BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
NU adalah organisasi keagamaan
sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa
Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah
bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri.
Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU
menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di
sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan
mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU
menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan
berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan
demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya
bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi
tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia
tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia,
terkhusus sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih
dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan
kita kaji dalam perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala
hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita.
Dalam Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu
Nahdlatul ‘Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya dan apa saja ajaran/pokok
pikiran yang mendasar di Nahdlatul ‘Ulama ini.
1.2 Rumusan
masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya
NU?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya NU?
3. Bagaimana perjalanan NU dari masa ke
masa?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Latar Belakang Berdirinya Nadlatul ‘Ulama
Jam’iyah
Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H., bertepatan dengan 31
Januari 1926 M. di Surabaya.Pendirinya adalah KH. Wahab Hasbullah, KH. Hasyim
Asy’ari, KH. Bisri Jombang, KH. Ridwan Semarang dll.
Latar
belakang berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak bisa dilepaskan dari keadaan Umat
Islam Indonesia saat itu, hal ini dapat dilihat dari dua sisi.Pertama, Umat Islam Indonesia pada saat
itu sedang berada dalam cengkraman kaum penjaja Belanda, sehingga ketentraman
umat Islam dalam menjalankan ibadah banyak terganggu, sebab hak-hak mereka
dirampas oleh kaum penjajah. Kedua,
munculnya gerakan pembaruan Islam yang berfaham wahabi, dengan menentang
tradisi umat Islam yang sudah sejak lama ada di Indonesia, sebagai warisan dari
para wali. Mereka beranggapan bahwa keislaman masayarakat Nusantara waktu itu
belum sempurna, karen penuh dengan praktek-praktek tahayul, bid’ah dan
khurafat. Tuduhan syirik pun tak jarang dialamatkan pada umat islam Indonesia
yang berpegang pada tradisi. Bukan hanya itu, mereka juga telah membentuk
kekuatan melalui pendirian organisasi-organisasi yang berfaham Wahabi.
Selain
kedua faktor yang terjadi di Indonesia tadi, ada juga faktor internasional,
yaitu; kebijakan Raja Abdul Aziz bin Suud (Saudi Arabia) yang mematenkan satu
faham keagamaan saja, yaitu wahabi, dengan melakukan pelarangan bermadzab,
larangan berziarah ke makam Syuhada’ dan makam Rosulullah (Bahkan mereka
bermaksud menghancurkan kubah hijau makan Rosulullah SAW di Madinah), berdoa,
bertawasul dilarang keras, tidak boleh membc sholawat Dalailul Khoirot sebab
kesemuanya dipandang sirik dan bid’ah. Parahnya lagi, Raja ini bermaksud
mengadakan Muktamar Khilafah untuk mengukuhkan dirinya, menggantikan daulah
Usmaniyah, sebagai pusat kekuasaan Islam.Umat Islam dari seluruh dunia
diundang, termasuk juga Indonesia.
Delegasi
Indonesia diwakili oleh tokoh Syarikat Islam, Muhammadiyah dan dari kalangan
Pesantren.Namun dari kalangan Pesantren, ditolak, sebab tidak mewakili
organisasi. Padahal kalangan Pesantren sangat berkepentingan dalam muktamar
itu, mereka akan mengusulkan kepada raja Suud, agar memberikan kebebasan dalam
bermadzhab. Olah karena itu, KH. Wahab Hasbullah, mengumpulkan tokoh-tokoh
Pesantren se-Jawa dan Madura, yang menghasilkan keputusan untuk membentuk
komite Hijaz sebagai utusan resmi dari kalangan Pesantren.
KH.Hasyim
Asyari menyarankan agar Komite Hijaz ini tidak hanya untuk sekedar urusan
Muktamar saja, tetapi dikembangkan menjadi organisasi permanen untuk
memperjuangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama’ah. Akhirnya
usulan tersebut dispakati oleh para ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut
dengan suara bulat, dan dibentuklah Jam’iyah Nahdlatul Ulama, pada tanggal 16
Rajab 1344 H. atau 31 Januari 1926 M.
Dengan
demikian, Organisasi NU ini, berdiri untuk mempertahankan ajaran Islam
Ahlus-sunnah wal-jama’ah yang mengakui dan mengikuti madzhab, juga sebagai
bentuk perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda dalam perjuangan kemerdekaan.
Selain
itu, berdirinya NU merupakan ujung dari perjalanan dan perkembangan gagasan
yang muncul di kalangan para kyai. Seab, sebelum lahir Nahdlatul Ulama,
terlebih dahulu muncul organisasi para pedagang yang bernama Nahdlatut Tujjar
(tahun 1918), kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1922) dan gerakan pendidikan
Nahdlatul Wathan.
![]() |
IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”,
diakses dari
http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html, pada
tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22
2.2
Sejarah Berdirinya NU
Keterbelakangan baik secara mental,
maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat
kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk
memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan
yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana setelah rakyat pribumi sadar
terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai
jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini
gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan
Membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah
Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 Didirikan Taswirul Afkar atau dikenal
juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), Sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan Keagamaan kaum santri. Didirikan Kemudian
dan situ Nalidlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan
basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar
itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi
lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa
kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak
menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak
menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini
banyak diziarahi karena dianggap bid'ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat
sambutan hangat dan kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah
maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren
yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan
penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu
kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada
tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan dalam delegasi
sebagai Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan
mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa KH. Hasyim
Asy’ari, KH Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya berjalan keluar membuat
delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Didorong oleh umatnya yang gigih
untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan
peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang
dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang
terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dan segala penjuru umat Islam di
dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di
Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing.
Peran itulah internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil
memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan
sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Komite Berangkan dan berbagai
organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu
untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai
kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar
organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi
(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah
NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan po1itik.
NU menganut paham Ahlussunah
waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu
sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir
semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang
fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab
yang lain: imam Hanafi, imam Maliki, dan imam Hanbali sebagaimana yang
tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang
tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun
1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah
wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih
maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.
![]() |
Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, diakses
dari http://ber-awal-dari-pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html,
pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22
2.3 Perjalanan NU Dari Masa Ke Masa
Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan
pada penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran
Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai dan
yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping melakukan
penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren.
Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan
Ahyad ( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam
/ SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si organisasi Islam yang
diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim
terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya jabatan ketua digantikan
oleh KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi
Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan
Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh KH. Mahfudz Shidiq ( NU ).
Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua
or-ganisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di
be-kukan, termasuk NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-‘ari dan
Ketua umum PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas
dibekukan oleh Dai Nipon, perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui
jalur diplomasi, KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa Kyai yang lain masuk sebagai
anggota Chuo Sangi In ( parlemen buatan Jepang ).
Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan
Mu-hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim lewat
parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.
Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar
Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan
bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an
tersebut dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran
oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu
bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari
NU. Sementara di bidang politik KH. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen
juga duduk sebagai Pimpinan Ter-tinggi Shumubu ( Departemen Agama ),
menggantikan KH. Hasyim Asy’ ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
Pada tanggal 29 April 1945 M,
dibentuklah Badan Penyelidik Usa ha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ),
dan KH. A. Wahid Hasyim, KH. A.Wahab Hasbullah, KH. Masykur dan KH. Zainul Arifin duduk
sebagai anggota. Disamping itu KH. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ), ia juga tercatat sebagai
salah seorang Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan
Piagam Jakarta, bersama delapan orang lainnya. Kemudian setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 KH. A.Wahid Hasyim menduduki jabatan dari
salah satu menteri Negara.
Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan
membon-ceng tentara Sekutu sambil mengultimatom agar pejuang Indonesia
me-nyerah, disaat seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihad nya
yang mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mere-ka tidak gentar
menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang
agama).
Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan
muktamar NU ke 17 di kota Madiun, dimana dalam muktamar
ini atas prakarsa KH. A. Wahid Hasyim mendirikan “Biro Politik
NU”, dan disetujui oleh Muktamar. Biro ini bertugas mengadakan perundingan-perundingan dengan
kelom-pok intelektual yang mendominir Masyumi, guna menyelesaikan berba-gai
ketimpangan yang dirasakan amat merugikan NU.
![]() |
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”,
diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html,
pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22
Tanggal 21 Juli 1947 dan 18 Desember 1948, niat untuk
menyele-saikan ketimpangan dengan Masyumi ditangguhkan, berhubung suasana Revolusi
dan dua kali menghadapi agresi militer Belanda. Tiada maksud lain dari NU
kecuali agar konsentrasi umat Islam menghadapi agresi militer Belanda tidak
tergoyahkan. Dua bulan setelah muktamar Madiun agresi militer Belanda yang
pertama 21 Juli 1947 behasil merebut markas tertinggi Hizbullah dan Sabilillah
di Malang, berita buruk ini di sampai-kan oleh K. Ghufron pimpinan Sabilillah
Surabaya dan Panglima Besar Jendral Sudirman dan Bung Tomo kepada KH. Hasyim
Asy’ari di Jom-bang, mendengar berita ini beliau memegangi kepalanya sambil
berseru : “Masya Alloh, Masya Alloh, Masya Alloh”, lalu beliau pingsan
dan me-ngalami pendarahan otak, malam itu juga tanggal 7 Ramadlan 1366 H / 25
Juli 1947 Rais Akbar NU berpulang ke Rahmatulloh.
Dengan meninggalnya KH. Hasyim Asy’ari ini, bukan berarti
per juangan NU harus berhenti. Seperti kata peribahasa “Patah satu tumbuh
seribu, patah hilang tumbuh kembali”. Perhatian NU tetap tertuju kearah
pertempuran pisik melawan agresi Belanda, beberapa pasukan tempur Hizbullah dan
Sabilillah dikirim ke garis depan, dan sebagian lagi di ke-rahkan untuk
mengamati aksi-aksi komunis yang mulai mencurigakan.
Pada bulan September 1948 aksi-aksi komunis ( PKI ) telah
sam-pai pada puncaknya melakukan pemberontakan bersenjata yang dikenal dengan “Madiun
Affair”. NU memandang pemberontakan PKI sebagai an caman serius bagi
keselamatan Republik Indonesia. Untuk menghadapi pemberontakan ini markas
tertinggi Hizbullah pimpinan Zainul Arifin me ngirim devisi Hizbullah Surabaya
pimpinan Wahib Wahab dan memasu-ki Madiun dari jurusan Nganjuk, sedang devisi
Hizbullah Magelang pim-pinan Saifuddin Zuhri memasuki Madiun dari jurusan
Ngawi, sementara itu pasukan Siliwangi mengadakan pengejaran dari Selatan
Madiun.
Pada tanggal 31 Oktober 1948, pimpinan
pemberontak PKI Madi-un yang bernama Muso berhasil disergap dan mati di tembak
oleh kesa- tuan dari devisi Saifudin Zuhri pimpinan Hizbullah di Desa Niten
Keca matan Kauman Sumoroto Kabupaten Ponorogo.
Pada tanggal 29 Nopember 1948, Amir
Syarifuddin pimpinan pemberontak PKI Madiun dengan kawan-kawannya ditangkap
hidup di Desa Klompok Purwodadi Jawa Tengah. Kedua devisi Hizbullah Surabaya
pimpinan Wahib Wahab dan Hizbullah Magelang pimpinan Saifuddin Zuhri dengan
cara bahu membahu bersama TNI dan lain-lain kelasykaran bersenjata dapat
merebut kembali Madiun ke pangkuan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 1
Desember 1948 tokoh-tokoh pemberontak seperti : Amir Syarifuddin, Djoko Suyono,
Maruto Darusman, dan Suripno di bawa ke Yogjakarta untuk di adili dengan pera
dilan Setelah
permusuhan dengan Belanda dinyatakan selesai dengan berhasilnya “Konferensi
Meja Bundar” ( KMB ) di Den Haag tanggal 23 Agustus 1949 s/d 29 Oktober
1949 disusul dengan dibentuknya “Negara Republik Indonesia Serikat” (
RIS ) dan kemudian disusul lagi terbentuk-nya “Negara Kesatuan Republik
Indonesia” ( NKRI ) dengan kembalinya ibukatoa negara dari Yogjakarta ke
Jakarta, NU mengalihkan perhatianya kepada penyelesaian organisatoris
dengan partai Masyumi.
Pada tanggal 30 April 1950 s/d 3 Mei
1950 diselenggarakan Muk-tamar NU ke XVIII di Jakarta, dengan salah satu
keputusannya adalah NU keluar dari Masyumi, selain keputusan penting itu
Muktamar juga menetapkan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Am ( istilahnya
bukan lagi Rais Akbar ) menggantikan KH. Hasyim Asy’ari. Dan juga menyetujui
berdirinya organisasi Remaja Wanita NU yang diberi nama “Fatayat NU”.Pada Muktamar NU ke 19 di Palembang
tahun 1952 diputuskan bahwa NU menjadi partai Politik. Dalam pemilu pertama
1955 partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi.
Selama perkembangan tahun 1926 – 1955 NU telah melakukan
berbagai perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU maupun bagi
kepentingan bangsa pada umumnya. Untuk kepentingan in-tern, NU telah mengadakan
perbaikan di bidang pendidikan, sosial mau-pun dakwah, bahkan mengembangkan
sayap organisasinya di kalangan kaum muda, remaja puteri maupun kaum ibu,
berupa organisasi GP. An-sor, Fatayat NU dan Muslimat NU, ini berarti
eksistensi NU sebagai orga nisasi sosial keagamaan semakin kokoh.
Sedangkan yang bersifat ekstern
(keluar), NU telah mempelopori terbentuknya MIAI, sekaligus mengakhiri
pertikaian Khilafiyah hingga kemudian bisa bahu membahu dengan GAPI, menuntut
Indonesia berpar-lemen kepada pemerintah Hindia Belanda. Di jaman Jepang,
politik Yahannu, NU cukup berhasil untuk mendirikan Masyumi, Shumuka, Hizbullah
dan Sabilillah bersama tokoh-tokoh Islam diluar NU. Dan semua itu akan memaksa
kita untuk mengakui keterlibatan NU dalam per juangan merebut Kemerdekaan
Indonesia baik secara politik dan fisik.
Pada April 1961, tokoh-tokoh NU
memprihatinkan Penpres no. 7 tahun 1959 dan Penpres no. 13 tahun 1960 tentang
penyederhanaan partai dan syarat-syarat partai yang berhak hidup, pertanyaan
mereka : Apakah NU masih boleh hidup atau tidak ?.
Pada tanggal 15 April 1961, Presiden
Soekarno menetapkan putu-sannya untuk mengakui kedudukan 8 (delapan) Partai
Politik yang berhak hidup, satu diantaranya adalah NU. Setelah eksistensi NU
diakui, dan beberapa bulan sebelum itu terjadi permusuhan politik “Poros
Jakarta Peking” yang mengakibatkan politik condong ke kiri, NU segera
menga-dakan konsulidasi organisasi. NU sudah melihat tindakan politik PKI
se-makin berani dan keras, saat itu KH. Syaifuddin Zuhri mengemukakan :
“Perlawanan NU terhadap PKI dilakukan di semua medan
juang, PKI menggerakkan massanya, NU mengorganisasi pemuda Ansor menjadi Banser
yang lebih militan. PKI menyanyikan lagu Genjer-Genjer yang penuh hasutan dan
sindiran, NU mengobarkan bacaan Shalawat Badar..
....NU mengobarkan semaangat perlawanan terhadap PKI
sebagai kelanjutan peristiwa aksi PKI di Madiun 1948”.
Pada bulan Juli dan
Agustus 1965, CGMI dan PR (Pemuda Rak-yat) mengadakan latihan rahasia di Lubang
Buaya, untuk apa latihan kemiliteran itu dilakukan belum bisa diketahui secara
pasti. Melihat kea-daan yang menghawatirkan itu Ketua IV PBNU HM. Subhan ZE
yang sejak lama menggalang persatuan di kalangan HMI, PMII, Pemuda Ansor,
Muhammadiyah dan lain sebagainya, mengadakan kontak dengan kekuatan pemuda
lainnya, khususnya dari partai atau ormas Katholik dan Kristen terutama PMKRI.
![]() |
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”,
diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html,
pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22
Pada tanggal 1 Oktober 1965 hari Jum’at
dinihari meletuslah Gerakan 30 September ( G 30 S / PKI ), di saat dimulainya
latihan kemili teran antara Pemuda Ansor dengan melibatkan TNI AD untuk
mengimba ngi latihan kemiliteran yang diadakan PKI. Sebelum Subuh tanggal 1
Ok-tober 1965 Gestapu sudah meletus, gerombolan penculik ( PKI ) menem-bak mati
Letjend Ahmad Yani ( Menteri / Panglima TNI AD ), dan diba wa ke Lubang Buaya,
tempat pembunuhan yang sudah mereka sediakan untuk MayJend. Haryono, MayJend.
Suprapto, Mayjend S. Parman, Brig Jend. D.I Panjaitan, BrigJend. Sutoyo
Siswomihardjo, mereka ini diculik dan dibunuh dengan kejam di Lubang Buaya.
Ketika itu Jendral AH. Na-sution lolos dari dari sergapan Gestapu PKI, namun
putrinya yang masih berumur 5 tahun, Ade Irma Nasution menjadi korban keganasan
PKI.
Pada pagi setelah subuh Gestapu
menguasai kantor pusat Teleko-munikasi ( Telphon ) dan studio RRI ( Radio
Republik Indonesia ) Letnan Untung pimpinan Gestapu menyiarkan bahwa perbuatan
atau tin-dakan itu dilakukan untuk menggagalkan rencana perebutan kekuasaan
yang akan dilakukan oleh Dewan Jendral pada 5 Oktober mendatang. Dan siaran ini
diulang lagi oleh Letkol Untung pada jam 12.30 tanggal 1 Oktober 1965.
Pada Jam 14.30 tanggal 1 Oktober 1965,
setelah dua jam siaran Letkol Untung melalui RRI, NU bersama tokoh-tokoh GP
Ansor tanpa ragu-ragu lagi menyatakan sikapnya bahwa NU mengutuk tindakan
Ges-tapu PKI dan menentang pembentukan Dewan Revolusi seperti yang di umumkan
oleh Letkol Untung. Hari itu juga RRI dan pusat telekomuni-kasi berhasil
dikuasai oleh Panglima KOSTRAD MayJend. Soeharto dan RPKAD serta berhasil
menggiring pelaku Gestapu PKI ke Lubang Buaya, dan menyatakan bahwa Gestapu PKI
adalah perbuatan “kontra revolusi”.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, empat hari
setelah peristiwa Gesta-pu PKI, dan belum ada satupun partai politik yang
menyatakan sikapnya PBNU bersama ormas pendukungnya tampil meyatakan sikap
menentang dan mengutuk usaha PKI itu, lewat siaran RRI, publikasi Surat Kabar
dan Majalah baik dalam maupun luar negeri. PBNU mengeluarkan resolusi mengutuk
Gestapu PKI yang isinya antara lain :
- Mendesak Presiden Soekarno untuk segera membubarkan
PKI dan seluruh antek-anteknya.
- Mendesak Presiden Soekarno untuk mencabut Surat Ijin
Terbit (SIT) seluruh media cetak baik yang langsung maupun tidak lang-sung
telah membantu Gestapu PKI.
- Menyerukan kepada seluruh ummat Islam agar membantu
sepe-nuhnya kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam
usahanya mengembalikan ketertiban Nasional akibat Ges-tapu PKI.
Pada tanggal 5
Oktober 1965, HM. Subhan ZE, berhasil melahirkan KAP Gestapu ( Komando Aksi
Pengganyangan Gestapu ) yang dipimpin langsung oleh beliau, dimana wadah ini
himpunan dari HMI, PMII,Ansor maupun Muhammadiyah dan kekuatan ormas partai
Kristen dan Katolik.
Peranan NU
dalam ikut menumpas pemberontakan PKI, bukan hanya dibuktikan dengan pernyataan
sikap tanggal 5 Oktober 1965 dan terben-tuknya KAP GESTAPU yang dipimpin oleh
HM. Subhan ZE, saja melainkan lebih dari itu juga dibuktikan dalam pertempuran
phisik di ber bagai daerah. Ini membuktikan bahwa partai NU satu-satunya partai
poli-tik yang berani menanggung segala resiko berhadapan dengan PKI, demi
kepentingan bangsa, negara dan agama.
Sikap keras NU
terhadap PKI bukan hanya karena motif politik, tatapi yang paling dominan
adalah motivasi agama, sebab PKI sendiri me mandang NU bukan hanya sebagai
lawan politik, melainkan juga lawan dari ideologi komunis yang harus dihabisi
secara phisik.
Pada tanggal 3
Oktober 1965, di Demak Jawa Tengah ditemukan do-kumen PKI yang isinya daftar
para Ulama dan Kyai seluruh Demak yang hendak diculik dan dibunuh oleh PKI. Di
Banyuwangi PKI mengepung dan membunuh beberapa tokoh NU dan Ansor, akibat dari
kajadian ini terjadilah pertempuran berdarah yang membawa korban 40 anggota
Ansor, kemarahan massa NU semakin memuncak, akhirnya pembasmian tokoh-tokoh PKI
terjadi dimana-mana.
Pada bulan
Desember 1965, atas perintah Pangdam VIII Brawijaya agar kampanye penumpasan
PKI dihentikan dan massa NU berdiri dibela kang ABRI, maka berhentilah
aktivitas massa NU sebagai barisan terdepan, dan beralih di belakang ABRI dalam
operasi penumpasan beri-kutnya.
![]() |
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”,
diakses dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html,
pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi yang sudah disampaikan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para
Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan,
mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah.
NU sebagai oraganisasi masyarakat terbesar di Indonesia telah memainkan
peranan yang penting dalam kemerdekaan dan perkembangan bangsa dan agama.
Sebagai oraganisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah
Islamiyah, NU telah memberikan banyak perubahan dan kemajuan. Semangat NU zaman
dahulu hingga sekarang semestinya harus tetap tumbuh, sehingga dapat terus
mewujudkan apa yang telah di cita-citakan oleh sang pendiri KH. Hasyim Asy’ari.
Daftar pustaka:
IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”, http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html
(diakses 21 Maret 2017).
Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, http://ber-awal-dari-pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html
(diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses
dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html
(diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses
dari http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html
(diakses 21 Maret 2017).
MOH NAJIB, “Perjalanan
NU dari masa ke masa part III”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html (diakses 21
Maret 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar