BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem politik pada
suatu Negara terkadang bersifat relatif, hal ini di pengaruhi oleh
elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam
perpolitikan di suatu Negara. Pengaruh sistem politik Negara lain juga turut
memberi konstribusi pada pembentukan sistem politik di suatu Negara. Seperti
halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di
indonesiaselalu mengalami perubahan.
Indonesia merupakan
bagain dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan
berpengaruh pada sistem politik Negara tetangga maupun dalam cakupan lebih
luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus
berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem
politik yang hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem
politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur
dan fungsinya belum di perhitungkan sistem politik Negara lain.
Salah satu syarat
penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui
pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi-institusi nasional dan
internasional. Artinya lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan dari
suatu sistem politik Indonesia harus di pahami terlebih dahulu.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksut tentang teori
politik?
2. Apa kaitanya masyarakat dengan politik?
3. Apa pengertian Negara?
4. Mengapa Negara menjadi integrasi
politik?
C.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah
ini bertujuan agar sipembaca dapat memahami tentang Teori Politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori politik
Teori
adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa phenomena. Dalam menyusun
genaralisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam
pikiran (mind) manusia dank arena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta
dapat dipakai sebagai batu loncatan.
Teori
politik adalah bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.
Dengan perkataan lain teori politik adalah bahasa dan renungan atas, tujuan
dari kegiatan, cara-cara mencapain tujuan itu, kemungkinan-kemungkinan dan
kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik yang tertentu dan
kewajiban-kewajiban obligations yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.
Konsep-konsep yang di bahas dalam teori politik mencangkup antara lain,
masyarakat, kelas sosial, Negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban,
kemerdekaan, lembaga-lembaga Negara, perubahan sosial, pembangunan politik
(politicak development), modernisasi, dan sebaginya.
Menurut
Thomas p. jenkin dalam the study of
political theory dibedakan dua macam teori politik, sekalipun perbadaan
anatara kedua kelompok teori tidak bersifat mutlak. [1]
1.
Teori-teori
yang mempuanyai dasar moral dan yang menentukan norma-norma politik (norms for
politicalbehavior). Karena adanya unsure norma-norma dan nilai (value) maka
teori-teori ini boleh dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk
golongan ini antara lain filsafat politik, teori politik sistematis, ideologi,
dan sebagainya.
2.
Teori-teori
yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politik dengan tidak
mempersoalkan norma-norma atau nilai. Teori-teori ini dapat dinamakan
nonvaluational. Ia biasanya bersifat deskriptif (menggabarkan dan komperatif
membandingkan). Ia berusaha untuk membagas fakta-fakta kehidupan politik
sedemikianrupa sehingga dapat di sistematisir dan di simpulkan dalam
generalisasi-generalisasi.
Teori-teori politik
yang mempunyai dasar moral (kelompok A) fungsinya terutama menentukan pedoman
dan patokan yang bersifat moral dan yang sesuai dengan norma-norma moral. Semua
phenomena politik ditafsirkan dalam rangka tujuan dan phedoman moral ini. Dianggap
bahwa dalam kehidupan politik yang sehat diperlukan phedoman dan patokan ini.
Teori-teori semacam ini mencoba mengatur hubungan-hubungan antara anggota
masyarakat sedemikianrupa sehingga di satu pihak lain memberi kepuasan peronganan, dan pihak lain dapat
membimbingnya menuju ke suatu stuktur masyarakat politik yang stabil dan
dinamis. Untuk keperluan itu teori-teori politik semacam ini memperjuangkan
suatu tujuan yang bersifat moral dan atas dasar itu menetapkan suatu kode ethik
atau tata cara yang harus dijadikan pegangan dalam kehidupan politik. Fungsinya
utama dari teori-teori politik ini ialah mendidik warga masyarakat mengenai norma-norma
dan nilai-nilai itu. Teori-teori kelompok A dapat dibagi lagi dalam tiga
golongan:
a.
Filsafat politik (political philosophy)
Filsafat politik
mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. Ia melihat jelas adanya hubungan
antara sifat dan hakikat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakikat
dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok pikiran dari filsafat politik
ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti
metaphysika dan epistemologi harus di pecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan
politik yang kita alami sehari-hari dapat di tanggulangi. Misalnya menurut
filsuf yunani plato, keadilan merupakan hakikat dari alam semesta dan sekaligus
merupakan pedoman untuk mencapai “kehidupan yang baik” (good lafe) yang
dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya dari john locke.
Filsafat politik erat hubunganya dengan etika dan filsafat sosial.
b.
Teori politik sistematis (systematic political
theory)
Teori-teori politik ini
tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai metaphyfisika dan
episthemologi, tetapi mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah
lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak mejelaskan asal usul cara lahirnya
norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma itu dalam
suatu program politik. Teori-teori politik semacam ini merupakan suatu langkah
lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia langsung mentapkan
norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke 19 teori-teori
politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang di perjuangkan terhadap
kekuasaan Negara dan mengenai sistem hukum dan sistem politik yang sesuai
dengan pandangan itu. Bahasan-bahasan ini di dasarkan atas pandangan yang sudah
lazim pada masa itu mengenai adanya hukum dalam (natural law), tetapi tidak
lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.
c.
Ideologi politik (polical ideology)
Ideologi politik adalah
himpunan nilai-nilai, idée, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan suatu
“weltanschauung”, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana
dia mentukan sikapnya terhadap kejadian problema politik yang dihadapinya dan menentukan
tingkah laku politikya.
Nilai-nilai dan
idee-idee ini merupakan suatu sistem yang berpautan. Dasar dari ideology
politikadalah keyakinan akan adanya suatu pola tata tertib sosial politik yang
ideal. Ideologi politik mencangkup pembahasan dan di akgnosa, serta saran-saran
(prescription) mengenai bagaimana mencapai tujuan ideal itu. Ideology perbadaan
dengan filsafat yang sifatnya merenung-renung mempunyai tujuan untuk
mennggerakan kegiatan dan aksi (action oriented).
Ideology yang
berkembang luas mau tidak mau di pengaruhi oleh kejadian-kejadian dan
pengalaman-pengalaman dalam masyarakat dimana dia berada, dan sering harus
mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan yang cukup luas. Contoh dari
beberapa ideologi atau doktrin politik misalnya demokrasi, marxisme leninisme,
liberalisme, fascisma, diantara mana marxisme leninisme meruapakan ideologi
yang sifat doktriner dan sifat militanya paling menonjol.
B.
Masyarakat
Semua ilmu sosial
mempelajari manusia sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok itu
ialah karena dua sifat manusia yang bertentang satu sama lain; disuatu pihak
dia ingin kerja sama, dipihak lain dia cenderung untuk bersaing dengan sesame
manusia.
Manusia mempunyai
naluri (instinct) untuk hidup berkawan dan hidup bersama dengan orang lain
secara gotong royong. setiap manusia mempunyai kebutuhan fisik maupun metal
yang sukar dipenuhinya seorang diri. Ia perlu makan, minum, berkeluarga dan
bergerak secara aman, dan sebagainya. Untuk memenuhi keperluan-keperluan dan
kepentingan-kepentingan itu ia mengadakan hubungan-hubungan (relationships) dan
bekerja sama dengan orang lain dengan jalan mengorganisir bermacam-macam
kelompok dan asosiasi. Kelompok yang paling pokok ialah keluarga, tetapi masih
banyak asosiasi yang memenuhi bermacam-macam kebutuhan manusia. Misalnya untuk
mengejar kepentingannya di bidang ekonomi didirikan asosiasi ekonomi seperti
koperasi, perkumpulan perdagangan, perkumpulan nelayan dan sebaginya. Untuk
memenuhi kebutuhanya di bidang spiritual diadakan perkumpulan agama,
perkumpulan kebatinan, dan sebaginya; untuk memenuhi keinginanya untuk menambah
pengetahuan didirika sekolah-sekolah, kursus-kursus, dan sebagainya.
Didalam kehidupan
berkelompok dan dalam hubunganya dengan manusia yang lain, pada dasarnya setiap
manusia menginginkan beberapa nilai. Dalam mengamati masyrakat di
sekelilingnya, yaitu masyarakat barat Harold laswell memperinci delapan nilai,
yaitu:
1)
Kekuasaan
2)
Pendidikan
/ penerangan (englightement)
3)
Kekayaan
(wealth)
4)
Kesehatan
(well-being)
5)
Keterampilan
(skill)
6)
Kasih
sayang (affection)
7)
Kejujuran
(rectitude) dan keadilan (rechtschapenheid)
8)
Keseganan,
respek (respect)
Dengan adanya berbagai
nilai dan kebutuhan yang harus dilayani itu maka manusia menjadi anggota dar
beberapa kelompok sekaligus. Masyarakatlah yang mencangkup semua hubungan dan
kelompok didalam sesuatu wilayah. Apakah yang dimaksut dengan masyarakat? Definisi
mengenai masyarakat ada bermacam-macam, bergantung kepada sudut pandangan
masing-masing sarjana sosial. Menurut Robert maciver: “masyarakat adalah suatu
sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan” (society means a system of ordered
relations).[2]
Diperintah (the ruler and the ruled); satu pihak yang memberi perintah, satu
pihak yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu
lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam dalam
hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gambling, tetapi
adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.
Setiap manusia
sekaligus merupakan subjek dari kekuasaan dan objek dari kekuasaan. Misalnya,
seorang presiden membuat undang-undang (subjek dari kekuasaan), tapi disamping
itu dia juga harus tunduk kepada undang-undang (objek dari kekuasaan). Pokoknya
jarang sekali ada orang yang tidak pernah memberi perintah dan tidak pernah
menerima perintah. Hal ini kelihatan jelas dalam organisasi militer yang bersifat
hierarchis di mana seorang prajurit di perintah oleh komandanya, sedangkan
komandan ini diperintah pula oleh atasanya.
Oleh Robert M. Maclver
dikemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat selalu berbentuk piramida.
Ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikan dirinya
lebih unggul dari pada lainya, hal mana berarti bahwa yang satu itu lebih kuat
dengan jalan mensubordinasikan kekuasaan lainya itu. Atau dengan perkataan lain
struktur piramida kekuasaan itu terbentuk oleh kenyataan dalam sejarah
masyarakat, bahwa golongan yang berkuasa (dan memerintah)itu relative selalu
lebih kecil jumlahnya dari pada golongan yang dikuasai (dan diperintahya).
Sehubungan dengan hal gaetano mosca mendalilkan bahwa “the many are ruled bythe
few”. Dan kenyataan tersebut berlaku baik secara sistim demokrasi maupun
diktatur.
Sumber kekuasaan
terdapat dalam berbagai segi. Dia dapat bersumeber pada kekerasan fisik
(misalnya, seorang polisi dapat memamaksa penjahat untuk mengakui kejahatanya
karena dari segi persenjataan polisi lebih kuat); dapat juga bersumber pada
kedudukan (misalnya, seorang komandan terhadap bawahanya; seorang mentri dapat
memecat pegawainya yang korupsi atau memutasikanya ketempat lain); pada
kekayaan (misalnya, seorang pengusaha kaya dapat mempengaruhi seorang politikus
melalui kekayaanya); atau pada kepercayaan (misalnya, seorang pendeta terhadap
umatnya); dan lain-lain.
Berhubungan erat dengan
masalah kekuasaan adalah pengaruh (influence), sehingga sering dikatakan bahwa
pengaruh adalah bentuk lunak dari kekuasaan dalam hal ini biasanya seseorang
yang mempunyai kekuasaan juga mempunyai pengaruh didalam dan diluar bidang
kekuasanya. Tetapi tidak semua orang yang mempunyai kekuasaan yang sama,
mempunyai pengaruh yang sama besarnya karena masalah pengaruh berkaitan dengan
pribadi seseorang yang memegang kekuasanya. Misalnya, kekuasaan lurah A sama
dengan kekuasaan lurah B, tetapi pengaruh lurah A belum tentu sama besarnya
dengan pengaruh lurah B di lingkungan penduduknya masing-masing. Selain itu
pengaruh juga tidak selalu hraus di kaitkan dengan kekuasaan sebab ada orang
yang tidak mempunyai kedudukan (yang dengan sendirinya tidak mempunyai
kekuasaan) tetapi mempunyai pengaruh. Jadi, arti pengaruh tidak sama dengan
kekuasaan.
Di antara banyak bentuk
kekuasaan ini ada suatu bentuk yang penting yaitu kekuasaan politik. Dalam hal
ini kekuasaan politik adalah “kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum
(pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan
pemegang kekuasaan sendiri”. Kekuasaan politik merupakan sebagian saja dari
kekuasaan sosial, yakni kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada Negara
sebagai satu-satunya pihak berwenang yang mempunyai hak untuk mengendalikan
tingkah laku sosial dengan paksaan. Kekuasaan politik tidak hanya mencangkup
kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, tetapi juga
menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan
dan aktifitas Negara di bidang adminitratif, legislatif, dan yudikatif.
Namun demikian suatu
kekuasaan politik tidaklah mungkin tanpa penggunaan kekuasaan
(machtsuitoefening). Kekuasaan itu harus digunakan dan harus dijalankan.
Apabila penggunaan kekuasaan itu berjalan dengan efektif, hal ini dapat disebut
sebagai “kontrol” (pengusaan/ pengendalian). Dengan sendirinya untuk
menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaiyu pelaku yang
memegang kekuasaan, dan harus ada alat / sarana kekuasaan (machtsmiddelen) agar
penggunaan kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik. Pada kebanyakan
Negara-negara baru dimana kesetian lokal (primordial attachment) tanpa masih
lebih kuat dibandingkan dengan kesetian nasional, serta banyak suku, golongan,
dan aliran, maka soal keabsahan (legitimacy) perlu digalang. Keabasahan adalah
konsep bahwa kedudukan seseorang atau sekelompok penguasa diterima baik oleh
masyarakat oleh karena sesuai dengan azas-azas dan prosedur yang berlaku dan
yang dianggap wajar.
Ossip K. Flechtheim membedakan dua macam
kekuasaan politik, yakni:
a)
Bagain
dari kekuasaan sosial yang (khusunya) terwujud dalam Negara (kekuasaan Negara
atau state power), seperti lembaga-lembaga pemerintah DPR, presiden, dan
sebagainya.
b)
Bagian
dari kekuasaan sosial yang ditunjukan kepada Negara.
Yang dimaksut ialah
aliran-aliran dan asosia-asosia baik yang terang bersifat politik (seperti
misalnya partai politik), maupun yang pada dasarnya tidak terutama
menyelenggarakan kegiatan politik, tetapi pada saat-saat tertentu mempengaruhi
jalannya pemerintah, yaitu organisasi ekonomi, organisasi maha siswa,
organisasi agama, organisasi minoritas dan sebagainya.
Tetapi apa yang
merupakan kekuasaan politik berbeda dalam setiap Negara. Di indonesia, terutama
dimasa lampau, banyak organisasi wanita merupakan kekuatan politik, tetapi
dinegeri-negeri barat (kecuali dimasa belakangan ini di amerika serikat dengan
“women’s lib”-nya), difilifina dan jepang biasanya tidak bersifat politik;
bagitu pula organisasi kesarjanaan, organisasi pemuda, dan sebagainya. Di
indinesia dan beberapa Negara barat, seperti negeri belanda penyelenggaraan
pengadilan tidak menyangkut kekuasaan politik tetapi di india dan amerika
serikat beberapa kepusan mahkamah agung yang bersifat menguji undang-undang
apakah sesuai dengan undang-undang dasar (judicial review) menyangkut kekuasaan
politik, oleh karena dapat berubah pembagian kekuasaan didalam Negara jadi,
dinegar-negara itu sebagian kekuasaan mahkamah agung bersifat politik.
C.
Negara
Negara merupakan
integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan
politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan
untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menerbitkan
gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat manusia hidup dalam suasana kerja
sama, sekaligus suasana antagonistis dan penuh pertentangan. Negara adalah
organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan
batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama
itu, baik oleh individu dan golongan atau asosiasi maupun oleh Negara sendiri.
Dengan demikian ia dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan
sosial dari penduduknya kearah tujuan bersama. Dalam rangka ini boleh dikatakan
bahwa Negara mempuanyai dua tugas:
Ø Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala
kekuasaan yang asocial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak
menjadi antonisme yang membahayakan;
Ø Mengorganisir dan mengintegrasikan
kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari
masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi
kemasyarakatan di sesuaikan satu sama lain dan di arahkan kepada tujuan
nasional.
Pengendalian imi di
lakukan berdasarkan sistim hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta
segala alat-alat perlengkapanya. Kekuasaan Negara mempunyai organisasi yang
paling kuat dan teratur; maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang
memperjuangkan kekuasaan, harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini.
1.
Definisi mengenai Negara
Di bawah ini di
sajikan beberapa perumusan menganai Negara.
a.
Roger
H. Soltau: “Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat” (the
state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs
on behalf of and in the name of the community).
b.
Harold
J. Laski: “Negara adalah suatu masyarakat yang di integrasikan karena mempunyai
wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai
terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan Negara
kalau cara hidup yang harus di taati baik oleh individu maupu oleh asosiasi-asosiasi
ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat”.
c.
Max
weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mampunyai monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah”.
d.
Robert
M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam
suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang di
selenggarakan oleh suatu pemerintah untuk maksud tersebut di beri kekuasaan
memaksa”. [3]
Jadi sebagai definisi
umum dapat di katakan bahwa Negara adalah suatu daerah territorial yang
rakyatnya di perintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undanganya
melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
2.
Sifat-Sifat Negara
Negara mempunyai
sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang di milikinya
dan hanya terdapat pada Negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau
organisasi lainya. Umumnya di anggap bahwa setiap Negara mempunyai sifat
memaksa, sifat monopoli dan sifat mencangkup semua.
a.
Sifat
memaksa, pemaksaan yang bertujuan agar peraturan perundang-undangan Indonesia
maupun moral yang ada dapat di patuhi dan dilaksanakan dengan baik, sehingga
akan menciptakan Negara yang aman, tentram, dan yaman.
b.
Penduduk,
setiap Negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan Negara menjangkau semua
penduduk di dalam wilayahnya. Dalam mempelajari soal penduduk ini, maka peril
di perhatikan faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat pembangunan,
tingkat kecerdasan, homogenitas, dan masalah nasionalisme.
Dalam hubungan antara
dua Negara yang kira-kira sama tingkat industrinya, Negara yang sedikit
penduduknya sering lebih lemah kedudukanya dari pada Negara yang banyak
penduduknya. (prancis terhadap jerman dalam perang dunia II). Sebaliknya,
Negara yang padat penduduknya (india, china) mengahdapi persoalan bagaimana
menyediakan fasilitas yang cukup sehingga rakyatnya hidup secara layak. Dimasa
lampau ada Negara yang mempunyai kecenderungan untuk memperluas wilayahnya
memalui exspansi. Pada dewasa ini cara yang di anggap lebih layak adalah
peningkatan produksi atau menyelenggarakan program-program keluarga berencana
untuk membetasi pertambahan penduduk.
Penduduk dalam suatu
Negara biasanya menunjukan beberapa cirri khas yang membadakan dari bangsa
lain. Perbedaan ini Nampak misalnya dalam kebudayaanya, dalam nilai-nilai
politikya atau identitas nasionalnya kesamaan dalam sejarah perkembanganya
(misalnya selama lebih dari dari 300 tahun menjadi tanah jajahan), kesamaan
bahasa, kesamaan budaya, kesamaan suku bangsa dan kesamaan agama merupakan
faktor-faktor yang mendorong kearah terbentuknya persatuan nasional dalam
identitas nasional yang kuat. Akan tetapi perlu di catat bahwa setiap faktor
tersebut di atas pada dirinya tidak cukup untuk menjamin persatuan bangsa,
sedangkan di pihak lain perbedaan-perbedaan dalam faktor-faktor tersebut di
atas juga tidak menutup kemungkinan untuk berkembangnya persatuan yang kokoh.
Misalnya saja swiss
mempunyai empat bahasa, india malahan mempeunyai enam belas bahasa resmi, akan
tetapi kedua Negara sampai sekarang masih tetap bersatu. Belgia memiliki dua
bahasa dan dua agama, akan tetapi sampai sekarang berhasil mempertahankan
persatuanya. Sebalikya inggris dan amerika serikat mmepunyai bahasa yang sama
akan tetapi merupakan dua bahasa dan Negara yang terpisah. Begitu pula
Pakistan, yang didirikan dengan alasan untuk mempersatukan semua daerah india
yang mempunyai mayoritas penduduk yang beragama islam, akhirnya dalam tahun
1971 terpecah menjadi dua. Hal ini menunjukan bahwa kesamaan agama pada
didirinya tidak menjamin terpeliharanya persatuan bangsa. Indonesia merupakan
contoh di mana bermacam-macam suku-bangsa dengan adat-istiadat dan agama yang
berbeda-beda, dapat tetap bersatu. [4]
c.
Pemerintah,
setiap Negara mempunyai suatu oraganisasi yang berwenang untuk merumuskan dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam
wilayahnya. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan
peraturan-peraturan lain. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama Negara
dan menyelenggrakan kekuasaan dari Negara. Bermacam-macam kebijaksaan kearah
tercapainya tujuan-tujuan masyarakat di laksanakanya sambil menerbitkan
hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat. Negara mencangkup semua penduduk,
sedangkan pemerintah mencangkup hanya sebagian kecil dari padanya. Ia sering
berubah, sedangkan Negara terus bertahan (kecuali kalau di caplok oleh Negara
lain). Kekuasan pemerintah biasanya di bagi atas kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
d.
Kedaulatan,
kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan
melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara
mempunyai kekuasaan yang tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar
mentaati undang-undang serta peraturan-peraturanya (kedaulatan kedalam internal
sovereignty). Disamping itu Negara mempertahankan kemerdekaanya terhadap
serangan-serangan dari Negara lain dan mempertahankan kedaulatan keluar
(external sovereignty). Untuk itu Negara menuntut loyalitas yang mutlak dari
warga negaranya.
Kedaulatan merupakan suatu konsep
yuridis, dan konsep kedaulatan ini tidak selalu sama dengan komposisi dan letak
dari kekuasaan politik.kedaulatan yang bersifat mutlak sebenarnya tidak ada,
sebab pimpiman kenegaraan (raja diktator) selalu terpengaruh oleh
tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi pennyelenggaraan kekuasaan
secara mutlak.
3.
Tujuan dan fungsi Negara
Negara dapat di pandang
sebagai asosiasi manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. dapat di katakan bahwa
tujuan terakhir setiap Negara iyalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya
(bonum publicum, common good, common weal).
Menurut Roger H. Soltau
tujuan Negara ialah memungkinkan rakyatnya “berkembang serta menyelenggarkan
daya ciptanya sebebas mungkin” (the freest possible development and creative
self-expression of its members). Dan menurut Harold j. laski “menciptakan
keadaan diaman rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara
maksimal” (creation of those conditions under which the members of the state
may attain the maximum satisfaction of their desires).
Tujuan Negara R.I.
sebagai tercantum di dalam undang-undang dasar 1945 ialah: “untuk membentuk
suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi seganap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah indinesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertipan dunia
berdasarkan kemerdekaan perdamain abadi dan keadilan sosial” dengan berdasarkan
kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusian yang adil dan beradap, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh kehikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia ( pancasila).
Negara yang berhaluan
marxisme-leninisme bertujuan untuk membangun masyarakat komunis, sehingga bonum
publicum selalu di tafsirkan dalam rangka tercapainya masyarkat komunis.
Tafsiran itu mempengaruhi fungsi-fungsi Negara di bidang kesejahteraan dan
keadilan. Negara di anggap sebagai alat untuk mencapai komunisme dalam arti
bahwa segala alat kekuasaanya harus di kerahkan untuk mencapai tujuan itu.
Begitu pula fungsi Negara di bidang kesejahteraan dan keadilan (termasuk
hak-hak asasi warga Negara) terutama di tekankan pada aspek kolektifnya, dan
sering mengorbankan aspek perseoranganya.
Akan tetapi setiap
Negara, terlepas dari idiologinya, menyelenggarakan beberapa minimum fungsi
yang mutlak perlu yaitu:
a.
Melaksanakan
penertiban (law and order); untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah
bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka Negara harus melaksanakan
penertipan. Dapat dikatakan bahwa Negara bertindak sebagai “stabilisator”.
b.
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini fungsi ini di anggap sangat
penting, terutama bagi Negara-negar baru. Pandangan ini di Indonesia tercermin
dalam usaha pemerintah untuk membangun melalui suatu rentetan repelita.
c.
Pertahanan;
hal ini di perlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini
Negara di lengkapi dengan alat-alat pertahanan.
d.
Menegakkan
keadilan; hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Sarjana
lain, Charles E. Marriam menyebutkan lima fungsi Negara, yaitu: 1). Keamanan
ekstren, 2) ketertipan intern, 3) keadilan, 4) kesejahteraan umum, dan 5)
kebebasan. Keseluruhan fungsi Negara diatas di selenggarakan oleh pemerintah
untuk mencapai tujuan yang telah di tetapka bersama.
4.
Istilah Negara Dan Istilah Sistem Politik
Konsep sistem politik
merupakan pokok dari gerakan pemberaharuan yang timbul dalam dekade lima
puluhan. Gerakan ini ingin mencari suatu “new science of politics” dan lebih
terkenal dengan istilah pendekatan tingkah laku oleh karena mengemukakan
“tingkah laku politik” sebagai fokus utama dari penelitian, dan terutama
menekankan struktur dan fungsi tingkah laku.
Konsep “sistem” oleh
sarjana ilmu politik dipinjamkan dari ilmu biologi. Di anggab bahwa suatu
sistem politik, seperti halnya organism dalam ilmu biologi, terdiri dari
bagian-bagian komponen-komponen yang saling bergantung kepada yang lain dan
saling mengadakan interaksi. Keseluruhan dari interaksi ini perlu di teliti
jika seluruh organisme ingin di mengertikan. Dua ciri perlu diperhatikan.
Pertama, bahwa setiap perubahan dalam satu bagian dari sistem itu mempengaruhi
seluruh sistem. Kedua, bahwa sistem itu bekerja dalam suatu lingkungan
(inviroment) yang lebih luas dan bahwa ada perbatasan anatara sistem dengan
lingkunganya. Juga perlu di perhatikan bahwa sistem mengadakan interaksi dengan
lingkungan dan di pengaruhi oleh lingkungan itu.
Pada dasarnya konsep
sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem bersifat
abstrak pula. dalam konteks ini sistem terdiri beberapa variabel. Disampi itu
konsep sistem politik ini dapat di terapkan pada suatu situasi yang konkrit,
misalnya Negara, atau kesatuan yang lebih kecil, seperti kotak atau suku
bangsa.
Tingkah laku politik di
anggap sebagai bagian dari keseluruhan tingkah-laku sosial. Menurut pemikiran
ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang pada hakikatnya terdiri dari
bermacam-macam proses. Salah satu dari bermacam-macam sistem yang terdapat
dalam suatu masyarakat, seperti misalnya sistem politik, sistem ekonomi, sistem
teknik, sistem komunikasi, sistem sosial dan sebagainya di namakan sub-sistem,
yaitu sub-sistem ekonomi, sub-sistem politik dan sebagainya. Setiap
masing-masing mempunnyai fungsi tertentu yang dimaksut untuk menjaga
kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat.
Tetapi di atara sekian
banyak aliran fikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran yang
paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok aliaran yang
menamakan dirinya “demokrasi”, tetapi yang pada hahekatnya mendasrkan dirinya
atas komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mulai-mulai bersal dari eropa,
tetapi sesudah perang dunia II nampaknya juga didukung oleh beberapa Negara
baru di asia. India, Pakistan, Filipina, dan Indonesia mencita-citakan
demokrasi konstistusiaonal, sekalipun terhadap bermacam-macam bentuk
pemerintahan maupun gaya hidup dalam Negara-negara tersebut. Di lain pihak ada
Negara-negara baru di asia yang mendasarkan diri atas asas-asas komunisme,
yaitu R.R.C, korea utara, dan sebagainya.
Demokrasi yang di anut
di Indonesia, yaitu demokrasi berdsarkan pancasila, masih dalam taraf
perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya tertdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat di sangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di
dalam undang-undang dasar 1945. Selain dari itu undang-undang dsar kita
menyebut secara ekplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang di
cantumkan dalam penjelasan mengenai sistem pemerintah Negara yaitu:
a.
Indonesia
ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechts staat). Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (rechts staat). Tidak berdasarkan kekuasaan
belaka(machtsstaat).
b.
Sistem
konstitusional, pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) berdasarkan dua
istilah “rechts staat” dan “sistem konstitusi” maka jelaskan bahwa demokrasi
yang menjadi dasar dari undang-undang dasar 1945, ialah demokrasi
konstitusional. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu
“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan”, di muat dalam pembukaan undang-undang dasar.
BAB
III
KESIMPULAN
Sistem
politik ialah kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan yang membentuk
suatu kesatuan yang berhubung-hubungan stau sama lain untuk mengatur pemerintah
secara melaksanakan dan mempertahan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan
antara individu atau kelompok individu satu sama lain dengan Negara dan
hubungan Negara dengan Negara.
Sistem
pemerintah ialah suatu sistem yang membicarakan bagaimana hubungan lemabaga
Negara dari suatu pemerintah. Secara umum alat perlengkapan lembaga Negara meliputi:
(1) lembaga legislatife, (2) eksekutif, (3) yudikatif dan (4) lembaga lain yang
merupakan alat perlengkapan Negara seperti BPK, KPU, Komisi yudisial, dan
sebagainya.
Dengan
demikian disimpulkan bahwa sistem pemerintah terkait dengan sistem politik,
mengingat sistem politik terkait dengan (1) sistem pemerintah dan (2) sistem
kekuasaan. Yang mengatur hubungan anatara individu-individu atau kelompok
individu yang satu dengan lainya dan dengan Negara serta hubungan Negara dengan
Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Jenkin,
Thomas p. the study of political theory.
new York: random house inc. 1967
Maclver,
Robert m. the web of
government. new York: the macmillan company. 1961
Budiardjo,
Mariam. dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: gramedia pustaka utama. 2003
[1] Thomas p. jenkin, the study
of political theory (new York: random house inc.,1967), h 1-5.
[2] Robert m. maclver, the web of government (new York: the macmillan
company,1961), h 22.
[3] Robert m. mclver, the modern state (London: oxford university
press, 1955), h 22.
[4] Mariam budiardjo, dasar-dasar ilmu politik (Jakarta: gramedia
pustaka utama, 2003), h 45.