Selasa, 29 Maret 2022

Makalah Pernikahan

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar belakang.

                        Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Karakteristik khusus dari Islam bahwa setiap ada perintah yang harus dikerjakan umatnya pasti telah ditentukan syari’atnya (tata cara dan petunjuk pelaksanaannya), dan hikmah yang dikandung dari perintah tersebut. Maka tidak ada satu perintah pun dalam berbagai aspek kehidupan ini, baik yang menyangkut ibadah secara khusus seperti perintah shalat, puasa, haji, dan lain-lain. Maupun yang terkait dengan ibadah secara umum seperti perintah mengeluarkan infaq, berbakti pada orang tua, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lain yang tidak memiliki syari’at, dan hikmahnya.

Begitu pula halnya dengan menikah. Ia merupakan perintah Allah SWT untuk seluruh hamba-Nya tanpa kecuali dan telah menjadi sunnah Rasul-Nya, maka sudah tentu ada syaria’atnya, dan hikmahnya.

Untuk itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengapa seorang muslim dan muslimin harus melaksanakan pernikahan di dalam hidupnya.

 

B.       Rumusan masalah

a. Apa pengertian dari kata nikah ?
b. Bagaimana hikmah dari nikah ?
c. Apa saja nikah yang diharamkan oleh agama ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

1.                Pengertian Nikah

Pengertian Nikah secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad. Secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll.

Hukum Nikah Para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya :

  • Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina
  • Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
  • Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
  • Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya.
  • Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.

2.                Tujuan Dan Hikmah Nikah

a.         Tujuan Nikah ditinjau dari :
Tujuan Fisiologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

1.         Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik & nyaman.

2.         Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi makan-minum-pakaian yang memadai.

3.         Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.

 

b.         Tujuan Psikologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

1.         Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar & apa adanya.

2.         Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman.

3.         Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan jiwanya.

4.         Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga.

c.         Tujuan Sosiologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

1.         Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga.

2.         Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.

d.         Tujuan Da’wah Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

1.         Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi sang da’i.

2.         Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona islam) bagi masyarakat muslim dan nonmuslim.

3.         Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam da’wah.

4.         Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan
Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
a).Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
b).Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
c).Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72).

e.         Rasulullah berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.” (HR. Baihaqi)

f.           Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.

g.         Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda : “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)

3.                Tata Cara Pernikahan Dalam Islam

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

1.      Khitbah (Peminangan)

Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).

2.      Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya


• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain

Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami) : "Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".

c.  Adanya Mahar .

Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya. Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.

Jenis mahar

• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan

yang telah berkahwin sebelumnya

• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan,

atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.

d.  Adanya Wali.

Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu

4

kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”

1.Syarat wali

• Islam, bukan kafir dan murtad

• Lelaki dan bukannya perempuan

• Baligh

• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

• Bukan dalam ihram haji atau umrah

• Tidak fasik

• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya

• Merdeka

• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

Jenis-jenis wali

• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada

bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau

cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu

mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)

• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi

Wali

• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi

wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah

kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang

terdekat lagi.

• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah

atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan

tugas ini dengan sebab-sebab tertentu

e. Adanya Saksi-saksi.

 

1. Syarat-syarat saksi

• Sekurang-kurangya dua orang

• Islam

• Berakal

• Baligh

• Lelaki

• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul

• Boleh mendengar, melihat dan bercakap

• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan

dosa-dosa kecil)

• Merdeka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

a.        Kesimpulan

 

Nikah menjadi wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir terjerumus pada perbuatan zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu perzinaan (misalnya; pacaran, pent.). Maka, barangsiapa yang merasa mengkhawatirkan dirinya terjerumus pada perbuatan zina ini, maka ia wajib sekuat mungkin mengendalikan nafsunya. Manakala ia tidak mampu mengendalikan nafsunya, kecuali dengan jalan nikah, maka ia wajib melaksanakannya.

Barangsiapa yang belum mampu menikah, namun ia ingin sekali melangsungkan akad nikah, maka ia harus rajin mengerjakan puasa, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada kami, "Wahai para muda barangsiapa yang telah mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi kemaluan: dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa; karena sesungguhnya puasa sebagai tameng."

Kini jelas sudah mengapa kita sebagai seorang muslim dan muslimah dianjurkan untuk menikah oleh Allah SWT. Untuk itu bagi yang sudah merasa berkewajiban untuk menikah, janganlah merasa bingung dengan beban yang akan ditanggung setelah menikah nanti karena seperti yang telah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwasannya Allah akan memudahkan segala kesulitan hambaNya dan memberi kenikmatan arau rahmat yang lebih kepada hambaNya dengan jalan pernikahan.

 

b.        Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, namun kami berharap para pembaca sekalian bisa mengambil manfaat dari makalah ini. Dan untuk menyempurnakan makalah ini kami sangat mengharapkan koreksi yang bersifat membangun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

http://baetysk.blogspot.com/2011/05/bab-i-pendahuluan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam

http://gudangilmudanpeluangsukses.blogspot.com/2012/03/makalah-tentang-pernikahan.html

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar