Selasa, 29 Maret 2022

MAKALAH HUKUM PERDATA

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah hukum perdata.[1]

Hukum perdata di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari- hari.[2]

 Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.[3]

 

Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian hukum perdata?

2.      Bagaimana sejarah hukum perdata?

3.      Apa saja sumber-sumber hukum perdata?

4.      Apa saja asas-asas hukum perdata?

5.      Bagaimana sistematika hukum perdata?

6.      Bagaimana hukum perdata yang berlaku di Indonesia?

7.      Bagaimana keadaan hukum di Indonesia?

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

 

Pengertian Hukum Perdata

Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W)  pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.[4]

Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah, “Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”[5]

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah, “Aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”[6]

Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subjek hukum. Subjek adalah pelaku. Subjek hukum ada dua, yaitu manusia dan badan hukum  (PT, firma, yayasan, dan sebagainya). Hukum perata ada karena kehidupan seseorang didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, bagik hubungan berdasarkan kebendaan atau hubungan yang lain. Manusia. Hukum perdata bertujuan untuk mengatur hubungan di antara penduduk atau warga Negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, waris, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan bersifat perdata lainnya. Karena hukum perdata “rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseoranagn “. Hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya serta membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya.[7]

Hukum perdata juga disebut hukum privat atau hukum sipil (Civil Law). Hukum privat adalah hukum yang baik materi maupun prosesnya didasarkan kepada kepentingan pribadi-pribadi. Misalnya ketika terjadi transaksi jual beli rumah, kedua belah pihak berhak untuk menentukan metode pembayaran, apakah kontan atau kredit. Jual beli ini merupakan urusan pribadi sehingga institusi public seperti polisi atau jaksa tidak berhak untuk ikut campur dalam prosesnya. Jadi, ketika ditemukan masalah perdata dan polisi atau jaksa turut campur dalam kasus tersebut (dengan membawa baju institusinya), maka tindakan aparat tersebut patut dicurigai. Namun ketika terjadi penipuan, misalnya rumah dijual bukan hak milik si Penjual, maka kasus ini bisa dilaporkan ke polisi.[8]

Hukum perdata menentukan, bahwa didalam perhubungan antar mereka, orang harus meundukan diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka indahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang di satu pihak dan di lain pihak iamembebankan kewajiban-kewajiban, yang pemenuhannya dan justru ini adalah inti aturan hukum, jika perlu dapat dipaksakan dengan bantuan penguasa.[9]

 Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal

-          Hukum  Perdata Material

Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan -perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan.[10]

-          Hukum Perdata Formal

Pengertian hukum perdata formil adalah menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.[11]

 

 

 

 

 

Sejarah Hukum Perdata

1.      Kodifikasi Hukum Perdata Belanda tahun 1830

Sumber pokok hukm perdata (Burgerlijkrecht) iyalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerljk Wetboek), disingkat KUHPer (B.W.) KUHPer sebagian besar adalah hukum perdata prancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838; akibat penduduk prancis di Belanda, berlaku di Negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang resmi. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunanya mengambil karangan-karanngan pengarang-pengarang bangsa prancis mengenai hukum Romawi (Corpus Juris Ciivlis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga unsure-unsur hukum kanoniek (hukum agama Katolik) dan hukum kebiasaan setempat mempengaruhinya. [12]

Setelah pendudukmPrancis berakhir, oleh pemerintah Belenda dibentuk suatu panitia yang di ketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagaian besar “Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum belanda Kuno. Kemudian diresmikan pada 1 Oktober 1838 yang mengeluarkan Burgerilijk Wetboek (KUHPer) dan Wetboek van Koophandel ( KUH Dagang).[13]

2.      Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesi, tahun, 1848

KUHPer yang terlaksana pada 1 Mei 1848 itu adalah hasil panitia kodifikasi yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud-Haarlem. Maksud dari kodifikasi pada waktu itu untuk mengadakan persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan negeri Belanda. Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah dari pada aliran kodifikasi yang di Eropa berlangsung secara umum pada akhir abad ke-18; masalah pada waktu itu sudah ada Negara-negara yang telah selesai dengan kodifikasinya.[14]

KUHPer Indonesia sekarang ini (yang mulai berlaku sejak 1 Mei 1848)dapat dikatakan suatu copy KUHPer Belanda, sehingga untuk menyediakannya perlula sedianya untuk menyelidiki KUHPer Belanda. [15]

 

 

Sumber Hukum Perdata

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.[16] Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat dimana hukum perdata di temukan.[17]

Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. [18]

Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

1.    AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda

2.    KUHPerdata (BW)

3.    KUH dagang

4.    UU No 1 Tahun 1974

5.    UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria. [19]

 

 Asas-asas Hukum Perdata

Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:

1.      Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).[20]

2.      Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.[21]

3.      Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.[22]

4.      Asas Kekuatan Mengikat

Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat.[23]

5.      Asas Persamaan hukum,

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.[24]

6.      Asas Keseimbangan,

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik[25]

7.      Asas Kepastian Hukum,

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.[26]

8.      Asas Moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.[27]

9.      Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.[28]

10.  Asas Kepatutan.

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya[29]

11.  Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.[30]

12.  Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.[31]

 

Sistematika Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia

1.      Menurut Undang-Undang sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu:

-          Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;

-          Biku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;

-          Buku III, yang berjudul perihal perikatan  (Van Verbintennissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi-orang-orang atau pihak tertentu;

-          Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadauiawarsa (Van Bewijs en Berjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.[32]

2.      Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHPer) terdapat 4 bagian, yaitu:

-          Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:

a.       Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum,

b.      Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.

-          Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:

a.       Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri

b.      Hubungan antara orangtua dan anak-anaknya (kekuasaan orangtua-ouderlijke macht),

c.       Perwalian (voogdij),

d.      Pengampunan (curalele).[33]

-          Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan meliputi;

a.       Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;

b.      Hal perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlak terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja. Hal 45.

-          Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang jika meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).[34]

 

 

Hukum yang Berlaku di Indonesia

1.     Bagi Golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.

2.     Bagi Golongan Bumi Putera (Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat merka. Yaitu Hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.

3.     Bagi Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum msing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, Arab, India) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.[35]

Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat :

4.     Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli: Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat. 

5.     Untuk Golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa: Berlaku kitab KUHP (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang: Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan tionghoa, karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).[36]

 

Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum kejayaan Harta Benda (Vermogensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Hukum Kekelurgaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.[37]

 

 

Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beranekaragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain : 

1.                 Faktor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia

2.                 Faktor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam golongan, yaitu :

6.     Golongan eropa : hukum perdata dan hukum dagang

7.     Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat

8.     Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing[38]

 

 

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Hukum perdata adalah  hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam [eradilan hukum perdata diutamakan perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muhammad Abdulkadi, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014)

Syahrizal DardA, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011)

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989)

Kansil, C.S.T,  Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993)

Soetami  Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007)

Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata,  Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)

 

 



[1] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hlm. 9

[2] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, hlm. 10

[3] 9Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 197

 

[4] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 209

[5] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 210

[6] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , hlm. 215

[7] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hlm. 12-13

[8] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi. hlm. 12-13

[9]Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 2

 

[10] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 13

[11] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia.  hlm. 13

[12] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 40

[13] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hlm. 40

[14] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal. 41

[15] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal. 41

[16] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hal. 9

[17] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 15

[18] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 17

[21] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989). Hlm. 40

[22] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 41

[23] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42

[24] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42

[25] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238

[26] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238

[27] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239

[28] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239

[29] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm.230

[30] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 230

[31] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 231

[32] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 44

[33] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 44

[34] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 46

[35] Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata,  Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 35

[36] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hal. 50

[37] Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata,  Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 37

[38] Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011). hal. 52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar