PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara
seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu
kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau
badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat
terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan
hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali
menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk
dalam masalah hukum perdata.[1]
Hukum perdata
di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang
dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya
berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan
sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum. Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum
publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari- hari.[2]
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan
yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku
di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.[3]
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian hukum perdata?
2. Bagaimana
sejarah hukum perdata?
3. Apa
saja sumber-sumber hukum perdata?
4. Apa
saja asas-asas hukum perdata?
5. Bagaimana
sistematika hukum perdata?
6. Bagaimana
hukum perdata yang berlaku di Indonesia?
7. Bagaimana
keadaan hukum di Indonesia?
PEMBAHASAN
Pengertian Hukum Perdata
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno
sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht
Wetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di samping
istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.[4]
Para ahli
memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum
perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah,
“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan
keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan
pribadi”[5]
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata
adalah, “Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan
oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan
dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan
yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai
hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”[6]
Hukum
perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki subjek hukum. Subjek adalah pelaku. Subjek hukum ada dua, yaitu
manusia dan badan hukum (PT, firma,
yayasan, dan sebagainya). Hukum perata ada karena kehidupan seseorang
didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, bagik hubungan berdasarkan kebendaan
atau hubungan yang lain. Manusia. Hukum perdata bertujuan untuk mengatur
hubungan di antara penduduk atau warga Negara sehari-hari, seperti kedewasaan
seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, waris, harta benda, kegiatan
usaha, dan tindakan bersifat perdata lainnya. Karena hukum perdata “rangkaian peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang lain dengan
menitikberatkan pada kepentingan perseoranagn “. Hukum perdata merupakan
ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi
kepentingannya serta membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingannya.[7]
Hukum
perdata juga disebut hukum privat atau hukum sipil (Civil Law). Hukum privat adalah hukum yang baik materi maupun
prosesnya didasarkan kepada kepentingan pribadi-pribadi. Misalnya ketika
terjadi transaksi jual beli rumah, kedua belah pihak berhak untuk menentukan metode
pembayaran, apakah kontan atau kredit. Jual beli ini merupakan urusan pribadi
sehingga institusi public seperti polisi atau jaksa tidak berhak untuk ikut campur
dalam prosesnya. Jadi, ketika ditemukan masalah perdata dan polisi atau jaksa
turut campur dalam kasus tersebut (dengan membawa baju institusinya), maka
tindakan aparat tersebut patut dicurigai. Namun ketika terjadi penipuan,
misalnya rumah dijual bukan hak milik si Penjual, maka kasus ini bisa
dilaporkan ke polisi.[8]
Hukum
perdata menentukan, bahwa didalam perhubungan antar mereka, orang harus
meundukan diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka
indahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang di satu
pihak dan di lain pihak iamembebankan kewajiban-kewajiban, yang pemenuhannya
dan justru ini adalah inti aturan hukum, jika perlu dapat dipaksakan dengan
bantuan penguasa.[9]
Pengertian Hukum
Perdata Material dan Formal
-
Hukum Perdata Material
Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan -perbuatan apa yang dapat
dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil
menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan.
Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan.[10]
-
Hukum Perdata Formal
Pengertian hukum perdata
formil adalah menunjukkan
cara mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam
perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka
hakim. Hukum formil disebut pula hukum Acaara. Dalam pengertian hukum formil
perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.[11]
Sejarah Hukum Perdata
1. Kodifikasi
Hukum Perdata Belanda tahun 1830
Sumber pokok hukm perdata
(Burgerlijkrecht) iyalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerljk Wetboek), disingkat KUHPer
(B.W.) KUHPer sebagian besar adalah hukum perdata prancis, yaitu Code Napoleon
tahun 1811-1838; akibat penduduk prancis di Belanda, berlaku di Negeri Belanda
sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang resmi. Sebagian dari Code
Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunanya mengambil
karangan-karanngan pengarang-pengarang bangsa prancis mengenai hukum Romawi
(Corpus Juris Ciivlis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang
paling sempurna. Juga unsure-unsur hukum kanoniek (hukum agama Katolik) dan
hukum kebiasaan setempat mempengaruhinya. [12]
Setelah pendudukmPrancis
berakhir, oleh pemerintah Belenda dibentuk suatu panitia yang di ketuai oleh
Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda
dengan menggunakan sebagai sumber sebagaian besar “Code Napoleon” dan sebagian
kecil hukum belanda Kuno. Kemudian diresmikan pada 1 Oktober 1838 yang
mengeluarkan Burgerilijk Wetboek (KUHPer) dan Wetboek van Koophandel ( KUH
Dagang).[13]
2. Kodifikasi
Hukum Perdata di Indonesi, tahun, 1848
KUHPer yang terlaksana pada 1 Mei
1848 itu adalah hasil panitia kodifikasi yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten
van Oud-Haarlem. Maksud dari kodifikasi pada waktu itu untuk mengadakan
persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan
negeri Belanda. Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah dari pada aliran
kodifikasi yang di Eropa berlangsung secara umum pada akhir abad ke-18; masalah
pada waktu itu sudah ada Negara-negara yang telah selesai dengan kodifikasinya.[14]
KUHPer Indonesia sekarang ini
(yang mulai berlaku sejak 1 Mei 1848)dapat dikatakan suatu copy KUHPer Belanda,
sehingga untuk menyediakannya perlula sedianya untuk menyelidiki KUHPer
Belanda. [15]
Sumber Hukum Perdata
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan
yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.[16] Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau
tempat dimana hukum perdata di temukan.[17]
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yurisprudensi, dan
kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu
sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber
hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata
yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan,
traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat
ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. [18]
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1.
AB (algemene bepalingen van
Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2.
KUHPerdata (BW)
3.
KUH dagang
4.
UU No 1 Tahun 1974
5.
UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria. [19]
Asas-asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang
sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:
1.
Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat
mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang,
maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).[20]
2.
Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat
(1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.[21]
3.
Asas
Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang
yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan
diantara mereka dibelakang hari.[22]
4.
Asas
Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan
mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi
para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya
mengikat.[23]
5.
Asas
Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum
yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.[24]
6.
Asas
Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah
pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik[25]
7.
Asas
Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta
sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.[26]
8.
Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan
hati nuraninya.[27]
9.
Asas
Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur
dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.[28]
10.
Asas
Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya[29]
11.
Asas
Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPdt.[30]
12.
Asas
Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak.[31]
Sistematika Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia
1. Menurut
Undang-Undang sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terdiri atas 4 buku, yaitu:
-
Buku I, yang berjudul Perihal
Orang (Van Personen), yang memuat Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;
-
Biku II, yang berjudul Perihal
Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;
-
Buku III, yang berjudul perihal
perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat
Hukum Harta Kekayaan yang berkenan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku
bagi-orang-orang atau pihak tertentu;
-
Buku IV, yang berjudul perihal
pembuktian dan kadauiawarsa (Van Bewijs en Berjaring), yang memuat perihal
alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan
hukum.[32]
2. Menurut
Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHPer) terdapat 4
bagian, yaitu:
-
Hukum Perorangan (Personenrecht)
yang memuat antara lain:
a. Peraturan-peraturan
tentang manusia sebagai subyek hukum,
b. Peraturan-peraturan
tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri melaksanakan
hak-haknya itu.
-
Hukum Keluarga (Familierecht)
yang memuat antara lain:
a. Perkawinan
beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri
b. Hubungan
antara orangtua dan anak-anaknya (kekuasaan orangtua-ouderlijke macht),
c. Perwalian
(voogdij),
d. Pengampunan
(curalele).[33]
-
Hukum Harta Kekayaan
(Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat
dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan meliputi;
a. Hak
mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
b. Hal
perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlak terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja. Hal 45.
-
Hukum Waris (Erfrecht), yang
mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang jika meninggal dunia
(mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan
seseorang).[34]
Hukum
yang Berlaku di Indonesia
1. Bagi Golongan eropa dan yang
dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan
dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas
konkordansi.
2. Bagi Golongan Bumi Putera (Indonesia
asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat merka. Yaitu Hukum yang sejak
dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat
tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3. Bagi Golongan Timur Asing (bangsa
Cina, India, Arab) berlaku hukum msing-masing, dengan catatan bahwa golongan
Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, Arab, India) diperbolehkan untuk menundukkan
diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa
macam tindakan hukum tertentu saja.[35]
Maksudnya untuk segala golongan
warga negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat :
4. Untuk Golongan Bangsa Indonesia
Asli: Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di
kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup
dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam
masyarakat.
5. Untuk Golongan warga negara bukan
asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa: Berlaku kitab KUHP (Burgerlijk
Wetboek) dan KUHD (Wetboek van koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi
golongan tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL
IV dari buku I tentang: Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai
penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan tionghoa, karena pada
mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke stand, dan peraturan
mengenai pengangkatan anak (adopsi).[36]
Selanjutnya untuk golongan warga
negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian
dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum kejayaan Harta Benda
(Vermogensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Hukum Kekelurgaan
(Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.[37]
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat
majemuk yaitu masih beranekaragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain
:
1.
Faktor
etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
2.
Faktor
historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam golongan, yaitu :
6. Golongan eropa : hukum perdata dan
hukum dagang
7. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa
Indonesia asli) : hukum adat
8. Golongan timur asing (bangsa cina,
india, arab) : hukum masing-masing[38]
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum perdata
adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam [eradilan hukum perdata diutamakan
perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum
seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Abdulkadi, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2014)
Syahrizal DardA, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka
Grhatama, 2011)
Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989)
Kansil, C.S.T, Pengantar
Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993)
Soetami
Siti, Pengantar Tata Hukum
Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007)
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996)
[1] A. Siti
Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika
Aditama, 2007), hlm. 9
[2] A. Siti
Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, hlm. 10
[3] 9Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 197
[4] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hal. 209
[5] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 210
[6] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , hlm. 215
[7] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus
Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hlm. 12-13
[8] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus
Hukum Perdata di Indonesi. hlm. 12-13
[9]Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996). hal. 2
[10] Abdulkadir
Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2014), hal. 13
[11] Abdulkadir
Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. hlm. 13
[12] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993). hlm. 40
[13] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hlm.
40
[14] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal.
41
[15] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal.
41
[16] A. Siti
Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika
Aditama, 2007), hal. 9
[17] Abdulkadir
Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2014), hal. 15
[18] Abdulkadir
Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2014), hal. 17
[21] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989). Hlm. 40
[22] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 41
[23] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42
[24] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42
[25] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238
[26] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238
[27] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239
[28] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239
[29] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm.230
[30] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 230
[31] Kansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 231
[32] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993). hlm. 44
[33] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993). hlm. 44
[34] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993). hlm. 46
[35] Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996). hal. 35
[36] Darda
Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hal. 50
[37] Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996). hal. 37
[38] Darda
Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hal. 52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar