BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam buku Ensiklopedia Islam Jilid 3 halaman 245
dijelaskan bahwa muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur
hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu
maupun berbentuk badan hukum, sepeti perseroan, firma, yayasan, dan negara.
Contoh hukum islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa,
perserikatan dibidang pertanian dan perdagangan, serta usaha perbankan dan
asuransi islami.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat
bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari
transaksi antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dan badan
hukum, atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum yang lain.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang
dimaksud dengan Muamalah
b. Apa saja
asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam
c. Bagaimanakah
penerapan transaksi ekonomi dalam Islam
d. Apakah yang
dimaksud dengan Riba
e. Bagaimanakah Hukum
Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)
f. Apakah yang
dimaksud dengan Mudarabah (bagi hasil)
g. Bagaimana
Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
h. Bagaimanakah
Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
i.
Bagaimanakah Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang
sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
j.
Bagaimanakah Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan
Terhadap Hukum Islam tentang Kerjasama Ekonomi
C. Tujuan
1.
Tujuan umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui dan memahami Hukum Islam tentang Muamalah
2.
Tujuan khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu untuk mengikuti prosedur pengajaran
dalam mata pelajaran Agama Islam .
D. Manfaat
Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Muamalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MUAMALAH
1.
Pengertian Muamalah
Menurut
fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli,
sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat
dan lain-lain.
Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar
keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi
maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan
yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
Agar hak
masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar
semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan
peraturan yang sebaik-baiknya aturan.
B.
ASAS-ASAS TRANSAKSI
EKONOMI DALAM ISLAM
Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia
untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya.
Transaksi
ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam
jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan.
Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan
bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang
diterapkan syara’, yaitu:
1.
Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak)
yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum
syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1)
2.
Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan
secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’
dan adab sopan santun.
3.
Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada
paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29)
4.
Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi
dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari
segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW
melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5.
Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari
syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam
transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka
tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah
(keridaan Allah SWT) akan terwujud.
C. PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
1. JUAL BELI
Manusia
dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu
dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha
mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah
SWT berfirman :
qul yaa qawmi i'maluu 'alaa makaanatikum innii
'aamilun fasawfa ta'lamuuna
Artinya
: [39:39] Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan
keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan
mengetahui, (QS Az Zumar : 39)
Jual beli
dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu
Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah
hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas
dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara
dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat
QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
a. Hukum Jual
Beli
Orang yang
terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam
jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun
pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan
sepanjang suka sama suka. Allah berfirman. lihat Al-qur,an on line di
gogle
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya
jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ
ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya
: “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka
atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.”(HR Bukhari
dan Muslim)
Dari hadis
tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan
tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si
pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila
akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran,
kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad,
keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.
b. Rukun dan
syarat Jual Beli
Rukun dan syarat
jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar
jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
Dalam
pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a)
Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya.
b)
Syarat Ijab dan Kabul.
c)
Benda yang diperjualbelikan
c.
Perilaku atau sikap yang harus dimiliki oleh
penjual
a)
Berlaku Benar (Lurus)
b)
Menepati Amanat.
c)
Jujur
Sikap jujur pedagang dapat
dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan, baik yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Muslim itu adalah saudara muslim,
tidak boleh seorang muslim apabila ia berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat,
kecuali diterangkannya.”
Lawan sifat jujur adalah menipu atau
curang, seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas, kuantitas, atau
menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya. Hadis lain
meriwayatkan dari umar bin khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu kepada
rasulullah SAW sebagai berikut “ katakanlah kepada si penjual, jangan
menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya
jangan menipu.”(HR Muslim)
d. Khiar
Khiar artinya boleh memilih satu diantara
dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik
kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada tiga macam khiar
yaitu sebagai berikut :
a)
Khiar Majelis
b)
Khiar Syarat
c)
Khiar Aib (cacat)
e.
Macam-macam Jual Beli
a) Jual beli
yang sahih
Adalah jual
beli yang memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan.
b) Jual beli
yang batil
Adalah jual
beli yang tidak terpenuhi salah satu atau seluruh rukun dan syarat yang
ditentukan
Macam-macam
jual beli yang batil yaitu:
1)
Jual beli sesuatu yang tidak ada.
2)
Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada
pembeli
3)
Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum
sempurna matangnya
4)
Jual beli yang mengandung unsur penipuan
5)
Jual beli benda-benda najis
6)
Jual beli al-‘arbun (jual beli yang bentuknya melalui
perjanjian, jika barang yang sudah dibeli dikembalikan oleh pembeli, maka uang
yang telah diberikan kepada penjual menjadi hibah bagi penjual)
7)
Jual beli air sungai, air danau, air laut dan air yang
tidak boleh dimiliki seseorang
8)
Jual beli yang bergantung pada suatu syarat tertentu
9)
Jual beli al-majhul (benda atau barangnya secara
global tidak diketahui), dengan syarat kemajhulannya (ketidakjelasannya) itu
bersifat menyeluruh
10)
Jual beli sebagian barang yang sama sekali tidak dapat
dipisahkan dari satuannya
11)
Jual beli ajal (al-ajl)
2. IJARAH
a. Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang
artinya upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap
suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan
tertentu.
b. Dasar Hukum
Ijarah
Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum
ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, At-Talaq, 65: 6 dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c. Macam-macam
ijarah
1. Ijarah
yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan
Rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Sewa/imbalan
c. Manfaat
d. Sigat/ijab kabul
D. RIBA
Bagi manusia
yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta
(materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak
mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat,
apakah dari sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta
yang haram adalah sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi
Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu
Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman,
tidak ada seorang pun, kecuali ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya
secara langsung ia akan terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar
riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan.
Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam
tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar
menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat.
Riba dapat terjadi pada hutang piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa.
Allah telah
melarang hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk
melipatgandakan pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan
sedekah.
Beberapa
ayat dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci
perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki
hendaknya menempuh cara yang halal.
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu
sebagai berikut.
1.
Riba fadal
Riba fadal
yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama
ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
2.
Riba nasiah
Riba nasiah
yaitu tukar menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual
beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang
dilambatkan.
3.
Riba yad
Riba yad yaitu berpisah dari tempat akad jual beli
sebelum serah terima.
E. HUKUM ISLAM TENTANG KERJA SAMA EKONOMI (SYIRKAH).
1.
Pengertian Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Landasan
hukum dari musyarakah ini antara lain :
ﻔﻫﻢ ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ
ﺛﻠﺙ
Artinya
: “… maka mereka berserikat pada sepertiga …” (QS An Nisa :
12)
Bersabda Rasulullah yang artinya
: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Allah azza
wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama
salah satunya tidak menghianati lainnya.”(HR Abu Daud)
Dalam bersyarikah ada 5 syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:
1)
Benda (harta dinilai dengan uang)
2)
Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan macamnya
3)
Harta-harta dicampur
4)
Satu sama lain membolehkan untuk membelanjakan harta
itu
5)
Untung rugi diterima dengan ukuran harta
masing-masing.
Ada dua jenis musyarakah yakni musyarakah
pemilikan dan musyarakah akad (kontrak)
1)
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam
sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset
tersebut.
2)
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah.
F.
MUDARABAH (BAGI HASIL)
Mudarabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul
mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. 1.Dasar
Secara umum
landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan
usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam
surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan
dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya
kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata
mudarabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut
mendorong kaum muslim untuk melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan
Allah SWT.
1. Jenis-jenis
mudarabah
Secara umum,
mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah
muqayyadah.
a. Mudarabah
mutlaqah
Mudarabah
mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan
pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah
muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan
batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
Mudarobah yang berkaitan dengan dunia Pertanian ialah
:
Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
a.
Musaqah
Yang
dimaksud musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun
memberikan kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan
yang didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad
Musaqah
dibolehkan oleh agama karena banyak orang yang membutuhkannya. Ada orang yang
mempunyai kebun, tapi dia tidak dapat memeliharanya. Sebaliknya, ada orang yang
tidak mempunyai kebun, tapi terampil bekerja. Musaqah memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak yakni pemilik kebun dan pengelola sehingga sama-sama
memperoleh hasil dari kerja sama tersebut. Hadis menjelaskan sebagai berikut
yang artinya : “Dari Ibnu Umar: Sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah
memberikan kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka
dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari
buah-buahan atau hasil petani (palawija).” (HR Muslim)
b.
Muzaraah
Muzaraah
adalah kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benih(bibit tanaman)nya dari
pekerja (petani). Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya
benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja karena
pada hakekatnya dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai tanah
seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan tidak
wajib mengeluarkan zakatnya.
c.
Mukhabarah
Mukhabarah
kerjasama dalam pertanian berupa paroan sawah atau ladang seperdua atau
sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari pemilik sawah/ladang.
Adapun pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada
hakekatnya dialah yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja.
Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih
dari keduanya, zakat wajib atas keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan
sebelum dibagi. Hukum kerja sama tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar
para sahabat, tabi’in dan para imam
G. PERBANKAN YANG SESUAI DENGAN PRINSIP HUKUM ISLAM
Lahirnya
ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan
ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir
atau berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba dan menganjurkan sedekah.
Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu
bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian
institusi sebagai berikut.
1.
Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di
Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2.
Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara
Emirat Arab
3.
Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia
4.
Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5.
Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)
6.
Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)
Bank non
Islam yang disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang
fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana,
baik perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang
produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan
Bank Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang
menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem
bunga karena bunga dianggap riba yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah :
275-279)
Sebagai
pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari
unsur riba, antara lain sebagai berikut.
1. Wadiah atau
titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah.
3. Syirkah
(perseroan).
4. Murabahah
5. Qard hasan
(pinjaman yang baik atau benevolent loan).
Bank syariah
pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
berdiri pada tanggal 1 mei 1992.
H.
SISTEM ASURANSI YANG SESUAI DENGAN
PRINSIP HUKUMISLAM
Kini umat
Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya
(asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai
aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan
ulama dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni
sebagai berikut.
1. Mengharamkan
asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
2. Membolehkan
semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
3. Membolehkan asuransi
yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat
komersial
4. Menganggap
syubhat
Adapun
asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad
(perikatan) yang sesuai Syariah
I.
SISTEM LEMBAGA KEUANGAN NON
BANK YANG SESUAI DENGAN PRINSIP HUKUM ISLAM
Sistem
lembaga keuangan non Bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara
lain adalah sebagai berikut.
1.
Koperasi
Koperasi mempunyai dua fungsi, yakni :
1. Fungsi
ekonomi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi
untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya dan
2. Fungsi
soisal dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong
royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba
koperasi disishkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan
sekolah atau tempat ibadah
2.
BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
J.
PERILAKU YANG MENCERMINKAN
KEPATUHAN TERHADAP HUKUM ISLAM TENTANG KERJASAMA
Ekonomi
Ekonomi
Islam di Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal
ini ditandai dengan maraknya kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya lembaga
keuangan yang berorientasi Syariah serta semakin tingginya kesadaran masyarakat
Indonesia dalam menerapkan kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada beberapa
aspek perilaku yang harus mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di segala
aspek kehidupan, khusunya tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai
berikut.
1. Tanggung
Jawab
2. Tolong
Menolong
3. Adil
4. Amanah/jujur
BAB III
KESIMPULAN
Muamalah
adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari
transaksi antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan
badan hukum , atau antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya
.
Semoga
asas-asas transaksi ekonomi Islam dapat diterapkan dalam jual beli serta kerja
sama ekonomi yang Islami .
Demikianlah
beberapa hal yang menyangkut Hukum Islam tentang Muamalah.
Oleh karena kurangnya literatur, dan waktu yang sangat
terbatas, maka makalah yang sederhana ini banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, saran-saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat
diharapkan .
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuri, 2006. Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XI. Erlangga
:Jakarta
www.google.co.id , Hukum Islam tentang Muamalah
www.yahoo.co.id , Hukum
Islam tentang Muamalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar