Minggu, 07 Juli 2019

MAKALAH TENTANG NU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul ‘Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya dan apa saja ajaran/pokok pikiran yang mendasar di Nahdlatul ‘Ulama ini.

1.2  Rumusan masalah
1.      Bagaimana latar belakang berdirinya NU?
2.      Bagaimana sejarah terbentuknya NU?
3.      Bagaimana perjalanan NU dari masa ke masa?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Latar Belakang Berdirinya Nadlatul ‘Ulama
             
              Jam’iyah Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H., bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. di Surabaya.Pendirinya adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Jombang, KH. Ridwan Semarang dll.
              Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak bisa dilepaskan dari keadaan Umat Islam Indonesia saat itu, hal ini dapat dilihat dari dua sisi.Pertama, Umat Islam Indonesia pada saat itu sedang berada dalam cengkraman kaum penjaja Belanda, sehingga ketentraman umat Islam dalam menjalankan ibadah banyak terganggu, sebab hak-hak mereka dirampas oleh kaum penjajah. Kedua, munculnya gerakan pembaruan Islam yang berfaham wahabi, dengan menentang tradisi umat Islam yang sudah sejak lama ada di Indonesia, sebagai warisan dari para wali. Mereka beranggapan bahwa keislaman masayarakat Nusantara waktu itu belum sempurna, karen penuh dengan praktek-praktek tahayul, bid’ah dan khurafat. Tuduhan syirik pun tak jarang dialamatkan pada umat islam Indonesia yang berpegang pada tradisi. Bukan hanya itu, mereka juga telah membentuk kekuatan melalui pendirian organisasi-organisasi yang berfaham Wahabi.
              Selain kedua faktor yang terjadi di Indonesia tadi, ada juga faktor internasional, yaitu; kebijakan Raja Abdul Aziz bin Suud (Saudi Arabia) yang mematenkan satu faham keagamaan saja, yaitu wahabi, dengan melakukan pelarangan bermadzab, larangan berziarah ke makam Syuhada’ dan makam Rosulullah (Bahkan mereka bermaksud menghancurkan kubah hijau makan Rosulullah SAW di Madinah), berdoa, bertawasul dilarang keras, tidak boleh membc sholawat Dalailul Khoirot sebab kesemuanya dipandang sirik dan bid’ah. Parahnya lagi, Raja ini bermaksud mengadakan Muktamar Khilafah untuk mengukuhkan dirinya, menggantikan daulah Usmaniyah, sebagai pusat kekuasaan Islam.Umat Islam dari seluruh dunia diundang, termasuk juga Indonesia.
              Delegasi Indonesia diwakili oleh tokoh Syarikat Islam, Muhammadiyah dan dari kalangan Pesantren.Namun dari kalangan Pesantren, ditolak, sebab tidak mewakili organisasi. Padahal kalangan Pesantren sangat berkepentingan dalam muktamar itu, mereka akan mengusulkan kepada raja Suud, agar memberikan kebebasan dalam bermadzhab. Olah karena itu, KH. Wahab Hasbullah, mengumpulkan tokoh-tokoh Pesantren se-Jawa dan Madura, yang menghasilkan keputusan untuk membentuk komite Hijaz sebagai utusan resmi dari kalangan Pesantren.
              KH.Hasyim Asyari menyarankan agar Komite Hijaz ini tidak hanya untuk sekedar urusan Muktamar saja, tetapi dikembangkan menjadi organisasi permanen untuk memperjuangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama’ah. Akhirnya usulan tersebut dispakati oleh para ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut dengan suara bulat, dan dibentuklah Jam’iyah Nahdlatul Ulama, pada tanggal 16 Rajab 1344 H. atau 31 Januari 1926 M.
              Dengan demikian, Organisasi NU ini, berdiri untuk mempertahankan ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama’ah yang mengakui dan mengikuti madzhab, juga sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda dalam perjuangan kemerdekaan.
              Selain itu, berdirinya NU merupakan ujung dari perjalanan dan perkembangan gagasan yang muncul di kalangan para kyai. Seab, sebelum lahir Nahdlatul Ulama, terlebih dahulu muncul organisasi para pedagang yang bernama Nahdlatut Tujjar (tahun 1918), kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1922) dan gerakan pendidikan Nahdlatul Wathan.
 


IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”, diakses dari http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

2.2  Sejarah Berdirinya NU

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan Membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 Didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), Sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan Keagamaan kaum santri. Didirikan Kemudian dan situ Nalidlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bid'ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dan kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan dalam delegasi sebagai Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya berjalan keluar membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Didorong oleh umatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dan segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Peran itulah internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Komite Berangkan dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan po1itik.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki, dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
 


Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, diakses dari http://ber-awal-dari-pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

2.3  Perjalanan NU Dari Masa Ke Masa

Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren.
Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan Ahyad ( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam / SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si organisasi Islam yang diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya jabatan ketua digantikan oleh KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh KH. Mahfudz Shidiq ( NU ).
Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua or-ganisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di be-kukan, termasuk NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-‘ari dan Ketua umum PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nipon,  perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui jalur diplomasi, KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa Kyai yang lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi In ( parlemen buatan Jepang ).
Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan Mu-hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim lewat parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.
Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an tersebut dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU. Sementara di bidang politik KH. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen juga duduk sebagai Pimpinan Ter-tinggi Shumubu ( Departemen Agama ), menggantikan KH. Hasyim Asy’ ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
Pada tanggal 29 April 1945 M, dibentuklah Badan Penyelidik Usa ha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dan KH. A. Wahid Hasyim, KH. A.Wahab Hasbullah, KH. Masykur dan KH. Zainul Arifin duduk sebagai anggota. Disamping itu KH. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ), ia juga tercatat sebagai salah seorang Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta, bersama delapan orang lainnya. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 KH. A.Wahid Hasyim menduduki jabatan dari salah satu menteri Negara.
Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan membon-ceng tentara Sekutu sambil mengultimatom agar pejuang Indonesia me-nyerah, disaat seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihad nya yang mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mere-ka tidak gentar menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).




Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan muktamar NU ke 17 di kota Madiun,  dimana  dalam  muktamar  ini atas prakarsa KH. A. Wahid Hasyim  mendirikan “Biro Politik NU”, dan disetujui oleh Muktamar. Biro ini bertugas mengadakan perundingan-perundingan dengan kelom-pok intelektual yang mendominir Masyumi, guna menyelesaikan berba-gai ketimpangan yang dirasakan amat merugikan NU.
 


MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

Tanggal 21 Juli 1947 dan 18 Desember 1948, niat untuk menyele-saikan ketimpangan dengan Masyumi ditangguhkan, berhubung suasana Revolusi dan dua kali menghadapi agresi militer Belanda. Tiada maksud lain dari NU kecuali agar konsentrasi umat Islam menghadapi agresi militer Belanda tidak tergoyahkan. Dua bulan setelah muktamar Madiun agresi militer Belanda yang pertama 21 Juli 1947 behasil merebut markas tertinggi Hizbullah dan Sabilillah di Malang, berita buruk ini di sampai-kan oleh K. Ghufron pimpinan Sabilillah Surabaya dan Panglima Besar Jendral Sudirman dan Bung Tomo kepada KH. Hasyim Asy’ari di Jom-bang, mendengar berita ini beliau memegangi kepalanya sambil berseru : “Masya Alloh, Masya Alloh, Masya Alloh”, lalu beliau pingsan dan me-ngalami pendarahan otak, malam itu juga tanggal 7 Ramadlan 1366 H / 25 Juli 1947 Rais Akbar NU berpulang ke Rahmatulloh.
Dengan meninggalnya KH. Hasyim Asy’ari ini, bukan berarti per juangan NU harus berhenti. Seperti kata peribahasa “Patah satu tumbuh seribu, patah hilang tumbuh kembali”. Perhatian NU tetap tertuju kearah pertempuran pisik melawan agresi Belanda, beberapa pasukan tempur Hizbullah dan Sabilillah dikirim ke garis depan, dan sebagian lagi di ke-rahkan untuk mengamati aksi-aksi komunis yang mulai mencurigakan.
Pada bulan September 1948 aksi-aksi komunis ( PKI ) telah sam-pai pada puncaknya melakukan pemberontakan bersenjata yang dikenal dengan “Madiun Affair”. NU memandang pemberontakan PKI sebagai an caman serius bagi keselamatan Republik Indonesia. Untuk menghadapi pemberontakan ini markas tertinggi Hizbullah pimpinan Zainul Arifin me ngirim devisi Hizbullah Surabaya pimpinan Wahib Wahab dan memasu-ki Madiun dari jurusan Nganjuk, sedang devisi Hizbullah Magelang pim-pinan Saifuddin Zuhri memasuki Madiun dari jurusan Ngawi, sementara itu pasukan Siliwangi mengadakan pengejaran dari Selatan Madiun.
Pada tanggal 31 Oktober 1948, pimpinan pemberontak PKI Madi-un yang bernama Muso berhasil disergap dan mati di tembak oleh kesa- tuan dari devisi Saifudin Zuhri pimpinan Hizbullah di Desa Niten Keca matan Kauman Sumoroto Kabupaten Ponorogo.
Pada tanggal 29 Nopember 1948, Amir Syarifuddin pimpinan pemberontak PKI Madiun dengan kawan-kawannya ditangkap hidup di Desa Klompok Purwodadi Jawa Tengah. Kedua devisi Hizbullah Surabaya pimpinan Wahib Wahab dan Hizbullah Magelang pimpinan Saifuddin Zuhri dengan cara bahu membahu bersama TNI dan lain-lain kelasykaran bersenjata dapat merebut kembali Madiun ke pangkuan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 1 Desember 1948 tokoh-tokoh pemberontak seperti : Amir Syarifuddin, Djoko Suyono, Maruto Darusman, dan Suripno di bawa ke Yogjakarta untuk di adili dengan pera dilan  Setelah permusuhan dengan Belanda dinyatakan selesai dengan berhasilnya “Konferensi Meja Bundar” ( KMB ) di Den Haag tanggal 23 Agustus 1949 s/d 29 Oktober 1949 disusul dengan dibentuknya “Negara Republik Indonesia Serikat” ( RIS ) dan kemudian disusul lagi terbentuk-nya “Negara Kesatuan Republik Indonesia” ( NKRI ) dengan kembalinya ibukatoa negara dari Yogjakarta ke Jakarta, NU mengalihkan perhatianya  kepada penyelesaian organisatoris dengan partai Masyumi.
Pada tanggal 30 April 1950 s/d 3 Mei 1950 diselenggarakan Muk-tamar NU ke XVIII di Jakarta, dengan salah satu keputusannya adalah NU keluar dari Masyumi, selain keputusan penting itu Muktamar juga menetapkan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Am ( istilahnya bukan lagi Rais Akbar ) menggantikan KH. Hasyim Asy’ari. Dan juga menyetujui berdirinya organisasi Remaja Wanita NU yang diberi nama “Fatayat NU”.Pada Muktamar NU ke 19 di Palembang tahun 1952 diputuskan bahwa NU menjadi partai Politik. Dalam pemilu pertama 1955 partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi.
Selama perkembangan tahun 1926 – 1955 NU telah melakukan berbagai perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU maupun bagi kepentingan bangsa pada umumnya. Untuk kepentingan in-tern, NU telah mengadakan perbaikan di bidang pendidikan, sosial mau-pun dakwah, bahkan mengembangkan sayap organisasinya di kalangan kaum muda, remaja puteri maupun kaum ibu, berupa organisasi GP. An-sor, Fatayat NU dan Muslimat NU, ini berarti eksistensi NU sebagai orga nisasi sosial keagamaan semakin kokoh.
Sedangkan yang bersifat ekstern (keluar), NU telah mempelopori terbentuknya MIAI, sekaligus mengakhiri pertikaian Khilafiyah hingga kemudian bisa bahu membahu dengan GAPI, menuntut Indonesia berpar-lemen kepada pemerintah Hindia Belanda. Di jaman Jepang, politik Yahannu, NU cukup berhasil untuk mendirikan Masyumi, Shumuka, Hizbullah dan Sabilillah bersama tokoh-tokoh Islam diluar NU. Dan semua itu akan memaksa kita untuk mengakui keterlibatan NU dalam per juangan merebut Kemerdekaan Indonesia baik secara politik dan fisik.
Pada April 1961, tokoh-tokoh NU memprihatinkan Penpres no. 7 tahun 1959 dan Penpres no. 13 tahun 1960 tentang penyederhanaan partai dan syarat-syarat partai yang berhak hidup, pertanyaan mereka : Apakah NU masih boleh hidup atau tidak ?.
Pada tanggal 15 April 1961, Presiden Soekarno menetapkan putu-sannya untuk mengakui kedudukan 8 (delapan) Partai Politik yang berhak hidup, satu diantaranya adalah NU. Setelah eksistensi NU diakui, dan beberapa bulan sebelum itu terjadi permusuhan politik “Poros Jakarta Peking” yang mengakibatkan politik condong ke kiri, NU segera menga-dakan konsulidasi organisasi. NU sudah melihat tindakan politik PKI se-makin berani dan keras, saat itu KH. Syaifuddin Zuhri mengemukakan :
Perlawanan NU terhadap PKI dilakukan di semua medan juang, PKI menggerakkan massanya, NU mengorganisasi pemuda Ansor menjadi Banser yang lebih militan. PKI menyanyikan lagu Genjer-Genjer yang penuh hasutan dan sindiran, NU mengobarkan bacaan Shalawat Badar..
....NU mengobarkan semaangat perlawanan terhadap PKI sebagai kelanjutan peristiwa aksi PKI di Madiun 1948”.
Pada bulan Juli dan Agustus 1965, CGMI dan PR (Pemuda Rak-yat) mengadakan latihan rahasia di Lubang Buaya, untuk apa latihan kemiliteran itu dilakukan belum bisa diketahui secara pasti. Melihat kea-daan yang menghawatirkan itu Ketua IV PBNU HM. Subhan ZE yang sejak lama menggalang persatuan di kalangan HMI, PMII, Pemuda Ansor, Muhammadiyah dan lain sebagainya, mengadakan kontak dengan kekuatan pemuda lainnya, khususnya dari partai atau ormas Katholik dan Kristen terutama PMKRI.
 


MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

Pada tanggal 1 Oktober 1965 hari Jum’at dinihari meletuslah Gerakan 30 September ( G 30 S / PKI ), di saat dimulainya latihan kemili teran antara Pemuda Ansor dengan melibatkan TNI AD untuk mengimba ngi latihan kemiliteran yang diadakan PKI. Sebelum Subuh tanggal 1 Ok-tober 1965 Gestapu sudah meletus, gerombolan penculik ( PKI ) menem-bak mati Letjend Ahmad Yani ( Menteri / Panglima TNI AD ), dan diba wa ke Lubang Buaya, tempat pembunuhan yang sudah mereka sediakan untuk MayJend. Haryono, MayJend. Suprapto, Mayjend S. Parman, Brig Jend. D.I Panjaitan, BrigJend. Sutoyo Siswomihardjo, mereka ini diculik dan dibunuh dengan kejam di Lubang Buaya. Ketika itu Jendral AH. Na-sution lolos dari dari sergapan Gestapu PKI, namun putrinya yang masih berumur 5 tahun, Ade Irma Nasution menjadi korban keganasan PKI.
Pada pagi setelah subuh Gestapu menguasai kantor pusat Teleko-munikasi ( Telphon ) dan studio RRI ( Radio Republik Indonesia ) Letnan Untung pimpinan Gestapu menyiarkan bahwa perbuatan atau tin-dakan itu dilakukan untuk menggagalkan rencana perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh Dewan Jendral pada 5 Oktober mendatang. Dan siaran ini diulang lagi oleh Letkol Untung pada jam 12.30 tanggal 1 Oktober 1965.
Pada Jam 14.30 tanggal 1 Oktober 1965, setelah dua jam siaran Letkol Untung melalui RRI, NU bersama tokoh-tokoh GP Ansor tanpa ragu-ragu lagi menyatakan sikapnya bahwa NU mengutuk tindakan Ges-tapu PKI dan menentang pembentukan Dewan Revolusi seperti yang di umumkan oleh Letkol Untung. Hari itu juga RRI dan pusat telekomuni-kasi berhasil dikuasai oleh Panglima KOSTRAD MayJend. Soeharto dan RPKAD serta berhasil menggiring pelaku Gestapu PKI ke Lubang Buaya, dan menyatakan bahwa Gestapu PKI adalah perbuatan “kontra revolusi”.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, empat hari setelah peristiwa Gesta-pu PKI, dan belum ada satupun partai politik yang menyatakan sikapnya PBNU bersama ormas pendukungnya tampil meyatakan sikap menentang dan mengutuk usaha PKI itu, lewat siaran RRI, publikasi Surat Kabar dan Majalah baik dalam maupun luar negeri. PBNU mengeluarkan resolusi mengutuk Gestapu PKI yang isinya antara lain :
  1. Mendesak Presiden Soekarno untuk segera membubarkan PKI dan seluruh antek-anteknya.
  2. Mendesak Presiden Soekarno untuk mencabut Surat Ijin Terbit (SIT) seluruh media cetak baik yang langsung maupun tidak lang-sung telah membantu Gestapu PKI.
  3. Menyerukan kepada seluruh ummat Islam agar membantu sepe-nuhnya kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam usahanya mengembalikan ketertiban Nasional akibat Ges-tapu PKI.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, HM. Subhan ZE, berhasil melahirkan KAP Gestapu ( Komando Aksi Pengganyangan Gestapu ) yang dipimpin langsung oleh beliau, dimana wadah ini himpunan dari HMI, PMII,Ansor maupun Muhammadiyah dan kekuatan ormas partai Kristen dan Katolik.
Peranan NU dalam ikut menumpas pemberontakan PKI, bukan hanya dibuktikan dengan pernyataan sikap tanggal 5 Oktober 1965 dan terben-tuknya KAP GESTAPU yang dipimpin oleh HM. Subhan ZE, saja melainkan lebih dari itu juga dibuktikan dalam pertempuran phisik di ber bagai daerah. Ini membuktikan bahwa partai NU satu-satunya partai poli-tik yang berani menanggung segala resiko berhadapan dengan PKI, demi kepentingan bangsa, negara dan agama.
Sikap keras NU terhadap PKI bukan hanya karena motif politik, tatapi yang paling dominan adalah motivasi agama, sebab PKI sendiri me mandang NU bukan hanya sebagai lawan politik, melainkan juga lawan dari ideologi komunis yang harus dihabisi secara phisik.
Pada tanggal 3 Oktober 1965, di Demak Jawa Tengah ditemukan do-kumen PKI yang isinya daftar para Ulama dan Kyai seluruh Demak yang hendak diculik dan dibunuh oleh PKI. Di Banyuwangi PKI mengepung dan membunuh beberapa tokoh NU dan Ansor, akibat dari kajadian ini terjadilah pertempuran berdarah yang membawa korban 40 anggota Ansor, kemarahan massa NU semakin memuncak, akhirnya pembasmian tokoh-tokoh PKI terjadi dimana-mana.
Pada bulan Desember 1965, atas perintah Pangdam VIII Brawijaya agar kampanye penumpasan PKI dihentikan dan massa NU berdiri dibela kang ABRI, maka berhentilah aktivitas massa NU sebagai barisan terdepan, dan beralih di belakang ABRI dalam operasi penumpasan beri-kutnya.
 


MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22










BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari materi yang sudah disampaikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
NU sebagai oraganisasi masyarakat terbesar di Indonesia telah memainkan peranan yang penting dalam kemerdekaan dan perkembangan bangsa dan agama. Sebagai oraganisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah Islamiyah, NU telah memberikan banyak perubahan dan kemajuan. Semangat NU zaman dahulu hingga sekarang semestinya harus tetap tumbuh, sehingga dapat terus mewujudkan apa yang telah di cita-citakan oleh sang pendiri KH. Hasyim Asy’ari.



















Daftar pustaka:

IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”, http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html (diakses 21 Maret 2017).
Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, http://ber-awal-dari-pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html (diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html (diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html (diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html (diakses 21 Maret 2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar