PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan, seorang manusia pasti akan mengalami
sebuah musibah atau sebuah masalah yang mana masalah tersebut akan menimbulkan
sebuah kerugian atau risiko. Nah dalam hal ini ada yang namanya asuransi, yang
berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi hal tersebut. Sebagai orang muslim disini kami akan
membahas mengenai akuntansi transaksi Asuransi yag Syariah tentunya. Sehingga
dengan adanya pembahasan ini maka kita akan tahu dan paham mengenai akuntansi
Asuransi. Akuntansi Asuransi yang akan kami bahas disini adalah yang digunakan
di lembaga keuangan syariah. Dalam akuntasi asuransi syariah ada beberapa
prinsip yang ada didalamnya yang harus diterpakan meliputi : saling bertanggung
jawab, saling bekerjasama, saling melindungi. Dan akuntnasi asuransi syariah
dan konvensional mempunyai perbedaan. Dan dengan ini kami akan mempersembahkan
sebuah makalah yang akan memaparkan hal-hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah:
Berdasarkan
Latar belakang diatas adapaun Rumusan Masalah:
a. Apa
Pengertian Asuransi Syariah?
b. Bagaimana
Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah?
c. Apa Manfaat
dan Tujuan Sistem Asuransi Syariah?
d. Bagaiman Sistem-Sistem Asuransi Syariah?
e. Bagaimanan Produk-produk Asuransi Syariah (Takaful Keluarga)
f. Bagaimana Sistem
Pengelolaan dana asuransi syariah ?
g. Apa Perbedaan Sistem Akuntansi Asuransi
Syariah dan Asuransi Konvensional ?
h. Bagaimana Implementasi Akuntansi Islam pada
Asuransi Syariah?
1.3 Tujuan penulisan:
a.
Untuk mengetahui konsep-konsep akuntansi
asuransi syariah
b.
Untuk mengetahui perbedaan akuntansi asuransi
syariah dan asuransi konvensional
c.
Untuk mengetahui implementasi akuntansi islam
pada asuransi syariah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Menurut Syariah
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut
at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman
lahu atau musta’min. At-ta’min memiliki
arti member perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
Men-ta’min-kan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang
cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana
yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap harta yang hilang,
dikatakan ‘seseorang mempertanggungkan atau mengasurasnsikan hidupnya, rumahnya
atau mobilnya’.
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi
kebutuhan mendasar, yaitu al-kifayah ‘kecukupan’ dan al-amnu ‘keamanan’.
Sebagaimana firma Allah swt, “Dialaha Allah yang mengamankan mereka dari
ketakutan’’, sehingga sebagaian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar
merupakan bentuk keamanan. Mereka menyebutnya dengan al-amnu al-qidza i aman
konsumnsi. Dari prinsip tersebut, Islam mengarahkan kepada umatnya untuk
mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri dimasa mendatang maupun untuk keluarganya sebagai nasihat Raul kepada Sa’ad bin
Abi Waqqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja. Selebihnya ditinggalkan
untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban masyarakat. Asuransi
merupakan bisnis yang unik, yang didalamnya terdapat lima aspek yaitu aspek
ekonomi, hokum, social, bisnis, dan aspek matematika.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful
atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah
yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Menurut Husain Hamid Hisan,
mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan system
yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap
mengantisipasi suatu peristiawa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa
tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut
dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta.
Dengan pemberian (derma) tersebut, mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang
dialami oleh peserta yang tertimpa
musibah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesi (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah,
memberikan definisi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah (Ta’min,
Tafakul, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Dari definisi di tersebut tampak bahwa asuransi
syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan
ta’awun. Yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling tolong menolong atas
dasar ukhuwal Islamiyah antara sesame anggota perserta Asuransi Syariah dalam
menghadapi malapetaka (risiko).
2.2 Landasan Hukum Asuransi Syariah
Hukum-hukum muamalah adalah bersifat
terbuka artinya Allah SWT dalam Al-Quran hanya memberikan aturan yang bersifat
garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi mujahit untuk
mengembangkan melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an
dan hadist . Al-Qur’an maupun hadist
tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan
berarti bahwa asuransi hukumnya adalah haram karena ternyata dalam hokum Islam
memuat substansi perasuransian secara
Islami. Hakikat asuransi secara Islami
adalah saling bertanggung jawab, saling bekerjasama, saling tolong menolong,
dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi
diperbolehkan secara syaria’h, karena prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada
setiap sesuatu yang berakibat kerataan jalinan sesama manusia dan kepada
sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah Taala dalam
Al-Quran surah al-Maidah ayat 2 yang artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Allah SWT memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk senantiasa melakukan persiapan untuk menghadapi hari esok.
Allah berfirman dalam surat al Hasyr ayat 18: Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan [al Hasyr: 18] . Ayat
ini dikaitkan oleh sebagian umat Islam dengan aktivitas menabung atau
berasuransi. Menabung adalah upaya mengumpulkan dana untuk kepentingan mendesak
atau kepentingan yang lebih besar di masa depan, sedangkan asuransi adalah
upaya berjaga-jaga jika suatu musibah datang menimpa, di mana hal ini
membutuhkan perencanaan dan kecermatan.
Dari segi hokum positif, hingga saat
ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi
syariah di Indonesia karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan
prinsip syariah. Dengan kata lain, UU No. 2 Tahun 1992, tidak dapat dijadikan
landasan hokum yang kuat bagi asuransi syariah. Adapun peraturan
perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi
syariah yaitu :
a) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang perizinan Usaha dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
b) Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi.
c) Keputusan Direktur Jendral Lemabga
Keuangan Nomor Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system Syariah.
2.3 Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi
syaraiah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu
sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Para pakar
ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi tafakul
ditegakan atas tiga prinsip utama, yaitu :
a. Saling bekerja sama atau
Bantu-membantu.
Seorang muslim bagian dari sistem kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut mampu merasakan dan
memikirkan saudaranya yang akan
menimbulkan sikap saling membutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam
mengerjakan)kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong,menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran.”(QS.Al Maidah[5];2)
b. Saling melindungi dari berbagai
kesusahan dan penderitaan satu sama lain.
Hubungan sesama muslim ibarat suatu badan yang apabila
satu anggota badan terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut
merasakan. Maka saling membantu dan
tolong-menolong menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan
masyarakat.
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah
kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka,
janganlah kamu menghardiknya”’.(Adh.Duiha [93]9-10)
c. Sesama muslim saling bertanggungjawab
Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi
tanggung jawab sesama muslim. Sebagaimana dalam firman Allah swt surat Ali
Imran93) ayat 103.
“Dan peganglah kamu kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepamu ketika dahulu (masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan,
maka, Allah merpersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah
orang-orang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
2.4
Manfaat
Asuransi
Menurut Soemitra (255: 2010),
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara
lain sebagai berikut:
1) Rasa aman dan perlindungan.
2) Pendistribusian biaya dan manfaat
yang lebih adil.
3) Berfungsi sebagai tabungan.
4) Alat penyebaran risiko. Dalam
asuransi syariah risiko dibagi bersama para peserta sebagai bentuk saling
tolong menolong dan membantu diantara mereka.
5)
Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi
sesuai dengan syariah atas suatu bidang usaha tertentu.
2.5 Tujuan Akuntansi Asuransi Keuangan Syariah
Akuntansi keuangan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring
dengan tingkat kebutuhan perusahaan untuk menetapkan hak dan kewajiban
keuangan, hasil operasi dan untuk memberikan imformasi mengenai posisi keuangan
pada waktu tertentu.
Suatu transaksi dikatakan sesuai dengan prinsip
syariah apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
·
Transaksin tidak mengandung unsur kezaliman
·
Transaksi tidak mengandung unsur riba
·
Transaksi tidak mengandung unsur judi
·
Transaksi tidak mengandung unsur penipuan
·
Transaksi tidak mengandung material yang diharamkan
·
Transaksi tkidak membahayakan pihak sendiri atau pihak
lain
Adapun tujuan dari Akuntansi Keuangan Syariah baik
pada asuransi syariah maupun pada lembaga keuangan syariah lainnya adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan hak dan kewajiban pihak
terkait termasuk hak dengan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum
selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah yang
berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan dan
kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam.
b. Menyediakan informasi keuangan yang
bermanfaat bagi pemakai laporan untuk mengambil keputusan.
c. Meningkatkan kepatuhan terhadap
prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2.6
Sistem-Sistem
Asuransi
Menurut
Syahatah (2006: 4) Sistem asuransi yang paling banyak berkembang dan beredar
dewasa ini antara lain sebagai berikut:
1)
Perusahaan
jasa asuransi niaga
Asuransi niaga terkait erat
dengan bahaya-bahaya atau risiko-risiko yang muncul akibat menjalankan
aktivitas perdagangan, terutama angkutan barang dan sejenisnya dari satu tempat
ke tempat lain, meliputi: Asuransi laut, asuransi darat, Asuransi udara.
2)
Sistem
asuransi jiwa
Asuransi ini berkaitan dengan
marabahaya dan risiko yang dapat menimpa seseorang, seperti luka-luka akibat
kecelakaan, sakit, meninggal, atau pension. Dan diantara model asuransi jiwa
yang paling penting adalah sebagai berikut:
·
Asuransi
hidup
·
Asuransi
Kecelakaan
·
Asuransi
Sosial
·
Asuransi
Sakit
3)
Sistem
asuransi dari marabahaya yang menimpa harta benda
Model asuransi ini yang paling
populer antara lain sebagai berikut.
·
Asuransi
dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/ pemusnahan.
·
Jaminan
asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan, dan kecelakaan kerja.
·
Jaminan
asuransi dari kemacetan pembayaran.
4)
Sistem
asuransi investasi
Asuransi ini berlandaskan pada
sistem pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama sejumlah orang atau
perusahaaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan kepada pihak yang
mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan pada mereka ketika telah
mencapai jangka waktu tertentu. Dengan demikian, ini menggabungkan antara
sistem investasi dan asuransi.
2.7
Produk-produk
Asuransi Syariah (Takaful Keluarga)
Asuransi syari‟ah yang sebenarnya terjadi adalah saling
bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi para peserta sendiri.
Perusahaan asuransi takaful diberi kepercayaan (amanah) oleh para
peserta untuk mengelola premi para peserta, mengembangkan dengan jalan halal,
memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian
Muhammad dalam Hilaliyah (2008:41).
Takaful keluarga sendiri adalah bentuk takaful yang
memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas
diri peserta takaful dalam musibah kematian yang akan menerima santunan
sesuai perjanjian adalah keluarga/ahli warisnya, atau orang yang ditunjuk,
dalam hal tidak ada ahli waris. Dalam musibah kecelakaan yang tidak
mengakibatkan kematian, santunan akan diterima oleh peserta yang mengalami
musibah. Menurut Muhammad dalam Hilaliyah (2008:42), Jenis takaful keluarga
meliputi:
1.
Produk takaful individu
dengan unsur tabungan, meliputi:
a.
Takaful berencana/dana investasi
b.Takaful dana haji
c.
Takaful pendidikan/dana siswa
d.
Takaful dana jabatan
e. Takaful hasanah
2.
Produk takaful individu
tanpa unsur tabungan, meliputi:
a.
Takaful kesehatan individu
b.
Takaful kecelakaan diri individu
c.
Takaful Al-Khairat individu
3.
Produk takaful
kumpulan
a.
Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b.
Takaful Majelis ta‟lim
c.
Takaful Al-Khairat
d.
Takaful Al-Khairat+Tabungan Haji (Takaful Iuran Haji)
e.
Takaful Pembiayaan
f.
Takaful Kecelakaan Siswa
g.
Takaful Wisata dan Perjalanan
h.
Takaful Medicare
i.
Takaful perjalanan haji dan umrah
2.8 Sistem Pengelolaan Dana Asuransi
Syariah
Informasi tentang pengelolaan dana asuransi syariah ini juga diberikan
oleh perusahaan asuransi pertama yang memperkenalkan asuransi syariah
sebagai sejarah terbentuknya asuransi syariah di dunia. Dalam hal keuntungan
yang di dapat oleh perusahaan asuransi atas pengembangan dana
asuransi syariah dari setiap nasabah asuransi syariah ini di bagi secara merata
dan seimbang. Ini sesuai dengan prinsip asuransi syariah “mudharabah” atau
biasa disebuat dengan prinsip bagi hasil. Dan besarnya pembagian hasil dari
keuntungan tersebut, ini tergantung pada kesepakatan antara peserta
asuransi syariah di mana nasabah asuransi syariah ini menjadi pemilik
modal dengan perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai media untuk
mengembangakan dan menjalankan modal tersebut pada saat akad perjanjian
dilaksanakan. Dalam pengelolaan dana asuransi syariah dari para nasabah,
perusahaan asuransi dalam hal ini asuransi syariah mempunyai mekanisme atau
cara kerja yang terbagi menjadi 2 cara dalam mengelola dana asuransi syariah,
adalah sebagai berikut :
a.
Sistem pengelolaan dana yang
mengandung unsur tabungan
Menjadi nasabah asuransi, baik produk asuransi konvensional maupun
asuransi syariah yang berbasiskan Islam sebagai landasan hukum semua nasabah
asuransi harus memberikan atau membayar iuran yang jumlah telah
ditentukan kepada perusahaan asuransi secara rutin. Atau dalam dunia asuransi,
iuran tersebut disebut dengan premi asuransi. Tetapi khusus untuk
asuransi syariah ini, besar premi asuransi yang akan dibayarkan itu sesuai
dengan kemampuan para masing-masing nasabah asuransi dan sesuai dengan
kesepakatan pada saat akad perjanjian dilakukan.
Untuk pembayaran iuran atau premi asuransi syariah, para
nasabah bisa memilih cara pembayarannya baik dengan transfer atau bayar
langsung. Dan waktu pembayaran premi asuransi ini juga bisa di pilih langsung
oleh setiap nasabah asuransi, bisa dengan melakukan pembayaran setiap bulan, 3
bulan sekali, per 6 bulan, bahkan sampai 1 tahun sekali pembayarannya. Untuk
setiap dana premi asuransi syariah yang dikeluarkan oleh tiap nasabah asuransi
syariah yang berhubungan dengan tabungan, ini akan langsung dipisahkan oleh
perusahaan asuransi ke dalam dua rekening yang berbeda.
Rekening Tabungan, yaitu kumpulan premi dana asuransi syariah dari
setiap peserta asuransi syariah yang merupakan milik peserta sekaligus sebagai
simpanan. Dana premi asuransi tersebut secara otomatis menjadi hak dari nasabah
asuransi syariah dan akan dikembalikan bila :
·
Perjanjian asuransi syariah ini telah berakhir
·
Nasabah asuransi syariah tersebut mengundurkan diri
·
Nasabah asuransi syariah tersebut meninggal dunia. Dan dana asuransi
syariah tersebut diberikan kepada ahli waris atau keluarganya.
b.
Sistem yang tidak mengandung unsur
tabungan.
Khusus untuk produk asuransi syariah, premi asuransi syariah
akan harus dibayarkan oleh setiap nasabah asuransi syariah ini akan dipisahkan
langsung oleh perusahaan asuransi. Pemisahan dana asuransi syariah tersebut,
salah satunya untuk sumbangan yang digunakan untuk membantu sesama nasabah
asuransi syariah dan juga untuk sesama umat muslim.
Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana premi asuransi yang diberikan oleh
setiap nasabah asuransi syariah sebagai iuran atau sumbangan untuk kebaikan
dengan tujuannya untuk saling tolong-menolong dan saling membantu sesama umat
muslim dan nasabah asuransi syariah. Untuk dana yang berupa premi asuransi
syariah tersebut akan dibayarkan apabila :
·
Nasabah asuransi syariah tersebut meninggal dunia. Dan dana asuransi
syariah tersebut diberikan kepada ahli waris atau keluarganya.
·
Perjanjian asuransi syariah telah berakhir. Untuk dana premi asuransi syariah
ini akan di berikan jika ada surplus dana yang diterima oleh perusahaan
asuransi.
Semua sistem dan cara pengelolaan dana
asuransi syariah yang telah dihimpun dan dikelola oleh perusahaan asuransi ini akan
diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam demi untuk mendapatkan keuntungan.
Nah, setiap keuntungan yang didapat dari hasil investasi tersebut, akan
dibagikan secara merata dengan jumlah yang adil antara nasabah asuransi syariah
dengan perusahaan asuransi. Pembagian keuntungan dari investasi ini, tentunya
setelah dikurangi beban asuransi, yaitu klaim dan premi asuransi. Pembagian
keuntungan ini juga akan dilakukan dengan mengedepankan atau menggunakan
prinsip Al-Mudharabah dan sesuai dengan perjanjian atau pada saat akad asuransi
syariah dilakukan.
2.9 Sumber Biaya
Operasional
Dalam
operasionalnya asuransi syariah yang berbentuk bisnis seperti Perseroan
Terbatas (PT), sumber biaya operasional menjadi sangat menentukan dalam
perkembangan dan percepatan pertumbuhan industri. Lain halnya dengan asuransi
syariah yang berbentuk sosial, mutual atau koperasi, disini peran pemerintah
harus dominan terutama dalam memberikan subsidi ditahap awal berdirinya asuransi tersebut. Asuransi syariah yang bersifat
sosial tentu tidak terlampau mengutamakan aspek bisnis atau perolehan profit.
Tetapi lebih mengutamakan aspek manfaat sebesar-besarnya bagi anggotanya
sebagaimana fungsi utama asuransi syariah, yaitu wataawanu alal birri
wattaqwa’ saling menolong dalam kebajikan dan taqwa‟.
a.
Bagi Hasil Surplus
Underwriting
Menurut Sula (2004:180) bagi hasil surplus underwriting adalah
bagi hasil yang diperoleh dari surplus underwriting, yang dibagi secara
proporsional antara peserta (shohibul mal) dan pengelola (mudhorib)
dengan nisbah yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan, untuk produk-produk non
saving dalam asuransi jiwa, surplus underwriting juga merupakan
sumber biaya operasional. Surplus underwriting diperoleh dari kumpulan
dana peserta yang diinvestasikan, lalu dikurangi biaya-biaya atau beban
asuransi seperti reasuransi dan klaim. Kemudian surplus tersebut dibagi hasil
antara peserta dan perusahaan. Bagian perusahaan inilah yang diambil sebagai
biaya operasional sebelum menjadi profit perusahaan.
Menurut Richard Bailey dalam Sula (183:2004), Tujuan underwriting
membuat taksiran risiko dan penetapan calon tertanggung kedalam
kelompok-kelompok risiko, sasaran underwriting perusahaan adalah
menyetujui dan menerbitkan polis yang:
1.
Adil Bagi Nasabah (Equitable
to The Client) :
Salah satu prinsip dasar asuransi ialah bahwa masing-masing
tertanggung membayar premi yang proporsional terhadap risiko yang ditaksir
perusahaan terhadap tertanggung tersebut. Dengan diterimanya aplikasi asuransi
jiwa, perusahaan harus menetapkan tingkat risiko dan harus membebani premi
secara adil atas risiko tersebut.
2.
Dapat Dijual oleh
Agen (deliverable by the agent) :
Pembeli membuat keputusan terakhir apakah polis asuransi
tertentu dapat diterima. Jika pembeli memutuskan tidak membeli polis jika agen
berusaha menjual polis tersebut, dikatakan bahwa polis tidak dapat dijual (undeliverable)
atau tidak dibeli (not taken). Satu di antara alasan-alasan sebuah
polis tidak dibeli ialah karena keputusan underwriting yang tidak
menguntungkan dengan hasil pembebanan premi antisipasi yang lebih tinggi.
Misalnya, jika underwriter telah memutuskan beban premi lebih tinggi
dari premi normal untuk satu penutupan atau membatasi uang pertanggungan atau
jenis benefit tambahan atau rider yang dikehendaki, maka calon
tertanggung mungkin menolak polis.
Adapun syarat diterimanya suatu polis adalah:
§ Polis harus menyediakan benefit yang memenuhi kebutuhan
pembeli.
§ Premi yang ditetapkan oleh polis harus dalam batas kemampuan
keuangan pembeli.
§ Premi yang dibebankan untuk asuransi harus bersaing dengan
pasar.
3.
Menguntungkan
Perusahaan (profitable to the company)
Underwriter harus membuat keputusan
yang menguntungkan perusahaan. Semua perusahaan asuransi, apakah itu perseroan
terbatas, asuransi jiwa bersama, atau fraternal, meminta underwriting yang
sehat untuk meyakinkan hasil keuangan yang menguntungkan. Perseroan terbatas
membayar deviden kepada pemegang saham. Dan dalam beberpa kasus, asuradur (penanggung)
perusahaan mutual maupun fraternal membayar deviden kepada pemegang polis
(peserta).
b.
Bagi Hasi Investasi
Menurut Sula (2004:180) bagi hasil investasi adalah bagi
hasil yang diperoleh secara proporsional berdasarkan nisbah bagi hasil yang
telah ditentukan, baik dari hasil investasi dan rekening tabungan peserta
maupun dari dana rekening tabarru’. Setelah dana peserta dibayarkan, dan
terkumpul dalam total dana peserta, kemudian diinvestasikan. Profit yang
diperoleh dari investasi kemudian dilakukan bagi hasil antara peserta dan
pengelola atau perusahaan asuransi.
c.
Dana Pemegang Saham
Dana pemegang saham adalah dana yang disiapkan oleh para
pemegang saham sebagai modal setor bagi perusahaan, baik pada tahap awal
berdirinya perusahaan maupun penambahan dana setelah perusahaan berjalan,
beserta hasil investasi atas dana tersebut atau dengan kata lain, akumulasi
laba ditambah modal yang disetor oleh pemegang saham.
d.
Loading (Kontribusi Biaya)
Menurut Sula (2004:181) loading adalah kontribusi
biaya yang dibebankan kepada peserta, yang biasanya pada asuransi konvensional
diambil dari premi tahun pertama dan kedua. Pada beberapa asuransi syariah di
Indonesia, loading dikenakan sebesar kurang lebih 25 persen dari premi
tahun pertama atas sepengetahuan peserta dan terutama diperuntukkan untuk biaya
komisi agen. Adapun jumlah kontribusi yang diambil berpulang kepada kebijakan
perusahaan masing-masing dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan aspek
market.
Perusahaan asuransi syariah seperti Syarikat Takaful di
Malaysia, dan sebagian asuransi syariah di Indonesia seperti Asuransi Syariah
Mubarokah tidak membebankan loading kepada peserta dengan alasan
bertentangan dengan kaidah syara‟. Sementara sebagian yang lain seperti Takaful
Keluarga, MAA syariah dan asuransi syariah lainnya, Dewan Pengawas Syariah
(DPS) membolehkan loading (misalnya sebesar 3 persen) dari premi tahun
pertama, sepanjang dilakukan secara transparan dan sepengetahuan peserta takaful
diawal akad. Hal ini dianggap tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah
syara‟.
Menurut Sula (2004:181)
pengertian biaya loading pada asuransi syariah adalah kontribusi biaya
yang diambil dari sebagian kecil kontribusi peserta (premi) tahun pertama,
misalnya 20%-30% dari premi tahun pertama. Biaya tersebut terutama
diperuntukkan untuk komisi agen dan biaya penagihan (incasso).
2.10
Perbedaan Sistem Akuntansi Asuransi
Syariah dan Asuransi Konvensional
Konsep akuntansi Islam dan akuntansi
konvensional memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Sebab dasar-dasar
akuntansi Islam adalah syariat Islam yang diimplementasikan dikalangan masyarakat
muslim, yang prosesnya ditangani oleh para akuntan yang mengombinasikan
kemampuan dan kecakapan dengan kejujuran kerja. Berdasarkan pengertian,
landasan syar’i dan prinsip-prinsip akuntansi syariah serta
keterangan-keterangan diatas, dapat kita simpulkan sifat-sifat spesifik
akuntansi syariah diantaranya sebagai berikut. :
·
Kaidah-kaidah dasar akuntansi Islam bersumber dari
Al-Qur’an dan Sunnah nabawiyah serta fiqih para ulama
·
Akuntansi Islam dilandasi oleh kaidah yang kuat, iman,
serta pengakuan bahwa Allah itu adalah Tuhan, Islam adalah agama, Muhammad
adalah Rasul, dan juga percaya pada hari akhir.
·
Akuntansi Islam berlandaskan pada akhlak yang baik.
Karenanya, seorang akuntansi yang melaksanakan proses akuntansi harus mampu
mempunyai sifat amanah, jujur, netral, adil, dan professional.
·
Dalam Islam, seorang akuntan dianggap bertanggung
jawab di depan masyarakat dan umat Islam tentang berapa jauh kesatuan ekonomi
yang dipengaruhi oleh hokum syariat Islam, terutama yang berkaitan dengan
muamalah.
·
Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang bersifat
kaidah dan akhlak, akuntansi dalam Islam juga berkaitan dengan proses-proses
keuangan yang sah.
·
Akuntansi dalam Islam sangat memperhatikan aspek-aspek
tingkah laku sebagai unsur dan juga berperan dalam kesatuan ekonomi.
Dalam system akuntansi syariah memiliki beberapa
perbedaan system akuntansi dengan akuntansi konvensional. Mohamed Arif bin
Abdul Rashid, CEO PT. Syarikat Takaful Indonesia, dalam Eccounting Concept
In Takaful Busines menjelaskan beberapa perbedaan tersebut sebagai berikut:
a) Cash Bases
Dalam praktik akuntansi
konvensional, premi asuransi diakui sebagai pendapatan, walaupun premi asuransi
belum dibayarkan. Sedangkan dalam praktik akuntansi takaful atau asuransi
syariah, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar diakui sebagai
pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara tunai. Praktik akuntansi
ini memiliki arti yang penting yang berkaitan dengan system bisnis yang
berperinsip pada mudharabah dimana akad mengikat antara peserta dengan
perusahaan dalam kesepakatan bagi hasil.
b) Technical Reserve
Cadangan teknis merupakan bagian
dari premi asuransi yang belum dihasilkan atau dikenal sebagai cadangan premi
yang belum dihasilkan. Dalam system akuntansi takaful, cadangan teknik dihitung
dengan menggunakan metode 1/365. Premi akan diakui sebagai pendapatan serta
ditentukan menurut jumlah hari yang sebenarnya selama periode akuntansi dan
masa perjanjian/kontrak Tafakul. Premi yang tidak digunakan selama masa
perjanjian dianggap cadangan.
c) Beban Retakaful
Dalam praktik asuransi konvensional
beban reasuransi selama masa perjanjian, diakui sebagai asuransi awal yang
dikover. Praktik akutansi ini sesuai dengan standar yang diterima, yaitu
perbandingan pendapatan dengan beban yang terjadi pada periode berjalan. Dalam
system akuntansi Takaful, beban retakaful selama masa perjanjian diakui sebagai
utang sampai angsuran atau premi Takaful dibayar oleh peserta. Akan tetapi,
beban retakaful ini akan diakui sebagai pendapatan juika seluruh premi dibayar
lebih awal oleh peserta.
d) Surplus (Pada Asuransi Jiwa)
Dalam asuransi konvensional, surplus
dari investasi ditrasfer ke pemegang saham sebagai pendapatan. Tetapi, di
Takaful keluarga (jiwa), perusahaan tidak berhak mengakui surplus ini sebagai
pendapatan. Pada Takaful keluarga hanya laba dari dana investasi dibagikan
antara peserta dan perusahaan sesuai yang diperjanjikan (misalnya 70:30 atau
60:40). Setelah dikurangi bagian keuntungan bagi perusahaan, sisa dari
keuntungan ini merupakan pendapatan bagi peserta Takaful yang dikreditan
kerening peserta.
e) Surplus (Pada Asuransi Kerugian)
Laba dari Takaful Umum (kerugian)
dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati antara
perusahaan dan peserta Takaful. Keuntungan dibayarkan jika peserta tafakul
masih terikat perjanjian atau kontrak. Aspek teknis akuntansi, asuransi Tafakul
menggambarkan nilai tambah atau keuntungan yang diungkapkan secara adil dan
transparan. Sehingga, baik perusahaan maupun peserta asuransi tafakul tidak merasa
dirugikan. Keuntungan lain yang bersifat jangka panjang bahwa adanya nilai
kebersamaan, tolong-menolong, dan saling menaggung jika di antara peserta
terjadi klaim kerugian. Inilah sisi kemungkinan yang didapatkan dari asuransi
Takaful. Secara ringkas perbedaan antara akuntansi asuransi konvensial dengan
akuntansi asuransi syariah dapat dilihat pada tabel berikut:
No. |
Akuntansi Asuransi Konvensional |
Akuntansi Asuransi Syariah |
1. |
Premi Asuransi diakui sebagai pendapatan meskipun premi asuransi belum dibayarkan |
Premi Asuransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika diterima secara
tunai. |
2. |
Beban retafakul selama perjanjian diakui sebagai asuransi
awal yang dikover. |
Beban retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful
dibayarkan. Dan beban retakaful diakui sebagai pendapatan jika dibayar lebih
awal. |
3. |
Dana asuransi yang terhimpun dikelola untuk kepentingan bisnis perusahaan
dengan keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan dan pemegang saham. |
Dana asuransi tafakul yang terhimpun dikelola dengan konsep mudharabah |
4. |
Laba atau surplus investasi ditrasfer ke pemegang saham. |
Laba investasi dari dana Takaful keluarga yang terhimpun dibagikan kepada
peserta takaful keluarga dan perusahaan tidak berhak mengakui surplus ini
sebagai pendapatan. |
5. |
Keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi merupakan laba
perusahaan |
Ada pembagian keuntungan/berdasarkan rasio yang disepakati dalam
perjanjian |
2.11
Implementasi Akuntansi Islam pada
Asuransi Syariah
a) Akuntansi syariah dengan akad mudharabah.
Dalam akad ini terdapat pemisahan
pengelolaan dana antara dana pemegang saham(DPS) dengan dana peserta asuransi
(DPA). Perusahaan bertindak sebagai pemegang amanah untuk mengelola kontribusi
yang diterima dari peserta yang digunakan apabila di antara para peserta
terjadi musibah. Di lain pihak ,peserta menyetujui Bahwa dana ynag disetor akan
dikelola secara professional oleh operator. Jika pada akhir periode, peserta
yang tidak mendapatkan musibah akan memperoleh bagi hasil. Dengan demikian, dalam
akad ini dana yang disetorkan partisipan merupakan milik peserta, dan tidak
dapat dipergunakan untuk kepentingan pemegang saham. Konsikuensinya, system
akuntansi yang diterapkan harus dipisahkan antara akuntansi Dana Pemegang Saham
(DPS) dengan akuntansi Dana Peserta Asuransi (DPA).
b) Akuntansi syariah dengan akad
wakalah.
Dalam akad ini tidak terdapat
pemisahan penegelolaan dana antara pemegang saham dengan dana peserta asuransi.
Perusahaan menerima dana tabarru’ dari peserta dan berhak digunakan untuk
seluruh kegiatan perusahaan. Dana yang berasal dari pemegang saham dengan
dana peserta dicampurkan. Sehingga, konsekuensinya, akuntansi tidak harus
dipisahkan antara akuntansi dana pemegang saham dengan akuntansi dana peserta
asuransi.
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan simpulan
sebagai berikut.
·
Asuransi merupakan sebuah lembaga keuangan
Non-bank yang bertujuan untuk memberikan perlindungan atau proteksi atas
kerugian keuangan yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya.
·
Asuransi Syariah, merupakan sebuah sistem
dimana para peserta menginfaqkan atau menghibahkan sebagian atau seluruh
kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang
dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas
pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari dana-dana atau kontribusi
yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
·
Prinsip-prinsip yang dijalankan oleh asuransi syariah dalam
mengoprasikan kegiatannya antara lain Saling bekerja sama atau bantu-membantu,
Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain,
saling bertanggung jawab, dan menghindari unsur-unsur yang mengandung gharar,
maysir dan riba.
·
Perbedaan yang paling mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
kovensional adalah pada keberadaan Pengawasan Dewan Syariah (PDS), akad,
Investasi dana, kepemilikan dana, pembayaran klaim dan keuntungan.
3.2
Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan
saran sebagai berikut.
·
Asuransi syariah bisa menjadi salah satu alternative bagi masyarakat
muslim yang ingin membantu sesamanya
·
Perlu diadakannya sosialisasi mengenai produk-produk dari asuransi
syariah ini kepada masyarakat agar masyarakat tidak tabu dengan informasi mengenai
produk-produk yang ditawarkan.
·
Sebaiknya diadakan penyuluhan mengenai pentingnya asuransi syariah itu
sendiri guna menumbuhkembangkan minat masyarakat terutama masyarakat yang
muslim untuk menginvestasikan sebagian hartanya agar dapat menolong sesame.
·
Pemerintah sebaiknya mendukung dan membantu program-program yang
dilakukan oleh asuransi syariah, agar tujuan untuk memakmurkan perekonomian
Negara ini dapat tercapai dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008.Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 111
http://innazeyina.blogspot.co.id/2014/06/contoh-makalah-asuransi-syariah.html
https://sitisarahadi.wordpress.com/2013/06/22/tugas-makalah-akuntansi-asuransi-syariah/
Skripsi Evaluasi Mekanisme Pengelolaan Dana Dengan Sistem
Mudharabah Pada Asuransi Syariah (Studi Kasus Pada Pt. Asuransi Takaful Keluarga
Cab. Makassar). 2014 : Andi Sriwahyuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar