BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak
Kekayaan Intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari Hak kekayaan
Intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi) karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan. Hak
Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak
atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya
suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari
ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal 44
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19 Tahun
2000.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian Hak cipta?
2. Apa sifat Hak Cipta?
3. Bagaimana Perkecualian dan batasan Hak Cipta?
4. Berapa Lama masa berlakunya Hak Cipta?
5. Bagaimana Proses Pendaftaran Hak Cipata?
6. Apa itu Hak Moral dan Hak Ekonomi?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
tentang Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau
informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin
suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut
untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula,
hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis
karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat
mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi
musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak
kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok
dari hak
kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak
monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang
melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya
mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
2.2
Sifat Hak Cipta
Mengenai sifat-sifat hak cipta, sebagaimana diterangkan pada pasal-pasal
dibawah ini:
- Pasal 1
Hak cipta adalah hak tunggal daripada
pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya
dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan atau kesenian, untuk mengumumkan dan
memperbanyak, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam
undang-undang (K.U.H.Pt. 570).
- Pasal 2
Hak cipta dianggap sebagai barang bergerak.
Hak itu pindah dengan warisan, dan dapat
diserahkan seluruhnya atau sebagian. Penyerahan seluruhnya atau sebagian dari
hak cipta hanya boleh dilakukan dengan akte otentik atau akte dibawah tangan.
Penyerahan itu hanya mengenai wewenang- wewenang, sebagaimana yang disebutkan
dalam akte penyerahan itu atau merupakan akibat mutlak yang timbul menurut
sifat dan tujuan dari persetujuan yang diadakan (K.U.H.Pt. 511, 613, U.U.C,
51).
Karena hak cipta itu merupakan satu
kesatuan dengan pemilikanya, yaitu pencipta, demikan juga hak cipta atas
ciptaan-ciptaan yang belum diumumkan setelah pencipta meninggal dunia yang
didapat oleh seseorang, yang memilikinya sebagai warisan atau sebagai wasiat
dari pencipta, tidak dapat disita (pasal 4 UUHC).
2.3
Perkecualian
dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini
berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin yang diterapkan pada
beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar
hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak
cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini
adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati
manfaat atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah
pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan
bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman
sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan
mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan
nama penerbit jika ada. Contoh lain, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta)
“program computer” diperbolehkan membuat salinan atas program computer yang
dimilikinya untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Dalam karya fotografi, hak cipta foto
umumnya dipegang oleh fotografer, namun foto seseorang (atau beberapa orang)
dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari
orang yang dipotret. UUHC Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas
potret dalam pasal 19–23.
Selain daripada itu, Undang-Undang Hak
Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan
pihak tertentu memperbanyak ciptaan, berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan
yang “apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai suatu agama, ataupun
menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan
keamanan negara, bertentangan dengan norma, kesusilaan umum yang berlaku dalam
masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17)
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13,
tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan-keputusan dalam
memutuskan suatu sengketa.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur
bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan
pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
2.4
Masa
Berlakunya Hak Cipta
Hak cipta berlaku selama pencipta masih
hidup ditambah 25 tahun setelah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC).
Sesuai dengan ketentuan bahwa hak cipta mempunyai fungsi social, maka
berlakunya hak cipta ditentukan lebih pendek daripada yang telah ditentukan
dalam undang-undang lama, dimaksudkan agar hak cipta tersebut tidak terlalu
lama berada ditangan orang tertentu. Menurut U.U.C 1912, pasal 37, jangka waktu
tersebut adalah 50 tahun.
Jika hak cipta tersebut dimiliki oleh dua
orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang terlama
hidupnya, ditambah dengan jangka waktu 25 tahun sesudah dia meninggal dunia
(pasal 26 ayat 2 UUHC). Jangka waktu 25 tahun tersebut dihitung sejak pencipta
yang terlama hidupnya meninggal dunia.
Jika pada suatu ciptaan tidak dicantumkan
sama sekali nama penciptanya atau bila pencantuman itu sedemikian rupa,
sehingga pencipta yang sebenarnya tidak diketahui, maka hak cipta itu berlaku
selama 25 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal
26 ayat 3 UUHC). Begitu pula jika penciptanya adalah suatu badan hukum (pasal
26 ayat 4 UUHC).
Hak cipta atas ciptaan karya fotografi
atau karya seni sinematografi atau ciptaan sejenis, berlaku 15 tahun sejak
ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 27 UUHC). Mengenai hal
ini ditetapkan waktu yang lebih pendek dikarenakan karya cipta fotografi atau
sinematografi itu aktualitasnya tidak begitu tahan lama.
-
Hasil
Ciptaan atau Hak Cipta Yang Dijual
Jika suatu hasil ciptaan dijual kepada
seorang pembeli, sedangkan hak ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak
cipta masih tetap ada di tangan penciptanya (pasal 25 ayat 1 UUHC). Begitu pula
ketika sudah dijual secara keseluruhan atau sebagian, maka penjual yang sama
tidak boleh menjual hak cipta tersebut untuk yang kedua kalinya kepada orang
lain (pasal 25 ayat 2 UUHC) karena hak cipta tersebut sudah bukan miliknya
lagi.
2.5
Pendaftaran
Ciptaan
Untuk kepentingan kepastian hukum,
sebaiknya semua ciptaan harus didaftarkan. Keuntungan hak cipta yang
didaftarkan adalah bahwa seseorang yang mendaftarkan suatu ciptaan, dianggap sebagai
penciptanya. Jadi, kebenaran dalam hal ini harus dicari di hadapan hakim, bukan
pejabat pendaftar.
Undang-undang menunjuk Departemen
Kehakiman sebagai penyelenggara pendaftaran hak cipta (pasal 29 ayat 1 UUHC).
Dalam hal ini Departemen Kehakiman mempunyai dua tugas, yaitu:
a.
menyelenggarakan
pendaftaran penciptaan dalam daftar umum ciptaan
b.
mengumumkan
secara resmi tentang pendaftaran itu. Mengenai pengumuman itu tidak ditetapkan
dalam pasal ini, tetapi dalam pasal 34 ayat 2 UUHC, yang menentukan bahwa
pendaftaran ciptaan itu harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia.
Dalam pasal 29 ayat 2 UUHC ditentukan bahwa daftar umum ciptaan itu dapat
dilihat oleh setiap orang di kantor Departemen Kehakiman tanpa dipungut
bayaran. Berhubungan dengan hal tersebut, maka setiap orang yang membutuhkan,
dapat memperoleh suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan
membayar biaya administrasi yang besarnya ditentukan oleh Menteri Kehakiman
(pasal 29 ayat 3 UUHC. Jadi menurut pasal 29 ayat 2 dan 3 UUHC, daftar umum
ciptaan itu bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat melihat daftar itu dan
dapat pula meminta salinannya (petikannya) dengan membayar uang administrasi.
2.6
Hak
Moral dan Hak Ekonomi
Banyak negara mengakui adanya hak moral
yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian
relevan Konvensi
Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan
tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai
pencipta ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental
(Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right)
terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung,
2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah
pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas
ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur
dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta
maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif,
yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya
kecuali atas izin penciptaan.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat
dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan
untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.
Sebagaiman telah diterangkan diatas
bahwasanya hak cipta itu memiliki ketentuan-ketentuan, tata cara pendaftaran,
sifat-sifatnya, dan lain sebagainya yang tercantum dalam UUHC dengan tujuan
untuk melindungi setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh penciptanya agar
tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mungkin
bisa menyalahgunakan suatu ciptaan untuk kepentingannya semata
DAFTAR PUSTAKA
- https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
-
Purwsutjipto,
H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1995, cet.
Ke-11
-
Simorangkir,
J.C.T, Hak Cipta, Jakarta: Djambatan, 1973, cet. Ke-2