Selasa, 29 Maret 2022

Makalah Kaidah Fiqhiyah

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah alinea kitab al-Madkhal al-Fiqhi, karya Dr. Musthafa az-Zarqa` (w. 1375 H) menulis: “seandainya kaidah fiqih tidak ada, maka hukum-hukum fiqih akan tetap menjadi cecaran-cecaran hukum yang secara lahir saling bertentangan satu sama lain.”

            Mustafa az-Zarqa benar, sebab apabila kita terus-menerus berkutat mempelajari hukum-hukum fiqih secara parsial (sepotong-sepotong), maka kita akan merasakan adanya kontradiksi antara satu hukum dengan hukum lainnya. Kita sering dibuat bingung saat mempelajari persoalan-persoalan hukum yang karakternya sama tetapi ketentuan hukumnya berbeda.

            Salah satu solusi untuk mengurai benang kusut itu adalah dengan mengetahui substansi dan esensi hukum-hukum syari’at. Jadi, selain kita mempelajari hukum-hukum yang sudah jadi, kita juga dituntut untuk menguasai pangkal persoalan atau substanti hukumnya. Caranya adalah degan mempelajari kaidah fiqih, baik kaidah ushuliyah maupun kaidah fiqhiyyah. Dengan kedua kaidah tersebut nilai-nilai esensial syari’at terurai dengan sangat lugas, logis, tuntas, dan rasional.[1]

 

1.2 Rumusan Masalah

1)      Apa Pengertian kaidah-kaidah fiqhiyah?

2)      Apa saja macam-macam kaidah fiqhiyah?

3)      Apa perbedaan antara kaidah fiqhiyah dan kaidah ushuliyah?

 

 

1.3 Tujuan Pembahasan

1)      Mengetahui dan memahami pengertian kaidah fiqhiyah.

2)      Mengetahui dan memahami macam-macam kaidah fiqhiyah.

3)      Mengetahui dan memahami perbedaan kaidah fiqhiyah dan kaidah ushuliyah.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kaidah Fiqhiyah

Kata Qai’dah fiqhiyah terdiri dari dua kata yakni qa’idah dan fiqhiyyah. Qa’idah kata mufrad yang jama’nya qawa’id menurut bahasa berarti dasar atau asas. Dan kata fiqhiyyah berasal dari kata fiqh, yang berarti faham, yang menurut istilah berarti kumpulan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf, yang dikeluarkan dari dalil-dalil yang terperinci.

            Pengertian Qa’idah fiqhiyyah menurut Dr. Musthafa Ahmad az-Zarqa ialah:

اُصُوْلٌ فِقْهِيَّةٌ كُلِّيَّةٌ فىِ نُصُوْصٍ مُوْجِزَةٍ دُسْتُوْرِيَّةٍ تَضْمَنُ أَحْكَامًا تَشْرِيْعِيَّةً عَامَّةً فِى الْحَوَادِثِ الَّتِى تَذْخُلُ تَحْتَ مَوْضُوْعِهَا

“Dasar-dasar yang bertalian dengan hukum syara’ yang bersifat mencangkup (sebagian besar bagian-bagiannya) dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang ringkas (singkat padat) yang mengandung penetapan hukum-hukum yang umum pada pristiwa-pristiwa yang dapat dimasukkan pada permasalahannya.”

            Menurut Prof. Hasbi Ash-Shiddieqy, qa’idah fiqhiyyah itu ialah:

“qa’idah-qa’idah yang bersifat kully dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan hukum (maqashidusy syar’i) pada mukalaf serta dari memahami rahasia tasyri’ dan hikmah-hikmahnya.”[2]

 

2.2 Macam-macam Kaidah Fiqhiyah

Kaidah fiqhiyyah dibagi menjadi 3 macam yaitu:

·         Lima kaidah dasar yang mempunyai skala cakupan menyeluruh, lima kaidah ini memiliki ruang lingkup Furi’iyyah yang sangat luas, komprehensif, dan universal, sehingga hampir menyentuh semua elemen hukum fiqih.

·         Kaidah-kaidah yang mempunyai cangkupan furu’ cukup banyak, tetapi tak seluas yang pertama, kaidah ini biasa disebut sebagai al-qawa’id al-aghlabiyah.

·         Kaidah yang mempunyai cangkupan terbatas (al-qawa’id al-qaliliyah) bahkan cenderung sangat sedikit.[3]

 

2.3 Perbedaan Kaidah Fiqhiyah dan Kaidah Ushuliyah

Perbedaan antara keduanya adalah sebagi berikut:

o   Kaidah ushul pada hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah para mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah amaliah. Kaidah ini menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih adalah suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah yang mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa kaidah fiqih adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan) hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul). Misalnya, kaidah ushul “al-aslu fil amri lil wujub” bahwa asal dalam perintah menunjukan wajib. Kaidah ini tidaklah mengandung suatu hukum syar’i. Tetapi dari kaidah ini kita bisa mengambil hukum, bahwa setiap dalil (baik Qur’an maupun Hadits) yang bermakna perintah menunjukan wajib. Berbeda dengan kaidah fiqih “al-dharar yuzal” bahwa kemudharatan mesti dihilangkan. Dalam kaidah ini mengandung hukum syar’i, bahwa kemudharatan wajib dihilangkan.

 

o   Kaidah ushul dalam teksnya tidak mengandung asrarus syar’i (rahasia-rahasia syar’i) tidak pula mengandung hikmah syar’i. Sedangkan kaidah fiqih dari teksnya terkandung kedua hal tersebut.

 

o   Kaidah ushul kaidah yang menyeluruh (kaidah kulliyah) dan mencakup seluruh furu’ di bawahnya. Sehingga istitsna’iyyah (pengecualian) hanya ada sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. Berbeda dengan kaidah fiqih yang banyak terdapat istitsna’iyyah, karena itu kaidahnya kaidah aghlabiyyah (kaidah umum).

 

o   Perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqih pun bisa dilihat dari maudhu’nya (objek). Jika Kaidah ushul maudhu’nya dalil-dalil sam’iyyah. Sedangkan kaidah fiqih maudhu’nya perbuatan mukallaf, baik itu pekerjaan atau perkataan. Seperti sholat, zakat dan lain-lain.

 

o   Kaidah-kaidah ushul jauh lebih sedikit dari kaidah-kaidah fiqh.

 

o   Kaidah-kaidah ushul lebih kuat dari kaidah-kaidah fiqh. Seluruh ulama sepakat bahwa kaidah-kaidah ushul adalah hujjah dan mayoritas dibangun diatas dalil yang qot’i. Adapun kaidah-kaidah fiqh ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa kaidah-kaidah fiqh bukan hujjah secara mutlaq, sebagian mengatakan hujjah bagi mujtahid ‘alim dan bukan hujjah bagi selainnya, sebagian yang lain mengatakan bahwa kaidah-kaidah tersebut hujjah secara mutlak.

 

o   Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah fiqh.

 

o   Kaidah Ushuliyah diperoleh secara deduktif, sedangkan fiqhiyah secara induktif. Kaidah ushuliyah merupakan mediator untuk meng-istinbath-kan hukum syara’ amaliyah, sedangkan kaidah fiqhiyah adalah kumpulan hukum-hukum yang serupa diikat oleh kesamaan ‘illat atau kaidah fiqhiyah yang mencakupnya dan tujuannya taqribu al-masa’il –alfiqhiyawa tashiliha.[4]

 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Qawaidul fiqhiyah adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu.

Qawaid ushuliyah adalah hukum kulliyah (umum) yang dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil.

            Dengan berpegang kepada kaidah-kaidah fiqhiyah, para mujtahid merasa lebih mudah dalam menginstinbathkan hukum bagi suatu masalah, yakni dengan menggolongkan masalah yang serupa di bawah lingkup satu kaidah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Haq, Abdul dkk, “Formulasi Nalar Fiqih”, Surabaya: Santri Salaf, 2009.

Kurdi, Muliadi, Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, cet.1, Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Banda Aceh: 2011.

Mu’in, A. dkk, “Ushul Fiqih 1”, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Abdul haq, dkk, “Formulasi Nalar Fiqih”, Surabaya: Santri Salaf, 2009, hal,3.

[2] A. Mu’in, dkk, “Ushul Fiqih 1”, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986, hal, 181.

[3] Abdul haq, dkk, “Formulasi Nalar Fiqih”, Surabaya: Santri Salaf, 2009, hal,82.

[4] Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, cet.1, Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Banda Aceh: 2011, hal. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar