BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Begitu
banyaknya kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia, tentunya
merupakan suatu hal yang meresahkan para pencipta suatu karya. Suatu bentuk
kreativitas seseorang yang harusnya dihargai, justru dijadikan sebagai
kesempatan untuk mencari keuntungan bagi berbagai pihak yang tidak bertanggung
jawab.
Indonesia
adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/ suku bangsa dan budaya serta
kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang
memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari
keanekaragaman tersebut. perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan
investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan
bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat luas.
Melihat
pemberitaan yang disampaikan oleh Vivanews pada tanggal 1 Mei 2012 menyatakan
bahwa Amerika Serikat kembali menggolongkan Indonesia dalam daftar negara yang
sangat bermasalah dalam pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual.
Amerika Serikat berkepentingan dalam penyusunan daftar ini mengingat sebagian
besar ekspor mereka terkait dengan hak cipta.
Amerika Serikat
tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar "priority watch list"
untuk pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang paling bermasalah dengan
pelanggaran hak cipta ini tidak berakibat munculnya sanksi. Namun, sekadar
untuk membuat efek malu bagi pemerintah negara yang bersangkutan untuk lebih
giat lagi memberantas pembajakan dan pemalsuan merek dagang serta memperbaiki
penegakan hukum masing-masing di bidang perlindungan kekayaan intelektual.
Indonesia yang
sebenarnya memiliki banyak kreativitas daya cipta, memang tidak terlepas dari
adanya realita bahwa memang ada sebagian masyarakat yang memiliki mental
plagiatisme.
Semakin hari,
kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, semakin meningkat. Kasus ini harusnya
dijadikan kasus utama yang harus segera diatasi, bukan dianggap sebagai sesuatu
yang tidak penting. Sebagian besar masyarakat mungkin tidak memandang hal ini sebagai
suatu masalah besar, sehingga masalah ini tidak segera diatasi dan memberikan
sanksi jera bagi orang yang melanggar hak cipta.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu hak cipta?
2.
Apa
saja istilah yang ada dalam hak cipta?
3.
Bagaimana
sejarah munculnya hak cipta?
4.
Apa
saja dasar hukum dari hak cipta?
5.
Apa
saja sifat dari hak cipta?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hak Cipta
Berdasarkan
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, pengertian hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa
hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya
namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak
cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hokum.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, pengertian hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa
hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya
namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak
cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hokum.
Menurut
Wikipedia, hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9)
adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan
hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta
merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas
suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas.
2.2 Istilah-Istilah dalam Hak Cipta
Terdapat 3 (tiga)
istilah dalam hak cipta, yaitu:
a.
Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, cekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi.
b.
Pemegang
Hak Cipta
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
c.
Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas
dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
2.3 Sejarah Hak Cipta
Konsep
hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa
Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh
Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan
tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang
pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya,
hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya
cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada
tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke
pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada
konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya
cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan
tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright,
yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik
umum.
Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Bern
tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) pada tahun 1886 adalah yang pertama
kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi
ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang
tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah
sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis
mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap
karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya
atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada
tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi
Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan
karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalty.
Pada
tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta
berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad No. 600 Tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang
hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah
dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987, Undang-undang No. 12 Tahun 1997, dan
pada akhirnya dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan
antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan World Trade
Organization - WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), yang mencakup pula Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs (Persetujuan
tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual). Ratifikasi tersebut
diwujudkan dalam bentuk Undang-undang No. 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997,
pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor
18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization
Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keputusan Presiden No. 19
Tahun 1997.
2.4 Dasar Hukum Hak Cipta
Indonesia
saat ini telah meratifikasi konvensi internasional dibidang hak cipta yaitu
namanya Berne Convension tanggal 7 Mei 1997 dengan Kepres No. 18/ 1997 dan
dinotifikasikan ke WIPO tanggal 5 Juni 1997, dengan konsekuensi Indonesia harus
melindungi dari seluruh negara atau anggota Berne Convention.
Perlindungan
hak cipta diatur dalam Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ,
kemudian diubah menjadi UU No. 7 tahun 1987, dan diubah lagi menjadi UU No. 12
1987 beserta peraturan pelaksanaannya.
Selain UU tersebut
di atas, terdapat dasar hukum lain atas hak cipta, antara
lain:
a.
Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO).
b.
Undang-undang
No. 10/1995 tentang Kepabeanan.
c.
Undang-undang
No. 12/1997 tentang Hak Cipta.
d.
Undang-undang
No. 14/1997 tentang Merek.
e.
Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization.
f.
Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty.
g.
Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection
of Literary and Artistic Works.
h.
Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty.
2.5 Sifat Hak Cipta
Sifat-sifat hak
cipta diatur dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) No. 19 Tahun
2002, yaitu:
a.
Hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak.
b.
Hak
cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena
beberapa hal, seperti pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tulis, dan
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Serta pasal 4
ayat (1) dan (2) UU yang sama, yaitu:
a.
Hak
cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut
tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hokum.
b.
Hak
cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut
tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hokum.
2.6 Fungsi Hak Cipta
Secara umum, fungsi
hak cipta diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No.
19 Tahun 2002:
a.
Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.
Pencipta
dan/ atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaannya untuk kepentingan yang bersifat komersial.
2.7 Hak-hak yang Tercakup dalam Hak Cipta
Hak-hak yang
tercakup dalam hak cipta meliputi:
a.
Hak
Eksklusif
Beberapa hak
eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
Ø Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (pada umumnya adalah salinan elektronik).
Ø Mengimpor dan mengekspor ciptaan. Menciptakan karya turunan atau
derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan).
Ø Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum.
Ø Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau
pihak lain.
b.
Hak
Ekonomi dan Moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta
suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia
juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum,
hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa
persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga
mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral
adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran)
yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24-26
Undang-undang Hak Cipta.
2.8 Pengecualian dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian
hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin
fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang
memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam
Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai
dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau
dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang
bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam
lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan,
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan
pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan".
Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau
pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis,
penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara
lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul
atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik
(bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas
program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
Selain
itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta
demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang
penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai
keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan
gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan
norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum"
(pasal 17). Ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan
mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Tidak ada hak
cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa. Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak
peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14
Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang
Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak
cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
2.9 Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Jangka waktu
perlindungan hak cipta, yaitu:
a.
Ciptaan
buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta,
seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah
50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
b.
Ciptaan
program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil
pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
c.
Ciptaan
atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d.
Ciptaan
yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali diumumkan.
e.
Ciptaan
yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat
(2) huruf b, berlaku tanpa batas.
2.10 Prosedur Pendaftaran Hak Cipta
Perlindungan
suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk
yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk
mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor
Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan
HAM (Ditjen HKI-Depkumham).
Syarat untuk
permohonan pendataran Hak Cipta:
a.
Mengisi
formulir pendaftaran ciptaan rangkap dua.
b.
Surat
permohonan pendaftaran ciptaan yang mencantumkan nama dan kewarganegaraan yang
bersangkutan.
c.
Uraian
ciptaan rangkap dua.
Surat
permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan:
a.
Surat
permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan Melampirkan bukti
kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotokopi KTP.
b.
Permohonan
pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan satu Badan Hukum
dengan demikian nama-nama harus ditulissemuanya , dengan menetapkan satu alamat
pemohon.
c.
Melampirkan
contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya.
d.
Membayar
biaya permohonannya pendaftaran sebesar Rp. 75.000 (tujuh puluh lima ribu
rupiah).
2.11 Penegakan Hukum atas Hak Cipta
Penegakan
hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum
perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan
kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada
perkara-perkara lain. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama
tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling
sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara
ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
2.12 Pelanggaran Hak Cipta
Suatu pelanggaran
terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila:
a.
Terjadi
pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk kepentingan
komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau
mendapatkan lisensi dari penciptanya/ atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya
tindakan penjiplakan.
b.
Peniadaan
nama pencipta pada ciptaannya.
c.
Penggantian
atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan
dari pemilik hak ciptanya.
d.
Penggantian
atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau
ahli warisnya.
Pelanggaran
terhadap suatu hasil ciptaan selain dilakukan oleh orang perorangan, dalam
kenyataannya banyak dilakukan pula oleh korporasi (corporate) atau badan hukum.
Pertanggungjawaban pidana terhadap suatu korporasi yang melakukan perbuatan
melawan hukum dengan melanggar hak cipta seseorang atau badan hukum dapat
dikenakan kepada badan hukum yang bersangkutan, dalam hal ini adalah pengurus
dari badan hukum tersebut sesuai dengan pertanggung-jawabannya menurut AD/ART
dari badan hukum tersebut.
Undang-undang
Hak Cipta juga telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan
untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana
instrumen hukum pidana dan hukum perdata, bahkan dalam Undang-undang Hak Cipta,
penyelesaian sengketa di bidang hak cipta dapat dilakukan di luar pengadilan
melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam pasal 66
Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dinyatakan bahwa: “hak untuk
mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55, pasal 56, dan pasal 65
tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hak
cipta”.
2.13 Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Bentuk-bentuk
pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman,
pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara
apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan
undang-undang atau melanggar perjanjian. Dilarang undang-undang artinya
undang-undang hak cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang
yang tidak berhak, karena tiga hal, yaitu:
a.
Merugikan
pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau seluruhnya
ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas.
b.
Merugikan
kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan.
c.
Bertentangan
dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video
compact disc (VCD) porno.
Pelanggaran
hak cipta menurut ketentuan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tanggal 15
Februari 1984 dapat dibedakan dua jenis, yaitu:
a.
Mengutip
sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah
ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri.
Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang dapat terjadi antara lain
pada karya cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu.
b.
Mengambil
ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya
tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan penerbit/perekam. Perbuatan ini
disebut dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa
buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu dan gambar (VCD), karena
menyangkut dengan masalah commercial scale.
Pasal 72 UU
No.19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan pelanggaran hak cipta sebagai
delik undang-undang yang dibagi tiga kelompok, yaitu:
a.
Dengan
sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin
untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan
untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang
bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan, dan ketertiban umum.
b.
Dengan
sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini
antara lain penjualan buku dan VCD bajakan.
c.
Dengan
sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program computer.
2.14 Ketentuan Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Cipta
Berdasarkan
pasal 56 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, bahwa hak untuk mengajukan
gugatan ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat (1) Undang-undang Hak
Cipta No. 19 Tahun 2002, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan
pidana pada setiap pelanggaran hak cipta. Negara berkewajiban mengusut setiap
pelanggaran hak cipta yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kerugian yang
ditimbulkan oleh tindakan pelanggaran hak cipta, yang tidak saja diderita oleh
pemilik atau pemegang hak cipta dan hak terkait, tetapi juga oleh negara,
karena kurangnya pendapatan negara yang seharusnya bisa didapat dari pemegang
hak cipta atau hak terkait. Selain itu negara harus melindungi kepentingan
pemilik hak, agar haknya jangan sampai dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Perlindungan
melalui ketentuan-ketentuan pidana, seperti yang diatur dalam pasal 382 bis KUH
Pidana yang lazim dikenal sebagai persaingan curang (oneerlijke concurrentie).
Persaingan curang merupakan perbuatan untuk menyesatkan khalayak umum atau
seseorang tertentu dengan maksud untuk mendapatkan, melangsungkan, atau
memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain.
Dengan Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002, pengaturan mengenai ketentuan pidana telah berubah secara mendasar. Pada
Undang-undang Hak Cipta sebelumnya tidak ada ketentuan yang mengatur tentang
hukuman penjara minimum. Jika terdakwa dinyatakan terbukti bersalah oleh
pengadilan, maka terdakwa dapat dipidana penjara paling singkat satu bulan atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Di samping itu, juga
terdapat kenaikan denda yang sangat tinggi dari Rp 100.000.000,- menjadi Rp
5.000.000.000,-. Kenaikan hukuman denda yang sangat besar itu dimaksudkan agar
ada efek jera bagi mereka yang melakukan pelanggaran, karena denda Rp
100.000.000,- dianggap masih ringan oleh para pelanggar, karena keuntungan
(profit gain) yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan denda yang
dijatuhkan.
Bentuk pelanggaran hak cipta yang pertama adalah dengan
sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin
untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan
untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang
bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pelanggaran hak cipta ini melanggar
pasal 72 ayat (1).
Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi
yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar
rupiah).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan
mengamati kedua kasus yang saya bahas dalam makalah ini, dapat disimpulkan
bahwa hingga saat ini masih sangat marak terjadi kasus pelanggaran hak cipta,
khususnya di Indonesia. Kedua kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari
kasus pelanggaran hak cipta yang ada, masih banyak kasus-kasus pelanggaran hak
cipta lainnya yang tidak kami bahas dalam makalah ini karena batasan yang ada.
Dari pembahasan kasus yang telah kami jelaskan, dapat dilihat bahwa
pelanggaran-pelanggaran hak cipta terjadi karena 3 (tiga) faktor utama, yaitu
masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap ketentuan hak cipta yang
telah diberlakukan, belum tegasnya penerapan sanksi terhadap para pelaku yang
terlibat untuk memberikan efek jera, serta kurangnya sosialisasi atau
penyuluhan pemerintah tentang pentingnya penghargaan terhadap suatu kekayaan
intelektual kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta,
03 Oktober 2015.
URL: http://dunia.vivanews.com/news/read/309208-as--ri-masuk-daftar-pelanggaran-hak-cipta,
04 Oktober Mei 2015.
URL:
http://hakintelektual.com/hak-cipta/masa-berlaku-hak-cipta/, 04 Oktober 2015.
URL:
http://hakintelektual.com/hak-cipta/prosedur-pendaftaran-ciptaan/, 03 Oktober
2015
URL:
http://www.dgip.go.id/hak-cipta/referensi-hukum-cipta, 04 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar