BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem keuangan Syariah merupakan bagian dari konsep yang
lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya adalah memperkenalkan sistem
nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini, maka
keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem
transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang
oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga
keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada
tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada
persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan
restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam. Seiring dengan
terjadinya krisis global dalam sistem keuangan kapitalis, kini para ekonom
barat mulai mengadopsi sistem keuangan Islami. Banyak dari mereka yang
melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang berlandaskan prinsip-prinsip
Syariat Islam. Sistem yang bersumber dari ajaran Allah SWT, ini terbukti tetap
tangguh menghadapi permasalahan tersebut baik yang terjadi tahun 1998 maupun
2008 dan hingga kini. Sistem keuangan Islami terkait erat dengan harta
kekayaan, akad transaksi serta transaksi yang diperbolehkan dan dilarang
syariah, sebagaimana hal ini akan dibahas pada bab berikutnya.
Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang diatas maka terdapat beberapa
rumusan masalah, diantaranya:
Bagaimana pengertian sistem keuangan Syariah?
Bagaimana konsep memelihara harta ?
Bagaimana pengertian akad/kontrak/transaksi ?
Apa saja yang termasuk dalam transaksi yang dilarang dalam
Islam ?
Apa saja prinsip sistem keuangan Syariah?
Bagaimana instrumen keuangan Syariah ?
Bagaimana ciri-ciri sistem keuangan syariah ?
Bagaimana peran dan tujuan sistem keuangan Syariah ?
Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu diantaranya:
Untuk mengetahui sistem keuangan Syariah.
Untuk mengetahui konsep memelihara harta.
Untuk mengetahui akad/kontrak/transaksi.
Untuk mengetahui transaksi yang dilarang dalam Islam.
Untuk mengetahui prinsip sistem keuangan Syariah
Untuk mengetahui instrumen keuangan Syariah.
Untuk mengetahui ciri-ciri sistem keuangan Syariah
Untuk mengetahui peran dan tujuan sistem keuangan Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Istilah
"Keuangan Islami" menunjukkan dua kekuatan kata yang bersaing. Kata
benda "keuangan" menunjukkan bahwa pasar keuangan Islam dan lembaga yang
berurusan dengan alokasi keuangan dan risiko kredit. Dengan demikian, keuangan
Islam harus didasari dengan prinsisp yang setidaknya mirip dengan bentuk dari
pembiayaan lainnya. Di sisi lain, kata sifat "Islami" menunjukkan
beberapa perbedaan mendasar antara keuangan Islam dan lembaga keuangan
konvensional.
Sistem
keuangan Syariah adalah sistem keuangan yang berdasarkan prinsip prinsip Islam,
bagaimana cara memproduksinya, mendapatkannya dan mendistribusikannya sesuai
dengan jalan yang telah di atur oleh Al-Qur’an, Sunnah dan juga Ijma Ulama
serta memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi
masyarakat.
Sistem
keuangan merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara yang berperan
melakukan aktifitas jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan.
Tugas utama sistem keuangan adalah sebagai mediator antara pemilik dana dengan
pengguna dana yang digunakan untuk membeli barang atau jasa serta investasi.
Konsep Memelihara Harta
Dalam Islam terdapat konsep untuk memelihara kekayaan agar
bisa dimiliki manusia dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan
sesuai dengan keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah
SWT.Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari termasuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak,
zakat, menunaikan haji, perang (jihad), dan sebagainya.
“...Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung”. (QS 62:10)
Islam
menganjuran manusia untuk bekerja dan juga melakukan hal yang memang dianggap
baik, seperti berniaga. Juga menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari
harta kekayaan. Sebagaimana diriwayatkan oleh hadis-hadis berikut:
“Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh oleh
tangannya sendiri...”(HR. Bazzar At Thabrani)
“Barang siapa membuka bagi dirinya satu pintu meminta-minta
(yakni membiasakan diri meminta-minta meski belum benar-benar terpaksa) niscaya
Allah akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kemiskinan”. (HR. Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah)
Harta yang baik
harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar
(legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di
jalan Allah SWT. Menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia
terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan
kepemilikan secara mutlak.
Dalam
pengunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun
disisi lain juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala
akhirat. Ketentuan syariah yang berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain:
Tidak boros dan tidak kikir
Memberikan infak dan
shadaqah
Membayar zakat sesuai ketentuan
Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan)
Meringankan kesulitan orang berutang
Akad/Kontrak/Transaksi
Akad adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk
menunjukkan suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga
terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
Fiqh muamalah membagi akad menjadi dua bagian, yakni:
Akad tabarru’ (Gratuitous Contract), yaitu perjanjian. Akad
tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan,
pihak yang berbuat kebaikan hanya
mengharapkan imbalan dari Allah SWT, dan bukan dari manusia. Ada 3 bentuk akad
tabarru’ :
Meminjamkan Uang
Meminjamkan Jasa
Memberikan Sesuatu
Akad tijarah (Compensantional Contract) adalah perjanjian
yang menyangkut transaksi untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan tingkat
kepastian dari hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
Natural uncertainty contract adalah satu jenis kontrak
transaksi yang secara alamiah mengandung ketidakpastian dalam memperoleh
keuntungan. Contoh akad dalam kelompok ini adalah musyarakah, mudharabah,
muzara’ah, musaqamah, dan mukhabarah.
Natural Certainty
Contract adalah satu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki
kepastian keuntungan dan pendapatnya, baik dari segi jumlah dan waktu
penyerahannya. Contohnya adalah murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
Dalam akad harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat sahnya
suatu akad ada tiga yaitu:
Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad. Pihak yang
melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan
orang yang sehat akalnya.
Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada
dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang
dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah mudal dan kejasama, objek sewa
menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya.
Ijab kabul merupakan
kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling rida.
Transaksi yang Dilarang dalam Islam
Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai
berikut:
Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang
diharamkan Allah SWT,.
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi
yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah SWT, walaupun ada
kesepakatan dan rela sama rela antara pelaku transaksi maka haram karena tidak
memenuhi rukun sahnya suatu akad.
”Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah,
daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah,
tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan
tidak pula melampaui batas, maka Allah sungguh Maha Pengampun, dan Maha
Penyayang.” (QS 16: 15)
”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga
mengharamkan harganya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Riba
Dalam
Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang
riba. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara
berturut-turut dari QS 30:39, QS 4:160-161, QS 3:130 dan QS 2:278-280.12
Larangan riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama
Islam, melainkan juga diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam. Yahudi
melarang pengambilan bunga (riba). Baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama)
maupun undand-undang Talmud. Dan dalam kalangan Kristiani dalam Kitab
Perjanjian Baru dalam ayat Lukas 6:34-35 merupakan ayat yang mengecam praktik
pengambilan bunga (riba).
Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu
pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain dan dapat terjadi di
dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.
”Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dan kebathilan,
dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui.” (QS 2:42)
Perjudian
Transaksi penjudian adalah
teransaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan
uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik
dengan kartu, adu ketangkasan, atau media lainnya.
”Wahai orang-orang yang beriman, sesunguhnya minuman keras,
berjudi, berkorban (untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu beruntung. (QS 5:90)
Gharar/transaksi yang mengandung ketidakpastian
Gharar
terjadi jika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidak pastian
antara duabelah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan
pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Dapat terjadi di
dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan dan
akad.
”Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji untuk menjadi
buah, sedang salah seorang dari kamu menghalalkan (mengambil) harta
saudarannya?” (HR. Bukhari)
Ikhtikar/penimbunan barang
Ikhtikar
dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan melangkannya/sulit didapat
dan harganya yang tinggi. Dengan ikhtikar orang dapat memperoleh keuntungan
yang besar dibawah penderitaan orang lain.
”Tidak menimbun barang kecuali orang yang berdosa”. (HR.
Muslim, Turmudzi dan Abu Dawud)
Monopoli
Alasan
larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual
masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi.
”Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga
untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: Allah yang sesungguhnya penentu harga,
penahan, pembentang dan pemberi rizeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah,
tak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman dalam urusan
darah dan harta.” (HR. Ashabus Sunan)
Bai’an najsy/rekayasa permintaan
An-Najsy
termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, di
mana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi,
agar calon pembeli tertari dan membeli barang tersebut dengan harga yang
tinggi.
”Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa
maksud untuk membeli.” (HR. Turmidzi)
Suap
Suap
dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidak adilan sosial dan permasalahan perlakuan. Pihak yang
membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
”... dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim ...” (QS 2:188)
Ta’alluq/penjual bersyarat
Ta’alluq
terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya
rukun (suatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad. Misal A bersedia
menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A; atau
A bersedia menerima pesanan B asalkan C dapat memenuhi pesanan A.
Bai al inah/pembelian kembali oleh penjual dari pihak
pembeli
Misalnya,
A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama dari
B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah
melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang melainkan A
mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan
pembayaran.
Jual beli dengan cara talaqqi al- rukban
Jual
beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang
perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar
atas barang yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang
berlipat dengan memanfaatkan ketidak tahuan mereka."Janganlah kamu
mencegat kafilah/rombongan yang membawa dagangan di jalan, siapa yang melakukan
itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar
(mengetahui harga), ia boleh berkhiar.” (HR. Muslim)
Prinsip Sistem Keuangan Islami
Adapun prinsip sistem keuangan Islami sebagaimana diatur
melalui Al-Qur’an dan As-Sunah adalah sebagai berikut:
Pelarangan riba. Riba hanya menguntungkan para pemberi
pinjaman/pemilik harta, sedangkan yang merugikan peminjam bahkan mempersulit si
peminjam.
Pemberian risiko. Hal ini konsekuensi logis dari pelanggaran
riba yang menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedang melalui pembagian
risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarnya tergantung
dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling
membantu untuk bersama-samamemperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. Sistem
keungan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan
bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan
pelangaran untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidak pastian yang sangat
tinggi, judi dan transaksi yang memiliki resiko yang sangat besar.
Kesucian kontrak. Islam menilai perjanjian sebagai suatu
yang tinggi nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait
dengan kontrak harus dilakukan.
Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha
tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah.
Jadi,
prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela (antaraddim
munkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la
tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan
untung bersama risiko (al ghunmu bi al ghurni).
Instrumen Keuangan Islami
Instrumen keuangan Islami dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Akad investasi, kelompok akad ini adalah :
Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau
lebih, di mana pihak pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi
hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedang
apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada
unsur kesengajaan atau kelalain oleh mudharib.
Musyarakah adalah
akad kerja sama yang terjadi antara pemilik modal untuk mengabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil
sesuai dengan kesepakatan, sedang kerugian ditanggung secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal.
Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai
dengan prinsip syariah.
Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah.
Akad jual beli/sewa menyewa, kelompok akad ini adalah:
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan biaya
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang dijual
belikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarananya
dilakukan secara tunai.
Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun
dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan di muka cicilan dalam beberapa kali
(termin) atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa
dan penyewa untuk mendapakan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
Akad lainnya meliputi:
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai
uang/barang kepada pihak yang menima titipan dengan catatan kapan pun titipan
diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan
tersebut.
Qardhul Hasan adalah pinjaman yang mempersyaratkan adanya
imbalan, waktu pengambilan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan
penerima pinjaman.
Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak
kepihak yang lain.
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau
penanggungan atas pembayaran utang atas suatu pihak atau pihak lain.
Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak
pertama (al-muhil) kepada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar saling
mempercayai.
Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan pinjaman
aset.
Ciri-Ciri Sistem Keuangan Islami
Ciri-ciri sistem keuangan Islami adalah:
Harta publik dalam sistem keuangan Islami adalah harta
Allah.
Rasul adalah orang pertama yang melakukan praktik keuangan
Islam.
Al-Qur’an dan sunah merupakan sumber yang mendasar bagi
keuangan Islam.
Sistem keuangan Islami adalah sistem keuangan yang
universal..
Sistem keuangan Islami mengambil prinsip alokasi terhadap
layanan sebagai sumber sumber pendapatan negara.
Sistem keuangan Islam ditandai dengan transpransi.
Sistem keuangan Islam adalah modal toleransi umat Islam.
Peran Dan Tujuan Sistem Keuangan Islami
Peran
utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif untuk alokasi yang
efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan kompetisi. Sistem
keuangan yang berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi
dan mendanai kesempatan usaha yang baik, memantau kinerja manajer, memberikan
kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi resiko, dan
memfasilitasi pertukaran barang dan jasa.
Adapun
tujuan utamanya adalah kesejahteran ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi serta
distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan
mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu
memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) bagi semua pihak yang terlibat
dengan penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Sistem
keuangan Syariah adalah sistem keuangan yang berdasarkan prinsip prinsip Islam,
bagaimana cara memproduksinya, mendapatkannya dan mendistribusikannya sesuai
dengan jalan yang telah di atur oleh Al-Qur’an, Sunnah dan juga Ijma Ulama
serta memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sistem
keuangan Syariah dilakukan untuk memenuhi maqashidus syariah bagian memelihara
harta. Dalam menjalankan sistem keuangan Syariah, faktor yang paling utama
adalah adanya akad/ kontrak/ transaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Agar
akad tersebut sesuai syariah maka harus memenuhi prinsip keuangan syariah, yang
berarti tidak mengandung hal-hal yang dilarang syariah. Prinsip keuangan
syariah sendiri secara ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela, tidak
ada pihak yang mendzalimi dan didzalimi, hasil usaha muncul bersama biaya, dan
untung muncul bersama resiko. Dari prinsip ini berkembanglah berbagai instrumen
keuangan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Zamir Dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan
Islam: Teori dan Praktek. Jakarta:
Kencana.
Nurhayati, Sri. 2015. Akuntansi Syariah Di IndonesiaEdisi 4.
Jakarta: Salemba Empat.
Soemitra, Andri.2010.
Bank Dan Lembaga Keuangan Shari’ah. Jakarta: Kencana.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung. CV. Pustaka
Setia.
Veithzal Rivai, Haji.2013. Commercial Bank Management:
Manajemen Perbankan Dari Teori Ke
Praktik. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar