Senin, 01 November 2021

MAKALAH TENTANG HAK CIPTA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  LATAR BELAKANG

Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari Hak kekayaan Intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi) karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan. Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal 44 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19 Tahun 2000.

 

1.2    Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Hak cipta?

2.      Apa sifat Hak Cipta?

3.      Bagaimana Perkecualian dan batasan Hak Cipta?

4.      Berapa Lama masa berlakunya Hak Cipta?

5.      Bagaimana Proses Pendaftaran Hak Cipata?

6.      Apa itu Hak Moral dan Hak Ekonomi?

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1  Pengertian tentang Hak Cipta

Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.

 

 

 

 

 

2.2   Sifat Hak Cipta

Mengenai sifat-sifat hak cipta, sebagaimana diterangkan pada pasal-pasal dibawah ini:

-     Pasal 1

Hak cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan atau kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam undang-undang (K.U.H.Pt. 570).

-     Pasal 2

Hak cipta dianggap sebagai barang bergerak.

Hak itu pindah dengan warisan, dan dapat diserahkan seluruhnya atau sebagian. Penyerahan seluruhnya atau sebagian dari hak cipta hanya boleh dilakukan dengan akte otentik atau akte dibawah tangan. Penyerahan itu hanya mengenai wewenang- wewenang, sebagaimana yang disebutkan dalam akte penyerahan itu atau merupakan akibat mutlak yang timbul menurut sifat dan tujuan dari persetujuan yang diadakan (K.U.H.Pt. 511, 613, U.U.C, 51).

Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemilikanya, yaitu pencipta, demikan juga hak cipta atas ciptaan-ciptaan yang belum diumumkan setelah pencipta meninggal dunia yang didapat oleh seseorang, yang memilikinya sebagai warisan atau sebagai wasiat dari pencipta, tidak dapat disita (pasal 4 UUHC).

2.3  Perkecualian dan Batasan Hak Cipta

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Contoh lain, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) “program computer” diperbolehkan membuat salinan atas program computer yang dimilikinya untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Dalam karya fotografi, hak cipta foto umumnya dipegang oleh fotografer, namun foto seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UUHC Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.

Selain daripada itu, Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan, berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan yang “apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai suatu agama, ataupun menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma, kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17)

Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan-keputusan dalam memutuskan suatu sengketa.

Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

2.4  Masa Berlakunya Hak Cipta

Hak cipta berlaku selama pencipta masih hidup ditambah 25 tahun setelah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC). Sesuai dengan ketentuan bahwa hak cipta mempunyai fungsi social, maka berlakunya hak cipta ditentukan lebih pendek daripada yang telah ditentukan dalam undang-undang lama, dimaksudkan agar hak cipta tersebut tidak terlalu lama berada ditangan orang tertentu. Menurut U.U.C 1912, pasal 37, jangka waktu tersebut adalah 50 tahun.

Jika hak cipta tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya, ditambah dengan jangka waktu 25 tahun sesudah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 2 UUHC). Jangka waktu 25 tahun tersebut dihitung sejak pencipta yang terlama hidupnya meninggal dunia.

Jika pada suatu ciptaan tidak dicantumkan sama sekali nama penciptanya atau bila pencantuman itu sedemikian rupa, sehingga pencipta yang sebenarnya tidak diketahui, maka hak cipta itu berlaku selama 25 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 26 ayat 3 UUHC). Begitu pula jika penciptanya adalah suatu badan hukum (pasal 26 ayat 4 UUHC).

Hak cipta atas ciptaan karya fotografi atau karya seni sinematografi atau ciptaan sejenis, berlaku 15 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 27 UUHC). Mengenai hal ini ditetapkan waktu yang lebih pendek dikarenakan karya cipta fotografi atau sinematografi itu aktualitasnya tidak begitu tahan lama.

-     Hasil Ciptaan atau Hak Cipta Yang Dijual

Jika suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan penciptanya (pasal 25 ayat 1 UUHC). Begitu pula ketika sudah dijual secara keseluruhan atau sebagian, maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta tersebut untuk yang kedua kalinya kepada orang lain (pasal 25 ayat 2 UUHC) karena hak cipta tersebut sudah bukan miliknya lagi.

2.5  Pendaftaran Ciptaan

Untuk kepentingan kepastian hukum, sebaiknya semua ciptaan harus didaftarkan. Keuntungan hak cipta yang didaftarkan adalah bahwa seseorang yang mendaftarkan suatu ciptaan, dianggap sebagai penciptanya. Jadi, kebenaran dalam hal ini harus dicari di hadapan hakim, bukan pejabat pendaftar.

Undang-undang menunjuk Departemen Kehakiman sebagai penyelenggara pendaftaran hak cipta (pasal 29 ayat 1 UUHC). Dalam hal ini Departemen Kehakiman mempunyai dua tugas, yaitu:

a.         menyelenggarakan pendaftaran penciptaan dalam daftar umum ciptaan

b.         mengumumkan secara resmi tentang pendaftaran itu. Mengenai pengumuman itu tidak ditetapkan dalam pasal ini, tetapi dalam pasal 34 ayat 2 UUHC, yang menentukan bahwa pendaftaran ciptaan itu harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Dalam pasal 29 ayat 2 UUHC ditentukan bahwa daftar umum ciptaan itu dapat dilihat oleh setiap orang di kantor Departemen Kehakiman tanpa dipungut bayaran. Berhubungan dengan hal tersebut, maka setiap orang yang membutuhkan, dapat memperoleh suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan membayar biaya administrasi yang besarnya ditentukan oleh Menteri Kehakiman (pasal 29 ayat 3 UUHC. Jadi menurut pasal 29 ayat 2 dan 3 UUHC, daftar umum ciptaan itu bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat melihat daftar itu dan dapat pula meminta salinannya (petikannya) dengan membayar uang administrasi.

 

2.6  Hak Moral dan Hak Ekonomi

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.

Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung, 2012).

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  KESIMPULAN

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptaan.

Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.

Sebagaiman telah diterangkan diatas bahwasanya hak cipta itu memiliki ketentuan-ketentuan, tata cara pendaftaran, sifat-sifatnya, dan lain sebagainya yang tercantum dalam UUHC dengan tujuan untuk melindungi setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh penciptanya agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mungkin bisa menyalahgunakan suatu ciptaan untuk kepentingannya semata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

-       https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

-       Purwsutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1995, cet. Ke-11

-       Simorangkir, J.C.T, Hak Cipta, Jakarta: Djambatan, 1973, cet. Ke-2

 

 

 

 

MAKALAH TENTANG MEREK


BAB I
PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas berbeda-beda. Saat produk tersebut ingin dikenalkan dan dijual ke konsumen, maka perusahaan membutuhkan merek. Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal.[1]

Sebuah merek dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena melalui merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa suatu produk tersebut Original. Melalui merek sebuah perusahaan telah membangun suatu karakter terhadap produk-produknya, yang diharapkan akan dapat membentuk reputasi bisnis yang meningkat atas penggunaan merek tersebut.

Upaya pemilik merek untuk mencegah pemakaian mereknya oleh pihak lain merupakan hal yang sangat penting dan sepatutnya dilindungi oleh hukum. Berkaitan dengan perlindungan merek, perdagangan tidak akan berkembang jika merek tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara. Pembajakan atau pelanggaran-pelanggaran merek tentunya tidak hanya merugikan para pengusahanya saja sebagai pemilik atau pemegang hak atas merek tersebut, tetapi juga bagi para konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Definisi serta penjelasan mengenai Hak Merek ?

2.      Pengaturan mengenai Hak Merek ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

2.1    Definisi Merk

Pengertian Merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 adalah suatu “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, sususan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

Pengertian Merek menurut Harsono Adisumarto adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan bersama yang luas. Cap tersebut itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan tersebut telah ada pemiliknya. Biasanya dalam membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.

Pengertian Merek menurut Prof R Soekardono adalah suatu tanda yang mempribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.

Dari berbagai pandangan para sarjana dan pengertian merek berdasarkan UU Merek sebagaimana telah dikemukakan di atas, secara umum dapat diberikan pemahaman bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan dan diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan.[2]

Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.[3]

Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.[4]

Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.[5]

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya kepada DJHKI dengan dikenakan biaya. Akibat hukum dari adanya pencatatan perjanjian lisensi tersebut adalah bahwa perjanjian lisensi tersebut selain berlaku bagi para pihak, juga mengikat pihak ketiga.[6]

2.2 Fungsi Merek

Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:

·         Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain;

·         Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi  menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut;

·         Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar;

·         Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.

      Fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari segi produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian pemakaiannya, dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran, dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.[7]

Sedangkan, Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:

·         Sebagai tanda pembeda (pengenal);

·         Melindungi masyarakat konsumen;

·         Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;

·         Memberi gengsi karena reputasi;

·         Jaminan kualitas.

Fungsi Pendaftaran Merek

1.      Sebagai alat bukti kepemilikan hak atas merek yang didaftarkan;

2.      Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya;

3.      Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada keseluruhannya atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.

4.       

2.3 Perlindungan Hak Merek

Perlindungan hak merek diperoleh setelah dilakukan pendaftaran merek. Merek yang sudah didaftarkan disebut Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda ® (registered) setelah merek atau tanda ™ (trademark) setelah merek.

·         Tujuan Perlindungan Hak Merek

Perlindungan hak merek dimaksudkan untuk melindungi pemilikan atas merek, investasi dan goodwill (nama baik) dalam suatu merek, dan untuk melindungi konsumen dari kebingungan menyangkut asal usul suatu barang atau jasa. Perlindungan hak merek dilakukan melalui Pendaftaran Merek.

·         Justifikasi Perlindungan Merek

Paling tidak terdapat tiga (3) justifikasi perlindungan hak merek menurut Bently & Sherman, yaitu:

a.         Kreatifitas.

Usaha untuk membenarkan perlindungan Merek dengan argumentasi kreatifitas adalah suatu hal yang lemah, sebagian karena pada saat hubungan antara barang dengan Merek dipicu dan dikembangkan oleh pedagang, namun peran yang sama besarnya justru diciptakan oleh konsumen dan masyarakat. Bently dan Sherman memandang, bahwa argumentasi yang paling meyakinkan dalam hal ini terkait dengan pendapat yang melihat Merek sebagai imbalan atas investasi.

b.         Informasi.

Ini merupakan justifikasi utama perlindungan merek, karena merek digunakan dalam kepentingan umum sehingga meningkatkan pasokan informasi kepada konsumen dan dengan demikian meningkatkan efisiensi pasar. Merek merupakan cara singkat komunikasi informasi kepada pembeli dilakukan dalam rangka membuat pilihan belanja. Dengan melindungi merek, lewat pencegahan pemalsuan oleh pihak lain, maka akan menekan biaya belanja dan pembuatan keputusan. Peran iklan dalam dunia industri yang makin dominan menjadikan perlindungan merek menjadi semakin penting.

c.         Etis.

Argumentasi etis utama bagi perlindungan Merek didasarkan pada gagasan mengenai keadilan dan fairness. Khususnya dikatakan bahwa “seseorang tidak boleh memetik dari yang tidak ditanamnya”. Lebih khusus dikatakan dalam argumentasi ini, bahwa dengan mengadopsi Merek orang lain maka seseorang telah mengambil keuntungan dari nama baik yang dihasilkan oleh pemilik asli Merek.

 

2.4 Penegakan Hukum Hak Merek

a. Penghapusan dan Pembatalan Hak Merek

1.         Penghapusan

Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan. Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika :

a.       Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau

b.      Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.

Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemiik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal. Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.

2.         Pembatalan

Gugatan Pembatalan Pendaftaran Merek diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan bahwa merek termasuk dalam merek yang tidak dapat didaftar atau harus ditolak. Hal-Hal yang Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di Daftarkan:

·         Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.

·         Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.

·         Tidak memiliki daya pembeda

·         Telah menjadi milik umum

·         Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).

Disini Pemilik Merek yang tidak terdaftar/ditolak dapat mengajukan gugatan setelah mengajukan Permohonan ke Direktorat Jenderal. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga, dalam hal penggugat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.

Agar dapat diterima sebagai Merek, sebuah tanda haruslah memiliki “Daya Pembeda”. Daya Pembeda adalah kemampuan suatu merek yang dimiliki untuk membedakan barang tersebut dari barang sejenis yang diproduksi oleh pihak lainnya. Dengan kata lain, tanda tersebut telah memperoleh arti yang kedua (secondary meaning). Sebagai contoh, “Apple” secara harafiah bisa berarti buah Apel, namun dalam perdagangan merupakan merek komputer.

Kata-kata yang deskriptif namun tidak memiliki daya pembeda tidak bisa dijadikan sebagai merek. Kalimat yang panjang, juga tidak bisa menjadi merek (terlalu rumit). Selain itu, tanda yang terlalu sederhana tidak bisa pula dijadikan sebagai merek, misalnya: “.” atau “ – “ . Lambang negara, organisasi, bendera resmi negara, organisasi, hasil karya cipta orang lain, tidak bisa dijadikan merek.

Tanda yang mengganggu kepentingan umum, ketertiban umum, melawan hukum, tidak bisa menjadi merek. Misalnya tanda-tanda yang terkait dengan pornografi, organisasi kejahatan, dll.

Apabila terjadi penyalah gunaan Gugatan dapat  diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek atau dapat dilakukan tanpa batas waktu apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilan, atau ketertiban umum.

Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut dapat diajukan kasasi. Setelah isi putusan keluar maka segera disampaikan oleh Panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan. Oleh Direktorat Jenderal dilaksanakan pembatalan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek, setelah putusan tersebut diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

3.      Penyelesaian Sengketa

·           Gugatan Pembatalan Merek

Pemilik Merek Terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi, dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga.

·           Tata Cara Gugatan Pada Pengadilan Niaga

Gugatan pembatalan pendaftaran Merek :

1.        Diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili.

2.        Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diakukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

3.        Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.

4.        Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

5.        Dalam Jangka paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan dari sidang.

6.        Sidang Pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.

7.        Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.

8.        Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

9.        Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajuka suatu upaya hukum.

10.    Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

11.  Alternatif Penyelesaian Sengketa

Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud di atas, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.


 

BAB III
PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

1.      Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, sususan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

2.      Fungsi Merek

·           Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi;

·           Alat Promosi;

·           Jaminan atas mutu barangnya;

·           Penunjuk asal barang/jasa yang dihasilkan.

3.      Perlindungan Hak Merek dimaksudkan untuk melindungi pemilikan atas merek, investasi dan goodwill (nama baik) dalam suatu merek, dan untuk melindungi konsumen dari kebingungan menyangkut asal usul suatu barang atau jasa. Perlindungan hak merek dilakukan melalui Pendaftaran Merek.

4.      Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan.

Merek terdaftar dapat dibatalkan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan pihak yang berkepentingan dengan alasan berdasarkan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UUM.

5.      Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Peradilan Niaga, Artbitrase juga melalu Penyelesaian Alternatif lainnya.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

1.      H. OK. Saidin, 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

2.      Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum (Intellectual Property Rights), Ghalia Indonesia, Bogor

3.      Ditjen HKI, 2011, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Tangerang

 

 

 



[1] H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual

(Intellectual Property Rights), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 359.

[2] H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual

(Intellectual Property Rights), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 345.

[3] Ditjen HKI. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (Tangerang: 2011), hlm. 44.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Ibid, hlm. 45.

[7] Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hlm. 96.