Nikah
adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna. Karakteristik khusus dari Islam bahwa setiap ada
perintah yang harus dikerjakan umatnya pasti telah ditentukan syari’atnya (tata
cara dan petunjuk pelaksanaannya), dan hikmah yang dikandung dari perintah
tersebut. Maka tidak ada satu perintah pun dalam berbagai aspek kehidupan ini,
baik yang menyangkut ibadah secara khusus seperti perintah shalat, puasa, haji,
dan lain-lain. Maupun yang terkait dengan ibadah secara umum seperti perintah
mengeluarkan infaq, berbakti pada orang tua, berbuat baik kepada tetangga dan
lain-lain yang tidak memiliki syari’at, dan hikmahnya.
Begitu pula halnya
dengan menikah. Ia merupakan perintah Allah SWT untuk seluruh hamba-Nya tanpa
kecuali dan telah menjadi sunnah Rasul-Nya, maka sudah tentu ada syaria’atnya,
dan hikmahnya.
Untuk itu pada
kesempatan kali ini kami akan membahas mengapa seorang muslim dan muslimin
harus melaksanakan pernikahan di dalam hidupnya.
a. Apa pengertian dari kata nikah ?
b. Bagaimana hikmah dari nikah ?
c. Apa saja nikah yang diharamkan oleh agama ?
Pengertian Nikah secara
bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad. Secara syar’i : dihalalkannya seorang
lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll.
Hukum Nikah Para fuqaha
mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang berpulang kepada kondisi
pelakunya :
- Wajib,
bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam
zina
- Sunnah,
bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
- Mubah,
bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau
alasan yang mengharamkan menikah.
- Makruh,
bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan
isterinya.
- Haram,
bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan
isterinya.
a.
Tujuan Nikah ditinjau dari :
Tujuan Fisiologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1.
Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana
berteduh yang baik & nyaman.
2.
Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi
makan-minum-pakaian yang memadai.
3.
Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan
biologisnya.
b.
Tujuan Psikologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus
dapat menjadi :
1.
Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya
secara wajar & apa adanya.
2.
Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan
secara wajar dan nyaman.
3.
Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan
psikologis bagi perkembangan jiwanya.
4.
Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri
para anggota keluarga.
c.
Tujuan Sosiologis Yaitu bahwa sebuah keluarga harus
dapat menjadi :
1.
Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota
keluarga.
2.
Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi
positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial
yang lebih besar.
d.
Tujuan Da’wah Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat
menjadi :
1.
Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi sang da’i.
2.
Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari
pesona islam) bagi masyarakat muslim dan nonmuslim.
3.
Setiap anggota keluarga menjadi partisipan
aktif-kontributif dalam da’wah.
4.
Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari
kebatilan dan kemaksiatan
Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan
keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa
hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
a).Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
b).Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
c).Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl
: 72).
e.
Rasulullah berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang
menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.”
(HR. Baihaqi)
f.
Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi
moral.
g.
Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda :
“Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab
ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum
mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang
syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)
3.
Tata Cara Pernikahan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang
jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang
Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat
penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1.
Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat
dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh
sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami) : "Aku terima nikah/perkahwinanku
dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak
Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai
isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau
diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar
oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan
tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali
dengan keridhaannya. Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada
perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.
Jenis mahar
• Mahar
misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan
yang telah
berkahwin sebelumnya
• Mahar
muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan,
atau
ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang
dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang
paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu
4
kakeknya,
dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah
seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang
wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam
asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah
(dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan
saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
1.Syarat
wali
• Islam,
bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan
bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan
kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan
dalam ihram haji atau umrah
• Tidak
fasik
• Tidak
cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak
ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis
wali
• Wali
mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada
bapa)
mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau
cucu
perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu
mendapatkan
kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali
aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi
Wali
• Wali
ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi
wali, jika
ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah
kepada wali
ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang
terdekat
lagi.
• Wali
raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah
atau pihak
berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan
tugas ini
dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya
Saksi-saksi.
1. Syarat-syarat
saksi
•
Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami
kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar,
melihat dan bercakap
• Adil (Tidak
melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan
dosa-dosa
kecil)
• Merdeka
Nikah menjadi
wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir terjerumus pada perbuatan
zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang bisa mengantarkannya
kepada perzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu perzinaan (misalnya;
pacaran, pent.). Maka, barangsiapa yang merasa mengkhawatirkan dirinya
terjerumus pada perbuatan zina ini, maka ia wajib sekuat mungkin mengendalikan
nafsunya. Manakala ia tidak mampu mengendalikan nafsunya, kecuali dengan jalan
nikah, maka ia wajib melaksanakannya.
Barangsiapa yang
belum mampu menikah, namun ia ingin sekali melangsungkan akad nikah, maka ia
harus rajin mengerjakan puasa, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mas'ud
bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada kami, "Wahai para muda barangsiapa
yang telah mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, karena sesungguhnya
kawin itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi kemaluan: dan
barangsiapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa; karena
sesungguhnya puasa sebagai tameng."
Kini jelas sudah
mengapa kita sebagai seorang muslim dan muslimah dianjurkan untuk menikah oleh
Allah SWT. Untuk itu bagi yang sudah merasa berkewajiban untuk menikah,
janganlah merasa bingung dengan beban yang akan ditanggung setelah menikah
nanti karena seperti yang telah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya
bahwasannya Allah akan memudahkan segala kesulitan hambaNya dan memberi
kenikmatan arau rahmat yang lebih kepada hambaNya dengan jalan pernikahan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini jauh dari kata sempurna, namun kami berharap para pembaca sekalian
bisa mengambil manfaat dari makalah ini. Dan untuk menyempurnakan makalah ini
kami sangat mengharapkan koreksi yang bersifat membangun.
http://baetysk.blogspot.com/2011/05/bab-i-pendahuluan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam
http://gudangilmudanpeluangsukses.blogspot.com/2012/03/makalah-tentang-pernikahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar