Selasa, 29 Maret 2022

MAKALAH MAZHAB FIQIH

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Islam pada masa Rasulullah SAW apabila terdapat kekurangan paham terhadap suatu hukum, para sahabat langsung menanyakan kepada Rasulullah SAW, sehingga bisa cepat terselesaikan. Kemudian sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat menggunakan pengalaman yang diperoleh dari perkataan, perbuatan dan kebiasaan beliau ketika masih hidup. Ketika sampai pada masa tahap ini mereka berpegang kepada Al-Qur’an, As Sunnah dan kepada perkataan sahabat. Seiring perkembangan zaman persoalan semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu, sementara tidak seluruhnya solusi permasalahan ditemukan dalam Al-Quran, As Sunnah maupun perkataan sahabat. Sehingga dilakukan jalan ijtihad sendiri, termasuk melakukan qiyas sebagai syara’ (hukum Islam). Sehingga seiring perkembangan waktu pun banyak terjadi perbedaan madzhab. Perbedaan mazhab ini terjadi karena cara pandang yang berbeda dan juga ilmu yang berbeda dari para mujtahid, meskipun rujukannya tetap pada Al-Qur’an dan As-sunnah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian mazhab dan taqlid?

2.      Bagaimana sejarah lahirnya mazhab fiqih?

3.      Siapa saja tokoh-tokoh mazhab fiqih?

4.      Apa saja kitab-kitab fiqih induk?

5.      Apa contoh perbedaan hukum fiqih dan bagaimana cara menyikapinya?

 

C.    Tujuan penulisan

1.      Megetahui pengertian mazhab dan taqlid

2.      Mengetahui sejarah lahirnya mazhab fiqih

3.      Mengetahui tokoh-tokoh mazhab fiqih

4.      Mengetahui kitab-kitab induk

5.      Mengetahui contoh perbedaan hukum fiqih dan cara menyikapinya

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Mazhab dan Taqlid

Mazhab menurut bahasa merupakan bentuk isim makan dari kata ذَهَبَ, artinya jalan atau tempat yang dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih, mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai. Pengertian mazhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi, masalah yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti.[1]

Kata taklid berasal dari bahasa Arab yakni kata kerja قَلَّدَ”, يُقَلِّدُ, “تَقْلِيْدًا, artinya meniru menurut seseorang dan sejenisnya.

Adapun taqlid yang dimaksud dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah :

قَبُوْلُ قَوْلِ اْلقَائِلِ وَأَنْتَ لاَ تَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ قَالَهُ .

“Menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan perkataannya itu.”

 

B.     Lahirnya Mazhab Fiqih

 

Untuk mempermudah mengetahui lahirnya mazhab fiqih, maka dibagi tiga periode besar, yaitu.[2]

-          Periode Pertama

Periode pertama yang termasuk periode ini ada dua masa, masa Rasulullah dan masa para Sahabat.

Masa Rasulullah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi. Masa ini dibagi menjadi dua fase; fase Makkah ialah semenjak turun wahyu pertama sampai beliau hijrah ke Madinah, selama rentang waktu 13 tahun; dan fase kedua ialah fase Madinah ialah semenjak beliau tiba di Madinah sampai beliau wafat yang lamanya 10 tahun.

Al-Qur’an sebagai sumber syariat dan fiqih Islam yang pertama diturunkan pada fase makkah kebanyakan menyinggung persoalan  aqidah, jadi dalam fase ini sedikit sekali ayat-ayat yang menyinggung masalah hukum, hanya dalam bidang tertentu seperti shalat, puasa, dan zakat.

Kemudian setelah tiba fase Madinah, Islam telah meluas, banyak bangsa-bangsa yang bukan arab mulai memeluk agama Islam, masyarakat dan Negara Islam mulai terbentuk, hajat pada peraturan-peraturan yang akan digunakan mengatur masyarakat dan Negara yang baru lahir itu. Barulah turun ayat-ayat al-Qur’an yang bertalian dengan hukum. Dasar hukum pada masa itu semuanya kembali pada wahyu, baik wahyu yang berupa al-Qur’an maupun Sunnah, sedangkan perinciannya diterangkan oleh Rasul.

-          Periode Kedua

Periode kedua yaitu masa terbentuknya mazhab-mazhab dan pembukuannya. Periode ini dimulai setelah berakhir periode pertama dan berakhir pada pertengahan abad ke-4 hijriah. Pada akhir periode ini Negara Islam kian lama kian melemah. Hal ini tentunya memberi pengaruh yang besar dalam perkembangan fiqih islam. Akibat kekuasaan Negara makin lemah, penghormatan terhadap ilmu pengetahuan dan orang berilmu makin berkurang, tidak jarang pula adanya tekanan terhadap orang yang berilmu untuk mengeluarkan sesuatu pendapat menurut kemauan penguasa yang akhirnya membawa pengaruh yang sangat buruk terhadap ilmu pengetahuan fiqih Islam. Kemerdekaan berfikir makin berkurang yang membuat umatnya hanya menerima yang ada (taklid).

Tetapi disamping itu, sebagai permulaan periode ini ialah semakin berkembangnya mazhab-mazhab dalam Islam, terutama 4 mazhab yang sangat terkenal, yang tersebar luas ke seuruh penjuru Negara islam dan dianut oleh kebanyakan umat Islam. Disamping itu pada awal periode ini Al-Qur’an dan As sunnah serta pendapat para sahabat dan tabi’in serta ilmu pengetahuan lainnya yang sangat berguna sudah dibukukan. Para Imam mazhab berusaha menyebarluaskan tulisan yang ada dalam mazhab mereka.

-          Periode ketiga

Periode ketiga ini terjadi pada masa berkembangnya taklid dan masa berkembangnya fiqih Islam di abad modern ini. Periode ini dimulai pada pertengahan abad ke-4 hijriah dikala Negara Islam terpecah belah. Di Andalusia berdiri Negara Umayah, di Afrika berdiri Negara Fathimiyyah, di Mesir berdiri Negara Ikhsyidiyah dan periode ini berakhir sampai tibanya serangan bangsa Tartar ke kota Baghdad.

Perpindahan dari periode II ke periode III tidak dnegan sekaligus tetapi secara berangsur-angsur. Pada fase pertama adalah fase transisi karena masih dekat dengan periode yang dahulunya sedang adat-istiadat belum banyak berubah. Maka fukaha dalam fase ini hanya mengikuti jejak fukaha pada periode lampau. Hanya ada satu yang menonjol dalam fase ini, suatu hal yang belum pernah terjadi pada masa lampau ialah pengangkatan qadi-qadi hanya terbatas dalam satu mazhab saja. Misalkan di Timur Tengah hanya terbatas pada orang-orang yang bermazhab hanafi, sedang di Andalusia dan Afrika Utara terbatas kepada orang-orang yang bermazhab Maliki.

            Senada dengan perkembangan politik yang makin memburuk, kekuasaan Negara kian melemah, sehingga pemerintahan hamper tidak terkontrol. Karena itu tidak jarang jabatan-jabatan baik qadhi maupun lainna dapat diperjual belikan, fatwa-fatwa keluar dari mulut orang yang bukan ahlinya. Dalam kancah perpecahan dan kekacauan ini, timbullah inisiatif para ulama untuk menjaga agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di dalam agama dan untuk menjaga agar agama Islam tetap murni, sehingga keluarlah kesepakatan ulama bahwa semenjak itu tidak mungkin lagi orang berjihad dan mereka nyatakan pintu ijtihad tertutup.

 

C.    Tokoh-tokoh Mazhab Fiqih

 

·         Mazhab Hanafi

 

Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada tahun 80 H = 699 M. Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An Nu’man.

Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman dan banyak belajar pada ulama-ulama Tabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar. Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tabi’it Tabi’in. Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari beberapa sumber, yaitu : Al Qur’an, As Sunnah, Qiyas, Istihsan, Ijma’ dan Urf.[3]

 

·         Mazhab Maliki

Pendiri dari mazhab ini adalah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.

Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi guru dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.

Dasar Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, As Sunnah , Ijma’, Tradisi penduduk Madinah (statusnya sama dengan sunnah menurut mereka), Qiyas, Fatwa Sahabat, Maslahah al-Mursalah, ’Urf, Istihsan, Istishab, Sadd az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana.

 

·         Mazhab Syafi’i

Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Gaza tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama. Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia tujuh tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir, kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.

Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qaul Jadid; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.

Dasar-dasar mazhab Syafi’I adalah Qiyas, Istishab, Al Qur’an, Sunnah Mutawatir, Ijma’, Khabar Ahad.

·         Mazhab Hambali

Pendiri Mazhab Hambali ialah: Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain: Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrah. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.

Dasar-dasar Mazhab Hambali adalah Nash Al Qur-an atau nash hadits, Fatwa sebagian Sahabat, Pendapat sebagian Sahabat, Hadits Mursal atau Hadits Dhoif, dan Qiyas.

 

D.    Kitab-kitab Fiqih Induk

·         Mazhab Hanafi

Tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai pendapat Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir. Buku Zahir ar-Riwayah ini terdiri atas 6 (enam) bagian, yaitu:

-          Bagian pertama diberi nama al-Mabsut;

-          Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;

-          Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;

-          Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;

-          Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan

-          Bagian keenam az-Ziyadah.

Keenam bagian ini ditemukan secara utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadi Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Maruzi (W. 344 H.). Kemudian pada abad ke-5 H. muncul Imam as-Sarakhsi yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul al-Mabsut. Kitab Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab Hanafi.

·         Mazhab Maliki

Pemikiran fiqh dan usul fiqh Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’ yang disusunnya atas permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadits, tetapi karena disusun dengan sistematika fiqh dan uraian di dalamnya juga mengandung pemikiran fiqh Imam Malik dan metode istinbat-nya, maka buku ini juga disebut oleh ulama hadits dan fiqh belakangan sebagai kitab fiqh. Berkat buku ini, Mazhab Maliki dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai sekarang.

Al-Muwaththa bererti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Selama waktu itu beliau menunjukkan kitabnya kepada 70 ahli fiqih Madinah.

·         Mazhab Syafi’i

Penyebarluasan pemikiran Mazhab Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki. Diawali melalui kitab usul fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm, pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi ’i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Tiga orang murid Imam asy-Syafi ’i yang terkemuka sebagai penyebar luas dan pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.), ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.), yang diakui oleh Imam asy-Syafi ’i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.) yang besar jasanya dalam penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ’i tersebut.

Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.

 

·         Mazhab Hambali

Imam Hambali menyusun kitabnya yang terkenal; al-Musnad dalam jangka waktu sekitar 60 (enam puluh) tahun dan itu sudah dimulainya sejak tahun tahun 180 saat pertama kali beliau mencari hadits. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh, tentang tarikh, tentang yang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran, tentang jawaban-jawaban dalam Alquran. Beliau juga menyusun kitab al-manasik ash-shagir dan al-kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah(Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara ‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-SittahFadha’il ash-Shahabah.

 

E.     Contoh-Contoh Perbedaan Hukum Fiqih dan Cara Menghadapinya

Contoh perbedaan hukum fiqih dalam tayammum adalah: Para imam mazhab sepakat bahwa jika seseorang melihat air setelah shalat, maka ia tidak wajib menguangi shalatnya, walaupun waktu shalat masih ada.[4]

Menurut kesepakatan para imam mazhab, tayammum tidak dapat menghilangkan hadas. Dawud berpendapat bahwa tayammum dapat menghilangkan hadas. Namun pendapat ini lemah karena kalau dapat menghilangkan hadas, kenapa tayammum batal ketika diperoleh air.

Imam Syafi’i, Maliki, dan Hambali berpendapat tidak boleh mengerjakan dua shalat fardhu dengan satu tayammum, baik bagi orang yang mukim maupun musafir. Dengan demikian juga pendapat sejumlah sahabat Nabi SAW dan tabi’in. sedangkan Hanafi berpendapat bahwa tayammum seperti wudhu. Boleh mengerjakan beberapa shalat dengan satu tayammum hingga diperoleh air. Demikian juga pendapat ats-Tsawri dan al-Hasan.

Sikap menghadapi perbedaan tersebut adalah dengan mengikuti pendapat yang paling banyak disetujui oleh para imam/mujtahid, yaitu pendapat Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, dapat disimpulkan bahwa mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai. Sedangkan taqlid adalah menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan perkataannya itu.

Orang yang pertama kali mengambil inisiatif dalam bidang ini adalah Malik bin Anas yang mengumpulkan sunnah, pendapat para sahabat dan tabi’in, yang dikumpulkan di dalam sebuah kitab yang dinamakan “muwatha”, yang menjadi pegangan orang hijaz (Makkah dan Madinah). Di masa ini dimulai gerakan pembukuan sunnah, fiqih dan berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya. Di samping mencatat pendapat juga ditambah dengan dalil pendapat baik Al-Quran maupun Sunnah atau dari sumber lainnya.

Sebenarnya ada banyak mazhab yang tersebar di seluruh dunia, tapi yang terkenal dan yang masih bertahan hingga saat ini adalah:

a.       Mazhab Hanafi

b.      Mazhab Maliki

c.       Mazhab Syafi’i

d.      Mazhab Hambali

Para imam tersebut menulis kitab-kitab agar bisa digunakan sebagai pedoman untuk umat Islam setalahnya. Seperti Imam Hanafi menulis kitab Al-Mabsut, Imam Maliki menulis kitab al- muwatha’, Imam Syafi’I menulis kitab Al-Um, dan Imam Hambali menulis kitab Al-Musnad.

Banyak persoalan dalam fiqih, para mujtahid mencoba untuk menistinbatkan hukum Islam dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Banyak terjadi perbedaan pendapat, namun hal tersebut wajar terjadi karena perbedaan cara pandang dan perbedaan ukuran ilmu. Cara menyikapinya adalah dengan mengikuti pendapat yang paling banyak disetujui oleh para mujtahid.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muhammad, al-‘allamah (2001). Fiqih Empat mazhab. Jeddah: Hasyimi Press.

Syukur, Asywadie (1994). Perbandingan Mazhab. Surabaya:  Bina Ilmu.

Haidir, Abdullah (2004). Mazhab Fiqih: Bagaimana Menyikapinya. Riyadh: Khaleed bin Al-Waleed Pub&Press.

http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html.

http://beritaislamimasakini.com/sejarah-dan-tokoh-4-mazhab-islam.html.



1 H.M asywadie Syukur, Lc, “Perbandingan Mazhab”, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1994, hal 31

2 http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html

 

3 “Sejarah dan Tokoh 4 Mazhab Islam”, Berita Islam Masa Kini, diakses dari http://beritaislamimasakini.com/sejarah-dan-tokoh-4-mazhab-islam.htm, pada tanggal 19 April 2015

[4]  Haidir, Abdullah, Mazhab Fiqih: Bagaimana Menyikapinya, Khaleed bin Al-Waleed Pub&Press Riyadh, 2004, hal 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar