologi ( kalam ) ?
4.
Bagaimanakah
metodologi dalam tasawwuf dan mistis Islam ?
5.
Bagaimanakah
metodologi dalam kajian fiqih dan kaidah usuhuliyah ?
6.
Bagaimanakah
metodologi dalam pemikiran modern ?
7.
Bagaimanakah
metodologi dalam pendidikan Islam ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Metodologi Ulumul
Tafsir
1.
Pengertian
Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa Arab
fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian.
Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan
dan keterangan[1].
Selain itu, pengertian tafsir sebagaimana juga dikemukakan pakar Al Qur’an
dalam formulasi yang berbeda-beda, namun dengan maksud atau esensinya sama[2].
Salah satunya adalah Az-Zarkasyi. Dan ia mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu
yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah ( Al Qur’an ) yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW[3].
2.
Latar Belakang
Seperti halnya ilmu pengetahuan
lain, ilmu tafsir pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mulai dari masa
nabi Muhammad sampai masa sekarang. Berdasarkan upaya penafsiran al-Qur’an
sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Lahirlah penafsiran yang lebih
banyak disebabkan oleh tuntunan perkembangan zaman dan masyarakat.
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-qur’an sejak dahulu sampai
sekarang, maka dapat ditemukan bahwa penafsiran al-Qur’an secara garis besar
melalui empat cara (metode) yaitu:
a.
Metode Tahlily
( Analisis )
Metode tahlily atau yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode
tajzi’iy adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan tentang kandungan
ayat-ayat Al Qur’an[4].
b.
Model Ijmali (
Global )
Metode Ijmali atau disebut juga dengan metode global adalah cara
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang
terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam praktiknya metode ini sering
disamakan dengan metode tahlily karena itu seringkali metode ini tidak di bahas
secara tersendiri. Dengan metode ini cukup dengan menjelaskan kandungan yang
terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar[5].
c.
Metode Muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Al Qur’an yang dilakukan
dengan cara membandingkan ayat Al Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu
ayat-ayat yang mempunyai kemiripan atau membandingkan ayat Al Qur’an dengan hadist-hadist
Nabi Muhammad SAW[6].
d.
Metode
Maudlu’iy
Pada metode maudlu’iy ini berupaya menghimpun ayat-ayat Al Qur’an
dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang diterapkan
sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat
tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh tentang masalah yang di bahas[7].
3.
Model
Penelitian Tafsir
Dalam kajian perpustakaan dapat
dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar Al Qur’an terhadap penafsiran
yang dilakukan generasi terdahulu. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa
model penafsiran Al Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut :
a.
Model Quraish
Shihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab
lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan, yaitu
model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang
dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir
baik yang primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan maupun
ulama lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut
kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan
pendekatan kategorisasi dan perbandingan. Sehingga, Qurasih Shihab telah
meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu[8].Dari
penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan
tafsir. Antara lain tentang :
· Periodisasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir
· Corak-corak penafsiran
· Macam-macam metode penafsiran Al Qur’an
· Syarat-syarat dalam menafsirkan Al Qur’an
· Hubung tafsir modern
b.
Model Ahmad
Al-Syabashi
Pada tahun 1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian tentang
tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis
sebagaimana yang dilakukan Quraish Shihab.
Sumber
yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para
ulama tafsir seperti Ibnu Jarir Ath-Thabrari, Az-Zamakhsyari, Jalaluddin
As-Suyuthi, Ar-Raghib Al-Ashfahani, Asy-Syatibi, haji kahlifah, dan buku tafsir
yang lainnya[9].
Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai
sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat nabi.
Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir
politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan dibidang tafsir.
c.
Model Syaikh
Muhammad Al- Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad
modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam
bidang tafsir Al Qur’an. Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir
yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada
rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Kemudian Muhammad
Al-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir yang bercorak dialogis, seperti yang
pernah dilakukan oleh Al-Razi dalam tafsirnya
Al-Tafsir al-kabir[10].
B.
Metodologi
Ulumul Hadits
1.
Pengertian
hadits
Secara bahasa hadits berarti
al-khabar, yang berarti ma yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang
diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang
kepada orang lain.[11]
Secara istilah, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Hadits, khabar, dan atsar
mempunyai pengertian yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada
Rasullulah SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan, baik semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan ulama ahli
ushul fiqih mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir
nabi yang berkaitan dengan penetapan hukum. Berdasarkan pengertian di atas,
hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik ucapan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum Allah yang disyari’atkan kepada
manusia.
2.
Model
Penelitian Ulumul Hadits
Model penelitian yang dilakukan oleh
para ulama hadits antara lain sebagai berikut :
a.
Model
penelitian Quraish shihab
Dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur’an, Quraish Shihab
hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu mengenai hubungan hadits
dengan Al Qur’an serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan yang
beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan. Hasil penelitian
Quraish Shihab tentang fungsi hadits terhadap Al Qur’an, menyatakan bahwa Al
Qur’an menekankan bahwa Rasul SAW, berfungsi menjelaskan maksud firman-firman
Allah (QS 16:44 )[12].
b.
Model
penelitian Mushtafa As-Siba’i
Penelitian yang dilakukan Mushthafa Al-Siba’iy dalam bukunya itu
bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan
secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajian menggunakan pendekatan
kronologi urutan waktu dalam sejarah. Hasil penelitian yang dilakukan Mushthafa
Al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits
mulai dari Rasulullah sampai sekarang[13].
c.
Model
penelitian Muhammad Al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan Muhammad Al-Ghazali termasuk penelitian
eksploratif yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya hadits
dari berbagai aspek[14].
d.
Model
penelitian Zain Ad-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqy
Al-Hafidz Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqy yang
hidup tahun 725-806 tergolong ulama generasi pertama yang banyak melakukan
penelitian hadits. Dari hasil penelitian yang dituangkan dalam buku Al-Taqyid
wa Al-Idlah Syarh Muqaddimah Ibn Ash-Shalah, ia menjelaskan bahwa hadits pada
prinsipnya memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari
ayat-ayat Al Qur’an. Penelitian yang dilakukan bercorak eksploratif dengan
menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analisis[15].
C.
Metodologi
Filsafat dan Teologi ( Kalam )
Dari segi bahasa , filsafat Islam terdiri dari gabungan kata
filsafat dan Islam. Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta,
dan kata sophos yang berarti ilmu atau Hikmah .
Filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan
Al-Qur’an dan hadist, pembahasannya mencakup bidang kosmalogi, bidang
metafisika, masalah kehidupan di dunia, kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan,
dan lain sebagainya. Untuk dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam
diperlukan metode dan pendekatan secara seksama[16].
Berbagai metode penelitian filsafat Islam dilakukan oleh para ahli
dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat
Islam selanjutnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Model M. Amin
Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya,
M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam.
Hasil penelitiannya ia tuangkan
dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm In Ghazali and
Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian
kepustakaan yaitu, penelitian yang mengambil bahan kajiannya dari berbagai
sumber baik yang ditulis oleh itu sendiri maupun oleh tokoh lain. Bahan-bahan
tersebut kemudian di teliti keontentikannya secara seksama[17].
2.
Model Otto
Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of
Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Para Filosof Muslim, Otto Horrassowitz telah melakukan
penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat
Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosofi abad klasik. Penelitian
yang dilakukan tersebut bersifat penelitian kualitatif. Sumber kajian pustaka.
Metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya historis dan tokoh.
Yaitu, bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama
terdahulu, sedangkan titik kajianny adalah tokoh[18].
3.
Model Ahmad
Fuad Al-Bahwani
Ahmad Fuad Al-Bahwani termasuk
pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat
Islam. Metode yang ditempuh adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian
yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan . Sifat-sifat dan coraknya adalah
penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan
yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan dan
tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang
timbulnya pemikiran dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba
membagi tokoh-tokoh filosofi menurut tempat tinggal mereka, dan dengan
pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai
dengan tokoh yang mengemukakannya[19].
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan para ahli bersifat penelitian
kepustakaan, yakni penelitian yang menggunakan bahan-bahan gerakan sebagai
sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analitis.
Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan,
substansial[20].
Selain filsafat ada pula metodologi
yang menggunakan teologi atau ilmu kalam. Teologi atau ilmu kalam adalah ilmu
yang pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Dengan ilmu ini
diharapkan seseorang menjadi yakin dalam hatinya secara mendalam dan
mengikatkan dirinya hanya pada Tuhan. Menurut Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip
A.Hanafi, ilmu kalam ialah ilmu berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan ilmu dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Secara umum penelitian ilmu kalam
ada dua bagian yakni penelitian yang bersifat dasar (penelitian pemula) dan
penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian dasar. Dan
peneliti tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1.
Penelitian
Pemula
a.
Model Abu
Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
Al-Maturidy Al-Samarqandy
Model Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy telah menulis buku
teologi berjudul kitab al-tauhid. Buku ini telah ditahkik oleh Fatullah Khalif,
magister dalam bidang sastra pada Universitas Cambridge. Dalam buku tersebut
selain dikemukakan riwayat hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah
dikemukakan berbagai masalah yang detail dan rumit di dalam ilmu kalam.
b.
Model Al-Iman
Abi Al-Hasan bin Isma’il Al-Asy’ari
Sebagaimana halnya Al-Maturidy, Al-Asy’ari dalam bukunya tersebut
membahas masalah-masalah yang rumit dan mendetail tentang teologi.
c.
Model ‘Abd
Al-Jabbar bin Ahmad
Model ‘Abd Al-Jabbar bin Ahmad membahas secara detail tentang lima
ajaran pokok Mu’tazilah dan juga berbagai masalah teologi.
d.
Model
Thahawiyah
Model Thahawiyah membahas tentang teologi di kalangan ulama salaf,
yaitu ulama yang belum dipengaruhi pemikiran Yunani dan pemikiran lainnya yang
berasal dari luar Islam, atau bukan dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
e.
Model Al-Imam
Al-Haramain Al-Juwainy
Model Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari
Imam Al-Ghazali menulis buku berjudul al-syamil fi Ushul al-din. Di dalam buku
ini telah dibahas tentang penciptaan alam, kitab Tauhid, kelemahan kaum
Mu’tazillah, akidah, kesucian Allah SWT,
Ta’wil, sifat-sifat bagi Allah, illat atau sebab.
f.
Model
Al-Ghozali
Model Al-Ghozali membahas tentang ilmu zat Allah dan kenabian
Muhammad SAW.
g.
Model Al-Amidy
Model ini membahas tentang sifat-sifat wajib bagi Allah,
sifat-sifat jaiz Allah, pembahasan tentang keesaan Allah Ta’ala, perbuatan yang
bersifat wajib al-Wujud, tentang tidak ada penciptaan selain Allah, tentang
barunya alam serta tidak adanya sifat tasalsun dan tentang imamah
h.
Model
Al-Syahrastani
Model ini membahas tentang baharunya alam, Tauhid, tentang
sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah sebagai Maha Mendengar
dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum datangnya syari’at.
i.
Model
Al-Bazdani
Membahas tentang perbedaan pendapat para ulama’ mengenai ilmu
Kalam.
2.
Penelitian
Lanjutan
Selain penelitian yang bersifat pemula sebagaimana tersebut diatas,
dalam bidang Ilmu Kalam ini juga dijumpai penelitian yang bersifat lanjutan
yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para pemula. Berbagai
hasil penelitian lanjutan ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.
Model Abu Zahrah
Abu Zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran
dalam bidang politik dan teologi yang dituangkan dalam buku karyanya berjudul
tarikh al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasah wa al-‘Aqaid. Pemasalahan teologi
yang diangkat dalam penelitiannya ini di sekitar masalah objek-objek yang
dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang
berdampak pada masalah teologi.
b.
Model Ali
Mushthofa Al-Ghurabi
Ali Mushthofa Al-Ghurabi memusatkan penelitiannya pada masalah
berbagai aliran yang tedapat dalam Islam serta pertumbuhan ilmu kalam di
kalangan masyarakat Islam.
c.
Model Abd
Al-Lathif Muhammad Al-‘Asyr
Membahas tentang pokok-pokok yang menyebabkan timbulnya perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam.\
D.
Metodologi
Tasawuf dan Mistis Islam
Dari segi kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang
menghubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima
istilah yang terhubung dengan tasawuf, yaitu al-suffah ( ahl al-suffah ), yaitu
orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke madinah, saf, yaitu barisan
yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci,
sophos ( bahasa Yunani :
Hikmah ) dan suf ( kain wol kasar )[21].
Dengan demikian dari segi kebahasaan tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu
berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup
sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang
lebih mulia di sisi Allah. Sedangkan mistisme adalah Islam yang diberi nama
Tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme.
Islam sebagai agama yang bersifat universal, menghendaki kebersihan
lahiriah (dimensi eksoterik), dan keberhasilan batiniah (dimensi esoteric). Tasawuf
merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada
memberikan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak
mulia, di dalam tasawuf, seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara
agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Terdapat
hubungan yang erat antar akidah, Syari’ah dan akhlak. Berkenan dengan ini telah
bermunculan para peneliti yang mengkonsentrasikan kajiannya pada masalah
tasawuf. Keadaan ini selanjutnya mendorong timbulnya kajian dan penelitian di
bidang tasawuf[22].
Berbagai
bentuk dan modal penelitian tasawuf adalah sebagai berikut:
1.
Model Sayyed
Husein Nasr
Sayyed Husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuwan Muslim kenama
abad modern. Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia sajikan dalam bukunya
yang berjudul Tasawuf Dulu dan Sekarang. Di dalam buku tersebut disajikan hasil
penelitiannya di bidang tasawuf dengan menggunakan pendekatan tematik, yaitu
pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema tertentu.
Di dalamnya dinyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana menjalin hubungan yang
intens dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia.
Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa model penelitian tasawuf
yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran tasawuf yang pernah
berkembang dalam sejarah.
2.
Model Mustafa
Zahri
Penelitian yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali
ajaran tasawuf dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Penelitian tersebut
menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literatur yang
ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al Qur’an[23].
3.
Model Kautsar
Azhari Noor
Penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi tentang tokoh dengan
pahamnya yang khas, Ibn Arabi dengan pahamnya Wahdat al-wujud.
4.
Model Harun
Nasution
Harun Nasution, Guru besar dalam Teologi dan Filsafat Islam juga
menaruh perhatian terhadap penelitian di bidang tasawuf. Hasil penelitiannya
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Falsafat dan Mitisisme Dalam Islam. Dan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tematik.
5.
Model A.J.
Arberry
Penelitian yang digunakan adalah analisis kesejarahan, yakni
berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarah dan tidak di
analisis ke dalam konteks kehidupan modern.
E.
Metodologi
Kajian Fiqh dan Kaidah Ushuliyah
1.
Pengertian Fiqh
dan Kaidah Ushuliyah
Fiqh menurut bahasa berarti tahu
atau paham Menurut istilah berarti syari’at. Dalam kaitan ini dijumpai pendapat
yang mengatakan bahwa hukum Islam atau fiqh adalah sekelompok dengan syari’at
yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash
Al Qur’an atau Al-sunnah.
Sedangkan kaidah ushuliyah adalah
Hukum kulli (umum) yang dibentuk menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan
fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil.
2.
Sumber
Pengambilan Kaidah Usuliyah
Secara global, kaidah-kaidah ushul
fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), ‘Akal (prinsip-prinsip dan
nilai-nilai), bahasa (Ushul at tahlil al lughawi), yang secara terperinci kita
jelaskan dibawah ini :
a.
Al Qur’an.
Al Qur’an merupakan firman Allah SAW yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW, untuk membebaskan manusia dari kegelapan. Kitab ini adalah kitab
undang-undang yang mengatur seluruh kehidupan manusia, firman Allah yang Maha
mengetahui apa yang bermanfaat bagi manusia dan apa yang berbahaya, dan
merupakan obat bagi ummat dari segala penyakitnya.
b.
As Sunnah
Allah memberikan kemuliaan kepada nabi Muhammad SAW dengan
mengutusnya sebagai nabi dan rasul terakhir untuk umat manusia dengan tujuan
menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada umat. Maka nilai kemuliaan Rasulullah
bukan dari dirinya sendiri tetapi dari Sang Pengutus yaitu Allah SWT, karena
siapapun yang menjadi utusan pasti lebih rendah tingkatannya dari yang
mengutus. Allah Berfirman yang artinya:” Muhammad tidak lain hanyalah seorang
rasul”. (QS. Ali Imran: 144). Jika seluruh perintah Allah telah disampaian oleh
Rasulullah kepada umat, selesailah tugasnya dan wajib bagi umat untuk
memperhatikan risalah yang di sampaikan oleh rasulullah[24].
Banyak sekali ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa sunnah
Rasulullah adalah merupakan salah satu sumber agama Islam, diantaranya firman
Allah dalam surat Ali Imran ayat: 53,132,144, 172 juga didalam surat An Nisa ayat: 42, 59, 61,
64, 65, dan masih banyak lagi.
c.
Ijma’
Diantara
kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ijma adalah:
1. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum yang di hasilkan dari hadits ahad dapat
di terima”.
2. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum terbagi menjadi 5 macam”.
3. Ijma’ Sahabat bahwa “syariat nabi Muhammad menghapus seluruh
syariat yang sebelumnya”.
d.
Akal
Akal memiki kedudukan yang tinggi didalam syariat islam, karena
kita tidak akan faham Islam tanpa akal. Sebagai contoh, Apa dalil yang
menunjukkan bahwa Allah itu ada? Jika dijawab Al Qur’an, Apa dalil yang
menunjukkan bahwa Al Qur’an benar-benar dari Allah? Jika dijawab I’jaz, apa
dalil yang menunjukkan bahwa I’jazul quran sebagai dalil bahwa alqur’an
bersumber dari Allah SWT? Dan seterusnya. Dengan demikian dapat kita fahami
bahwa Islam tidak akan kita fahami tanpa akal, oleh karena itulah akal
merupakan syarat taklif dalam Islam.
Meskipun demikian, ada satu hal yang harus di perhatikan dengan
seksama, bahwa akal tidak bisa berkerja sendiri tanpa syar’I. Akal hanyalah
sarana untuk mengetahui hukum-hukum Allah melalui dalil-dalil al quran dan
hadits. Allah lah yang menjadi hakim, dan akal merupakan sarana untuk memahami
hukum-hukum Allah tersebut.
e.
Perkataan
Sahabat
Diantara kaidah-kaidah ushul yang diambil dari perkataan-perkataan
sahabat Rasulullah adalah:
1.
Hadits-hadits
Ahad zonniyah
2.
Qiyas adalah
hujjah
3.
Hukum yang
terakhir menghapus hukum yang terdahulu (naskh)
4.
Orang awam
boleh taqlid
5.
Nash lebih di
utamakan dari qiyas maupun ijma’
3.
Model
Penelitian
a.
Model Harun Nasution
Sebagai guru besar dalam bidang teologi dan filsafat, Harun
Nasution juga mempunyai perhatian terhadap fiqih. Penelitiannya dalam bidang
fiqih ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap hukum
Islam dengan menggunakan pendekatan Sejarah. Selanjutnya melalui pendekatan
sejarah Harun Nasution membagi perkembangan fiqih dalam empat periode yaitu
periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad dan periode taklid. Model
penelitian yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif,
deskriptif dengan menggunakan pendekatan sejarah.
b.
Model Noel
J.Coulson
Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya dibidang fiqih dalam
karyanya yang berjudul Hukum Ulama dalam Perspektif Sejarah. Penelitiannya
bersifat deskriptif analitis ini menggunakan pendekatan sejarah. Penelitiannya
itu dituangkan ke dalam tiga bagian. Pada bagian pendahuluan ia mengatakan
bahwa problema yang mendasar pada saat ini ialah adanya pertentangan antara
ketentuan-ketentuan hukum tradisional yang dinyantakan secara kaku di satu
pihak, dan ketentuan-ketentuan masyarakat modern di pihak lain.
c.
Model Mohammad
Atho Mudzhar
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui
materi fatwa yang dikemukakan Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) serta latar
belakang sosial politik yang melatar belakangi timbulnya fatwa tersebut. Hasil
penelitiannya di tuangkan ke dalam empat bab.
F.
Metodologi
Pemikiran Modern
1.
Pengertian
Sebagian Umat Islam hingga saat ini
nampak ada perasaan masih belum mau menerima apa yang dimaksud dengan
pembaharuan Islam. Hal ini disebabkan karena salah persepsi dalam memahami
pembaruan Islam. Mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang
ajaran Islam yang lama dan diganti dengan ajaran Islam yang baru.
Pembaharuan Islam sebenarnya bukan
sebagaimana yang dipersepsikan seperti diatas namun Pembaharuan Islam adalah
upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru
yang ditimbulkan kemajuan pengetahuan dan teknologi modern[25].
2. Model Penelitian
a.
Model
Penelitian Deliar Noer
Salah satu buku yang memuat hasil penelitian tetang pemikiran
modern dalam Islam yang dilakukan oleh Deliar Noer berjudul Gerakan Modern
Islam di Indonesia. Dari judulnya terlihat bahwa penelitian yang digunakan
bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang coba mendeskripsikan
gerakan modern Islam di Indonesia yang terjadi pada tahun 1900-1942.
Lebih lanjut, Deliar Noer mengatakan betapa perkembangan masa
merdeka banyak relevansinya dengan perkembangan pemikiran periode tersebut
dibagi menjadi empat.
b.
Model
Penelitian H.A.R. Gibb
Penelitian
mengenai pemikiran modern dalam Islam pernah dilakukan oleh H.A.R. Gibb, Maha
Guru pada Universitas Oxford. Hasil penelitiannya berjudul Modern Trends in
Islam. Dengan demikian, penelitian yang ia lakukan bersifat penelitian
eksploratif deskriptif, yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan secara
mendalam suatu objek dengan menggunakan data-data yang terdapat dalam kajian
pustaka, sedangkan pendekatan yang digunakan bersifat filosof historis. Yaitu
suatu penelitian yang tekanannya ditujukan untuk mengemukakan nilai-nilai
universal dan mendasar dari suatu ajaran atau objek yang diteliti, serta
didukung oleh data-data historis yang dapat dipercaya.
BAB
III
SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
Berdasarkan pada adanya upaya penafsiran Al Qur’an dari sejak zaman
Rasulullah SAW hingga saat ini. Ulumul Tafsir digunakan untuk mengetahui
kandungan kitabullah ( Al Qur’an ) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Metodologi Ulumul Hadits merupakan metodologi yang digunakan untuk
mengetahui fungsi terhadap Al Qur’an dan hadits serta menekankan fungsi dan
maksud firman Allah.
Berbagai metode penelitian filsafat Islam dilakukan para ahli
dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi perkembangan filsafat
Islam selanjutnya.
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan
perhatian pada aspek rohani manusia yang dapat menimbulkan akhlaq mulia di
dalam tasawuf.
Pada metodologi ini dapat kita ketahui bahwa model penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksploratif, deskriptif dan menggunakan pendekatan
sejarah. Serta dapat mengetahui latar belakang sosial politik yang dikembangkan
MUI.
Pemikiran modern dapat diartikan arah pemikiran yang maju menuju
kepada pembaharuan, pemikiran ini ada dua macam yaitu metode pemikiran modern
yang sekuler dan agamis.
DAFTAR PUSTAKA
A’yun, Qurrota. 2008. Metodologi Memahami Islam. ( online ),
( http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/,
diakses 08 Oktober 2011 )
Jawigo. 2010. Aneka
Metodologi Studi Islam I. ( online ),
(
http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/aneka-metodologi-studi-islami.html,
diakses 08 Oktober 2011 )
Jawigo. 2010. Aneka
Metodologi Studi Islam II. ( online ),
(
http://jawigo.blogspot.com/2010/10/aneka-metodologi-studi-islam-ii.html,
diakses 08 Oktober 2011 )
Kozam. 2009. Kaidah-kaidah Usuliyah. ( online ),
( http://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/,
diakses 01 November 2011 )
Nata, Abuddin. 2007. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Grafindo
Persada.
[1]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 209.
[2]
Ibid., hlm. 210.
[3]
Ibid.
[4]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 219.
[5]
Ibid., hlm. 220.
[6]
Ibid.
[7]
Ibid., hlm. 222
[8]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 214.
[9]
Ibid. hlm 224
[10]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 227-228.
[11]
A’yun, Qurrota. 2008. Metodologi Memahami Islam
[12]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 241.
[13]
Ibid., hlm. 244-245.
[14]
http://msitadriskimia.blogspot.com/2010/09/aneka-metodologi-studi-islam-i.html
[15]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 247.
[16]
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/
[17]
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadis, (Bandung: PT. Al Ma’arif),
hal.73.
[18]
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal.100.
[19]
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973), hlm. 56.
[20] A.Mustofa,
Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997), hlm. 206.
[21]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 286.
[22] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/25/metodologi-memahami-islam/
[23]
A.Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997), hlm. 209.
[24]
http://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/
[25]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007 ), hlm. 378.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar