BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Materialitas dan risiko merupakan hal
penting dalam perencanaan audit. Paragraph pertama dalam laporan auditor
mengandung dua penyataan penting yang secara langsung berhubungan dengan
materialitas dan risiko.
Materialitas merupakan dasar penerapan
standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Oleh karena itu materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit
dalam audit atas laporan keuangan.
Sedangkan risiko audit adalah risiko
dimana auditor akan menarik kesimpulan bahwa laporan keuangan disajikan denga
layak dan oleh karenanya dapat dieluarkan pendapat audit tanpa kualifikasi, di
mana dalam kenyataan laporan keuangan tersebut disajikan salah secara material.
Karena itulah penulis tertarik untuk
mempelajari lebih dalam mengenai pokok pembahasan ini. Namun dalam makalah ini
penulis hanya membahas tentang materialitas dan risiko audit.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu materialitas dan risiko audit?
2. Bagaimana
langkah-langkah dalam menerapkan materialitas?
3. Bagaimana
bentuk model risiko audit?
C.
Tujuan
1. Mahasiswa
memiliki pengetahuan yang dalam tentang pokok pembahasan materialitas dan
risiko audit
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Materialitas
Materialitas adalah suatu nilai
informasi akuntansi yang dhilangkan atau salah disajikan yang dalam lingkungan
yang berlaku, yang mungkin akan merubah pertimbangan seorang yang bersandar
pada informasi tersebut. [1]
Materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan ynag
melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu. [2]
Jadi materialitas adalah besarnya suatu
penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang memperhitungkan situasinya,
yang menyebabkan berubahnya atau terpengaruhnya orang yang yang mengandalkan
informasi tersebut.
Tanggunga jawab auditor adalah
menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan yang material. Jiika
auditor menemukan kesalahan yang material dia akan meminta perhatian klien
supaya melakukan tindakan perbaikan. Pendapat dengan kualifikasi atau pendapat
tidak wajar akan dikeluarkan auditor tergantung pada sampai sejauh mana
materealitas kesalahan penyajian. Karena itu auditor harus memiliki pengetehuan
yang lengkap mengenai penerapan meterialitas ini.
Dalam audit atas laporan keuangan,
auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak
memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak
dapat menentukan apakah semua transaksi yang telah terjadi telah dicatat,
diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan
keuangan.
Oleh karena itu, dalam audit dalam
laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini:
1. Auditor
dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi
2. Auditor
dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten
yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan
3. Auditor
dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat , bahwa dalam laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidakterdapat salah
saji material karena kekeliruan dan kecurangan[3]
Terdapat lima langkah yang saling
berhubungan dalam usaha menerapkan materialitas, di,ulai dengan menetapkan
pertimbangan awal materialitas, mengalokasikakn pertimbangan awal materialitas
kepada segmen audit, mengestimasi total kesalahan dalam segmen, dan
membandingkan keseluruhan estimasi dengan pertimbangan awal materialitas yang
telah direvisi.
a. Menetapkan
Pertimbangan Awal Materialitas
Pertimbangan
awal materialitas adalah jumlah maksimum kesalahan yang menurut auditor dapat
terjadi dalam laporan keuangan tetapi tidak sampai memperngaruhi keputusan yang
diambil pemakai yang berakal sehat. Alasan perlunya melakukakn pertimbangan
awal materialitas adalah untuk membantu auditor merencancanakan pengumpulan
bukkti pendukung (evidence) yang memadai. Jiika auditor menentukan jumlah yang
kecil dalam dolar, maka bukti pendukung yang diperlukan akan lebih banyak
ketimbang bila ia menentukan tingkat materialitas yang tinggi.
Penentuan materialitas ini yang sering
disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat
materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam
mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah, (2)
informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. [4]
Sementara audit berjalan, auditor masi
dapat mengubah pertimbangan awal materialitas yang telah ditentukan. Setiap
kali hal ini dilakukakan, pertimbangan yang baru dinamakan pertimbangan
materialitas yang telah direvisi. Alasan dilakukannya revisi karena berubahnya
factor yang telah digunakan dalam menentukan pertimbangan awal materialitas
atau auditor yang menyatakan bahwa pertimbangan awal tersebut terlalu besar
atau terlalu kecil.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi
pertimbangan awal materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu.
Diantaranya adalah
a)
Materialitas adalah suatu konsep relative,
bukan absolute
kesalahan
dalam jumlah tertentu dapat saja material untuk perusahaan kecil.tapi umtuk
perusahaan yang lebih besar jumlah tersebut tidak material. Sebagai contoh,
total kesalahan sebesar $1 juta akan sangat material. Bagi Hillsburg Hardware
Co.. tetapi untuk perusahaan IBM tidak. Jelaslah bahwa tidak mungkin menentukan
nilai tertentu sebagai pedoman untuk menetapkan pertimbangan awal materialitas
yang berlaku untuk semua klien audit.
b)
Diperlukan dasar-dasar untuk
mengevaluasi materialitas
karena
materialitas bersifat realitas, diperlukan dasar-dasar untuk menentukan apakah suatu kesalahan
material atau tidak. Laba bersih sebelum
pajak. Umumnya merupakan dasar terpenting untuk menetapkan materealitas,
karena dianggap sebagai informasi yang krikitis bagi para pemakai laporan. Juga
penting untuk mengetahui kewajaran dari kemungkinan dasar-dasar lain seperti
aktiva lancar, total aktiva kewajiban lancar dan ekuitas pemilik.
Factor-faktor
kualitatif juga mempengaruhi materialitas, walaupun jumlah nilai dolarnya sama,
jenis kesalahan tertentu lebih penting dari jenis kesalahan lain bagi pemakai
laporan. Berikut ini adalah contoh factor kualitatif yang hendaknya
dipertimbangkan dalam menentukan pertimbangan awal materialitas.
(1) Jumlah-jumlah
yang melibatkan kekeliruan (kesalahan disengaja) pada umumnya dianggap lebih
penting dari pada kesalahan tidak disengaja walaupun jumlah dolarnya sama,
karena kesalahan disengaja menggambarkan kejujuran dan dapat dipercayanya
manajemen atau personil lain yang terlibat.
(2)
Kesalahan yang nampaknya kecil dapat
menjadi material apabila ada konsekuennsi yang akan ditimbulkannya, misalnya
menyebabkan dilanggarnya suatu perjanjian kontarak.
(3)
Kesalahan yang tidak materialitas dapat
menjadi material jika hal itu mempengaruhi trend laba. Sebagai contoh jika laba
yang telah dilaporkan aetiap tahun selama lima tahun yang lalu menunjukkan
kenaikan sebesar 3%, tetapi laba untuk tahun berjalan turun sebesar 1%,
perubahan dalam trend tersebut bila menjadi material
Untuk menunjukkan penerapan konsep
materialitas diberikan pedoman illustratif.
|
PERTIMBANGAN
AWAL MATERIALITAS |
|||
MINIMUM |
MAKSIMUM |
|||
Persentase |
Jumlah Dolar |
Persentase |
Jumlah Dolar |
|
Laba operasi sebelum
pajak |
5 |
19.000 |
10 |
37.000 |
Aktiva lancar |
5 |
128.000 |
10 |
255.000 |
Total aktiva |
3 |
92.000 |
6 |
184.000 |
Kewajiban lancar |
5 |
44.000 |
10 |
88.000 |
Bila auditor Hillsburg Hardware
menetapkan bahwa pedoman umum tersebut adalah memadai, maka langkah pertama
selanjutnya adalah mengevaluasi apakah ada factor kualitatif yang mempengaruhi
secara signifikan atau pertimbangan materialitas. Jika teidak ada auditor harus
memutuskan bahwa jika totak kesalahan darilaba operasi sebelumpajak lebih kecil
dari $19.000, laporan tersebut dianggap telah dinyatakan secara wajar. Jika
total kesalahanya melebihi $37.000, laporan tersebut dianggap tidak dinyatakan
secara wajar. Jika total kesalahannya berada diantatra $19.000 dan $37.000,
seluruh faktanya akan dipertimbangkan lagi dengan lebih teliti. Proses ini
kemudian dilakukan kembali oleh auditor terhadap ketiga dasr lainnya.
b.
Mengalokasikan Pertimbangan Awal
Materialitas Ke Dalam Segmen Audit (Kesalahan Yang Masih Dapat Ditolerir)
Mengalokasikan
pertimbangan awal materialitas ke dalam segmen audit adalah penting karena
bukti pendukung yang perlu diakumulasikan adalah persegmen ketimbang secara
langsung atas laporan keuangan keseluruhan. Jika auditor memiliki pertimbangan
awal materialitas untuk setiap segmen, hal ini akan membantunya dalam
menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan.
Kebanyakan praktisi lebih senang
mengalokasikan materialitas ke dalam neraca dari pada perhitungan rugi-laba.
Karena dalam kebanyakan audit lebih banyak perkiraan dalam perhitungan
rugi-laba dibandingkan neraca, maka pengalokasian materialitas ke dalam perkiraan
neraca biasanya lebih mudah.
Ketika auditor mengalokasikan
pertimbangan awal materialitas ke dalam saldo perkiraan, jumlah materialitas
yang dialokasikan tersebut menurut SAS 39 (AU 350) disebut sebagai kesalahan
yang masih bisa ditolerir (tolerable error).Terdapat tiga kesulitan yang harus
dihadapi dalam pengalokasian materialitas ke dalam perkiraan neraca
(segmen-segmen audit). Auditor mengantisipasi lebih banyak kesalahan akan
terjadi pada pos-pos tertentu ketimbang yang lain, adanya kelebihan maupun
kekurangan dalam penyajian harus dipertimbangkan, dan biaya relative dalam
audit mempengaruhi pengalokasian.
Suatu contoh sederhana akan digunakan
untuk menunjukkan kesulitan-kesulitan tersebut. Asumsikan seorang klien yang
hanya memiliki empat perkiraan neraca dan pertimbangan awal materialitas
sebesar $50.000
NERACA |
JUMLAH
DOLLAR |
Kas
|
100.000 |
Piutang
Usaha |
450.000 |
Persediaan |
450.000 |
Total
Aktiva |
1.000.000 |
Laba
yang Ditahan |
1.000.000 |
Berdasarkan pengalaman sebelumnya
auditor dapat dengan keyakinan yang wajar, dengan biaya audit yang rendah,
mengatakan bahwa penyajian kas akan memiliki kesalahan tidak lebih dari $1.000.
auditor juga cukup yakin bahwa piutang usaha tidak akan memilki kesalahan
diatas $5.000. dia tidak menemukan alasan untuk memperkirakan adanya kesalahan
dalam pencataan persdiaan. Bukti pendukung yang tertinggi biayanya untuk
dikumpulkan adalah untuk persediaan. Dengan demikian, auditor memutuskan untuk
mengalokasiakan materialitas seperti berikut ini.
|
KESALAHAN
YANG DAPAT DITOLERIR |
|
Kelebihan |
Kekurangan |
|
(over statement) |
(under
statement) |
|
Kas |
1.000 |
1.000 |
Piutang
usaha |
15.000 |
5.000 |
Persediaan |
34.000 |
44.000 |
Prestimasi
atas materialitas |
50.000 |
50.000 |
Dalam kasus ini
keputusan alokasi yang dibuat auditor dalah sangat efisien. Jika kesalahan yang
masih dapat ditolerir untuk kas ternyata lebih tinggi, kesalahan yang wajar
untuk piutang uasaha atau persediaan harus lebih rendah. Hal ini tidak
diinginkan karena biaya audit untuk kedua perkiraan tersebut lebih tinggi
daripada untuk nkas. Karena lebih tingginya biaya untuk mengumpulkan bukti
pendukung persediaan, kesalahan yang masih dapat ditolerir untuk piutang juga
lebih tinggi, walaupun saldo perkiraan tersebut nilainya sama. Untuk perkiraan
laba ditahan tidak ada kesalahan yang masih dapat ditolerir karena kesalahan
yang terajdi hanya ada dalam hasil penemuan dari kesalahan yang terdapat pada
perkiraan-perkiraan lain.
Sebagai ikhtisar,
tujuan alokasi pertimbangan awal materialitas ke masing-masing perkiraan neraca
adalah membantu auditor mengumpulakan bukti yang memadai untuk masing-masing
perkiraan. Sasaran dari alokasi tersebut adalah untuk memperkecil biaya audit.
Terlepas dari bagaimana alokasi tersebut dilakukan., pada saat itu audit telah
selesai auditor harus memiliki keyakinan bahwa penggabungan seluruh kmesalahan
dalam laporan keuangan adalah lebih rendah atau sama dengan pertimbangan awal
materialitas yang telah ditentukan.
c.
Estimasi kesalahan dan membuat perbandingan
Ketika
auditor melakukan prosedur audit untuk setiap segmen audit, catatan dibuat
untuk semua kesalahan yang ditemui. Sebagai contoh, asumsikan bahwa auditor
menemukan 6 kesalahan di dalam sample sebanyak 200 pada waktu melakukan
konfirmasi atas piutang usaha. Kesalahan ini akan digunakan untuk mengestimasi
total kesalahan dalam segmen piutang usaha. Total tersebut dinamakan estimasi
atau sering kali “proyeksi” karena yang di audit adalah samplenya dan bukan
seluruh populasi.
Estimasi
kesalahan dihitung berdasarkan pengujian audit yang sebenarnya. Sebagai contoh,
asumsikan bahwa dalam memeriksa persediaan, auditor mendapatkan kesalahan yang
terlalu tinggi sebesar $4.800 dalam sampel sebesar $50.000 dari populasi
sebanyak $450.000. salah satu cara untuk melakukan estimasi adalah dengan
membagi total kesalahan yang ditemukan dengan jumlah sampel, dan mengalikan
hasilnya dengan nilai total populasi. Perhitungan ini akan menghasilakn
estimasi total kesalahan yang tetrlalu tinggi sebesar $43.200
PERKIRAAN |
KESALAHAN YANG WAJAR |
ESTIMASI TOTAL KESALAHAN |
(KELEBIHAN) |
(KELEBIHAN) |
|
Kas |
1000 |
800 |
Piutang
usaha |
15.000 |
12.000 |
Persdiaan |
34.000 |
43.000 |
Pertimbangan
awal materialitas |
50.000 |
|
Estimasi
totakl kesalahan |
|
56.000 |
Estimasi total
kesalahan adalah sebesar 56.000, yang merupakan jumlah estimasi untuk setiap
perkiraan (mengestimasi keseluruhan kesalahan). Kemudian estimasi total
kesalahan dibandingkan dengan pertimbangan awal materialitas (membandingkan
seluruh estimasi dengan pertimbangan awal materialitas yang telah direvisi).
Karena estimasi total kesalahan lebih besar dari pertimbangan awal, laoran
keuangan tersebut tidak dapat diterima.
Auditor dapat menentukan apakah kesalahan yang terlalu tinggi sebenarnya lebih besar
dari 50.000 atau akan menerbitkan pendapat tidak wajar. Dengan asumsi bahwa
dilakukan audit tambahan, sebagian besar upaya dilakukan auditor akan
dipusatkan pada kesalahan dalam persediaan. [5]
B.
Risiko
Audit
Risiko
audit adalah risiko dimana auditor akan menarik kesimpulan bahwa laporan
keuangan disajikan denga layak dan oleh karenanya dapat dieluarkan pendapat
audit tanpa kualifikasi, di mana dalam kenyataan laporan keuangan tersebut
disajikan salah secara material.[6]
Risiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan
pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya.[7]
Kenyataan bahwa
auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang
disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor
mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, risiko yang terjadi
dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Risiko
audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian:
1. Risiko
audit keseluruhan (overall audit risk) yang berkaitan dengan laporan keuangan
sebagai kesluruhan
2. Risiko
audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan [8]
Model
Resiko Audit bagian ini akan membahas model resiko
audit. Penekanannya adalah pada berbagai komponen model dan hubungannya dengan
bersyarat bukti. Sumber model resiko audit dalam literatur profesional adalah
SAS 39 mengenai sampling audit dan SAS 47 mengenai materialitas dan resiko.
Bentuk utama model ini yang diambil dari persyaratan-persyaratan tersebut
adalah:
DAR = IR
x CR x DR
Dimana:
DAR = Resiko Audit yang diinginkan
IR = Resiko Inheren
CR = Resiko Pengendalian
DR = Resiko deteksi
Definisi
resiko audit yang diinginkan di
mana auditor bersedia mangambil resiko bahwa laporan keuangan mungkin terdapat
kesalahan yang meterial setelah audit diselesaikan namun pendapat tanpa
kualifikasi tepat dikeluarkan.
Risiko
Inheren antisipasi
audit bahwa trdapat kesalahan yang melapoui jumlah yang masih dapat ditolelir
dalam suatu megmen sebelum ia menyesuikan keefektifann mengendalian akuntansi
interen.
Risiko
Pengendalian (control risk) antisipasi auditor bahwa kealahan yang melebihi jumlah yang
masih bisa ditolelir dalam suatu segmen tidak akan dapat dicegah atau dideksi
oleh stuktur pengendalian interen klien.
Risiko
deteksi Analisis auditor akan kealahan material dalam
segmen yang tidak akan dideteksi oleh bukti audit.
Penggunaan
dana Ilustrasi
meskipun audit seperti seperti pada contoh dapat membantu auditor
memperoleh resiko audit yang apat diterima, namun hali itu mungkin tidak
efisien. Untukmendapatkan rencana audit yang lebih efisien, auditor sering kali
menggunakan metode resiko audit dengan cara kedua, guna menentukan resiko
deteksi dan kecukupan jumlah bukti yang deperlukan. Untuk maksud ini, metode
resiko audit digunakan dalam bentuk berikut:
DR |
= |
DAR |
IR x CR |
a.
Risiko
Audit yang Diinginkan
Resiko yang diinginkan adalah resiko yang secara
subjektif ditentukan untuk mana auditor bersedia mengmbil resiko bahwa laporan keuangan ternyata disajikan tidak
wajar setelah dilakukan audit, namun pendapat tanpa kualifikasi tetap
dikeluarkan semakin rendah resiko yang digunakan semakin rendah yang
diinginkan semakin yakin auditor bahwa laporan keuangan secara material tidak
salah disajikan.resikomnol berarti keyakinan penuh dan resiko 100 persenberati
ketidak pastian penuh laporan keuangan. Resiko dapat berkisar 0 sampai 1 (0
sampai 100 persen) tapi tidak dapat lebih atau kurang dari itu.
Konsep resiko audit yang diinginkan dapat lebih
mudah demengerti bila kita membayangkan jumlah pekerjaan audit yang banyak,
misalnya sepuluh ribu. Seberapa banyak dari audit tersebut dapat mengandung
kesalahan yang materil namun masih belum menimbukan dampak negtif pada
masyarakat. Jelas bahwa harus banyak di
bawah 10 persen. Mungkin lebih mendekati satu persen atau setengah dari satu
persenm bahkan sepersepuluh persen dari satu persen. Jika Auditor merasa bahwa
angka yang tepat untuk audit adalah satu berarti resiko audit yang diinginkan.
Jika tingkat resiko audit rendah, asalkan wajar,
hendaknya selalu diinginkan. Tetapi dalam kasus tertentu untuk melindungi pihak
pelindung baik pemakai maupun auditor sendiri, diperlukan tingkat resiko yang
lebih rendah lagi. Hal ini bergantung sejauh mana pihak pemakai eksteren akan
bersandar pad laporan dan kemungkinan klien menghadapi masalah kesulitan
keuangan sesudah laporan audit dikeluarkan.
Jika pihak Eksteren sangat mengandalkan laporan
keuangan selayaknya resiko audit deperkecil. Jika sangat diandalkan, suatu
kesalahan signifikan yang tidak dideteksi dalam laporan keuangan dapt
mengkibatkan kerugian sosial yang tidak kecil. Biaya tambahan mengumpulkan
lebih banya bukti dlam kasus ini sangat dibenarkan. Beberapa faktor merupakan
indikator yang untuk menentukan sejauh mana laporan keuangan diandalkan oleh
pihak pemakai eksternal:
1) Besarnya klien. Pad
aumumnya semakin besar klien semakin luas pula pemakain laporan keuangannya.
Besarnya klien yang ditentukan oleh total aktiva atau total pendapatan, akan
mempunyai pengaruh atas resiko audit yang diinginkan.
2) Distribusi pemilik.
Laporan dari perusahaan yang dimiliki umum ( sudah go publik), biasanya
diandalkan oleh lebih banyak pemaki daripada perusahaan yang pemiliknya
terkonsentrasi pada beberapa glintir orang saja. Untuk perusahaan seperti ini
pihak yang berkepentingan ternak BAPEPAM (SEC), para analisis keuangan, dalam
masyarakat pada umumnya.
3) Sifat dan jumlah kewajiban.
Bila laporan keuanga mengandung banyak kewajiban, kemungkinan laporan tersebut
akan digunakan secara lebih ekstensif oleh para kreditor maupun calon kredir
perusahaan.
Kemungkinan
klien menghadapi kesulitan keuangan sesudah laporan audit dikelurkan.
Sulit bagi auditor untuk meramal
kegagalan keuangan sebelum hal itu terjadi, tetapi faktor-faktor tertentu dapt
dijadikan indikator yang baik atas meningkatnya memungkinkan hal tersebut
terjadi:
a) Posisi likuiditas. Jika klien selalu kesulitan dan kekurangan
dalam menyediakan kas dan modal kerja, ini menunjukkna kesulitas masa depan
dalam membanyar tagihan-tagihan. Audit harus menganalisis kemungkinan dan
likuiditas yang sudah lemah menjadi semakin buruk.
b) Laba (rugi) dalam tahun tahun
terahir . jika suatu perusahaan secara berurutan dalam
tahun-tahun terahir mengalami penurunan laba, atau kerugian yang semakin bertambah, auditor harus
mengakui maslah solvensi di masa yang kemungkinan akan dihadapi klien. Adalah
penting juga untuk memepertimbangkan perubahab laba relatif terhadap saldo yang
tersisa dalam laba yang ditahan.
c) Metode pembiayaan pertumbuhan
usaha. Jika klien semakin bersandar pada hutang untuk
pembiayaan perusahaan, semakin besar kemungkinannya menghadapi kesulitan
keuangan apabila hasil operasinya kurang berhasil. Suatu hal yang juga penting
adalah mengvaluasi apakah aktia permanen perusahaan dibiayai oleh pinjaman
jangka pendek atau jangka penjang. Pengeluaran kas yang besar dalam periode
yang singkat, dapat memaksa perusahaan menuju ke kepalitan.
d) Sifat dari operasi kliean.beberapa
jenis usaha tertentu memang lebih tinggi resikonya dibidingkan dengan yang
lain. Sebagai contoh, dengan keadaan lain tetap, resiko usaha dengan makelar
saham untuk pailit lebih besar dibandingkan seorang pedagang kelontong
(kebetulan sehari-hari)
e) Kompetensi menejemen.
Menejemen yang kompeten selalu waspada kompetensi kesulitan keuangan dan
melkukan modifikasi atas metode operasinya untuk memperkecil pengaruh dari
masalah jangka pendek kemampuan manajemen juga harus diperhitngkan sebgai
bagian dari evaluasi kemungkinan kepailitan.
b.
Risiko
Inheren
Adalah kepekaan laporan keuangan
terhadap kesalahan yang material, dengan asumsi tidak ada pengendalian interen.
Jika auditor menyimpulkan bahwa terdapat kemungkinan kesalahan yang tinggi,
tanpa mengakibaikan adanya pengendalian interen, auditor dapat menyimpulkan
bahwa resiko inheren adalah tinggi.
Hubungan antara reiko inheren dengan
resiko deteksi dan bukti yang direncanakan adalah bahwa resiko
inherenberbanding terbalik dengan resiko deteksi dan berhubungan langsung
dengan bukti. Model resiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara resiko
inheren dan resiko pengendalian. Dimasukannya resiko inheren dalam model resiko
audit merupakan salah satu konsep auditing yang penting. Hal ini menunjukkan
bahwa auditor haarus menentukan di mana kesalahan yang terbanyak dan paling
sedikit dalam segmen laporan keuangan. Informasi ini mempengaruhi jumlah bukti
yang harus dikumpulkan auditor dan bagaimana auditor akan mengalokasikan pekrjaan pengumpulan bukti
kedalam segmen audit. Pada awal pekerjaan audit tidak banyak yang dpat
dilakukan untuk mengubah resiko inheren. Sebaiknya audit harus menganalisis faktor-faktor yang
membutuhkan resiko tersebut dan mendefinisikan
peroses pengumpulan bukti sehingga hal-hal tersebut turut diperhatikan.
Auditor hendaknya memepertimbangkan bebereapa faktor utama dalam menganalisis
resiko inherern:
1. Sifat
usaha
2. Integrasi
menejemen
3. Motivasi
klien
4. Hasil
audit sebelumnya
5. Penugasan
pertama kali lawan penugasan ulang
6. Hubungan
istimewa
7. Transaksi
istimewa
8. Transaksi
non-rutinan
9. Pertimbangan
yang diperlukan unutuk mencatat saldo perkiraan dan transaksi secara benar.
10. Kemudahan
terhadap penggelapan.
11. Jumlah
dollar dalam saldo perkiraan.
12. Besarnya
populasi.
13. Elemen-elemen
yang membentuk populasi,.
c.
Risiko
Pengendalian
Menggambarkan
tentang:
1. Suatu
penilaian mengenai apakah struktur pengendalian intren klien efektif mencegah
atau menemukan kesalahan
2. Kegiatan
auditor untuk membuat penilaian tersebut pada tingkat di bawah maksimum (100
persen) sebagai bagian dari rencana audit.
Seperti pada resiko inheren hubungan
antara resiko pengendalian dan resiko deteksi adalah kebalikannya sedangkan
hubungan antara resiko pengendalian dengan bukti adalah langsung. Misalnya jika
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal efektif, risiko deteksi dapat
dipertinggi dan dengan demikian bukti akan dturunkan. Auditor dapat menaikkan
risiko deteksi jika pengendalian-pengendaliannya efektif karena struktur
pengendalian internal yang efektif mengurangi kemungkinan kesalahan dalam
laporan keuangan.
d.
Risiko
Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko yang hendak
diambil auditor jika gagal menemukan kesalahan yang material dalam laporan
keuangan dengan menerapkan berbagai prosedur audit, dengan asumsi system
pengendalian internal gagal mendeteksi atau mengoreksinya. Ini dihitung dari
ketiga risiko lainnya didalam model risiko audit.
Risiko deteksi menentukan bukti yang
direncanakan akan dikumpulkan oleh auditor. Bila risiko deteksi rendah, auditor
tidak ingin mengambil terlalu banyak risiko dengan bukti-bukti yang gagal
mengungkap kesalahan-kesalahan. Karena itu harus diperoleh banyak bukti.
Apabila ingin mengambil lebih banyak risiko, tidak diperlukan banyak bukti.[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Materialitas adalah besarnya suatu
penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang memperhitungkan situasinya,
yang menyebabkan berubahnya atau terpengaruhnya orang yang yang mengandalkan
informasi tersebut.
Proses
penerapan materialitas terdiri atas 5 langkah yaitu:
1. Menetapkan
pertimbangan awal materialitas
2. Mengalokasikan
pertimbangan awal materialitas pada segmen-segmen audit
3. Mengestimasi
total kesalahan dalam segmen
4. Mengestimasi
keseluruhan kesalahan
5. Membandingkan
keseluruhan estimasi dengan pertimbangan awal materialitas yang telah direvisi
Risiko audit adalah risiko dimana
auditor akan menarik kesimpulan bahwa laporan keuangan disajikan denga layak
dan oleh karenanya dapat dieluarkan pendapat audit tanpa kualifikasi, di mana
dalam kenyataan laporan keuangan tersebut disajikan salah secara material.
Model
risiko audit yaitu:
DAR = IR
x CR x DR
.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 2011. Auditing Edisi 6. Jakarta; Salemba Empat
Tjakrakusuma,Ilham.
1995. Auditing. PT.Gelora Aksara
Pratama
[1]
Ilham Tjakrakusuma, Auditing, (PT.Gelora Aksara Pratama,1995),
hal.251
[2] Mulyadi, Auditing Edisi 6, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hal.158
[3] Ibid, hal.159
[4] Ibid
[5]Ibid;
Ilham
Tjakrakusuma, Auditing, (PT.Gelora
Aksara Pratama,1995), hal.258
[6] Ibid, hal, 259
[7]
Ibid;
Mulyadi, Auditing Edisi 6, (Jakarta: Salemba
Empat, 2011), hal.165
[8] Ibid, hal.166
[9]
Ibid;
Ilham
Tjakrakusuma, Auditing, (PT.Gelora
Aksara Pratama,1995), hal.269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar