DI
negara-negara yang organisasi pendidikannya dijalankan secara sentral, yakni
yang kekuasaan dan tanggung jawabnya dipusatkan pada suatu badan pusat di pusat
pemerintahan, maka pemerintahan daerah kurang sekalai atau sama sekali tidak
mengambil bagian dalam administrasi apa pun.
Sesuai dengan
sistem sentralisasi dalam organisasi pendidikan ini, kepala sekolah dan
guru-guru dalam kekuasaan dan tanggung jawabnya, serta dalam produser-produser
pelaksanaan tugasnya, sangat dibatasi oleh peraturan-peraturan dan
instruksi-instruksi dari pusat yang diterimanya melalui hierarchi atasannya.
Segala kegiatan yang dilakukan sekolah haruslah sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ada, dan setidak-tidaknya telah mendapat izin terlebih
dahulu dari pusat sebelum mereka berbuat yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku.
Dalam sistem
sentralisasi semacam ini, ciri-ciri pokok yang sangat menonjol adalah keharusan
adanya uniformalitas(keseragaman) yang sempurna bagi seluruh daerah lingkungan
di negara itu. Dari uraian di atas , jelaslah bahwa sistem
sentralisasi yang ekstrim seperti ini banyak mengandung
keburukan-keburukan:
Ø Hal yang demikian cenderung kepada sifat-sifat otoriter.
Ø Terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, Timbul
penghalang-penghalang bagi inisiatif setempat, dan mengakibatkan uniformitasi
yang mekanis dalam administrasi pendidikan, yang biasanya hanya mampu untuk
sekedar membawa hasil-hasil pendidikan yang sedang atau sedikit saja.
Di negara-negara
yang organisasi pendidikannya di-desentralisasi, pendidikan bukan urusan
pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat
setempat. Penyelenggaraan dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnya
dalam tangan penguasa daerah. Campur tangan pemerintah pusat terbatas pada
kewajiban-kewajiban tentang pemberian tanah subsidi, penyelidikan-penyelidikan
pendidikan, nasihat-nasihat dan konsultasi.
Kemudian
pemerintah daerah membagi-bagikan lagi kekuasaannya kepada daerah yang lebih
kecil lagi seperti kabupaten, distrik kecamatan, dan seterusnya, dalam
penyelengaraan dan pembangunan sekolah sesuai dengan kemampuan,
kondisi-kondisi, dan kebutuhan masing-masing. Tiap daerah atau wilayah diberi
otonomi yang sangat luas yang meliputi penentuan anggaran biaya,
rencana-rencana pendidikan penentuan personel/guru, gaji guru-guru/pegawai
sekolah, buku-buku pelajaran, juga tentang pembangunan, pemakaian, serta
pemeliharaan gedung sekolah.
Dengan
struktur organisasi pendidikan yang dijalankan secara desentralisasi
seperti ini, kepala sekolah tidak semata-mata merupkan seorang guru kepala,
tetapi seorang pemimpin profesional dengan tanggung jawab yang luas dan
langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolahnya. Ia bertanggung
jawab langsung terhadap pemerintah dan masyarakat setempat.
Semua
kegiatana sekolah dijalankannya mendapat pengawasan dam social-control yang
langsung dari pemerintah dan masyarakat setempat.
Kebaikan dari sistem
desentralisasi:
1. Pendidikan dan pengajaran dapat disesuaikan dengan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
2.
Kemungkinan
adanya persaingan yang sehat di antara daerah atau wilayah sehingga
masing-masing berlomba-lomba untuk menyelenggarakan sekolah pendidikan yang
baik.
3. Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan
yang lain akan bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh karena merasa
dibiayai dan dijamin hidupnya oleh pemerintah dan masyarakat setempat.
Adapun keburukan dari sistem
ini adalah:
1. Karena otonomi yang sangat luas, kemungkinan program
pendidikan di seluruh daerah akan berbeda-beda. Hal ini dapat menimbulkan
kemungkinan perpecahan bangsa.
2.
Hasil
pendidikan dan pengajaran tiap-tiap daerah suatu wilayah sangat berbeda-beda,
baik mutu, sifat, maupun jenisnya, sehingga menyulitkan bagi pribadi murid
dalam mempraktikkan pengetahuan di kemudian hari di dalam masyarakat yang lebih
luas.
3.
Kepala
sekolah, guru-guru, petugas-petugas pendidikan lainnya cenderung untuk menjadi
karyawan-karyawan yang matrealistis, sedangkan tugas dan kewajiban guru pada
umumnya lain dari pada karyawan-karyawan yang bukan guru.
4. Penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan yang diserahkan
kepada daerah atau wilayah itu mungkin akan sangat memberatkan beban masyarakat
setempat.
C. ORGANISASI
PENDIDIKAN DI INDONESIA
a.
Sejarah singkat organisasi pendidikan di indonesia
Ditinjau dari
sejarah sejak pendidikan di zaman penjajahan belanda hingga di zaman
kemerdekaan, sejak proklamasi 17 agustus 1945 hingga sekarang , struktur
organisasi dan administrasi pendidikan di indonesia banyak mengalami perubahan
dan perkembangan. Perubahan itu bergerak dari struktur sentralisasi yang
otokratis, secara berangsur-angsur menuju ke arah desentralisasi. Pada zaman
penjajahan belanda di indonesia dan pada permulaan kemerdekaan, Departemen PP
dan K merupakan suatu departemen yang meliputi semua urusan pendidikan dari
pendidikan dasar sampai ke pendidikan tinggi, dan meliputi pula pendidikan
agama. Kemudian sesuai dengan perkembangan politik dan pemerintahan serta makin
bertambah luas dan banyaknya urusan pendidikan itu, departemen PP dan K di
pecah lagi menjadi beberapa departemen. Mula-mula dipecah dua menjadi
Departemen/kementerian PP dan K dan kementerian agama. Kemudian kementerian PP
dan K dibagi lagi menjadi departemen Pdk, departemen PTIP, dan departemen
olahraga, dibawah seorang menteri utama.
Dalam struktur
kabinet ampera yang dibentuk pada tanggal 25 juli 1966, ketiga departemen
tersebut kemudian disatukan lagi di bawah satu kementerian disebut Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen pendidikan dan kebudayaan tersebut
membawahi lima direktorat jenderal, yaitu direktorat Jenderal pendidikan dasar,
direktorat jendral PTIP, direktorat jenderal olahraga , direktorat jenderal
urusan pemuda/kepramukaan, dan direktorat jendral kebudayaan.
Akan tetapi,
meski betapa seringnya perubahan bentuk dan struktur kementerian itu terjadi,
dilihat dari sifatnya dan efesiensi kerjanya belum menunjukkan
perubahan-perubahan dan kemajuan yang berarti. Pada umumnya perubahan-perubahan
itu hanyalah merupakan perubahan struktur personel di bagian atas saja,
sedangkan struktur organisasi kebawahnya pada umunya tidak mengalami perubahan.
Menurut sifatnya, struktur organisasi pendidikan indonesia hingga
kini masih menunjukkan struktur sentralisasi yang kuat di segala bidang dan
urusan sekolah. Sampai kira-kira tahun 1960, hampir semua urusan kependidikan
dikuasai dan diselenggarakan secara sentral oleh pemerintah pusat,seperti
urusan pembangunan gedung-gedung sekolah, pengangkatan, kenaikan dan
pemberhentian guru-guru SD s/d perguruan tinggi, penentuan kurikulum(rencana
pelajaran), penentuan dan penyelenggaraan ujian, dan sebagainya.
Sejak
kira-kira tahun 1960, barulah secara berangsur-angsur diadakan desentralisasi
terhadap beberapa bidang seperti dalam bidang personel: pengangkatan dan
pemberhentian guru/pegawai yang semula semuanya diselenggarakan secara sentral
di jakarta, mulai berangsur-angsur diserahkan kepada daerah. Demikian pula
dengan kenaikan tingkat dan kenaikan gaji berkala yang semula surat
keputusannya harus dikeluarkan oleh pusat, secara berangsur diserahkan pula
kepada kanwil dan atau kepala-kepala bidang masing-masing. Bahkan sejak 1969
surat keputusan untuk kenaikan gaji secara berkala cukup dibuat oleh kepala
kantor yang mempunyai pembuat daftar gaji(PDG) sendiri, seperti oleh kepala
sekolah lanjutan yang umumnya merangkap sebagai bendaharawan..(Drs. M.
Purwanto, 1987)
D. STRUKTUR
ORGANISASI PENDIDIKAN DALAM SEKOLAH
Sebelum kita
membahas mengenai struktur organisasi sekolah, ada baiknya kita mengetahui
pengertian dari organisasi terlebih dahulu. Jadi organisasi itu merupakan
sekelompok orang yang dipersatukan secara formal dalam sebuah kerja sama untuk
mencapai suatu tujuan yang sudah ditetapkan. Sementara pengertian dari
pengorganisasian yaitu adalah peran kedua di dalam manajemen serta
pengorganisasi yang didefinisikan sebagai sebuah proses kegiatan penyusunan
struktur organisasi berdasarkan sumber-sumber, tujuan dan lingkungannya. Jadi
bisa dikatakan hasil dari pengorganisasian adalah sebuah struktur organisasi.
Nah, setelah mengetahui beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan
struktur organisasi sekolah adalah sebuah susunan komponen-komponen dalam
organisasi sekolah dan struktur tersebut yang menunjukkan pembagian kerja dan
juga peranan ataupun kegiatan-kegiatan yang tidak sama itu di koordinasikan.
Adapun struktur organisasi sekolah di bagi ke
dalam beberapa komponen dengan perannya masing-masing seperti berikut ini :
Ø Kepala sekolah
Di sini kepala sekolah berperan sebagai Manager, Edukator, Administrator, Leader
Motivator dan juga Inovator.
Ø
Wakil
kepala sekolah
perannya membantu kepala sekolah dalam melakukan berbagai kegiatan seperti
menyusun rencana, pengarahan, pengorganisasian, pengawasan, penilaian,
pengembangan keunggulan, menyusun laporan maupun ketenagakerjaan.
Ø
Bagian
kurikulum
Peran
dari bagian kurikulum di sini adalah untuk menyusun kalender pendidikan,
menyusun pembagian tugas para guru maupun jadwal pelajaran, mengatur
pelaksanaan program pengayaan, mengatur mutasi siswa.
Dari pembahasan di atas dapat kita
simpulkan bahwasannya struktur organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam
yaitu struktur sentralisasi dan struktur desentralisasi. Struktur
sentralisasi yakni yang
kekuasaan dan tanggung jawabnya dipusatkan pada suatu badan pusat di pusat
pemerintahan, maka pemerintahan daerah kurang sekalai atau sama sekali tidak
mengambil bagian dalam administrasi apa pun. Sedangkan
struktur desentralisasi adalah struktur yang mana pendidikan bukan urusan pemerintah pusat, melainkan
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat setempat. Penyelenggaraan
dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnya dalam tangan penguasa
daerah. Campur tangan pemerintah pusat terbatas pada kewajiban-kewajiban
tentang pemberian tanah subsidi, penyelidikan-penyelidikan pendidikan,
nasihat-nasihat dan konsultasi.
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan disebabkan
keterbatasan pengetahuan kami dan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami berikutnya.
Drs. M. Purwanto, M.
(1987). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT
REMAJA ROSDAKARYA-BANDUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar