BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didasari oleh sifat demokratis yang
diemban oleh sebuah negara, maka dirasa akan sangat penting adanya
akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik menjadi salah satu poin penting
dalam pembangunan sebuah negara, karena dengan adanya pengelolaan organisasi publik
maka akan ada pula proses pertanggung jawaban publik. Proses inilah yang
menentukan penilaian keberhasilan sebuah organisasi publik dalam mencapai
tujuannya untuk menyampaikan informasi keuangan kepada publik secara benar dan
bertanggung jawab. Dengan adanya informasi keuangan kepada publik ini,
memungkinkan bagi publik untuk menilai pertanggung jawaban pemerintah atas
seluruh aktivitas yang telah dilakukan, bukan hanya aktivitas keuangan saja
akan tetapi menekankan bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan para penggunanya dalam pembuatan keputusan ekonomi,
sosial dan politik.
Dalam menghadapi akuntabilitas
tersebut pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu seperti anggaran,
pengendalian akuntansi, efektivitas pelaksanaan anggaran dan sistem pelaporan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah kami paparkan, maka masalah yang dapat dirumuskan yaitu,
sebagai berikut:
1.. Apakah pengendalian akuntansi
berpengaruh terhadap akuntabilitas publik?
2.. Apakah sistem pelaporan berpengaruh
terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan daerah dan publik?
3.. Apakah kejelasan sasaran anggaran
berpengaruh terhadap akuntabilitas publik?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan
permasalahan yg telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam pembahasan ini yaitu:
1.. Untuk menganalisa pengaruh pengendalian
akuntansi terhadap akuntabilitas publik
2.. Untuk menganalisa pengaruh sistem
pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan daerah serta
pemaparannya kepada publik
3. Untuk
menganalisa pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap publik.
BAB
II
PEMBAHASAN
Akuntansi merupakan suatu proses pengumpulan,
pencatatan, pengklarifikasian, menganalisis dan membuat laporan transaksi
keuangan untuk suatu lembaga atau organisasi yang menyediakan informasi
keuangan bagi pihak yang membutuhkan yang digunakan untuk pengambilan suatu
keputusan.
Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban seseorang
yang diberikan kepercayaan dalam mengelola sumber daya publik dan mampu
mempertanggungjawabkan kepada masyarakat. Akuntabilitas merupakan instrumen
kegiatan kontrol yang terkait dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik
dan menyampaikannya dengan transparan kepada masyarakat. Penerapkan sistem
akuntabilitas kinerja dan melaporkannya secara transparan kepada publik sudah
seharusnya diterapkan oleh Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Pemerintah Kota Denpasar merupakan salah satu instansi
pemerintahan yang telah menerapkan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(SIPKD) sejak pertengahan tahun 2010 dengan tahap.
Sedangkan
Akuntabilitas
publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggung
jawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak yang memberikan amanah yang
merupakan rakyat atau warga negara.
Pengelolaan
anggaran pemerintah daerah merupakan wujud dari pemerintah yang
berakuntabilitas. Untuk mencapai akuntabilitas publik dapat dilakukan
dengan cara penggunaan sumber daya secara ekonomis, efisien, efektif, adil
dan merata (Mardiasmo,2009).Pemanfaatkan sumber keuangan sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah yang merupakan hak
dan kewenangan dari pemerintah daerah.
Menurut
(Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan Gordon, 1996 dalam
Ikhsan dan Ane, 2007) anggaran adalah alat perencanaan yang berupa elemen
sistem pengendalian manajemen yang digunakan manajer untuk melaksanakan
kegiatan operasional organisasinya secara efektif dan efisien Lingkup
anggaran mempunyai fungsi yang sangat penting di pemerintah daerah terkait
dengan fungsi dari anggaran tersebut dengan akuntabilitas pemerintah
Menurut Sri
Yuliani (2010:44) buku Teori
Administrasi Negara menjelaskan Akuntabilitas yaitu :
“Kewajiban
untuk menyampaikan pertanggung jawaban atau untuk menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang / badan hukum / pimpinan kolektif atau
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban.”
Akuntabilitas
merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship. Stewardship mengacu
pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa
dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan accountability
mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang steward kepada pemberi tanggung jawab.
Dari kedua
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa akuntansi sektor publik
merupakan bagian dalam suatu lembaga maupun organisasi yang berkewajiban untuk
mengumpulkan, mencatat, menganalisa sebagai bentuk tanggung jawab atas segala
aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas keuangan yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu yang selanjutnya akan digunakan untuk pengambilan suatu
keputusan.
Jadi akuntabilitas publik
menjadi nilai yang sangat penting dalam administrasi negara karena
akuntabilitas publik merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan
oleh organisasi publik atau pemerintah atau pejabat pemerintah sebagai suatu
pertanggungjawaban setelah menjalankan fungsi pemerintahan dan melaksanakan
tugas-tugasnya kepada atasan dalam satu pemerintahan juga kepada masyarakat
sebagai suatu pengawasan dan evaluasi dari pelaksanaan tugas.
Akuntabilitas
publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability).
Vertical
accountability adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada
otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas)
kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah kepada pemerintah pusat,
pemerintah pusat kepada MPR.
Horizontal
accountability adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Tuntunan
akuntabilitas publik lebih menekankan pada akuntabilitas horizontal, tidak
hanya akuntabilitas vertikal.
Akuntabilitas publik yang dilakukan organisasi sektor
publik terdiri atas empat dimensi akuntabilitas yang mesti dipenuhi organisasi
sektor publik (Ellwood, 1993). yaitu :
1. Accountability for probity and legality (akuntabilitas
kejujuran dan hukum). Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang diterapkan.
2. Process accountability (akuntabilitas
proses). Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi
akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
Akuntabilitas ini diterjemahkan
melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.
Pengawasan dan pemeriksaan dapat dilakukan terhadap akuntabilitas proses, untuk
dapat menghindari kolusi, korupsi dan nepotisme.
1. Program accountability, akuntabilitas
program, untuk pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan
apakah ada alternatif program lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya
minimal.
2. Policy accountability (akuntabilitas
kebijakan).
A. Analisis
pengaruh pengendalian akuntansi terhadap akuntabilitas publik
BAPPENAS
sebagai salah satu badan atau lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengawasi
jalannya pemerintahan. Agar dapat berjalan dengan baik menetapkan beberapa
karakteristik terselenggaranya pemerintaha yang baik yang dikenal dengan good
governance.
Akuntansi
mempunyai kaitan sangat erat dengan beberapa prinsip good
governance diatas, karena akuntansi pada hakekatnya adalah proses
pencatatan secara sistematis atas transaksi keuangan yang bermuara kepada
pelaporan keuangan daerah. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas akan
semakin membaik jika didukung oleh suatu sistem akuntansi yang menghasilkan
informasi yang tepat waktu, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya
sistem informasi akuntansi yang usang dan tidak akurat akan menghancurkan
sendi-sendi partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas
Adapun penjelasan mengenai
laporan-laporan yang termasuk dalam laporan keuangan sebagaimana terkandung
dalam PP NO. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi anggaran mengungkapkan kegiatan
keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap PABN/APBD.
Laporan Realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu
periode pelaporan. Dalam laporan realisasi anggaran sekurang-kurangnya
menyajikan unsur-unsur seperti: pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit,
pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
2. Neraca
Neraca mengambarkan posisi
keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana
pada tanggal tertentu. Dalam nerac sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos
seperti: kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan
pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban juangka
pendek, kewajiban
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber
penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan
saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktifitas operasi, investasi aset nonkeuangan,
pembiayaan dan nonanggaran.
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan atau
daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan
atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya
yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti
kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen lainnya.
B. Analisis
pengaruh sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan
daerah serta pemaparannya kepada publik
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka
memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan
oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini
merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah.
Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas
berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan
tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan. Salah
satu tujuan utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut
adalah untuk menciptakan good governance, yaitu pemerintahan yang baik yang
ditandai dengan adanya transparansi, akuntabilitas publik, partisipasi,
efisiensi dan efektivitas, serta penegakan hukum. Otonomi daerah tersebut
berdampak pada berbagai aspek, baik aspek politik, hukum, dan sosial, maupun
aspek akuntansi dan manajemen keuangan daerah.
Reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan daerah kemudian
banyak dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan transparansi dan akuntabilitas
publik pemerintah daerah atas pengelolaan keuangan publik. Salah satu alat
untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah
melalui penyajian laporan keuangan pemerintah.
Dalam
pasal 1 PP. No. 105/ 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak &kewajiban
daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban negara serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban tersebut yang dapat dinilai dengan uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian keuangan negara tersebut diatas,
maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan
“daerah”.
Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, sesuai dengan ketentuan UU
No.32 dan 33 Tahun 2004, PP No. 24 Tahun 2005, dan PP No. 58 Tahun 2005,
pemerintah daerah disyaratkan untuk dapat menyajikan laporan keuangan
pemerintah daerah sebagai bagian dari LKPJ Kepala Daerah. Undang-Undang No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31 mengatur bahwa Kepala Daerah harus
memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan
Keuangan. Laporan Keuangan tersebut setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu berkaitan dengan pelimpahan
wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan
pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat,
maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus
dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan
anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa
terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan
dalam pengelolaan keuangan daerah untuk melihat kemampuan / kemandirian daerah
(Yuliati, 2001:22).
Selain itu
publik adalah merupakan pemegang kekuasaan atau jika dalam perusahaan adalah
pemilik/stakeholder. Sedangkan pemerintah hanyalah pemegang amanah publik atau
manajemen. Sehingga laporan keuangan harus disajikan sebagai bentuk pertanggung
jawaban atau akuntabilitas pemegang amanah kepada pemilik. Selain itu
informasi-informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sangatlah penting
bagi pengambilan keputusan ekonomi, sosial maupun politik bagi stakeholder.
Dalam
Peraturan pemerintah No. 105 tahun 2000, menyebutkan bahwa Pengeluaran Daerah
adalah semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang meliputi belanja rutin (operasional), belanja pembangunan (belanja modal)
serta pengeluaran tidak diduga.
Pengawasan keuangan daerah diperlukan untuk mengetahui
apakah perencanaan yang telah di susun dapat berjalan secara efisien, efektif
dan ekonomis. Pengawasan menurut Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (6)
menyebutkan, bahwa: “Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan ruang lingkup pengawasan Fatchurrochman
(2002) membedakanya menjadi dua, yaitu: (1). Pengawasan internal yang terdiri
dari pengawasan melekat dan pengawasan fungsional, dan (2). Pengawasan
eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh baik
atasan langsung dan aparat pengawas fungsional yang berasal dari lingkungan
internal organisasi pemerintah, atau juga yang dikenal sebagai APIP (Aparat
Pengawas Internal Pemerintah). APIP terdiri dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan), Inspektorat Jendral Departemen (Irjen) atau Unit Pengawas
Lembaga Non Departemen, Inspektorat Wilayah (Itwil), serta Satuan Pengawas
Intern (SPI)
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan atau atasan langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan
tujuan untuk mengetahui atau menilai apakah kerja yang ditetapkan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional adalah pengawasan internal yang
dilakukan oleh aparat fungsional baik yang berasal dari lingkungan internal
depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk pengawasan dari lembaga khusus
pengawasan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa
pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif.
Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung
dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung
dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana.
Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum
pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap
eksekutif dimaksudkan agar terdapat jaminan terciptanya pola pengelolaan
anggaran daerah yang terhindar dari praktik-praktik kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) baik mulai dari proses perencanaan, pengesahan, pelaksanaan
serta pertanggungjawabannya. Disamping DPRD mengawasi secara langsung tentang
mekanisme anggaran, DPRD juga menggunakan aparat pengawasan eksternal
pemerintah, yang independen terhadap lembaga eksekutif di daerah yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan merupakan tahap integral dengan
keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan
pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001).
Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa
setiap kegaitan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya pengendalian dari luar (external
control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras. Birokrasi dikatakan accountable
apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas.
Menurut Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan
pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang
bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4)
Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara
proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja
pemerintah. Melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat
pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.
Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang
dilakukan oleh dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di
dukung oleh pendapatnya Rubin (1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan
akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga
masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga
akuntabilitas publik yang tinggi akan memperkuat fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh dewan.
Selain
itu, Penjaringan aspirasi masyarakat
merupakan bagian integral dari upaya untuk memberdayakan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi DPRD yang merupakan misi utama dikeluarkannya
Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada tiga elemen penting
yang segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja (performance)
pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan DPRD.
Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi
merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi
menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini
termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin
aktif masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin
sukses pelakasanaan otonomi daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu
masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran (APBD). Menyadari
pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar
partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang
bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non
pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM), media masa, organisasi
kemasyarakatan dan partai politik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya
partisipasi masyarakat akan memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka
peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh
keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan
tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan,
partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan.
Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus
anggaran, transparansi anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan
pengawasan. Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance. Transparansi
dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di
mengerti dan di pantau.
Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun
oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria
berikut: (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen
anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat
waktu, (4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian
informasi kepada pubik. Transparansi merupakan prasyarat untuk terjadinya
partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena (Sulistoni, 2003): (a) Tanpa
informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat tidak punya kesempatan
untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan, (b) Transparansi
memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi kebijakan dan
alokasi anggaran dengan memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam debat
anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan
monitoring terhadap keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi
fungsi pengawasan tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada
menunjukkan bahwa semakin transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan
yang dilakukan oleh dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga
terlibat dalam mengawasi kebijakan publik tersebut.
C. Analisis pengaruh
kejelasan sasaran anggaran terhadap publik
Penelitian
tentang pengaruh akuntabilitas publik dan kejelasan sasaran anggaran terhadap
kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah yang dilakukan oleh Deki Putra
(2010) hasil penelitiannya menyatakan terdapat pengaruh positif dan signifikan
antara kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja manajerial SKPD. Menggunakan
komitmen organisasi sebagai variabel moderasi dengan kejelasan sasaran
anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan yang diharapkan juga
dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah kota
Denpasar merupakan alasan mengapa menggunakan variabel tersebut sebagai
variabel pemoderasi.
Hubungan
keagenan adalah hubungan antara prinsipal (principal)
dan agen (agent) yang didalamnya agen bertindak atas nama dan untuk
kepentingan principal dan atas tindakan (actions)
tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu. (Suwardjono: 2012: 485).
Bastian
(2010: 297) mengutarakan bahwa Laporan keuangan sektor publik merupakan
representasi posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang di lakukan oleh
suatu entitas sektor publik. Tujuan umum pelaporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang
berguna bagi sejumlah besar pemakai (wide
range users) untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi
sumber daya yang dipakai oleh suatu entitas dalam aktivitasnya guna mencapai
tujuan .
Dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi
Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan
diperoleh oleh masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus
membuka akses kepada stakeholder (pihak
internal/pihak eksternal) secara luas atas laporan keuangan yang
dihasilkan oleh pemerintah daerah, misalnya dengan mempublikasikan laporan
keuangan daerah melalui surat kabar, internet, televisi dan cara lainya sesuai
dengan media informasi yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten setempat.
Akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pemerintah
daerah dalam mengelola sumber daya kekayaan daerah serta keseluruhan kegiatan pemerintah daerah
dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan pertanggungjawaban
dan pengawasan keuangan daerah guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Output dari akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah dapat berupa laporan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah
(LAKIP) yang merupakan hasil laporan yang memberikan penjelasan mengenai
pencapaian kinerja pada suatu pemerintah daerah dalam waktu satu periode.
Menurut Mahsun,dkk (2006: 124) menyatakan bahwa
Informasi yang di sajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi
kebutuhan informasi dari semua kelompok pemakai. Dengan demikian laporan
keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari
masing masing kelompok pemakai. Namun, demikian berhubung pajak merupakan salah
satu sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan keuangan yang
memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian..
Seiring perkembangan sektor publik yang terjadi di Indonesia maka pemerintah
daerah di tuntut untuk lebih transparan. Salah satu pertanggungjawaban
pemerintah daerah terhadap publik yaitu dengan menyajikan laporan kekuangan
yang disajikan secara transparan melalui media massa maupun media nirmasa.
Dari
hasil penelitian Aliyah dan Nahar (2012) mengindikasikan bahwa penyajian
laporan keuangan berpengaruh terhadap transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
meningkatnya penyajian laporan keuangan daerah akan berimplikasi terhadap
peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Sebagaimana dalam beberapa pernyataan berikut maka peneliti menduga bahwa
penyajian laporan keuangan berpengaruh terhadap transparansi.
Peraturan
Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 Dalam kehidupan bernegara yang semakin terbuka,
pemerintah selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan APBN berkewajiban untuk
terbuka dan bertanggung jawab terhadap seluruh hasil pelaksanaan pembangunan.
Penelitian oleh Aliyah dan Nahar (2012) menunjukan bahwa aksesibilitas laporan
keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah terbukti dan diterima. Oleh sebab itu peneliti
menduga bahwa terdapat pengaruh antara aksesibilitas laporan keuangan terhadap
transparansi.
Tuntutan
akan perwujudan good governance di Indonesia yang semakin meningkat
berdampak pada sistem pengelolaan keuangan secara akuntabel dan transparan. Hal
ini tidak terpisahkan oleh adanya sistem pengendalian dan pengawasan di setiap
instansi pemerintah yang secara sistematis yang terdiri dari proses
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga pertanggungjawaban secara efektif,
efisien dan terkendali. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012)
yang meneliti tentang pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap
transparansi laporan keuangan pemerintah daerah terdapat hubungan yang
signifikan antara Pengendalian Internal (X) dengan Transparansi laporan
keuangan pemerintah daerah (Y) dengan arah hubungan positif.
Adanya
tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas sektor publik
menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi
kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan
keuangan. Penelitian yang dilakukan Sande (2008) menyatakan bahwa laporan
keuangan daerah berpengaruh teradap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Dengan adanya pernyataan tersebut maka peneliti menduga bahwa Penyajian laporan
keuangan berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Selain
penyajian laporan keuangan pemerintah daerah bentuk pertanggungjawaban publik
adalah aksesibilitas yang merupakan sarana pertanggungjawaban pemerintah daerah
kepada publik secara terbuka dan jujur berupa laporan keuangan yang dapat di
akses dengan mudah oleh berbagai pihak yang berkepentingan (Mustofa 2012).
Sebagaimana dalam penelitian Mustofa (2012) tentang pengaruh penyajian dan
aksesibilitas laporan keuangan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah menyatakan bahwa aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh terhadap
laporan keuangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini
yaitu, bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan kejelasan sasaran terhadap akuntabilitas kinerja
instansi Pemerintah, terdapat pengaruh positif dan signifikan pengendalian
akuntansi terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah, terdapat pengaruh
positif dan signifikan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah, tidak terdapat pengaruh moderasi terhadap hubungan antara kejelasan
sasaran anggaran dengan
akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah, tidak terdapat pengaruh moderasi
terhadap hubungan antara pengendalian akuntansi
dengan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah, tidak terdapat pengaruh
moderasi terhadap hubungan antara sistem pelaporan
dengan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah.
B. Saran
Akuntabilitas publik masih
pelu adanya transparansi yang lebih jelas kepada rakyat sehingga pemerintah
daerah sebaiknya lebih meningkatkan sistem kontrol terhadap bawahannya terutama
dalam hal peningkatan komitmen organisasi guna tercapainya akuntabilitas
kinerja di masing-masing kantor dinas pemerintah. Sebaliknya begitu pula bagi
masyarakat masih perlu adanya perhatian dan kepedulian tinggi terhadap
perkembangan akuntabilitas yang berjalan, baik itu dipemerintah pusat maupun
dalam pemerintahan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Azizah, Junaidi, Achdiar Redy Setiawan. Pengaruh Penyajian Dan Aksesibilitas Laporan Keuangan
Serta Sistem Pengendalian Intenal Pemerintah Terhadap Transparansi Dan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Madura :Jurnal Universitas Trunojoyo
Achmadi, A., Muslim, M. dkk, 2002, Good
governance dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi
Indonesia, Jakarta.
Andriani, Rini, 2002, Pengaruh
Pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD dalam Pengawasan Anggaran (Studi
Kasus pada DPRD se-Propinsi Bengkulu, Tesis Program Pasca Sarjana UGM,
Jogjakarta.
Bazwir, Revrisond, 1999, Akutansi
Pemerintah Indonesia, Edisi Tiga BPFE Jogjakarta.
Fatchurrochman, Agam, 2002, Manajemen
Keuangan Publik, Materi Pelatihan Anti Korupsi, Indonesian Coruption Watch,
23-25 Januari 2002, Jakarta.
Halim, Abdul, 2003, Bunga Rampai
Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Jogjakarta.
Indradi, Syamsiar, 2001, Pengaruh
Pendidikan dan Pengalaman anggota DPRD dengan Proses Pembuatan Peraturan Daerah,
Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara,
Universitas Brawijaya Malang.
Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Psycological
Measurement, Volume 34, No.1, hal 111-117.
Luthfi, JK., 2003, Diskusi Anggaran
Publik, 2 Agustus 2003, Malang Coruption Watch, Malang
Mardiasmo, 2001, Pengawasan,
Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah, Andi, Jogjakarta.
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen
Keuangan daerah, Andi, Jogjakarta.
Mardiasmo, 2003, Konsep Ideal
Akuntabilitas dan Transparansi Organisasi Layanan Publik, Majalah Swara
MEP, Vol. 3 No. 8 Maret, MEP UGM, Jogjakarta.
Nunnaly, 1967, Psycometric Theory, McGraw-Hill, New York.
Republik Indonesia, 2001, Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah, Citra Umbara, Bandung.
_______________, 2001, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 1999
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran, Citra Umbara, Bandung.
Pramono, Agus H., 2002, Pengawasan Legislative terhadap
Ekesekutif dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Tesis S2 Tidak di
Publikasikan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar