BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam pada masa Rasulullah SAW apabila terdapat kekurangan paham
terhadap suatu hukum, para sahabat langsung menanyakan kepada Rasulullah SAW,
sehingga bisa cepat terselesaikan. Kemudian sepeninggal Rasulullah SAW, para
sahabat menggunakan pengalaman yang diperoleh dari perkataan, perbuatan dan
kebiasaan beliau ketika masih hidup. Ketika sampai pada masa tahap ini mereka
berpegang kepada Al-Qur’an, As Sunnah dan kepada perkataan sahabat. Seiring
perkembangan zaman persoalan semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu,
sementara tidak seluruhnya solusi permasalahan ditemukan dalam Al-Quran, As Sunnah
maupun perkataan sahabat. Sehingga dilakukan jalan ijtihad sendiri, termasuk
melakukan qiyas sebagai syara’ (hukum Islam). Sehingga seiring perkembangan
waktu pun banyak terjadi perbedaan madzhab. Perbedaan mazhab ini terjadi karena
cara pandang yang berbeda dan juga ilmu yang berbeda dari para mujtahid,
meskipun rujukannya tetap pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
mazhab dan taqlid?
2.
Bagaimana
sejarah lahirnya mazhab fiqih?
3.
Siapa saja
tokoh-tokoh mazhab fiqih?
4.
Apa saja kitab-kitab
fiqih induk?
5.
Apa contoh
perbedaan hukum fiqih dan bagaimana cara menyikapinya?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Megetahui
pengertian mazhab dan taqlid
2.
Mengetahui
sejarah lahirnya mazhab fiqih
3.
Mengetahui
tokoh-tokoh mazhab fiqih
4.
Mengetahui
kitab-kitab induk
5.
Mengetahui
contoh perbedaan hukum fiqih dan cara menyikapinya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mazhab dan Taqlid
Mazhab menurut bahasa merupakan
bentuk isim makan dari kata “ذَهَبَ”,
artinya jalan atau tempat yang dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli
fiqih, mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai. Pengertian mazhab
menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum
sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi, masalah yang bisa
menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori dzonni atau
prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti.[1]
Kata taklid
berasal dari bahasa Arab yakni kata kerja “قَلَّدَ”,
يُقَلِّدُ, “تَقْلِيْدًا”, artinya
meniru menurut seseorang dan sejenisnya.
Adapun taqlid
yang dimaksud dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah :
قَبُوْلُ قَوْلِ اْلقَائِلِ وَأَنْتَ لاَ
تَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ قَالَهُ .
“Menerima
perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan
perkataannya itu.”
B.
Lahirnya Mazhab Fiqih
Untuk
mempermudah mengetahui lahirnya mazhab fiqih, maka dibagi tiga periode besar,
yaitu.[2]
-
Periode Pertama
Periode
pertama yang termasuk periode ini ada dua masa, masa Rasulullah dan masa para
Sahabat.
Masa
Rasulullah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi. Masa ini
dibagi menjadi dua fase; fase Makkah ialah semenjak turun wahyu pertama sampai
beliau hijrah ke Madinah, selama rentang waktu 13 tahun; dan fase kedua ialah
fase Madinah ialah semenjak beliau tiba di Madinah sampai beliau wafat yang
lamanya 10 tahun.
Al-Qur’an
sebagai sumber syariat dan fiqih Islam yang pertama diturunkan pada fase makkah
kebanyakan menyinggung persoalan aqidah,
jadi dalam fase ini sedikit sekali ayat-ayat yang menyinggung masalah hukum,
hanya dalam bidang tertentu seperti shalat, puasa, dan zakat.
Kemudian
setelah tiba fase Madinah, Islam telah meluas, banyak bangsa-bangsa yang bukan
arab mulai memeluk agama Islam, masyarakat dan Negara Islam mulai terbentuk,
hajat pada peraturan-peraturan yang akan digunakan mengatur masyarakat dan
Negara yang baru lahir itu. Barulah turun ayat-ayat al-Qur’an yang bertalian
dengan hukum. Dasar hukum pada masa itu semuanya kembali pada wahyu, baik wahyu
yang berupa al-Qur’an maupun Sunnah, sedangkan perinciannya diterangkan oleh
Rasul.
-
Periode Kedua
Periode
kedua yaitu masa terbentuknya mazhab-mazhab dan pembukuannya. Periode ini
dimulai setelah berakhir periode pertama dan berakhir pada pertengahan abad
ke-4 hijriah. Pada akhir periode ini Negara Islam kian lama kian melemah. Hal
ini tentunya memberi pengaruh yang besar dalam perkembangan fiqih islam. Akibat
kekuasaan Negara makin lemah, penghormatan terhadap ilmu pengetahuan dan orang
berilmu makin berkurang, tidak jarang pula adanya tekanan terhadap orang yang
berilmu untuk mengeluarkan sesuatu pendapat menurut kemauan penguasa yang
akhirnya membawa pengaruh yang sangat buruk terhadap ilmu pengetahuan fiqih
Islam. Kemerdekaan berfikir makin berkurang yang membuat umatnya hanya menerima
yang ada (taklid).
Tetapi
disamping itu, sebagai permulaan periode ini ialah semakin berkembangnya
mazhab-mazhab dalam Islam, terutama 4 mazhab yang sangat terkenal, yang
tersebar luas ke seuruh penjuru Negara islam dan dianut oleh kebanyakan umat
Islam. Disamping itu pada awal periode ini Al-Qur’an dan As sunnah serta
pendapat para sahabat dan tabi’in serta ilmu pengetahuan lainnya yang sangat
berguna sudah dibukukan. Para
Imam mazhab berusaha menyebarluaskan tulisan yang ada dalam mazhab mereka.
-
Periode ketiga
Periode
ketiga ini terjadi pada masa berkembangnya taklid dan masa berkembangnya fiqih
Islam di abad modern ini. Periode ini dimulai pada pertengahan abad ke-4
hijriah dikala Negara Islam terpecah belah. Di Andalusia berdiri Negara Umayah,
di Afrika berdiri Negara Fathimiyyah, di Mesir berdiri Negara Ikhsyidiyah dan
periode ini berakhir sampai tibanya serangan bangsa Tartar ke kota Baghdad.
Perpindahan
dari periode II ke periode III tidak dnegan sekaligus tetapi secara
berangsur-angsur. Pada fase pertama adalah fase transisi karena masih dekat
dengan periode yang dahulunya sedang adat-istiadat belum banyak berubah. Maka
fukaha dalam fase ini hanya mengikuti jejak fukaha pada periode lampau. Hanya
ada satu yang menonjol dalam fase ini, suatu hal yang belum pernah terjadi pada
masa lampau ialah pengangkatan qadi-qadi hanya terbatas dalam satu mazhab saja.
Misalkan di Timur Tengah hanya terbatas pada orang-orang yang bermazhab hanafi,
sedang di Andalusia dan Afrika Utara terbatas kepada orang-orang yang bermazhab
Maliki.
Senada dengan perkembangan politik
yang makin memburuk, kekuasaan Negara kian melemah, sehingga pemerintahan
hamper tidak terkontrol. Karena itu tidak jarang jabatan-jabatan baik qadhi
maupun lainna dapat diperjual belikan, fatwa-fatwa keluar dari mulut orang yang
bukan ahlinya. Dalam kancah perpecahan dan kekacauan ini, timbullah inisiatif
para ulama untuk menjaga agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di
dalam agama dan untuk menjaga agar agama Islam tetap murni, sehingga keluarlah
kesepakatan ulama bahwa semenjak itu tidak mungkin lagi orang berjihad dan mereka
nyatakan pintu ijtihad tertutup.
C.
Tokoh-tokoh Mazhab Fiqih
·
Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin Zautha.
Dilahirkan pada tahun 80 H = 699 M. Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan
menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat pada tahun
150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan
sebutan : Abu Hanifah An Nu’man.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang
fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman dan banyak belajar pada
ulama-ulama Tabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab
Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari
Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari
para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah
digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama
Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tabi’it Tabi’in. Abu Hanifah
dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari beberapa sumber, yaitu : Al Qur’an, As
Sunnah, Qiyas, Istihsan, Ijma’ dan Urf.[3]
·
Mazhab Maliki
Pendiri
dari mazhab ini adalah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712
M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan
sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis
Rasulullah SAW.
Imam
Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah
Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan
Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi guru dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah
bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua
bidang fiqh dan hadits.
Dasar
Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, As Sunnah , Ijma’, Tradisi penduduk Madinah
(statusnya sama dengan sunnah menurut mereka), Qiyas, Fatwa Sahabat, Maslahah
al-Mursalah, ’Urf, Istihsan, Istishab, Sadd az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana.
·
Mazhab Syafi’i
Mazhab
ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan
Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Gaza tahun 150 H bersamaan dengan
tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama. Guru Imam
Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam
Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia tujuh tahun. Setelah beliau hafal Al
Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir, kemudian beliau mempelajari
hadits dan fiqh.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ;
berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim;
yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qaul
Jadid; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari
Irak.
Dasar-dasar mazhab Syafi’I adalah Qiyas, Istishab, Al Qur’an, Sunnah Mutawatir,
Ijma’, Khabar Ahad.
·
Mazhab Hambali
Pendiri
Mazhab Hambali ialah: Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili
Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H dan wafat tahun 241 H.
Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara
untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan
Basrah. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab
Musnadnya.
Dasar-dasar
Mazhab Hambali adalah Nash Al Qur-an atau nash hadits, Fatwa sebagian Sahabat,
Pendapat sebagian Sahabat, Hadits Mursal atau Hadits Dhoif, dan Qiyas.
D. Kitab-kitab
Fiqih Induk
·
Mazhab Hanafi
Tidak ditemukan
catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku
fiqih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya
berupaya untuk menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan.
Berbagai pendapat Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain
Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir.
Buku Zahir ar-Riwayah ini terdiri atas 6 (enam) bagian, yaitu:
-
Bagian pertama diberi nama al-Mabsut;
-
Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;
-
Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;
-
Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;
-
Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan
-
Bagian keenam az-Ziyadah.
Keenam bagian
ini ditemukan secara utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadi
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Maruzi (W. 344 H.). Kemudian pada abad ke-5
H. muncul Imam as-Sarakhsi yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul al-Mabsut.
Kitab Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam
Mazhab Hanafi.
·
Mazhab Maliki
Pemikiran fiqh dan usul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam
kitabnya al-Muwaththa’
yang disusunnya atas permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di
zaman Khalifah al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadits, tetapi
karena disusun dengan sistematika fiqh dan uraian di dalamnya juga mengandung
pemikiran fiqh Imam Malik dan metode istinbat-nya, maka buku ini juga disebut
oleh ulama hadits dan fiqh belakangan sebagai kitab fiqh. Berkat buku ini,
Mazhab Maliki dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai sekarang.
Al-Muwaththa bererti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau
‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa
merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam
Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap
dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan
sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal
dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dari 100.000 hadits
yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu,
hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan
dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk
mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Selama
waktu itu beliau menunjukkan kitabnya kepada 70 ahli fiqih Madinah.
·
Mazhab Syafi’i
Penyebarluasan
pemikiran Mazhab Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki. Diawali
melalui kitab usul fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm,
pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi ’i ini kemudian disebarluaskan dan
dikembangkan oleh para muridnya. Tiga orang murid Imam asy-Syafi ’i yang
terkemuka sebagai penyebar luas dan pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin
Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.), ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin
Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.), yang diakui oleh Imam asy-Syafi ’i sebagai
pendukung kuat mazhabnya; dan ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.) yang
besar jasanya dalam penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ’i tersebut.
Keistimewaan
Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan
peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya
dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.
·
Mazhab Hambali
Imam
Hambali menyusun kitabnya yang terkenal; al-Musnad dalam jangka waktu
sekitar 60 (enam puluh) tahun dan itu sudah dimulainya sejak tahun tahun 180
saat pertama kali beliau mencari hadits. Beliau juga menyusun kitab tentang
tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh, tentang tarikh, tentang yang muqaddam
dan muakhkhar dalam Alquran, tentang jawaban-jawaban dalam Alquran. Beliau juga
menyusun kitab al-manasik ash-shagir dan al-kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah(Bantahan
kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara ‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah.
E. Contoh-Contoh
Perbedaan Hukum Fiqih dan Cara Menghadapinya
Contoh
perbedaan hukum fiqih dalam tayammum adalah: Para imam mazhab sepakat bahwa
jika seseorang melihat air setelah shalat, maka ia tidak wajib menguangi
shalatnya, walaupun waktu shalat masih ada.[4]
Menurut
kesepakatan para imam mazhab, tayammum tidak dapat menghilangkan hadas. Dawud
berpendapat bahwa tayammum dapat menghilangkan hadas. Namun pendapat ini lemah
karena kalau dapat menghilangkan hadas, kenapa tayammum batal ketika diperoleh
air.
Imam
Syafi’i, Maliki, dan Hambali berpendapat tidak boleh
mengerjakan dua shalat fardhu dengan satu tayammum, baik bagi orang yang mukim
maupun musafir. Dengan demikian juga pendapat sejumlah sahabat Nabi SAW dan
tabi’in. sedangkan Hanafi berpendapat bahwa tayammum seperti wudhu.
Boleh mengerjakan beberapa shalat dengan satu tayammum hingga diperoleh air.
Demikian juga pendapat ats-Tsawri dan al-Hasan.
Sikap menghadapi perbedaan tersebut adalah
dengan mengikuti pendapat yang paling banyak disetujui oleh para imam/mujtahid,
yaitu pendapat Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, dapat disimpulkan bahwa
mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai. Sedangkan taqlid adalah menerima
perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan
perkataannya itu.
Orang yang pertama kali mengambil inisiatif dalam bidang ini adalah Malik
bin Anas yang mengumpulkan sunnah, pendapat para sahabat dan tabi’in, yang
dikumpulkan di dalam sebuah kitab yang dinamakan “muwatha”, yang menjadi
pegangan orang hijaz (Makkah dan Madinah).
Di masa ini dimulai gerakan pembukuan sunnah, fiqih dan berbagai cabang
ilmu pengetahuan lainnya. Di samping mencatat
pendapat juga ditambah dengan dalil pendapat baik Al-Quran maupun Sunnah atau
dari sumber lainnya.
Sebenarnya ada
banyak mazhab yang tersebar di seluruh dunia, tapi yang terkenal dan yang masih
bertahan hingga saat ini adalah:
a.
Mazhab Hanafi
b.
Mazhab Maliki
c.
Mazhab Syafi’i
d.
Mazhab Hambali
Para imam tersebut menulis kitab-kitab agar bisa digunakan sebagai
pedoman untuk umat Islam setalahnya. Seperti Imam Hanafi menulis kitab
Al-Mabsut, Imam Maliki menulis kitab al- muwatha’, Imam Syafi’I menulis kitab
Al-Um, dan Imam Hambali menulis kitab Al-Musnad.
Banyak persoalan dalam fiqih, para mujtahid mencoba untuk
menistinbatkan hukum Islam dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
As-sunnah. Banyak terjadi perbedaan pendapat, namun hal tersebut wajar terjadi
karena perbedaan cara pandang dan perbedaan ukuran ilmu. Cara menyikapinya
adalah dengan mengikuti pendapat yang paling banyak disetujui oleh para
mujtahid.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad,
al-‘allamah (2001). Fiqih Empat mazhab. Jeddah: Hasyimi Press.
Syukur,
Asywadie (1994). Perbandingan Mazhab. Surabaya: Bina Ilmu.
Haidir,
Abdullah (2004). Mazhab Fiqih: Bagaimana Menyikapinya. Riyadh: Khaleed
bin Al-Waleed Pub&Press.
http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html.
http://beritaislamimasakini.com/sejarah-dan-tokoh-4-mazhab-islam.html.
1 H.M
asywadie Syukur, Lc, “Perbandingan Mazhab”, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1994, hal 31
2 http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html
3 “Sejarah dan Tokoh 4 Mazhab Islam”, Berita Islam Masa Kini, diakses
dari http://beritaislamimasakini.com/sejarah-dan-tokoh-4-mazhab-islam.htm, pada tanggal
19 April 2015
[4] Haidir, Abdullah, Mazhab Fiqih: Bagaimana Menyikapinya,
Khaleed bin Al-Waleed Pub&Press Riyadh, 2004, hal 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar