BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kajian tentang fikih merupakan kajian yang akan selalu mengalami perubahan
dan perkembangan. Hal ini karena fikih merupakan produk pemikiran yang berusaha
untuk menjawab tantangan zaman yang juga selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Karena itulah maka fikih sebagai sebuah cabang keilmuan pun
mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Fikih yang pada mulanya menyangkut
semua aspek hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, manusia
dengan sesamanya, dan manusia dengan negara, kini mulai mengalami penyempitan
makna, pembahasan dan penamaan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya
perkembangan yang begitu pesat pada masing-masing pembahasan yang tetntunya
semakin menuntut ketelitian dan spesialisasi para ahli fikih. Misalnya saja
mulainya ada pembagian fikih dalam kategori fikih ibadah, fikih mu’amalah,
fikih jinayah, fikih kontemporer (masa’il al-fiqh), dsb.
Salah satu cabang ilmu fikih yang beberapa saat lalu muncul dan menjadi
salah satu hal yang layak untuk ditindaklanjuti adalah apa yang dinamakan
dengan Fikih Prioritas (Fiqh al-Aulawiyyat). Makalah ini berusaha
memberikan sedikit gambaran tentang pengertian, kedudukan, macam-macam dan
contohnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Fikih
Prioritas?
2.
Bagaimana Kedudukan Fikih Prioritas?
3.
Apa saja Macam-Macam Fiqh Prioritas?
4.
Bagaimana Contoh Fikih Prioritas?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Pengertian
Fikih Prioritas
2.
Untuk mengetahui Kedudukan Fikih Prioritas
3.
Untuk mengetahui Macam-Macam
Fiqh Prioritas
4.
Untuk mengetahui Contoh Fikih Prioritas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Fikih Prioritas
Fikih prioritas, merupakan kajian yang membicarakan suatu topik yang sangat
penting. Sebab kajian ini akan memecahkan masalah seputar kerancuan dan
kekacauan dalam menilai dan memberikan skala prioritas terhadap
perintah-perintang Allah, pemikiran, serta amal-amal. Mana diantaranya yang
mesti didahulukan dan mana yang mesti diakhirkan, mana yang harus diprioritaskan
dan mana yang harus dikemudiankan dalam tingkatan perintah Allah dan petunjuk
Nabi.[1]
Dalam Hadis Nabi SAW. dijelaskan bahwa Nabi Muhammad meprioritaskan anak
yang menangi dengan meringankan sholatnya dengan maksud membantu ibu dari anak
yang menangis. Artinya: dari Abu Qatadah, Nabi bersabda, “(ketika) aku
berdiri sholat, aku ingin memanjangkannya. Namun, aku mendengan tangis
anak maka aku ringankan sholatku karena tidak ingin memberatkan ibunya.” (HR.
al-Bukhari: 707, al-Fath: 2/256-257).
Hadis tentang meringankan sholat
ketika anak menangis ini, memberitahukan bahwa memperioritaskan sesuatu harus
dimaksudkan untuk tujuan yang baik atau mulia. Dalam memperioritaskan suatu hal
harus benar-benar dipertimbangkan tentang suatu hal tersebut, apakah memang
tepat jika diprioritaskan atau lebih memberikan manfaat jika diakhirkan.
Ungkapan kewajiban harus dikerjakan terlebih dahulua sebelum hak dan
kentingan pribadi harus dikesampingkan jika berhadapan dengan kepentingan
kelompok, memberitahukan bahwa ada hal-hal yang memang harus diprioritaskan
dari yang lain. Misalnya, seorang muslim harus memnuhi kewajibannya sebagai
muslim terlebih dahulu sebelum menuntut hak-haknya, seorang anggota masyarakat
harus memnuhi semua kewajiban sebagai anggota masyarakat sebelum menuntut yang
lain, dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut di atas menjelaskan bahwa fikih prioritas adalah suatu hal
yang penting dan suatu hal yang perlu ditindaklanjuti. Karena, fikih prioritas
dapat dijadikan sebagai rambu-rambu dalam menjalankan aktivitas dalam
keseharian hidup manusia, baik yang bersinggungan dengan Allah, sesama manusia,
maupun lingkungannya.[2]
Fikih prioritas adalah suatu analisis Islami tentang bagaimana umat
selayaknya memilih amal-amal terpenting dari yang penting dan mengutamakanpenuaian
amal terpenting dari yang pentingsehingga memberikan konsekuensi logis yang
memungkinkan umat untuk dapat mengantisipasi problema sosial, budaya, politik
dan ekonomi umat. Kajian ini berusaha melihat sejumlah persoalan prioritas dari
sudut pandang hukum Islam yang berdasarkan berbagai argumen, dengan harapan
dapat meluruskan pemikiran, memperkokoh metodologi, dan mampu merumuskan
paradigma baru dalam fikih.
Kajian tentang fikih prioritas ini akan menjadi acuan untuk semua manusia
khususnya umat Islam dan segala hal yang berhubungan dengan mereka. Dari kajian
fikih prioritas ini umat Islam diharapkan bisa memilah-milah apa yang
diprioritaskan oleh ajaran agama Islam dan mana yang diakhirkan, mana yang
ditekankan dan mana yang diringankan, serta apa yang harus segera dilaksanakan
dan mana yang masih bisa ditolerir oleh hukum agama.
B. Kedudukan Fikih
Prioritas
Dalam bukunya, syaikh yusuf qardhawi
menyinggung kebutuhan umat kepada fiqih priorias, kedudukan fiqh prioritas di
antara fiqih yang lainnya, prioritas kualitas atas kuantitas, prioritas ilmu
atas amal, prioritas dalam bidang fatwa dan dakwah, prioritas dalam berbagai
bidang amal, prioritas dalam perkara yang diperintahkan, prioritas dalam
perkara-perkara yang dilarang, prioritas dalam bidang reformasi, fiqih
prioritas dalam warisan pemikiran, hingga fiqih prioritas dalam dakwah para
ulama mujaddid (pembaharu) yang berkiprah di zaman modern.
Bagi saya sendiri ada beberapa
persoalan menarik untuk disoroti dalam pembahasan fiqih prioritas ini. Pertama,
bagaimana mendahulukan masalah-masalah pokok/inti yang sudah disepakati umat
islam atas masalah masalah cabang yang masih terjadi perdebatan dikalangan umat
islam.
Saya sangat sepakat karena prinsip ini
sangat jitu untuk melejitkan potensi umat dalam berbagai bidang apabila dapat
dikelola dengan baik. Sudah waktunya energi umat digunakan untuk hal sifatnya
solutif dan konstruktif dibanding terkuras oleh perdebatan-perdebatan furu'
yang sebetulnya dapat ditoleransi bersama.
Kedua, prioritas amalan hati yang
lebih utama dibandingkan dengan amalan anggota badan. Pembahasan dalam fiqh
prioritas dalam tema ini akan sangat menyentuh bagi setiap muslim yang
membacanya. Dahsyatnya kekuatan batiniyyah dibanding lahiriyyah. Apabila kita
berperasangka baik, menjalin silaturahmi dan berkasih sayang terhadap sesama
makhluk itu lebih utama dibanding perhatian berlebih terhadap masalah jenggot
(misal) namun sifat dengki masih ditemukan dalam hatinya.
Saya kira prinsip ini dapat menjawab
bagaimana menjadi seorang hamba taat tanpa disertai kesombongan. Bagaimana
menjadi disiplin dalam sholat namun kesehariannya jauh dari yang namanya
maksiat. Hingga bagaimana menarik hati orang-orang awam untuk dekat dengan
agamanya sendiri. Kajian
fiqh prioritas ini sangatlah komprehensif dan menyentuh titik-titik yang
membentuk konsep ajaran islam. Mudah diterapkan dan aplikatif untuk diterapkan.
Sangat mencerahkan para pejuang dan da'i karena dapat menjawab bagaimana
mendahulukan amalan atas amalan yang lain sehingga menciptakan nafas islam yang
hidup dan seimbang di lingkungan kita hidup sehari-hari dengan dilandasi
dalil-dalil yang kuat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh syakh
yusuf qardhawi bahwa kajian fiqh prioritas karyanya merupakan harapan
sumbangsih pemikiran islam di era modern. Ada baiknya kita sebagai generasi
penerus senantiasa belajar untuk memberi perhatian dari perkembangan dan
penerapan fiqih prioritas dari masa ke masa.[3]
C. Macam-Macam Fiqh Prioritas
1. Prioritas Keilmuwan
a.
Prioritas
ilmu dari amal: Belajar lebih baik dari ibadah Sunnah lainnya (seperti sholat
tahajjud dan puasa senin kamis).
Jadi dalam hal ini, kita harus berilmu
dulu sebelum beramal. Mengapa demikian? Karena bila kita melakukan suatu amal
seperti sholat, tapi tidak memiliki pengetahuan tentang sholat seperti rukun
dan syarat sah sholat, maka sholat yang kita lakukan selama berpuluh-puluh
tahun tidak akan diterima.[4]
Kebanyakan yang terjadi di sekitar
kita sekarang ini adalah beramal dulu, baru belajar. Ini tentu saja pemahaman
yang salah. Kita bayangkan saja, bila kita beramal dengan amalan yang salah,
kemudian anak cucu mengikuti amalan kita, yang terjadi kita akan menyesatkan
banyak orang. Untuk itu, belajar lebih utama dari pada ibadah Sunnah.
b.
Prioritas
dalam masalah aqidah di atas masalah-masalah yang lainnya. (al-ushuul qabla
al-furuu’). Pokok itu lebih utama dari pada cabang. Yang dimaksud disini adalah
belajar matan sebelum syarah, belajar qat’I sebelum dhanni, belajar yang sudah
disepakati sebelum yang diperselisihkan.
Dalam shalat misalnya, akan lebih baik
kita belajar terlebih dahulu rukun-rukun dan syarat sah sholat, daripada
belajar furu’nya yang berisi tentang perbedaan gerakan sholat ( Seperti dalam
takbir,sujud, menggerakkan jari waktu tasyahud dan lain-lain).
c. Prioritas pemahaman akan suatu ilmu
dari pada menghafal. Maka dalam belajar, lebih baik kita fahami terlebih dahulu
sebelum menghafalnya. Belajar yang mudah terlebih dahulu, baru yang susah.
Disini kita bisa ambil contoh dengan
memahami tafsir al-qur’an terlebih dahulu sebelum menghafalnya. Atau
melakukannya bersama-sama. Menghafal, memahami dan mengamalkannya seperti yang
dilakukan para sahabat. Kalau sekarang, kita akan menemukannya dengan cara
terbalik. Orang akan berlomba-lomba menghafal al-qur’an namun tidak berusaha
untuk memahaminya. Maka jangan heran kalau kita bertemu huffadzul qur’an tapi
pacaran.
Itulah sebabnya, memahami itu lebih
didahulukan dari pada menghafal. Tentu saja agar tidak salah kaprah, tidak
salah ambil tindakan.[5]
2.
Prioritas dalam Amal.
a. Beramal yang manfaatnya luas lebih
baik dari pada amalan pribadi yang manfaatnya hanya untuk diri sendiri. Ada
banyak contoh dalam permasalahan ini.[6]
1) Seperti contohnya peristiwa
pengangkatan Abu Bakar untuk menjadi amirul mukminin setelah wafatnya
Rasulullah. Saat itu, sebelum Abu Bakar di angkat sebagai khalifah, jasad
Rasulullah dibiarkan selama 3 hari. Karena dengan dilangsungkannya penguburan
Rasulullah tanpa ada pengganti, akan membuat muslim berkecamuk berantakan. Ini
menjukkan bahwa memilih pemimpin bagi umat muslim itu lebih baik dari pada
menguburkan mayat.
2) Da’wah melalui tulisan di buku dan
mass media seperti televise, website, WA, Faceebook, Twitter, Youtube, itu
lebih diprioritaskan dari da’wah konvensional. Infaq untuk umat lebih baik dari
pada haji berkali-kali. Wakaf dengan tanah, membangun sekolah, lebih baik dari
pada infaq.
3) Membangun sekolah islam, lebih baik
dari pada membangun masjid. Karena yang terjadi saat ini, muslim sedang
kekurangan generasi. Masjid sekarang sudah banyak, dan banyak yang kosong.
Namun tidak dengan sekolah. Umat membutuhkan sekolah berkualitas yang akan
menghasilkan para ulama, da’I, pemimpin, dan penerus bangsa.
b. Beramal dengan amalan yang tahan lama
dan langgeng lebih baik dari pada beramal dengan amalan yang terputus. Contoh
dari hal ini adalah:
1) Beramal jariyah dengan mewakafkan
tanah bagi kepentingan umat islam itu lebih baik dari shalat Sunnah. Amal
jariyah itu memiliki pahala yang terus mengalir, selama apa yang kita wakafkan
dipakai dan digunakan orang lain. Dengan beramal jariyah, akan membuat kita
seakan memiliki dua nyawa. Disitu kita mati, tapi masih bisa menghasilkan
pahala dari apa yang kita lakukan.
Rasulullah bersabda, “ Apabila seorang anak adam mati, maka semua amalannya
akan terputus, kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau
anak shaoleh yang mendo’akan kedua orang tuanya.”
2) Ilmu yang bermanfaat tidak harus
menjadi guru, ustadz, kiai. Tapi bisa membeli buku berisi kajian keislaman,
kemudian diberikan pada khalayak umum. Dan lain-lain.[7]
c. Prioritas amalan hati dari pada amalan
lahir.
1) Misalnya dalam shalat, prioritas
terhadap kekhusyu’an dan tadabbur terhadap ayat dan bacaan lebih baik dari pada
perhatian gerakan, posisi dan lamanya waktu shalat.
Contohnya disini adalah apa yang
terjadi pada Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia adalah tokoh munafiq yang selalu
shalat di belakang Rasulullah. Namun sayangnya dia menjadi ahli neraka. Karena
dia hanya memberikan action saja, dan hatinya dipenuhi kebencian kepada
Rasulullah dan islam.
2) Keikhlsan dalam beramal, berkeyakinan,
keridhaan serta kepasrahan kepda ketetapan Allah lebih diprioritaskan.
Contohnya adalah sahabat Utsman bin Affan saat menjadi khalifah. Beliau saat
itu memimpin Negara islam yang luas wilayahnya 3 kali lipat lebih besar
dibanding Indonesia. Karena keikhlasan, niat yang tertanam beliau, serta
kecintaan beliau pada al-qur’an, beliau pernah shalat satu raka’at dengan
menghatamkan 30 juz al-qur’an. Itu adalah contoh pemimpin yang baik, tidak
seperti saat ini.[8]
3) Iman dan amalan yang ada didalam hati
adalah prioritas utama.
Kita tentu mengenal Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau adalah sahabat
paling utama dan yang pertama kali masuk syurga. Bahkan Rasulullah mengatakan
bahwa jika iman Abu Bakar ditimbang dengan iman seluruh dunia, tetap berat iman
yang dimiliki Abu Bakar. Padahal menurut para sahabat, amalan Abu Bakar biasa,
bukan banyak shalat dan dzikir. Itu semua karena amalan yang ada di dalam
hatinya. Abu Bakar selalu yakin pada Allah, mengimani semua yang disampaikan
Rasulullah, tidak pernah berkeluh kesah, bahkan saat sakit malah senang karena
dengan begitu, dosa-dosa akan berguguran.
4) Prioritas amalan yang wajib dari
amalan yang Sunnah. Seperti halnya, memberi nafkah untuk keluarga lebih utama
dari pada bersedekah pada orang lain.
5) memprioritaskan fardhu kifayah yang
bertingkat-tingkat. Seperti mengantar orang sakita lebih baik dari pada I’tikaf
di dalam masjid. Mengajar lebih baik dari pada I’tikaf di dalam masjid karena
umat tentu lebih membutuhkan ilmu. Sedang dengan I’tikaf, pahala hanya akan
kita raih sendiri.
6) Prioritas amal jama’I seperti
berorganisasi lebih baik dari pada amal fardhi. (berorganisasi dalam da’wah
lebih baik prioritas dari pada aktivitas pribadi). Contoh-contoh seperti ini
bisa ditemukan dalam organissasi Rohis yang ada di sekolah-sekolahan. Karena
da’wah itu berat, melelahkan. Sehinga kita butuh komunitas untuk mendukung
aktivitas kita.
3.
Prioritas dalam Berda’wah.
a. Merubah hati sebelum merubah Negara. Karena
pada hakikatnya, da’wah itu penekanannya ada pada hati. Contoh dalam hal ini
adalah da’wah yang dilakukan Rasulullah di Makkah selama 13 tahun. Da’wah di
sana, Rasulullah mengokohkan hati para sahabat terlebih dulu dengan aqidah.
Sehingga selama di Makkah, tidak pernah ada orang munafiq. Karena kokohnya hati
serta keimanan yang dimiliki para sahabat saat itu.
b. Pendidikan sebelum jihad. Pembinaan
sebelum kekuasaan. Karena kalau yang terjadi adalah kekuasaan tanpa pembinaan,
maka yang terjadi adalah kerunyaman Negara. Negara akan morat-marit. Seperti
Indonesia, yang dipimpin oleh orang-orang yang salah. Maka tidak heran bila
saat ini kita temukan pesta bikini setelah UN, korupsi merebak di setiap
pejabat, pelacuran dilegalkan, dan masih banyak lagi.
c. Merubah pemikiran sebelum perbuatan. Pemikiran bila sudah teracuni
baratisme, seperti sekulerisme, liberalisme, feminisme, dan lain-lain akan
berbahaya. Ini sudah banyak terjadi di Negara kita yang diisini orang-orang
yang dituhankan banyak kaum, namun memiliki otak yang sesat.[9]
4.
Prioritas dalam Hak.
a. Hak manusia lebih utama dari pada hak
Allah saja.
Pemimpin kurang shaleh tapi adil lebih
diutamakan dari pada pemimpin shaleh, rajin ibadah, tapi dzalim. Membayar hutang lebih diutamakan dari
pada haji dan jihad fi sabilillah. Karena bila seseorang mati syahid, tapi
masih memiliki hutang, dia akan tertahan. Sehingga sebelum haji atau sebelum
jihad, lebih baik membayar hutang terlebih dahulu.
b. Keshalehan social lebih baik dari pada
keshalehan pribadi.
1) Indonesia adalah Negara nomer satu
dalam urusan keshalehan pribadi. Orang-orang Indonesia begitu rajin shalat,
sedekah, zakat. Namun dalam keshalehan social yang berisi kebersihan jalan,
ketertiban orang-orangnya, Indonesia menduduki nomer 114. Jauh dibawah
Negara-negara berisi orang-orang kafir seperti Finlandia, Jepang, Singapura,
dan yang lain.
2) Saat berhijrah ke kota Madinah,
Abdurrahman bin Auf meninggalkan seluruh harta dan kelurganya. Sesampainya di
Madinah, dia dipersaudarakan dengan Rabi’ bin Aff yang kemudian meminta
Abdurrahman untuk memilih salah satu istri dari 2 istrinya dan 1 rumah dari 2
rumahnya.[10]
D. Contoh Fikih
Prioritas
Kajian terhadap fiqih prioritas
merupakan satu bentuk terobosan untuk menjawab kebutuhan umat terhadap
perkara-perkara amalan di zaman yang serba kompleks ini. Beliau mengembangkan
pembahasan fiqh yang pernah dibahas oleh ulama terdahulu semisal ibnu taimiyyah
dan imam alghazali yang memberikan perhatian terhadap prioritas amalan.[11]
Fiqih prioritas membahas mengenai amalan yang utama
sangat tergantung terhadap waktu, tempat, dan keadaan. Contoh ketika seseorang
keatangan tamu maka prioritas amalan yang paling utama adalah dengan
menghormati dan menyibukkan diri dalam menyambut tamu walaupun orang tersebut
harus meninggalkan wirid dan sunnah. Begitu juga ibadah yang paling utama pada
waktu adzan adalah mennggalkan wirid dan segera menyambut seruan muadzin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fikih berasal dari
bahasa arab fiqh yang mengandung makna mengerti atau
mengetahui. Zainuddin Ali mengemukakan bahwa kata fikih secara etimologi
artinya paham, pengertian, dan pengetahuan. Fikih menurut istilah adalah ilmu
yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang
diambil dari dalil-dalil yang sudah terperinci. Para Fuqaha mendefinisikan
fikih dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang
diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
prioritas diartikan sebagai diutamakan, dinomorsatukan, dan
didahulukan. Pengertian tersebut memberitahukan, bahwa prioritas terjadi
karena ada dua hal atau lebih (pilihan, kegitan, metode, cara dan lain-lain),
yang mana dari hal-hal tersebut ada yang didahulukan dan di akhirkan sehingga
terbentuk urutan.
Dalam Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, prioritas diartikan sebagai diutamakan, dinomorsatukan, dan
didahulukan. Pengertian tersebut memberitahukan, bahwa prioritas terjadi karena
ada dua hal atau lebih (pilihan, kegitan, metode, cara dan lain-lain), yang
mana dari hal-hal tersebut ada yang didahulukan dan di akhirkan sehingga
terbentuk urutan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
makalah ini dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khalaf,.
1978. Ilmu Ushul al- Fiqh. Al- Qabbah
Ath-Thab’ah wa an-Nasyar.
‘Ainain (al), Badran
Abu, Ushul Fiqh al-Islamy,
Iskandariyah : Muassasah Syabab al-Jamiah,t.t.
Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi usul al-Fiqh, Mesir: Dar at-Tauzi,
1993.
Al-Amidi, Ali ibn Muhammad, 1986, al-Ihkam
fi Usul al-Ahkam, Tahqiq Sayyid al-Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut.
Muhammad Khudari Beik, Usul al-Fiqh,
Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Ala Islami Wa’adillatuh, Terjemah :
Agus Affandi Dan Badruddin Fannany “Zakat Kajian Berbagai Madhab”, Bandung
: Remaja Rosdakarya, 1995
[1] Abdul
Wahab Khalaf,. Ilmu Ushul al- Fiqh. (Al-
Qabbah Ath-Thab’ah wa an-Nasyar. 1978) h. 78
[2] Muhammad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr,
1988) h. 44
[3] Al-Amidi, Ali ibn
Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Beirut:
Tahqiq Sayyid al-Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, 1986) h. 122
[4] ‘Ainain
(al), Badran Abu, Ushul Fiqh al-Islamy,
(Iskandariyah : Muassasah Syabab al-Jamiah,t.t) h. 78
[5] Muhammad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr,
1988) h. 12
[6] Al-Amidi, Ali ibn
Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Beirut:
Tahqiq Sayyid al-Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, 1986) h. 87
[7] Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz
fi usul al-Fiqh, (Mesir: Dar at-Tauzi, 1993) h. 90
[8] Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Ala Islami Wa’adillatuh, Terjemah : Agus Affandi Dan Badruddin
Fannany “Zakat Kajian Berbagai Madhab”, (Bandung
: Remaja Rosdakarya, 1995) h. 44
[9] Al-Amidi, Ali ibn
Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Beirut:
Tahqiq Sayyid al-Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, 1986) h. 65
[10] Abdul Wahab Khalaf,. Ilmu Ushul al- Fiqh. (Al- Qabbah
Ath-Thab’ah wa an-Nasyar. 1978) h. 32
[11] Muhammad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr,
1988) h. 67
Tidak ada komentar:
Posting Komentar