2.1 Nilai
Pengertian Nilai (value)
adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada
suatu obyek. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang,
suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Nilai bersumber
pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan
perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud
kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Alport mengidentifikasikan 6
nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yaitu: nilai teori, nilai
ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi. Hierarki
nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu sampai
dengan masyarakat terhadap suatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai material.
Max Scheler menyatakan bahwa
nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai
dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu:
- Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai
yang berkaitan dengan indera yang memunculkan rasa senang, menderita atau
tidak enak;
- Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting
bagi kehidupan yakni: jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum;
- Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai
yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni;
- Nilai kerohanian yaitu nilai yang
berkaitan dengan tingkatan modalitas dari yang suci.
Ciri-ciri nilai antara lain sebagai
berikut:
- Nilai sosial merupakan konstruksi
abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial;
- Nilai sosial bukan bawaan lahir,
melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui
internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam
kehidupan sehari-hari baik disadari atau tanpa disadari lagi
(enkulturasi);
- Nilai sosial memberikan kepuasan
kepada penganutnya;
- Nilai sosial bersifat relative;
- Nilai sosial berkaitan satu dengan
yang lain membentuk sistem nilai;
- Sistem nilai bervariasi antara satu
kebudayaan dengan yang lain;
- Setiap nilai memiliki efek yang
berbeda terhadap perorangan atau kelompok;
- Nilai sosial melibatkan unsur emosi
dan kejiwaan; dan
- Nilai sosial mempengaruhi
perkembangan pribadi.
Nilai Sosial dapat berfungsi:
- Sebagai faktor pendorong, hal ini
berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau
harapan;
- Sebagai petunjuk arah mengenai cara
berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan;
- Sarana untuk menimbang penghargaan
sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial;
- Sebagai benteng perlindungan atau
menjaga stabilitas budaya.
Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki
nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa
Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau
pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”.
Pepatah-pepatah ini menunjukan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di
antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui
sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah
mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para
warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang
di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini
dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu
kelompok atau masyarakat. Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:
- Tanggapan mengenai hakekat hidup,
variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan
bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”;
- Tanggapan mengenai hakikat karya,
variasinya: ada orang yang menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada
juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi;
- Tanggapan mengenai hakikat waktu,
variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau
masa depan;
- Tanggapan mengenai hakikat alam,
Variasinya: masyarakat Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu
berada diatas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa
manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap alam
tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai
alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya
untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam;
- Tanggapan mengenai hakikat manusia,
variasi: masyarakat tradisional atau feodal memandang orang lain secara
vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan harga
diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat
jelata. Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan
yang lain secara horizontal (sejajar).
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan
kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan
pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai
sistem nilai.
2.2 . Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim
dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral.
Jika sebaliknya
yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik,
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Norma tersebut
adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan
religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untuk dipatuhi.
Helden (1977) dan
Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran,
perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya
berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969)
mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk,
benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral
juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan
karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Moralitas
mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas
mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah
sistem nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai
manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk
petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan
secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya
yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2.3 Norma Sosial
Dikatakan bahwa
nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan
dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Nilai bersumber pada
budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku
manusia. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada
norma sosial.
Norma sosial
adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok
masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan
peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan
dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat
memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial
yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara
manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma tidak boleh
dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman.
Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa
yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
Norma merupakan
hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk
secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk
secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk
standar perilaku yang pantas atau wajar.
Tingkatan Norma Sosial
Berdasarkan
tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:
1. Cara (usage).
Cara adalah suatu
bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi
tidak secara terus-menerus. Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila
tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
2. Kebiasaan
(Folkways)
Kebiasaan
merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang
dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan
benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu
kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
3. Tata kelakuan
(Mores)
Tata kelakuan
adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok
manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh
sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat
unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat
agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata
kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi
saudara kandung.
4. Adat istiadat
(Custom)
Adat istiadat
adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat
kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Adat
istiadat adalah kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat
istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung.
Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah
lain.
Macam
Norma Sosial
Norma sosial di
masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan
antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai
berikut :
1. Norma
agama
Norma agama adalah
peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat
ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma
agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya
(religi). Pelanggaran terhadap norma ini dinamakan dosa. Contoh: Melakukan
sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain
sebagainya.
2. Norma
kesusilaan
Norma kesusilaan
adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak,
sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang
dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan
secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: melecehkan
wanita atau laki-laki didepan orang.
3.
Norma kesopanan
Norma kesopanan
adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan
bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik,
dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Contoh: Tidak meludah di
sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di
sembarang tempat.
4.
Norma kebiasaan
Norma kebiasaan
adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang
dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga
perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini
berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: Membawa
oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
5. Kode
etik
Kode etik adalah
tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh:
kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik
umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki
sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan
norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun
tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya
hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan
kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang
tersendiri pula.
2.4
Hubungan Antara Nilai Dengan Norma
Norma dibangun di
atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan
nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari
masyarakat.
Di dalam
masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran
nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata
kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai
siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat
bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang
kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir
yang acapkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka,
sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin
longgar.
Berbagai kalangan
semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal,
menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut
panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin
sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang
sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern)
adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi
berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.
2.5
Sosialisasi Nilai-Nilai Moral
Kontradiksi dan
disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang sekolah dan keadaan dalam
masyarakat muncul karena beberapa alasan:
- penanaman nilai moral dalam dunia
pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori mentah, terlepas
dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar karena terjadinya
diskoneksitas antara penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam
masyarakat.
- sebagai lembaga formal yang
menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri sesuai
nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama
yang erat dengan keluarga asal peserta didik, lembaga pemerintah,
nonpemerintah, dan seluruh masyarakat.
- adanya kesenjangan pandangan hidup
antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral dalam
hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang
menghalalkan dan merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang
digariskan.
Program dalam
dunia pendidikan formal akan “berhasil” jika didukung unsur-unsur sosial dalam
masyarakat. Tanpa kerja sama dan dukungan antara sosial terkait, sosialisasi
nilai-nilai moral sering mendapat kendala. Lembaga apa pun di masyarakat, entah
milik pemerintah atau nonpemerintah, perlu mendukung perwujudan nilai-nilai
moral yang disemai melalui dunia pendidikan formal. Perilaku yang korup, tak
bertanggung jawab, dan manipulatif dengan sendirinya mengkhianati kaidah moral
yang ingin diperkenalkan dunia pendidikan formal.
Nilai-nilai moral
yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat kita dewasa ini
umumnya mencakup:
- kebebasan dan otoritas: kebebasan
memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal, nonformal, dan
informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan
mutlak. Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain
tanpa melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada
hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan
tanpa tanggung jawab mengundang pemegang roda pemerintahan dalam republik
ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka.
Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang
menyejahterakan hidup rakyat banyak;
- kedisiplinan merupakan salah satu
masalah akbar dalam proses membangun negara ini; Kedisiplinan rendah
seperti Sampah bertebaran; para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka
dengan menggunakan “jam karet”; aturan lalu lintas tak pernah
sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah
pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur
lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan,
seperti korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah
sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat.
- nurani yang benar, baik, jujur, dan
tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral dalam
negara kita. Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak
sesat, buta, dan bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita,
para pendidik, peserta didik, dan seluruh masyarakat seharusnya memiliki
hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani “liar” dan sesat.
Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak
bangsa. Penggelapan dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, “pembobolan”
uang di bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup.
Ternyata bukan
tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah
kurikulum pendidikan formal yang terasa “mencekik”. Seorang pendidik bisa
menanamkan nilai moral dalam sebuah kurikulum dengan beberapa kemungkinan
sebagai berikut:
- terbuka peluang bagi pendidik untuk
menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang pelajaran yang
dipegang selama ini.
- pendidik bisa menyisipkan ajaran
tentang nilai moral melalui mitos-mitos rakyat.
- kejelian/kreativitas pendidik
menggali identitas nilai moral.
Jelas, penanaman
nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat
otonom, tetapi selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan
formal. Lingkungan keluarga, pengusaha, RT, lurah, camat, bupati, wali kota,
gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan (negeri,
tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan
menghidupi perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan
sosialisasi nilai-nilai moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan
masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama
dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.
2.6 Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Susila
Pribadi manusia
yang hidup bersama itu melakukan hubungan dan interaksi baik langsung maupun
tidak langsung. Di dalam proses antar hubungan dan interaksi itu, tiap pribadi
membawa identitas dan kepribadian masing masing. Oleh karena itu keadaan yang
cukup heterogen akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan masing-masing
pribadi.
Keadaan
interpredensi kebutuhan manusia lahir batin yang tiada batasnya akan
berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan ketertiban, kesejahteraan manusia,
maka di dalam masyarakat ada nilai-nilai, norma-norma.
Asas pandangan
bahwa manusia sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi
nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan mengabdi norma-norma.
Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang
struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das
Uber Ich yang sadar nilai-nilai esensi manusia sebagai mahluk susila.
Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan realitas
sosial sebab justru adanya nilai-nilai. Efektifitas nilai-nilai, berfungsinya
nilai-nilai, hanyalah dalam kehidupan sosial.
Tiap-tiap hubungan
sosial mengandung moral. Atau dengan kata lain “Tiada hubungan sosial tanpa
hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial”. Hubungan
sosial harus dimaknai dalam makna luas dan hakiki. Yakni hubungan sosial
horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan sosial-vertikal
yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial vertikal bersifat
transendental sering disebut hubungan rohaniah pribadi. Akan tetapi antara
hubungan sosial tersebut sama-sama riil di dalam kehidupan manusia, keduanya
pasti dialami semua manusia.
Hubungan sosial
vertikal sering disebut hubungan religius yang dianggap hubungan pribadi dan
bersifat perseorangan dan bukan masalah sosial. Hubungan sosial horisontal
ialah hubungan sosial dalam arti biasa. Semua nilai-nilai itu, atau prinsip
pembinaan kesadaran asas normatif itu menjadi kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran
nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang membedakan hidup manusia
dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain.
Rasio dan budi
nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral. Dan bila moralitas ditafsirkan
meliputi nilai-nilai religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula
dengan kesadaran-kesadaran supernatural yang super rasional. Esensi tersebut di
atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah kodrat hakekat manusia
secara potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia,
potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (aktualisasi) atau
sebaliknya tidak terlaksana. Inilah sebabnya ada kriteria di dalam masyrakat
antara pribadi yang baik, yang ideal, dengan pribadi yang di anggap buruk atau
asusila, dengan tingkah laku yang kurang dikehendaki.
Hanya manusialah
yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat
menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana
yang tidak baik dan bersifat tidak susila. Setiap masyarakat dan bangsa
mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana
jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan
nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau. Hukum
rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.
Melalui pendidikan
kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak
didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan
sosial yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah
tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak
terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia. Penghayatan personifikasi atas
norma, nilai, kaidah-kaidah sosial ini amat penting dalam mewujudkan ketertiban
dan stabilitas kehidupan masyarakat.
Sebenarnya aspek
susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan sosial.
Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah sosial serta pelaksanaannya dalam
tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya
dengan atau kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja
memerlukan pengetahuan atas norma, nilai, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam
masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang
telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.
Pentingnya
mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah
masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok, yaitu:
- untuk kepentingan dirinya sendiri
sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan
tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang
terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima
oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain,
pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah
tinggal di masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman
dimana pun dia berada. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di
masyarakat yang tidak menerimanya itu dengan demikian, selanjutnya dia
tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus
mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota
dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada
tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat
terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan
bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku
pada masyarakat yang baru. Karena setiap masyarakat masing-masing
mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh anggotannya.
2.
untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak
saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu
tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam
perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan
kaidah-kaidah sosial yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan
kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan
dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan
demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat
tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan.
Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan
yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan
seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain,
dalam hubungan ini kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya
kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai
dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut
sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan
eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma, nilai dan
kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.