BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Zakat merupakan dasar prinsip untuk menegakan dasar struktur sosial
Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, zakat merupakan iuran wajib. Zakat
merupakan perintah Allah yang harus dilaksanakan, sehingga zakat hukumnya
wajib. Dalam Al-Qur’an dan Hadis banyak perintah untuk melaksanakan zakat,
antara lain firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 110, QS. Al-Hajj (22)
ayat 78[1].
QS. Al-Baqarah (2) ayat 110 berbunyi
(
Artinya:
“Dan laksanakanlah sholat dan tunaikanlah
zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan
mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan”.(QS. Al-Baqarah (2) ayat 110 )[2]
QS. Al-Hajj (22) ayat 78 berbunyi
… (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qßJÅÁtGôã$#ur «!$$Î/ uqèd óOä39s9öqtB ( zN÷èÏYsù 4’n<öqyJø9$# zO÷èÏRur çŽÅÁ¨Z9$# ÇÐÑÈ
Artinya:
... Maka laksanakanlah shalat dan
tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia-lah Pelindungmu,
Dia sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. (QS. Al-Hajj (22) ayat
78) [3]
Berdasarkan ayat-ayat tersebut bawasannya sangat jelas perintah
Allah untuk melaksanakan zakat bagi umat Muslim yang memiliki harta tertentu
yang telah mencapai syarat tertentu, karena baginya akan mendapatkan pahala di
sisi Allah SWT. Zakat merupakan “pungutan wajib atas individu yang memiliki
harta wajib zakat yang melebihi nishab dan didistribusikan kepada delapan
golongan penerima zakat (mustahik), yaitu: fakir, miskin, fi
sabilillah, ibnusabil, gharim, hamba sahaya, dan muallaf”.[4]
Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata pencaharian
masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta yang dizakati juga
mengalami perkembangan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang universal dan tidak mengajarkan
doktrin yang kaku, tetapi memiliki ajaran yang elastis untuk dikembangkan
sesuai dengan perkembangan zaman.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang
penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah penghimpunan dan penyaluran
dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro?
C.
Tujuan Dan Manfaat
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penghimpunan dan penyaluran dana zakat
pada Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Metro.
2.
Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara
teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan serta
wawasan praktek lembaga keuangan syari’ah khususnya Bank Muamalat Indonesia KCP
Metro yang berkaitan dengan penghimpunan dan penyaluran zakat.
b. Secara
praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada
pembaca dan penulis sendiri mengenai penghimpunan dan penyaluran dana zakat
pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
LANDASAN TEORI
A.
Zakat
1.
Pengertian
Zakat
Secara bahasa (lughah)
zakat berasal dari kata zakat yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh,
dan berkembang.[8]
Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah kadar harta tertentu yang
diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya, dengan beberapa syarat.[9]
Jadi zakat merupakan kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
2.
Dasar
Hukum Zakat
Zakat adalah
salah satu rukun Islam yang kelima, fardhu
‘ain bagi tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan
pada tahun kedua Hijriah. Firman Allah SWT:
a.
Al-Qur’an
(
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. (QS. Al-Baqarah 43)”.[10]
Artinya: “Tidaklah engkau
memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, tahanlah tanganmu (dari
berperang)laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat!”....(QS. An-Nisa’77).[11]
b. Hadis
Artinya: “Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu’anhu bahwa Nabi saw mengutus Mu’adz ke Yaman, kemudian dia
menjelaskan hadis. Didalamnya terdapat sabda, sesungguhnya Allah telah mewajibkan kalian mengeluarkan
zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang yang kaya dan diberikan
orang miskin diantara mereka”. (HR. Muttafaq‘alaih dan lafazhnya menurut
Bukhari). [12]
3. Syarat-syarat
Zakat
a. Al-milk at-tam yang berarti
harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian
yang sah, dimungkinkan dipergunakan, diambil manfaatnya atau kemudian disimpan.
b. An-nama adalah harta yang berkembang jika diusahakan
atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdangangan,
peternakan, pertanian dan sebagainya.
c.
Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk pertanian mencapia jumlah 653 kg, emas/perak telah senilai
85 gram dan sebagainya.
d.
Telah melebihi
kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang dibutuhkan seseorang dan
keluarganya yang menjadi tanggunganya untuk kelangsungan hidupnya.
e.
Bersih dari
hutang, artinya harta yang dimiliki seseorang itu bersih dari hutang, baik
hutang kepada Allah (naazar, wasiat)
ataupun hutang ke sesama manusia.
f.
Telah mencapai
satu tahun (haul), artinya harus
mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau untuk
tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanenya.
Dari penjelasan
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa syarat-syarat zakat harus dipenuhi bagi
setiap diri kaum muslimin guna membersihkan setiap harta yang diperoleh. Allah
selalu menyuruh umatnya untuk saling berbagi di antara sesama, maka turutilah
perintah Allah itu agar kita menjadi hamba-hamba yang dimuliakanya.
4.
Macam-macam
Zakat
a.
Zakat
Fitrah (Zakat Jiwa/Nafs)
Zakat fitrah (zakat jiwa/nafs)
adalah pengeluaran wajib dilakukan setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari
keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idhul Fitri”.[14]
Zakat fitrah diberikan berkenaan dengan telah selesai mengerjakan shiyam (puasa) yang difardukan yaitu
puasa ramadhan.[15]
Yang wajib dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu sha’ dari makanan pokok sehari-hari penduduk suatu negeri/daerah
seperti kurma, gandum, beras, sagu, dan sebagainya. Satu sha’ sama dengan 2,5 kg.
b.
Zakat
Mal (Zakat Harta)
Zakat mal (zakat harta) adalah bagian dari
harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk
golongan orang-orang tertentu yang dipunyai setelah jangka waktu tertentu dalam
jumlah minimal tertentu”.[16] Zakat
mal bisa dibayarkan pada bulan
ramadhan atau di luar bulan ramadhan. Zakat tanaman dan buah-buahan dikeluarkan
pada saat panen, zakat perdagangan bergantung pada perhitungan tutup buku tiap
tahun, demikian pula zakat harta lainya.[17]
c.
Zakat
Tijarah (Zakat Usaha)
Harta usaha/perniagaan/perdagangan atau al’-urudi at-tijarah, dalam
kaitan dengan zakat adalah seluruh harta yang sejak awalnya diperuntukkan untuk
diperjualbelilkan atau menurut sebagian ulama adalah segala sesuatu yang
diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan. Apabila di akhir tahun sudah
mencapai nisabnya (senilai 85 gram emas) maka harus mengeluarkan zakat sebesar
2,5% dihitung dari modal kerja dan keuntungan barang-barang tersebut.
d.
Zakat Investasi
Investasi adalah semua kekayaan yang ditanamkan pada berbagai
bentuk aset jangka panjang baik untuk tujuan mendapatkan pendapatan atau
ditujukan diperdagangkan[18].
e.
Zakat Atas Uang
Zakat atas uang dikenakan untuk uang yang dimiliki baik dalam bentuk simpanan
(bentuk deposito atau tabungan) atau hadiah. Jika bentuk bagi hasilnya adalah
bunga maka tidak dapat dikeluarkan zakat atas bunga tersebut. Menurut Antonio sebagaimana
dikutip oleh Sri Nurhayati dan Wasila, “untuk tahun pertama bila uang tersebut
sebelum didepositokan atau ditabungkan telah dizakati, maka zakat yang
dikenakan berikutnya hanyalah atas bagi hasinya saja. Untuk tahun berikutnya,
dikenakan atas keseluruhan uang yang dimiliki. Sedangkan jika sebelumnya belum
dizakati, maka zakat dihitung atas keseluruhannya”[19].
f.
Zakat Profesi dan Penghasilan
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, yaitu pekerjaan
yang dikerjakan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Penghasilan yang
diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan prefesional, seperti:
penghasilan seorang dokter, insinyur, akuntan, advokat, seniman, penjahit dan
lain-lain. Dan pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain untuk memperoleh upah/gaji, baik pada
Pemerintah, perusahaan swasta dan pemberi kerja lainnya. Penghasilan dari
pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, honorarium ataupun hadiah.[20]
Mazhab Hambali mewajibkan zakat profesi dan penghasilan berdasarkan hadis dari Ibnu
Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa
beliau mengambil zakat dari ‘athoyat
(gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang dikembalikan).[21]
5.
Harta Yang Di Kenai Zakat
Menurut pasal 11 Undang-Undang No. 38
Tahun 1999 Pengelolaan Zakat BAB IV harta yang dikenai zakat adalah:[22]
a.
Emas, perak dan
uang; Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.
b.
Perdagangan dan
perusahaan; harta perniagaan adalah semua yang diperuntukan untuk
diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa seperti barang dan
alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Perniagaan disini
termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/koprasai.
c.
Hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d.
Hasil
pertambangan (Ma’din); meliputi hasil
dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan
memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dan
lain-lain.
e.
Hasil
pertenakan; meliputi semua jenis dan ukuran ternak (misal: sapi, kerbau,
kambing, domba, ayam)
f.
Hasil
pendapatan dan jasa; yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi
(hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi
pegawai negri atau swasta. Konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan
wiraswasta.
g.
Rikaz; yakni harta yang ditemukan dan
tidak diketahui pemiliknya (harta karun).
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap diri umat muslim. Setiap
zakat yang dikumpulkan dari muzakki
kemudian dihitung menurut kadar nisab,
dan waktu sesuai hukum Allah telah menetapkan segala sesuatunya yang baik-baik
untuk mnejamin kemaslahatan hidup umat manusia dan selayaknya pula kita sebagai
manusia harus bersyukur atas nikmatn-Nya yang begitu besar kepada kita.
6.
Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Sebagaimana Allah
berfirman di dalam Al-Qur’an surat At-Taubah
ayat 60, delapan golongan asnaf yang
berhak menerima zakat adalah sebagai berikut:
Artinya: “sesungguhnya zakat
itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakan
hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang
yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS.
At-Taubah; 60)[23]
Penjelasan ayat
tersebut menurut Imam Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq sebagai berikut:
a.
Fakir, adalah
mereka yang tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokok dasar hidup.
b.
Miskin, adalah mereka
yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
c.
Amil, adalah mereka yang mengumpulkan
dan membagikan zakat.
d.
Muallaf, mereka yang
baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
barunya.
e.
Hamba sahaya
yang ingin memerdekakan dirinya.
f.
Riqob, orang-orang yang berhutang
g.
Fisabilillah, mereka yang
berjuang dijalan Allah (misalnya: dakwah, perang, dan lain-lain).
7.
Lembaga Pengelola Zakat
Menteri Agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 4
Tahun 1968 tertanggal 15 Juli 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, Infak
dan Sadaqah (BAZIS) pada tingkat desa dan kecamatan diseluruh Indonesia.[25]
Sampai awal 90-an BAZIS berkembang pesat, dibentuk dilingkungan pemerintah dan
ditengah masyarakat termasuk diberbagai ormas keagamaan ikut mendirikan. BAZIS
sudah berkembang diberbagai tempat. Legitimasi Yuridis bagi eksitensi zakat
dalam tata hukum nasional semakin mantap ketika Tahun 1999 disahkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab III
pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia
terdiri atas dua kelompok, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ). BAZ dibentuk Pemerintah sedangkan LAZ dibentuk oleh masyarakat.[26] Diikuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA)
No. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan
Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.
D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis
pengelolaan zakat yang ada di Indonesia adalah badan amil zakat yang
dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola swasta.[27]
Undang-Undang Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengkordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.[28]
a.
Badan
Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS)
BAZIS merupakan lembaga keagamaan yang kemunculannya seiring dengan
kedatangan Islam.
Fungsi Pengurus BAZ, yaitu
sebagai berikut:
1)
Dewan
Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi
kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat,
meliputi aspek syari’ah dan aspek
manajerial.
2)
Komisi Pengawas
berfungsi pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan
Badan Pelaksana.
3)
Badan Pelaksana
berfungsi pelaksana pengelolaan zakat.[29]
b.
Lembaga
Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak
dibidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemashalatan umat Islam”.[30]
Masing-masing Lembaga Amil Zakat kegiatan yang dilakukan pada umumnya berupa
penghimpunan, penyaluran dan laporan keuangan zakat. Bentuk kegiatan program
Lembaga Amil Zakat dapat berupa pendampingan, pelatihan keterampilan Anggota
dan pengembangan jaringan usaha.[31]
Untuk mendapatkan pengukuhan, sebelum calon LAZ harus mengajukan permohonan
kepada pemerintah sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan
melampirkan syarat-syarat sebagai berikut: [32]
1)
Akta Pendirian
(Berbadan Hukum).
2)
Data Muzaki (yang membayar zakat) dan Mustahik (yang berhak menerima zakat.
3)
Daftar susunan
pengurus.
4)
Rencana program
kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
5)
Neraca atau
laporan posisi keuangan.
6)
Surat
pernyataan bersedia untuk diaudit.
8.
Pemanfaatan
dan Pendayagunaan Dana Zakat
Menurut
Mohammad Daud Ali, pemanfaatan zakat dapat digolongkan menjadi 4
kategori, yaitu:[33]
a. Konsumtif
tradisional, dalam kategori ini zakat dibagikan kepada yang berhak menerimanya
untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan.
b. Konsumtif
kreatif, zakat dalam kategori ini adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk
lain dari barangnya semula seperti dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa dan
lain-lain.
c. Produktif
tradisional, zakat dalam kategori ini diberikan dalam bentuk barang-barang
produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit dan sebagainya.
d. Produktif
kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik
membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu dan menambah modal
seseorang pedagang atau pengusaha kecil.
Ada dua cara yang ditempuh untuk penerima zakat, yaitu:[34]
a. Menyantuni
mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif.
b. Memberikan
modal yang sifatnya produktif untuk diolah dan dikembangkan.
Pemberian
modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan matang oleh Amil. Apakah mampu orang tersebut
mengelola dana yang diberikan itu, sehingga pada satu saat dia tidak lagi
menggantungkan hidupnya kepada orang lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila
hal ini dapat dikelola dengan baik atas pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara berangsur-angsur, orang yang
tidak punya (melarat) akan terus berkurang dan tidak menutup kemungkinan,
diapun bisa menjadi Muzakki (pemberi
zakat) bukan lagi sebagai penerima zakat. Pada prinsipnya pendayagunaan hasil
pengumpulan zakat untuk mustahik
dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:[35]
a. Hasil
pendapatan dan penelitian keberadaan mustahik delapan asnaf.
b. Mendahulukan
orang-orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan
sangat memerlukan bantuan.
c. Mendahulukan
mustahik dan wilayahnya masing-masing.
Pemanfaatan atau pendayagunaan zakat
sangat tergantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik, manfaatnya
akan dirasakan baik pula oleh
masyarakat. Adapun prosedur pendayagunaan pengumpulan hasil zakat usaha
produktif berdasarkan:[36]
a. Melakukan
studi kelayakan.
b. Menetapkan
jenis usaha produktif.
c. Melakukan
bimbingan dan penyuluhan.
d. Melakukan
pemantauan, pengendalian dan pengawasan.
e. Mengadakan
evaluasi.
f. Membuat
laporan.
Pemanfaatan
zakat kekayaan ini, biasanya berbeda dari satu daerah dan daerah lain. Selain
itu pendayagunaan ini dapat berfungsi sebagai lembaga ibadah sekaligus sebagai
sarana untuk menanggulangi berbagai masalah sosial. Pendayagunaan hasil
pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu pola konsumtif dan pola
produktif. Para amil diharapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil
pengumpulan zakat, misalnya 60% untuk
zakat konsumtif dan 40% untuk zakat
produktif.[37]
Program
penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik
melalui pemberian langsung maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola
fakir miskin, panti asuhan, maupun tempat ibadah yang distribusikan zakat
kepada masyarakat. Sedangkan penyaluran program penyaluran hasil pengumpulan
zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah,
pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis. [38]
B.
Bank
Syari’ah
1.
Pengertian
Bank Syari’ah
Bank
syari’ah terdiri dari dua kata yakni bank dan syari’ah. Bank adalah suatu
lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua belah pihak
yang berlebihan dana dan pihak kekurangan dana.
Syari’ah adalah aturan atau perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh
pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau untuk pembiayaan kegiatan
usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Sehingga bank syari’ah
adalah suatu lembaga keuangan yang
berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berlebih dana dengan pihak yang
kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum
Islam.[39]
“Bank syari’ah adalah lembaga keuangan
atau perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berdasarkan pada
Al-Qur’an dan Al-Hadis Nabi SAW”.[40]
Jadi Bank Syari’ah merupakan suatu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berlebih dana dengan
pihak yang kekurangan dana yang operasionalnya dan produknya dikembangkan
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadis Nabi SWA.
2.
Prinsip
Bank Syari’ah
Prinsip utama yang dianut oleh Bank
Islam adalah sebagai berikut:
a. Larangan
riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.
b. Menyalurkan
zakat, infak dan sedekah.
c. Menjalankan
bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang
sah menurut syari’ah.[41]
3.
Produk
Bank Syari’ah
Pada dasarnya, produk
yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar,
yaitu:[42]
a.
Produk
Penyaluran Dana
Pembiayaan
dalam perbankan syari’ah menurut Al-Harran sebagaimana dikutip oleh Adi Warman
Karim dapat dibagi menjadi tiga yaitu:[43]
1) Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika
pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan
keuntungan.
2) Return free financing,yaitu
bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditujukan
kepada orang yang membutuhkan (poor)
sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.
3) Charity financing, adalah bentuk
pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan
membutuhkan sehingga tidak ada
klaim terhadap pokok dan
keuntungan.
Produk-produk
pembiayaan bank syari’ah, khususnya pada bentuk Return bearing financing, ditujukan untuk menyalurkan investasi dan
simpanan masyarakat kesektor rill dengan tujuan produktif dalam bentuk
investasi bersama (investment financing)
yang dilakukan bersama mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan
pembiayaan menggunakan pola jual-beli (murabahah,
salam dan istishna) dan pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik).[44]
b.
Produk Pendanaan
1) Pendanaan
dengan Prinsip Wadi’ah
Wadi’ah
adalah titipan simpanan pada Bank Syari’ah. [45] Giro
Wadi’ah adalah produk pendanaan bank
syari’ah berupa simpanan nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan
kemudahan pemakainnya.[46] Tabungan
Wadi’ah adalah produk pendanaan bank
syari’ah berupa simpanan nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya.[47]
2) Pendanaan
dengan Prinsip Qardh
Simpanan giro dan tabungan juga dapat
menggunakan prinsip Qardh, ketika
bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah depositan
sebagai pemilik modal. Sementara itu, nasabah deposan dijamin akan memperoleh
kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu nasabah ingin menarik dananya. Bank
boleh juga memberikan bonus kepada
nasabah deposan, selama hal ini tidak diisyaratkan diawal perjanjian.
3) Pendanaan
dengan prinsip Mudharabah
a) Tabungan
Mudharabah merupakan produk
penghimpunan dana oleh bank syari’ah dengan menggunakan akad mudharabah muthlaqah.[48]
b) Deposito/Investasi
Umum (Tidak Terikat), Bank Syari’ah menerima simpanan deposito berjangka (pada
umumnya untuk satu bulan keatas) ke dalam investasi umum (general investment account) dengan prinsip Mudharabah al-Munthlaqah. [49]
c) Deposito/Investasi
Khusus (Terikat), Selain rekening investasi umum, bank syari’ah juga menawarkan
rekening investasi khusus (special
investment account) kepada nasabah yang ingin menginvestasikan dananya
langsung dalam proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan
prinsip mudharabah al-muqayyadah.[50]
d) Sukuk Al-Mudharabah atau
obligasi syari’ah. Dengan obligasi
syari’ah, bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun
atau lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka
panjang. [51]
e) Pendanaan
dengan Prinsip Ijarah, Obligasi
syari’ah ini dapat menggunakan berbagai prinsip yang dibolehkan syari’ah,
seperti: menggunakan prinsip bagi hasil (sukuk
mudharabah dan sukuk musyarakah) menggunakan prisip jualbeli (murabahah, salam dan istishna), menggunakan prinsip sewa ( sukuk ijarah) dan sebagainya.[52]
c.
Produk
Jasa Perbankan
1) Jenis-jenis
produk dalam akad Al-Wakalah
a) Kiriman
Uang (Transfer) merupakan bentuk pelayanan jasa yang
diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang
tertentu.[53]
b) Kliring
merupakan jasa perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan warkat antar
bank yang berasal dari wilayah kliring yang sama. Warkat merupakan alat
pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah dan untuk keuntungan
rekening nasabah.
c) Inkaso
merupakan jasa penagihan yang diberikan oleh bank terhadap warkat kliring dan
atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berada diluar wilayah
kliring.[54]
d) Intercity Clearing atau
kliring antar wilayah merupakan sarana penagihan antar warkat maupun surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari luar wilayah kliring.[55]
e) Letter of Credit
dapat didefinisikan sebagai jaminan bersyarat yang diberikan oleh bank yang
menerbitkan L/C (issuing bank/opening
bank) untuk menawarkan wesel yang ditarik oleh beneficiary sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
L/C. [56]
2)
Kafalah
merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi
jaminan (penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi kewajiban pihak yang
ditanggung.[57]
3)
Produk Al-Hawalah atau Hiwalah adalah akad penagihan piutang nasabah (muhal) kepada bank (muhal
‘alaih).[58]
4) Ar-Rahn merupakan
perjanjian penyelenggaraan barang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan
fasilitas pembiayaan.[59]
5) Al-Qard merupakan
fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah dalam membantu pengusaha
kecil[60]. Produk
ini hanya diberikan jika bank syari’ah sudah menerima dana berupa zakat, infak
dan sadaqah masyarakat yang penempatannya tidak mengharapkan bagi hasil dan
ditempatkan di bank untuk dikelola dengan maksud meningkatkan kesejahteraan
ummat khususnya mustahaq terhadap ZIS
tersebut.[61]
BAB III
METODE PENELITIAN
1.
Jenis
Penelitian
Jenis
dari penelitian ini
adalah penelitian lapangan (Field Research). “Penelitian lapangan adalah penelitian yang
bertujuan mempelajari secara intensif latar
belakang dan keadaan
sekarang dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu
keadaan sosial”.[63]
Dalam penelitian ini yang mempelajari secara mendalam
tentang penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP
Metro. Maka dilihat dari lokasinya, penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat
Indonesia KCP Metro.
2.
Sifat
Penelitian
Sesuai dengan judul dan fokus
permasalahan yang diambil maka sifat penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. “Deskriptif kualitatif yaitu
hanya semata-mata melukiskan keadaan atau peristiwa tanpa maksud untuk
mengambil suatu kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.”[64]
Menurut Husein Umar, “Deskriptif adalah menggambarkan sifat sesuatu yang
berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu
gejala tertentu”.[65]
Karena penelitian ini berupaya mengumpulkan fakta yang ada, penelitian ini
berfokus pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan yang ada, yang
diteliti, dan dipelajari sebagai sesuatu yang harus dibuktikan kebenarannya. Penelitian
deskriptif kualitatif ini berupa keterangan-keterangan bukan berupa angka-angka
hitungan Artinya, dalam penelitian ini hanya berupa gambaran dan keterangan-keterangan
tentang penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP
Metro.
3.
Sumber
Data
Menurut Sumadi Suryabrata, “sumber
data adalah subyek data yang diperoleh dari sebuah penelitian”.[66]
Data merupakan hasil pencatatan baik yang berupa fakta dan angka yang dijadikan
bahan untuk menyusun informasi. Berdasarkan
pengertian di atas, subyek penelitian adalah subyek yang akan diambil datanya
untuk diambil kesimpulan atau sejumlah subyek yang diteliti dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa sumber data, baik
itu sumber data primer maupun sumber data sekunder.
a. Sumber
data primer
“Data primer adalah data yang langsung
dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama”.[67]
Data primer langsung dari sumber pertama yaitu dari Bank Muamalat KCP Metro. Sebagai
informan dalam penelitian ini adalah Bapak Muntholib (Kepala KCP Metro) dan
Redian Ariri (Marketing Lending) Bank
Muamalat Indonesia KCP Metro.
b. Sumber
data sekunder
“Data sekunder adalah bahan–bahan atau data yang menjadi
pelengkap dari sumber data primer”.[68] Sumber
data sekunder diperoleh dari sumber peneliti dengan mempelajari referensi yang memiliki
hubungan dengan sasaran penelitian. Baik berupa buku-buku, jurnal maupun sumber lain yang
relevan dengan penelitian ini. Sumber data sekunder
yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah buku–buku yang membahas
tentang implementasi zakat serta buku–buku Ekonomi Islam dan
Lembaga Keuangan Syari’ah.
4.
Teknik
penggumpulan data
a.
Metode Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang sering digunakan dalam teknik penelitian kualitatif.
Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau
percakapan antara pewawancara (Interviewee)
dengan maksud menghimpun informasi dari interview.
Interview pada penelitian kualitatif adalah informan yang dari padanya
pengetahuan dan pengalaman dari padanya diperoleh.[69] Dalam
hal ini penulis akan melakukan percakapan yang berbentuk tanya jawab langsung
kepada Kepala Bank Muamalat Indonesia KCP Metro yang berkaitan dengan penghimpunan dan penyaluran
dana zakat di Bank Muamalat KCP Metro tersebut.
b.
Metode Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa data-data tertulis
yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang
masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian”.[70]
Melalui metode dokumentasi ini data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah
sejarah, visi dan misi Bank Muamalat
Indonesia KCP Metro.
c.
Pengamatan (Observasi)
Observasi
ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan
gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan.[71] Dengan
metode ini peneliti pun ingin memperoleh data tentang penghimpunan dan
penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
5.
Teknik
Analisis Data
Analisis data adalah suatu usaha
untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian sehingga
susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diuraikan itu tampak dengan jelas dan
karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih
dimengerti duduk perkaranya.[72]
Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis
kualitatif, karena data yang diperoleh merupakan keterangan–keterangan dalam
bentuk uraian.
Kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, maksudnya sumber data yang
diperoleh itu tertulis atau ungkapan dan tingkah laku yang diobservasi dari manusia.[73] Data
tersebut dianalisa dengan menggunakan cara berfikir induktif. Berpikir
Induktif adalah “suatu cara berfikir yang berawal dari fakta–fakta yang khusus
dan konkrit, peristiwa konkrit kemudian dari fakta atau peristiwa tersebut
ditarik kesimpulan”.
Berdasarkan keterangan di atas maka
dalam menganalisa data, penulis menggunakan data yang diperoleh, data tersebut
dianalisa dengan menggunakan cara berfikir induktif yang berawal dari informasi
tentang penghimpunan dan penyaluran zakat pada Bank Muamalat Indonesi KCP
Metro.
6.
Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Normatif Empiris.
Pendekatan normatif dilakukan dengan mempelajari apa yang seharusnya
dilakukan atau bagaimana masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat seharusnya
diselesaikan.[74]
Empiris yaitu berupa data lapangan.
Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari perilaku distributor dalam penghimpunan
dan penyaluran dana zakat pada Bank muamalat Indonesia KCP Metro.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Bank
Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 4 ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2010)
Ascarya Akad dan Produk Bank
Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
Ascarya, Akad dan Prodak Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2011)
Burhan Ashafa, Metode
Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004)
Djam’an
Satori dan Aan Komariah, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2009)
Edi Kusnadi, Metode
Penelitian, (Jakarta Timur: Ramayana Pers dan STAIN Metro, 2008)
Heri Sudarsono, Bank dan
Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: EKONISIA,
2008)
http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015
http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015.
Husein Umar, Metode
Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2009)
Ismail,
Perbankan Syari’ah, Edisi I, Cet I,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)
Kartini
Kartono, Pengantar Metodologi Riset
Sosial, (Bandung: CV. Mandar Maju,
1996)
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah : Fiqih Muamalah, (Jakarta :
Kencana , 2012)
Muhamad,
Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008)
Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004).
Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Edisi Revisi IV,
(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006)
Sumadi Suryabrata, Metode
Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
Suraya
Murcitaningrum, Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam (Bandar Lampung: Ta’lim Press, 2012)
Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Psikologi UGM, 1985)
Thamrin Abdullah, Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2012)
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008)
Viethzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2010)
Wawancara dengan Manager Muntholib,
PT Bank Muamalat Kantor Cabang Pembantu Metro, Metro 25 Oktober 2015.
www.hukumonline.com, diunduh 25 Oktober 2015
www.muamalatbank.com, 25 Oktober 2015
[4]Ascarya, Akad
dan Prodak Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011) h. 9.
[5]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta: EKONISIA, 2008), h. 27
[7] Wawancara dengan Manager Muntholib, PT Bank Muamalat
Kantor Cabang Pembantu Metro, Metro 22 Oktober 2015.
[8]Didin
Hafiduddin, Panduan Praktis Tentanng Zakat, Infak, dan Sedekah, (Jakarta:
Gema Insani Press,1998), h. 13.
[9]Sulaiman
Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), (Bandung : PT. Sinar Baru
Algensido,1994), h.192.
[14]Muhammad Daud Ali, Sistem
Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1998), h.
42
[15]Zakiah Darajat,dkk, Dasar-dasar
Agama Islam: Buku Teks Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (PT. Bulan
Bintang, Jakarta), h. 216
[16]Muhammmad Daud Ali, Sistem
Ekonomi, h. 42.
[18]Sri Nurhayati dan
Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat,
2008), h. 269
[19] Sri Nurhayati dan
Wasilah, Akuntansi Syari’ah, h. 270
[20] Sri Nurhayati dan
Wasilah, Akuntansi Syari’ah, h. 269
[21] Sri Nurhayati dan
Wasilah, Akuntansi Syari’ah
[24]Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunnah Jilid 1, (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2007), h. 575-582
[25]M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, (Malang: UIN-Malang
Press, 2009), h. 112.
[26]Heri Sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogyakarta:EKONISIA, 2008), h.262.
[27]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah,
Edisi I, Cet I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 405.
[29] Ibid., h. 264.
[32] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 418.
[33] Muhammmad Daud Ali, Sistem
Ekonomi, h. 62-63.
[34] M. Ali Hasan, Op. Cit, h. 23.
[35] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 424
[36] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 425.
[37]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga
[39]Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), h. 1
[40]Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta:
UUP AMPY KPN, 2005), h.13
[41]Viethzal Rivai dan
Arviyan Arifin, Islamic Banking, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 298
[42]Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,
Edisi 4 ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), h.97
[43]Adiwarman A. Karim, Bank Islam, h.122
[44]Adiwarman A. Karim, Bank Islam, h. 123.
[45]Thamrin Abdullah, Francis
Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2012), h. 215.
[46]Ascarya Akad dan Produk Bank Syari’ah,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 113.
[47]Ascarya Akad dan Produk, h. 114.
[48]Ismail, Perbankan Syari’ah, Edisi I, Cet I,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.89.
[49]Ascarya Akad dan Produk, h. 118.
[50]Ascarya Akad dan Produk.
[51]Ascarya Akad dan Produk h.119.
[52]Ascarya Akad dan Produk, h.120
[53]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 196
[54]Ismail, Perbankan Syari’ah.
[55]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 198.
[56]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 200
[57]Ismail, Perbankan Syari’ah,201.
[58]Veithzal Rivai dan Andria
Permata Veithzal, Islamic Financial
Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 188.
[59]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 209.
[60]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 212.
[61]Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi
Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 97.
[62]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h .90.
[63]Edi Kusnadi, Metode Penelitian, (Jakarta Timur:
Ramayana Pers dan STAIN Metro, 2008) h. 17.
[64]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta:
Yayasan Penerbitan Psikologi UGM, 1985), h. 3.
[65]Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis
Bisnis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 22.
[67] Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Edisi Revisi IV, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), h.
130
[69]Djam’an Satori dan Aan
Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 200.
[70]Muhamad, Metodologi
Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h.152.
[74]Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam (Bandar Lampung: Ta’lim Press,
2012), h. 10.