Senin, 30 September 2019

ZAKAT


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan dasar prinsip untuk menegakan dasar struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, zakat merupakan iuran wajib. Zakat merupakan perintah Allah yang harus dilaksanakan, sehingga zakat hukumnya wajib. Dalam Al-Qur’an dan Hadis banyak perintah untuk melaksanakan zakat, antara lain firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 110, QS. Al-Hajj (22) ayat 78[1].
QS. Al-Baqarah (2) ayat 110 berbunyi
(
Artinya: “Dan laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Baqarah (2) ayat 110 )[2]

QS. Al-Hajj (22) ayat 78 berbunyi

(#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qßJÅÁtGôã$#ur «!$$Î/ uqèd óOä39s9öqtB ( zN÷èÏYsù 4n<öqyJø9$# zO÷èÏRur 玍ÅÁ¨Z9$# ÇÐÑÈ
Artinya: ... Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia-lah Pelindungmu, Dia sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. (QS. Al-Hajj (22) ayat 78) [3]
Berdasarkan ayat-ayat tersebut bawasannya sangat jelas perintah Allah untuk melaksanakan zakat bagi umat Muslim yang memiliki harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu, karena baginya akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Zakat merupakan “pungutan wajib atas individu yang memiliki harta wajib zakat yang melebihi nishab dan didistribusikan kepada delapan golongan penerima zakat (mustahik), yaitu: fakir, miskin, fi sabilillah, ibnusabil, gharim, hamba sahaya, dan muallaf”.[4]
 Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta yang dizakati juga mengalami perkembangan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang universal dan tidak mengajarkan doktrin yang kaku, tetapi memiliki ajaran yang elastis untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro?
C.  Tujuan Dan Manfaat
1.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Metro.
2.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan serta wawasan praktek lembaga keuangan syari’ah khususnya Bank Muamalat Indonesia KCP Metro yang berkaitan dengan penghimpunan dan penyaluran zakat.
b.    Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada pembaca dan penulis sendiri mengenai penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Zakat
1.    Pengertian Zakat
Secara bahasa (lughah) zakat berasal dari kata zakat yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.[8] Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah kadar harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.[9]
Jadi zakat merupakan kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
2.    Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang kelima, fardhu ‘ain bagi tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Firman Allah SWT:
a.    Al-Qur’an
               (
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. (QS. Al-Baqarah 43)”.[10]

Artinya: “Tidaklah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, tahanlah tanganmu (dari berperang)laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat!”....(QS. An-Nisa’77).[11]
b.    Hadis

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu bahwa Nabi saw mengutus Mu’adz ke Yaman, kemudian dia menjelaskan hadis. Didalamnya terdapat sabda, sesungguhnya  Allah telah mewajibkan kalian mengeluarkan zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang yang kaya dan diberikan orang miskin diantara mereka”. (HR. Muttafaq‘alaih dan lafazhnya menurut Bukhari). [12]
3.    Syarat-syarat Zakat
Adapun persyaratan harta yang wajib dizakati itu antara lain: [13]

a.    Al-milk at-tam yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan dipergunakan, diambil manfaatnya atau kemudian disimpan.
b.    An-nama adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdangangan, peternakan, pertanian dan sebagainya.
c.    Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk pertanian mencapia jumlah 653 kg, emas/perak telah senilai 85 gram dan sebagainya.
d.   Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang dibutuhkan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggunganya untuk kelangsungan hidupnya.
e.    Bersih dari hutang, artinya harta yang dimiliki seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (naazar, wasiat) ataupun hutang ke sesama manusia.
f.     Telah mencapai satu tahun (haul), artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanenya.

Dari penjelasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa syarat-syarat zakat harus dipenuhi bagi setiap diri kaum muslimin guna membersihkan setiap harta yang diperoleh. Allah selalu menyuruh umatnya untuk saling berbagi di antara sesama, maka turutilah perintah Allah itu agar kita menjadi hamba-hamba yang dimuliakanya.
4.    Macam-macam Zakat
a.    Zakat Fitrah (Zakat Jiwa/Nafs)
Zakat fitrah (zakat jiwa/nafs) adalah pengeluaran wajib dilakukan setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idhul Fitri”.[14] Zakat fitrah diberikan berkenaan dengan telah selesai mengerjakan shiyam (puasa) yang difardukan yaitu puasa ramadhan.[15] Yang wajib dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu sha’ dari makanan pokok sehari-hari penduduk suatu negeri/daerah seperti kurma, gandum, beras, sagu, dan sebagainya. Satu sha’ sama dengan 2,5 kg.
b.   Zakat Mal (Zakat Harta)
Zakat mal (zakat harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu yang dipunyai setelah jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu”.[16] Zakat mal bisa dibayarkan pada bulan ramadhan atau di luar bulan ramadhan. Zakat tanaman dan buah-buahan dikeluarkan pada saat panen, zakat perdagangan bergantung pada perhitungan tutup buku tiap tahun, demikian pula zakat harta lainya.[17]
c.    Zakat Tijarah (Zakat Usaha)
Harta usaha/perniagaan/perdagangan atau al’-urudi at-tijarah, dalam kaitan dengan zakat adalah seluruh harta yang sejak awalnya diperuntukkan untuk diperjualbelilkan atau menurut sebagian ulama adalah segala sesuatu yang diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan. Apabila di akhir tahun sudah mencapai nisabnya (senilai 85 gram emas) maka harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dihitung dari modal kerja dan keuntungan barang-barang tersebut.
d.   Zakat Investasi
Investasi adalah semua kekayaan yang ditanamkan pada berbagai bentuk aset jangka panjang baik untuk tujuan mendapatkan pendapatan atau ditujukan diperdagangkan[18].
e.    Zakat Atas Uang
Zakat atas uang dikenakan untuk uang  yang dimiliki baik dalam bentuk simpanan (bentuk deposito atau tabungan) atau hadiah. Jika bentuk bagi hasilnya adalah bunga maka tidak dapat dikeluarkan zakat atas bunga tersebut. Menurut Antonio sebagaimana dikutip oleh Sri Nurhayati dan Wasila, “untuk tahun pertama bila uang tersebut sebelum didepositokan atau ditabungkan telah dizakati, maka zakat yang dikenakan berikutnya hanyalah atas bagi hasinya saja. Untuk tahun berikutnya, dikenakan atas keseluruhan uang yang dimiliki. Sedangkan jika sebelumnya belum dizakati, maka zakat dihitung atas keseluruhannya”[19].
f.     Zakat Profesi dan Penghasilan
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, yaitu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan prefesional, seperti: penghasilan seorang dokter, insinyur, akuntan, advokat, seniman, penjahit dan lain-lain. Dan pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain  untuk memperoleh upah/gaji, baik pada Pemerintah, perusahaan swasta dan pemberi kerja lainnya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, honorarium ataupun hadiah.[20] Mazhab Hambali mewajibkan zakat profesi dan penghasilan berdasarkan hadis dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang dikembalikan).[21]


5.    Harta Yang Di Kenai Zakat
Menurut pasal 11 Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Pengelolaan Zakat BAB IV harta yang dikenai zakat adalah:[22]
a.    Emas, perak dan uang; Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.
b.    Perdagangan dan perusahaan; harta perniagaan adalah semua yang diperuntukan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa seperti barang dan alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/koprasai.
c.    Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d.   Hasil pertambangan (Ma’din); meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dan lain-lain.
e.    Hasil pertenakan; meliputi semua jenis dan ukuran ternak (misal: sapi, kerbau, kambing, domba, ayam)
f.     Hasil pendapatan dan jasa; yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negri atau swasta. Konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
g.    Rikaz; yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun).

Zakat merupakan kewajiban bagi setiap diri umat muslim. Setiap zakat yang dikumpulkan dari muzakki kemudian dihitung menurut kadar nisab, dan waktu sesuai hukum Allah telah menetapkan segala sesuatunya yang baik-baik untuk mnejamin kemaslahatan hidup umat manusia dan selayaknya pula kita sebagai manusia harus bersyukur atas nikmatn-Nya yang begitu besar kepada kita.



6.    Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Sebagaimana Allah berfirman di dalam  Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, delapan golongan asnaf yang berhak menerima zakat adalah sebagai berikut:
  
Artinya: “sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah; 60)[23]

Penjelasan ayat tersebut menurut Imam Syafi’i sebagaimana dikutip oleh  Sayyid Sabiq sebagai berikut:
a.    Fakir, adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok dasar hidup.
b.    Miskin, adalah mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
c.    Amil, adalah mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
d.   Muallaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
e.    Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya.
f.     Riqob, orang-orang yang berhutang
g.    Fisabilillah, mereka yang berjuang dijalan Allah (misalnya: dakwah, perang, dan lain-lain).
h.    Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di jalan.[24]



7.    Lembaga Pengelola Zakat
Menteri Agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 4 Tahun 1968 tertanggal 15 Juli 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, Infak dan Sadaqah (BAZIS) pada tingkat desa dan kecamatan diseluruh Indonesia.[25] Sampai awal 90-an BAZIS berkembang pesat, dibentuk dilingkungan pemerintah dan ditengah masyarakat termasuk diberbagai ormas keagamaan ikut mendirikan. BAZIS sudah berkembang diberbagai tempat. Legitimasi Yuridis bagi eksitensi zakat dalam tata hukum nasional semakin mantap ketika Tahun 1999 disahkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk Pemerintah sedangkan LAZ dibentuk oleh masyarakat.[26]  Diikuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis  pengelolaan zakat yang ada di Indonesia adalah badan amil zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola swasta.[27] Undang-Undang Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengkordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.[28]
a.    Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS)
BAZIS merupakan lembaga keagamaan yang kemunculannya seiring dengan kedatangan Islam.
Fungsi  Pengurus BAZ, yaitu sebagai berikut:
1)   Dewan Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi  aspek syari’ah dan aspek manajerial.
2)   Komisi Pengawas berfungsi pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
3)   Badan Pelaksana berfungsi pelaksana pengelolaan zakat.[29]

b.    Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemashalatan umat Islam”.[30] Masing-masing Lembaga Amil Zakat kegiatan yang dilakukan pada umumnya berupa penghimpunan, penyaluran dan laporan keuangan zakat. Bentuk kegiatan program Lembaga Amil Zakat dapat berupa pendampingan, pelatihan keterampilan Anggota dan pengembangan jaringan usaha.[31] Untuk mendapatkan pengukuhan, sebelum calon LAZ harus mengajukan permohonan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut: [32]
1)   Akta Pendirian (Berbadan Hukum).
2)   Data Muzaki (yang membayar zakat) dan Mustahik (yang berhak menerima zakat.
3)   Daftar susunan pengurus.
4)   Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
5)   Neraca atau laporan posisi keuangan.
6)   Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.

8.    Pemanfaatan dan Pendayagunaan Dana Zakat
Menurut  Mohammad Daud Ali, pemanfaatan zakat dapat digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu:[33]
a.    Konsumtif tradisional, dalam kategori ini zakat dibagikan kepada yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan.
b.    Konsumtif kreatif, zakat dalam kategori ini adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa dan lain-lain.
c.    Produktif tradisional, zakat dalam kategori ini diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit dan sebagainya.
d.   Produktif kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu dan menambah modal seseorang pedagang atau pengusaha kecil.

Ada dua cara  yang ditempuh untuk penerima zakat, yaitu:[34]

a.    Menyantuni mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif.
b.    Memberikan modal yang sifatnya produktif untuk diolah dan dikembangkan.
Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan matang oleh Amil. Apakah mampu orang tersebut mengelola dana yang diberikan itu, sehingga pada satu saat dia tidak lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat dikelola dengan baik atas pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara berangsur-angsur, orang yang tidak punya (melarat) akan terus berkurang dan tidak menutup kemungkinan, diapun bisa menjadi Muzakki (pemberi zakat) bukan lagi sebagai penerima zakat. Pada prinsipnya pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:[35]
a.    Hasil pendapatan dan penelitian keberadaan mustahik delapan asnaf.
b.    Mendahulukan orang-orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c.    Mendahulukan mustahik dan wilayahnya masing-masing.
Pemanfaatan atau pendayagunaan zakat sangat tergantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik, manfaatnya akan dirasakan  baik pula oleh masyarakat.  Adapun prosedur  pendayagunaan pengumpulan hasil zakat usaha produktif berdasarkan:[36]
a.    Melakukan studi kelayakan.
b.    Menetapkan jenis usaha produktif.
c.    Melakukan bimbingan dan penyuluhan.
d.   Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan.
e.    Mengadakan evaluasi.
f.     Membuat laporan.

Pemanfaatan zakat kekayaan ini, biasanya berbeda dari satu daerah dan daerah lain. Selain itu pendayagunaan ini dapat berfungsi sebagai lembaga ibadah sekaligus sebagai sarana untuk menanggulangi berbagai masalah sosial. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu pola konsumtif dan pola produktif. Para amil diharapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat, misalnya 60%  untuk zakat konsumtif dan 40%  untuk zakat produktif.[37] 
Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik melalui pemberian langsung maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir miskin, panti asuhan, maupun tempat ibadah yang distribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan penyaluran program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis. [38] 

B.  Bank Syari’ah
1.    Pengertian Bank Syari’ah
Bank syari’ah terdiri dari dua kata yakni bank dan syari’ah. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua belah pihak yang berlebihan dana dan pihak kekurangan dana.  Syari’ah adalah aturan atau perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau untuk pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Sehingga bank syari’ah adalah suatu lembaga  keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berlebih dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.[39]

“Bank syari’ah adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadis Nabi SAW”.[40]
Jadi Bank Syari’ah merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berlebih dana dengan pihak yang kekurangan dana yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadis Nabi SWA.

2.    Prinsip Bank Syari’ah
Prinsip utama yang dianut oleh Bank Islam adalah sebagai berikut:
a.    Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.
b.    Menyalurkan zakat, infak dan sedekah.
c.    Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syari’ah.[41]
3.    Produk Bank Syari’ah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:[42] 
a.    Produk Penyaluran Dana
Pembiayaan dalam perbankan syari’ah menurut Al-Harran sebagaimana dikutip oleh Adi Warman Karim dapat dibagi menjadi tiga yaitu:[43]
1)   Return bearing financing,  yaitu bentuk pembiayaan  yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
2)   Return free financing,yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditujukan kepada orang yang membutuhkan (poor) sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.
3)   Charity financing, adalah bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan sehingga  tidak ada  klaim terhadap  pokok dan keuntungan.

Produk-produk pembiayaan bank syari’ah, khususnya pada bentuk Return bearing financing, ditujukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat kesektor rill dengan tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama (investment financing) yang dilakukan bersama mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan menggunakan pola jual-beli (murabahah, salam dan istishna) dan pola sewa  (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik).[44]

b.   Produk  Pendanaan
1)   Pendanaan dengan Prinsip Wadi’ah
Wadi’ah adalah titipan simpanan pada Bank Syari’ah. [45] Giro Wadi’ah adalah produk pendanaan bank syari’ah berupa simpanan nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan kemudahan pemakainnya.[46] Tabungan Wadi’ah adalah produk pendanaan bank syari’ah berupa simpanan nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings account)  untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya.[47]
2)   Pendanaan dengan Prinsip Qardh
Simpanan giro dan tabungan juga dapat menggunakan prinsip Qardh, ketika bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah depositan sebagai pemilik modal. Sementara itu, nasabah deposan dijamin akan memperoleh kembali dananya secara penuh, sewaktu-waktu nasabah ingin menarik dananya. Bank boleh juga memberikan  bonus kepada nasabah deposan, selama hal ini tidak diisyaratkan diawal perjanjian.
3)   Pendanaan dengan prinsip Mudharabah
a)    Tabungan Mudharabah merupakan produk penghimpunan dana oleh bank syari’ah dengan menggunakan akad mudharabah muthlaqah.[48]
b)   Deposito/Investasi Umum (Tidak Terikat), Bank Syari’ah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu bulan keatas) ke dalam investasi umum (general investment account) dengan prinsip Mudharabah al-Munthlaqah. [49]
c)    Deposito/Investasi Khusus (Terikat), Selain rekening investasi umum, bank syari’ah juga menawarkan rekening investasi khusus (special investment account) kepada nasabah yang ingin menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah.[50]
d)   Sukuk Al-Mudharabah atau obligasi syari’ah.  Dengan obligasi syari’ah, bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang. [51]
e)    Pendanaan dengan Prinsip Ijarah, Obligasi syari’ah ini dapat menggunakan berbagai prinsip yang dibolehkan syari’ah, seperti: menggunakan prinsip bagi hasil (sukuk mudharabah dan sukuk musyarakah) menggunakan prisip jualbeli (murabahah, salam dan istishna),  menggunakan prinsip sewa ( sukuk ijarah) dan  sebagainya.[52]
c.    Produk Jasa Perbankan
1)   Jenis-jenis produk dalam akad Al-Wakalah
a)    Kiriman Uang (Transfer)  merupakan bentuk pelayanan jasa yang diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang tertentu.[53]
b)   Kliring merupakan jasa perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan warkat antar bank yang berasal dari wilayah kliring yang sama. Warkat merupakan alat pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah dan untuk keuntungan rekening nasabah. 
c)    Inkaso merupakan jasa penagihan yang diberikan oleh bank terhadap warkat kliring dan atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berada diluar wilayah kliring.[54]
d)   Intercity Clearing atau kliring antar wilayah merupakan sarana penagihan antar warkat maupun surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari luar wilayah kliring.[55]
e)    Letter of Credit dapat didefinisikan sebagai jaminan bersyarat yang diberikan oleh bank yang menerbitkan L/C (issuing bank/opening bank) untuk menawarkan wesel yang ditarik oleh beneficiary sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam L/C. [56]
2)   Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi jaminan (penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi kewajiban pihak yang ditanggung.[57]
3)   Produk Al-Hawalah atau Hiwalah adalah akad penagihan piutang nasabah (muhal) kepada bank (muhal ‘alaih).[58]
4)   Ar-Rahn merupakan perjanjian penyelenggaraan barang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan.[59]
5)   Al-Qard merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah dalam membantu pengusaha kecil[60]. Produk ini hanya diberikan jika bank syari’ah sudah menerima dana berupa zakat, infak dan sadaqah masyarakat yang penempatannya tidak mengharapkan bagi hasil dan ditempatkan di bank untuk dikelola dengan maksud meningkatkan kesejahteraan ummat khususnya mustahaq terhadap ZIS tersebut.[61]
6)   As-Sharf, yaitu transaksi pertukaran antara mata uang yang berlainan jenis.[62]


BAB III
METODE PENELITIAN
1.    Jenis Penelitian
Jenis  dari  penelitian  ini  adalah  penelitian  lapangan (Field  Research). “Penelitian lapangan  adalah penelitian  yang  bertujuan  mempelajari  secara intensif  latar  belakang  dan  keadaan  sekarang  dan  interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu keadaan sosial”.[63] Dalam penelitian ini yang mempelajari secara mendalam tentang penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro. Maka dilihat dari lokasinya, penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
2.    Sifat Penelitian
Sesuai dengan judul dan fokus permasalahan yang diambil maka sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. “Deskriptif kualitatif  yaitu hanya semata-mata melukiskan keadaan atau peristiwa tanpa maksud untuk mengambil suatu kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.”[64] Menurut Husein Umar, “Deskriptif adalah menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu”.[65] Karena penelitian ini berupaya mengumpulkan fakta yang ada, penelitian ini berfokus pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan yang ada, yang diteliti, dan dipelajari sebagai sesuatu yang harus dibuktikan kebenarannya. Penelitian deskriptif kualitatif ini berupa keterangan-keterangan bukan berupa angka-angka hitungan Artinya, dalam penelitian ini hanya berupa gambaran dan keterangan-keterangan tentang penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
3.    Sumber Data
Menurut Sumadi Suryabrata, “sumber data adalah subyek data yang diperoleh dari sebuah penelitian”.[66] Data merupakan hasil pencatatan baik yang berupa fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi.  Berdasarkan pengertian di atas, subyek penelitian adalah subyek yang akan diambil datanya untuk diambil kesimpulan atau sejumlah subyek yang diteliti dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa sumber data, baik itu sumber data primer maupun sumber data sekunder.
a.    Sumber data primer
“Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama”.[67] Data primer langsung dari sumber pertama yaitu dari Bank Muamalat KCP Metro. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah Bapak Muntholib (Kepala KCP Metro) dan Redian Ariri (Marketing Lending) Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
b.    Sumber data  sekunder
“Data sekunder  adalah bahan–bahan atau data yang menjadi pelengkap dari sumber data primer”.[68] Sumber data sekunder diperoleh dari sumber peneliti dengan mempelajari referensi yang memiliki hubungan dengan sasaran penelitian. Baik berupa buku-buku, jurnal maupun sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Sumber data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah buku–buku yang membahas tentang implementasi  zakat  serta buku–buku Ekonomi Islam  dan  Lembaga Keuangan  Syari’ah. 
4.    Teknik penggumpulan data
a.    Metode Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam teknik penelitian kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara pewawancara (Interviewee) dengan maksud menghimpun informasi dari interview. Interview pada penelitian kualitatif adalah informan yang dari padanya pengetahuan dan pengalaman dari padanya diperoleh.[69] Dalam hal ini penulis akan melakukan percakapan yang berbentuk tanya jawab langsung kepada  Kepala Bank Muamalat  Indonesia KCP Metro yang  berkaitan dengan penghimpunan dan penyaluran dana zakat di Bank Muamalat KCP Metro tersebut.
b.    Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa data-data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian”.[70] Melalui metode dokumentasi ini data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah sejarah, visi dan  misi Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.

c.    Pengamatan (Observasi)
Observasi ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan.[71] Dengan metode ini peneliti pun ingin memperoleh data tentang penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank Muamalat Indonesia KCP Metro.
5.    Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diuraikan itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti duduk perkaranya.[72] Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, karena data yang diperoleh merupakan keterangan–keterangan dalam bentuk uraian.
Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, maksudnya sumber data yang diperoleh itu tertulis atau ungkapan dan tingkah laku yang diobservasi dari manusia.[73] Data tersebut dianalisa dengan menggunakan cara berfikir induktif. Berpikir Induktif adalah “suatu cara berfikir yang berawal dari fakta–fakta yang khusus dan konkrit, peristiwa konkrit kemudian dari fakta atau peristiwa tersebut ditarik kesimpulan”.



Berdasarkan keterangan di atas maka dalam menganalisa data, penulis menggunakan data yang diperoleh, data tersebut dianalisa dengan menggunakan cara berfikir induktif yang berawal dari informasi tentang penghimpunan dan penyaluran zakat pada Bank Muamalat Indonesi KCP Metro.
6.    Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan Normatif Empiris.  Pendekatan normatif dilakukan dengan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan atau bagaimana masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat seharusnya diselesaikan.[74]  Empiris yaitu berupa data lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari perilaku distributor dalam penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada Bank muamalat Indonesia KCP Metro.

















DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 4 ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010)

Ascarya Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
Ascarya, Akad dan Prodak Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011)
Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004)
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:     Alfabeta, 2009)

Edi Kusnadi, Metode Penelitian, (Jakarta Timur: Ramayana Pers dan STAIN Metro, 2008)

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: EKONISIA, 2008)

http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015
http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015.
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009)

Ismail, Perbankan Syari’ah, Edisi I, Cet I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: CV. Mandar         Maju, 1996)
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah : Fiqih Muamalah, (Jakarta : Kencana , 2012)
Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif,   (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008)

Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004).
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi    IV, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006)
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)

Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam (Bandar      Lampung: Ta’lim Press, 2012)

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Psikologi UGM, 1985)

Thamrin Abdullah, Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2012)

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)

Viethzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking,  (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010)

Wawancara dengan Manager Muntholib, PT Bank Muamalat Kantor Cabang Pembantu Metro, Metro 25 Oktober 2015.

www.hukumonline.com, diunduh 25 Oktober 2015
www.muamalatbank.com, 25 Oktober 2015


[1]Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah : Fiqih Muamalah, (Jakarta : Kencana , 2012), h.348
[2]Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
[3] Qur’an Surat. Al-Hajj (22) ayat 78
[4]Ascarya, Akad dan Prodak Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011) h. 9.
[5]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: EKONISIA, 2008), h. 27
[6] www.muamalatbank.com, 22 Oktober 2015
[7] Wawancara dengan Manager Muntholib, PT Bank Muamalat Kantor Cabang Pembantu Metro, Metro 22 Oktober 2015.
[8]Didin Hafiduddin, Panduan Praktis Tentanng Zakat, Infak, dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press,1998), h. 13.
[9]Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), (Bandung : PT. Sinar Baru Algensido,1994), h.192.
[10]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Penerbit Diponegoro, 2006), h. 7
[11]  Qur’an Surat. An-Nisa, ayat : 77
[12]  Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 241
[13]  Didin Hafiduddin, Panduan Praktis, h.14
[14]Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1998), h. 42
[15]Zakiah Darajat,dkk, Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (PT. Bulan Bintang, Jakarta), h. 216
[16]Muhammmad Daud Ali, Sistem Ekonomi, h. 42.
[17]Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis, h. 49.
[18]Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syari’ah di  Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 269
[19] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syari’ah, h. 270
[20] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syari’ah, h. 269
[21] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syari’ah
[22]Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,  h.195
[23]Qur’an Surat: At-Taubah, ayat: 60
[24]Sayyid Sabiq,  Fiqih Sunnah  Jilid 1, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h. 575-582
[25]M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), h. 112.
[26]Heri Sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta:EKONISIA, 2008), h.262.
[27]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Edisi I, Cet I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 405.
[28] www.hukumonline.com, diunduh 25 Oktober 2015
[29] Ibid., h. 264.
[30]http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015
[31] http://www.dpu-online.com, diunduh 25 Oktober 2015.
[32] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 418.
[33] Muhammmad Daud Ali, Sistem Ekonomi, h. 62-63.
[34] M. Ali Hasan, Op. Cit, h. 23.
[35] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 424
[36] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 425.
[37]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga
[38] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h. 426.
[39]Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 1
[40]Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UUP AMPY KPN, 2005), h.13
[41]Viethzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking,  (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 298
[42]Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 4 ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), h.97
[43]Adiwarman A. Karim, Bank Islam, h.122
[44]Adiwarman A. Karim, Bank Islam, h. 123.
[45]Thamrin Abdullah, Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2012), h. 215.
[46]Ascarya Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 113.
[47]Ascarya Akad dan Produk,  h. 114.
[48]Ismail, Perbankan Syari’ah, Edisi I, Cet I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.89.
[49]Ascarya Akad dan Produk, h. 118.
[50]Ascarya Akad dan Produk.
[51]Ascarya Akad dan Produk h.119.
[52]Ascarya Akad dan Produk, h.120
[53]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 196
[54]Ismail, Perbankan Syari’ah.
[55]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 198.
[56]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 200
[57]Ismail, Perbankan Syari’ah,201.
[58]Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 188.
[59]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 209.
[60]Ismail, Perbankan Syari’ah, h. 212.
[61]Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 97.
[62]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga, h .90.
[63]Edi Kusnadi, Metode Penelitian, (Jakarta Timur: Ramayana Pers dan STAIN Metro, 2008) h. 17.
[64]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Psikologi UGM, 1985), h. 3.
[65]Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 22.
[66] Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.  38
[67] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi IV, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), h. 130
[68] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian.
[69]Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 200.
[70]Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h.152.
[71] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1996), h. 157.
[72] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi., h. 200.
[73] Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), h. 16.
[74]Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam (Bandar Lampung: Ta’lim Press, 2012), h. 10.