Selasa, 04 Januari 2022

Makalah Activity Based Costing dan Just In Time

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang Masalah

Untuk dapat mencapai kualitas produk yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Untuk mewujudkan perlu suatu filosofi untuk menghilangkan pemborosan. Selain itu, usaha menghasilkan produk yang bermutu hanya dapat dicapai bila proses bermutu dapat dicapai. Perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan penghematan di berbagai bidang hanya dapat dilakukan dalam suatu proses yang berlangsung panjang dan terus menerus dan berkesinambungan.

Activity Based Costing dan Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Keduanya berperan untuk mengatur perusahaan agar lebih efisien. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih mengenai hal ini bagi pelaku bisnis, juga mahasiswa Ekonomi Islam yang di masa yang akan datang akan turun ke dunia bisnis. Untuk itu, didalam makalah ini akan kami jelaskan lebih rinci mengenai Activity Based Costing dan Just In Time.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan ABC dan JIT?

2.      Bagaimana ilustrasi dari ABC dan JIT?

 

C.    Tujuan Penelitian

1.      Untuk mengetahui definisi dari ABC dan JIT.

2.      Untuk mengetahui ilustrasi dar ABC dan JIT.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  Activity Base Costing (ABC)

1.      Definisi ABC

ABC adalah metodologi akuntansi yang menghubungkan elemen-elemen berikut ini:

1)      Biaya (cost). Biaya diklasifikasikan sebagai biaya produk yakni biaya yang berkaitan dengan proses manufaktur produk. Biaya produk kemudian diklasifikasikan lebih lanjut yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

2)      Aktivitas. Aktivitas adalah suatu kelompok kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi atau suatu proses kerja.

3)      Sumber daya, yang dimaksud disini adalah pengeluaran organisasi

4)      Objek Biaya, secara sederhana objek biaya dapat diartikan sebagai alasan mengapa perhitungan harga pokok harus dilakukan.

Dengan demikian ABC dapat didefinisikan sebagai suatu metode pengukuran biaya produk atau jasa yang didasarkan atas penjumlahan biaya dari pada kegiatan atau aktivitas yang timbul dengan produksi atau jasa tersebut.[1] Adapun menurut Kusnadi dkk. dalam buku Akuntansi Manajemen Komprehensif Tradisional dan Kontemporer, ABC secara garis besar didefinisikan sebagai suatu sistem penetapan biaya pokok dimana banyak kumpulan biaya overhead dialokasikan dengan mempergunakan dasar yang dapat mencakup satu atau lebih faktor yang terkait dengan volume.[2]

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa activity based costing merupakan pendekatan yang dilakukan untuk penentuan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.

a.       Mendesain Sistem ABC

ABC pada dasarnya mencari suatu metode atau cara untuk menghasilkan informasi biaya yang lebih akurat dengan melakukan identifikasi atas berbagi aktivitas yang dalam ABC disebut sebagai activity driver. Menurut Cooper dan Kaplan hieraki aktivitas dari ABC terbagi atas:

1.      Unit Level

2.      Batch Level

3.      Product Level

4.      Facility Level

Sebagian besar biaya dapat dikatagorikan ke dalam salah satu dari keempat kelompok aktivitas diatas. Unit Level biasanya bervariasi tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan. Batch Level seperti biaya teknis untuk mempersiapkan mesin tergantung pada jumlah batch produksi yang di inginkan. Production Level seperti biaya mesin yang dikhususkan untuk memproduksi suatu produk khusus tentu tergantung pada jumlah produk khusus yang hendak diproduksi. Adapun Facility Level seperti keamanan tenetu tergantung pada jumlah lokasi produksi.

2.      Ilustrasi ABC

a.       Ilustrasi Manfaat ABC

Sebagai ilustrasi potensi manfaat dari ABC, ilustrasi berikut membandingkan 2 laporan biaya dari suatu departemen, dimana sisi sebelah kiri informasi berdasarkan metode konvensional sedangkan sebelah kiri dengan metode ABC.

Buku besar/ metode konvensional (Rp. 000)

ABC (Rp.000)

Gaji

Peralatan

Perjalanan Dinas

Perlengkapan

Alokasi Pemakaian Ruang &Utilitas

621.400

61.200

58.000

43.900

30.000

Key/Scan Klaim

Analisis Klaim

Penundaan Kliam

Terima Aplikasi

Penyelesaian Masalah Anggota

Batch Proses

Penentuan Eligibilitas

Duplikasi Dokumen

Korespondensi

Training

 

32.000

121.000

32.500

101.500

83.400

45.500

119.00

145.000

77.100

158.000

Total

914.500

 

Total

914.500

 

b.      Ilustrasi Metode Konvensional Vs ABC

Sebuah ilustrasi perusahaan fiktif.PT .Brawi adalah sumber perusahaan manufaktur yang memproduksi 2 macam produk: produk A dan produk B, produk A sumber utama pendapatan perusahaan, dimana produksi dilakukan setiap hari kerja, untuk kemudian disimpan dalam gudag, serta dikirimkan kepada pelanggan besar secara teratur 1 bulan sekali. Adapun produk B diproduksi berdasarkan pesanan khusus diperuntukan bagii pelanggan kecil tidak tetap.

Data berkenaan dengan biaya, aktivitas, produksi dan penjualan sebagai berikut:

Produksi

Tahun 1

Tahun 2

A

B

2.000

1.000

2.200

1.000

 Penjualan

Tahun 1

Tahun 2

A

B

2.000

1.000

2.000

1.000

Kebutuhan Bahan Baku (Per Unit)

 

A, 2 Unit @Rp.50

B, 1 Unit @Rp. 20

Rp.100

Rp. 20

 

 

c.       Perbandingan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode akuntansi biaya konvensional dengan ABC

Perhitungan Harga Pokok Penjualan Metode Akuntansi Konvensional

 

Produk A

Produk B

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 1

Tahun 2

BD. Awal

B. lahan Baku

B. T. Kerja

B. Overhead pabrik

Biaya Pabrikasi

(-) BDP, Akhir

Harga Pokok Produksi

(+) persediaan Produksi Jadi, awal

Persediaan Siap Jual

(-) persediaan Produksi Jadi, Akhir

Harga Pokok Penjualan (HPP)

 

0

200.000

150.000

300.000

650.000

0

650.000

0

650.000

0

650.000

0

220.000

165.000

300.000

685.000

0

685.000

0

685.000

62.273

622.727

0

20.000

25.000

50.000

95.000

0

95.000

0

95.000

0

95.000

0

20.000

25.000

50.000

95.000

0

95.000

0

95.000

0

95.000

 

 

 

d.      Perhitungan Laba Operasi Metode Konvensional

 

Produk A

Produk B

Total

 

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 1

Tahun 2

Penjualan

800.000

800.000

100.000

100.000

900.000

900.000

HPP

650.000

622,727

95.000

95.000

745.000

717.727

Laba Kotor

150.000

177,273

5.000

5.000

155.000

182.273

Komisi Penjualan (0,5%)

 

 

 

 

4.500

4.500

Administrasi

 

 

 

 

27.000

27.000

Laba Sebelum Pajak

 

 

 

 

123.000

150.773

Pajak (35%)

 

 

 

 

43.225

52.770

Laba Bersih

 

 

 

 

80.275

98.002

 

Data  Harga Pokok dengan menggunakan ABC

 

Jumlah Aktivitas

Tarif ABC (Rp)

Cost Pool

Cost Driver

Biaya (Rp)

Produk A

Produk B

Total

 

Pengadaan Bahan Baku

Jumlah Pemesanan

60.000

25

50

75

800

Engineering

Perubahan Perintah

125.000

40

60

100

1.250

Pengemasan

Jumlah Pengiriman

100.000

12

38

50

2.000

Stup

Jumlah Stup

35.000

12

23

35

1.000

Penerimaan pesanan

Jumlah Pesanan yang diterima

30.000

5

15

20

1.500

Total

 

350.000

 

 

 

 

 

Perhitungan harga pokok per unit produk Metode ABC

 

Produk A (Rp)

Produk B (Rp)

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 1 & 2

Pengadaan Bahan Baku

Engineering

Pengemasan

Stup

Penerimaan Pesanan

20.000

50.000

24.000

12.000

7.500

 

20.000

50.000

24.000

12.000

7.500

40.000

75.000

76.000

23.000

22.500

Total BOP

113.500

113.500

236.500

Unit yang diproduksi

BOP Per unit

Bahan Baku Per unit

B.Tenaga Kerja per unit

2.000

56,75

100,00

75,00

2.200

51,59

100,00

75,00

1.000

236,50

20,00

25,00

Total Biaya Per unit

231,75

226,59

281,50

 

Perhitungan hasil operasi menurut ABC

 

Total

Tahun 1

Tahun 2

Penjualan

HPP

Laba Kotor

Komisi Penjualan (0.5%)

Administrasi

Laba Sebelum Pajak

Pajak (35%)

Laba Bersih

900.000

745.000

155.000

4.500

27.000

123.500

43.225

80.275

900.000

734.682

165.318

4.500

27.000

133,818

46.836

86.982

 

Perbandingan harga pokok penjualan per unit

 

Produk A (Rp)

Produk B (Rp)

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 1 & 2

Menurut Metode ABC

23,75

226,59

281,50

Menurut Metode Konvensional

325,00

325,00

95,00

 

Metode ABC menunjukan bahwa selama ini alokasi biaya BOP pada produk A menurut Metode Konvensional adalah terlalu tinggi , sedangkan harga pokok produk B terlalu rendah. Metode ABC juga mampu memberi informasi pada manajemen mengenai aktivitas mana saja yang tidak atau kurang produktif alias tidak menambah nilai produk dalam rangkaian rantai nilai. Sehingga aktivitas yang non value added tersebut bila tidak mungkin dihilangkan, dapat dipikirkan untuk meminimalkan.

Metode ABC membuktikan bahwa harga pokok produk B selam ini terlalu rendah, hanya Rp. 95 per unit, jadi seakan-akan harga jual Rp. 100 per unit sudah menguntungkan, padahal kenyataanya tidak demikian menurut ABC.

Tentu saja implementasi ABC tidak mudah dan tidak murah, sehingga perusahaan yang hendak menerapkan ABC harus dengan seksama menghitung cost and benefit dari ABC sebelum implementasi dilakukan. Ini belum termasuk kewajiban untuk tetap mempertahankan sistem konvensional, karena PSAK belum mengakui ABC.

Dalam praktek ABC banyak diadopsi untuk menentukan alokasi biaya overhead pabrik. Salah satu manfaat terbesar ABC dalam hal ini adalah kemampuan untuk mengungkapkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk atau jasa yang dihasilkan.

Kelemahan Metode ABC adalah dalam penerapan memerlukan lebih banyak waktu, tenaga dan juga peralatan sehingga biaya dari informasi yang dihasilkan menjadi relatif lebih mahal dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya konvensional. Oleh karena itu para manajer dan akuntan sangat menaruh perhatian pada manfaat yang dapat diperoleh  seandainya menerapkan Metode ABC. 

 

B.  Just In Time (JIT)

1.      Definisi JIT

Just in time merupakan konsep filosofi yang memusatkan kepada penekanan biaya atau beban melalui pengurangan biaya persediaan dimana bahan yang dibutuhkan beserta komponennya hanya didatangkan ketika bahan dan komponen tersebut dibutuhkan untuk diproduksi atau dipakai untuk memperlancar kegiatan produksi dan jika produksi belum dimulai atau belum dilakukan dan berbagai komponen juga belum diperlukan maka sebaiknya bahan dan komponen tersebut jangan sampai di perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan tidak perlu menyimpannya di dalam gudang.

Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi. Konsepdasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yangdiperlukan, pada waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan perbaikan terus – menerus (contionous process improvement).

Perkembangan teknologi produksi dan informasi turut mengubah manajemen persediaan. Sejak tahun 1950 sudah dikenal manajemen persediaan mengunakan model EOQ (economic order quqntity) dan ROP (Reorder point) yang bergeser pada MPR pada tahun 1960-an. Pada akhir tahun 1980-an berkembang filosof persediaan JIT di jepang yang kemudian dimodifikasi sebagai zero inventory sistem di amerika.

Pembelian persediaan dalam perusahaan yang mengadopsi JIT memiliki karakteristik lingkungan sederhana sebagai berikut:

·      Barang-barang yang dipesan segera dikirim sebelum pesanan dipakai

·      Jumlah pemasok berkurang secara derastis

·      Persetujuan jangka panjang dirancang dengan pemasok persetujuan ini menstipulasi jadwal pengiriman, kualitas barang dan harga yang harus dibayar

·      Barang yang masuk tidak perlu di inspeksi

·       Pembayaran tidak dibuat untuk tiap pengiriman tetapi pembayaran dikumpulkan untuk tiap pemasok.[3]

JIT adalah suatu filosof bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi waktu produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur maupun proses non manufaktur.

Tujuan dasar JIT adalah untuk menghasilkan atau menerima item yang diminta pada saat  dibutuhkan atau tepat waktu, dengan kata lain mengurangi sediaan

 

 

2.      Ilustrasi JIT

Brawi metal sebuah produsen produk X, memproduksi 40 unit X per batch. Setiap unit harus melalui proses produksi yang terdiri atas 3 tahapan sebagai berikut :

Tahapan Produksi

Waktu (menit )

Machining

6

Assembly

10

Testing

8

Total

24

 

Dibutuhkan waktu 10 menit untuk memindahkan produk dari machinig ke Assembly, dan 15 menit untuk perpindahan dari Assembly ke Testing. Diperkirakan 97.5% dari waktu tunggu di peruntukan untuk kegiatan yang tidak memberi nilai tambah, termasuk perpindahan barang.

a.       Tipe JIT

JIT adalah suatu sistem komperhensif berkenaan dengan persediaan pengendalian manufaktur dalam hal mana pembelian material dan pembuatan produk dilakukan sampai waktu dibutuhkan. Terhadap 2 macam JIT yakni:

b.      JIT Manufaktur

Berikut ini karakteristik sukses implementasi JIT Manufaktur

1)      A smoot , unifrom production rate. Dimulai semnjak kedatangan bahan baku hingga pengiriman produk jadi.

2)      Peranan Pull Method untuk koordinasi proses produksi. Alat bantu yang digunakan adalah Whitdraw kanban dan Production Kanban.

3)      Pembelian bahan dan pengerjaan produk dalam proses serta produksi produk jadi dalam jumlah yang sedikit

4)      Penyiapan mesin yang cepat dan murah.

5)      Bahan baku dan Produk senantiasa terbaik. Kerap didukung dengan implementasi TQC (total quality control)

6)      Pemeliharaan peralatan yang efektif.

7)      Atmosfir kerja tim yang mendukung peringatan sistem produksi

8)      Multiskilled Workers dan Flexibel Facilities

 

c.       JIT pembelian

Berikut ini karakteristik implentasi JIT pembelian:

1)      Hanya sedikit pemasok

2)      Kontrak pengadaan jangka panjang dengan pemasok

3)      Bahan baku dan bahan pembantu dikirim dalam jumlah kecil sesegera mungkin sebelum dibutuhkan

4)      Inspeksi minimal pada bahan baku dan bahan pembantu yang diterima dari pemasok

5)      Pembayaran/ pelunasaan pada setiap pemasok dilakukan sesuai jadwal yang disepakati, biasanya berdasarkan batch.

 

d.      Prinsip-prinsip JIT

JIT  MANUFAKTUR

MANUFAKTUR TRADISIONAL

Mengurangi tingkat persediaan

Menambah persediaan dengan tujuan melindungi diri dari ganguan dalam proses

Mengurangi lead time

Memperpanjang lead time sebagai buffer mengantisipasi ketidak pastian

Mengirimi waktu persiapan produksi

Set up tidak dipandang sebagia prioritas peningkatan

Menekan penting tata letek yang berorientasi produk

Menekankan penting tata letak yang berorientasi proses

Menekan pentingnya keterlibatan karyawan  dalam kerja sama kelompok

Menekankan pentingnya karyawan bekerja sesuai perintah atasan

PULL manufakturing

PUSH manufakturing

Menekan pentingnya tercapai zero defet

Defect masih dapat ditolerir

Memerlukan pemasok sebagai partner

Karenaya perusahaan hanya memiliki sedikit pemasok

Pemasok adalah entitas independen., karenaya perusahaan memiliki banyak pemasok

Tata letak mesin dan peralatan produksi berdasarkan fungsi

Tata letak mesin dan peralatan produksi berdasarkan urutan proses

Seseorang pekerja bagian produksi hanya terlatih untuk mengoperasikan 1 buah tipe mesin

Para pekerja telah mampu mengoperasikanbeberapa mesin berbeda karena telah memperoleh pelatihan yang meadai

 

 

e.       Sistem Akuntansi untuk JIT

Penerapan JIT juga mensyaratkan sistem akuntansi yang memang dirancang khusus, disesuaikan dengan kompleksitas JIT itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa karakteristik khas akuntansi yang dimaksudkan

1.      Sedikit transaksi, semakin sedikit transaksi berarti semakin sederhana sistem akuntansi

2.      Bahan baku dan overhead digunakan menjadi satu perkiraan konversi, yang dikenal dengan istilah raw material and inventory in process

3.      Sedapat mungkin biaya overhead pabrik ditelusuri ke jalur JIT

4.      Biaya bahab langsung dibebankan kepada produk

5.      Hanya ada satu perkiraan untuk pemakaian bahan dan barang dalam proses, yakni perkiraan RIP

6.      Seluruh pembelian bahan dibebankan pada RIP

7.      RIP dikredit untuk setiap produk jadi yang diselesaikan dikerjakan

8.      Biaya konversi dibebankan langsung pada produk jadi.


BAB III

KESIMPULAN

 

ABC adalah metodologi akuntansi yang menghubungkan elemen-elemen berikut ini:

1.      Biaya (cost). Biaya diklasifikasikan sebagai biaya produk yakni biaya yang berkaitan dengan proses manufaktur produk. Biaya produk kemudian diklasifikasikan lebih lanjut yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

2.      Aktivitas. Aktivitas adalah suatu kelompok kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi atau suatu proses kerja.

3.      Sumber daya, yang dimaksud disini adalah pengeluaran organisasi.

4.      Objek Biaya, secara sederhana objek biaya dapat diartikan sebagai alasan mengapa perhitungan harga pokok harus dilakukan.

 

                                    Just in time merupakan konsep filosofi yang memusatkan kepada penekanan biaya atau beban melalui pengurangan biaya persediaan dimana bahan yang dibutuhkan beserta komponennya hanya didatangkan ketika bahan dan komponen tersebut dibutuhkan untuk diproduksi atau dipakai untuk memperlancar kegiatan produksi dan jika produksi belum dimulai atau belum dilakukan dan berbagai komponen juga belum diperlukan maka sebaiknya bahan dan komponen tersebut jangan sampai di perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan tidak perlu menyimpannya di dalam gudang.

 


DAFTAR PUSTAKA

Samryn. 2001.  Akuntansi Manajerial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Witjaksono, Aramanto. 2013.  Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusnadi dkk.2001. Akuntansi Manajemen. Malang: Universitas Brawijaya.

 



[1] Armanto Witjaksono, Akuntansi Biaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal.236-237

[2] Kusnadi dkk.,Akuntansi Manajemen, (Malang: Universitas Brawijaya, 2001), hal. 334

[3] Samryn, Akuntansi Manajerial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal.129-130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar