Kamis, 16 Juni 2022

Makalah Prinsip Hukum Islam

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari’at Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari’at yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syari’at Ilahi yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan,idealnya Islam ini tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup.

Yang dimaksud dengan prinsip hukum islam ialah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum islam dan menjadi titik tolak pelaksanaan dan pembinaannya. Para ulama, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Juhay S Praja dalam bukunya Filsafah Hukum Islam, telah menetapkan beberapa prinsip dalam Hukum Islam yang secara umum dan dibagi menjadi dua macam yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum adalah prinsip keseluruhan hukum islam yang bersifat universal. Sedangkan prinsip khusus adalah prinsip-prinsip setiap cabang hukum islam.

 

1.2  Tujuan

 

1.2.1    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “Prinsip Hukum Islam”

1.2.2    Memahami dan mendefinisikan tentang “Prinsip – Prinsp Hukum Islam”

1.2.3    Untuk mengatahui berapa jenis “Prinsip Hukum Islam” yang ada

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

1.1  Pengertian prinsip hukum islam

Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah,  dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.

Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut,permulaan,tempat pemberangkatan,titik tolak, atau al-mabda. Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.

 

1.2  Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut

 

1.2.1   Prinsip Tauhid

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64.

 

Description: D:\Semester 1\PAI\3_64.png

 

 

 

 

 

 

 

 

Katakanlah: "Hai Ahlul Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb-Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

 

Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47). Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :

a.    Prinsip Pertama

Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --- Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.

b.    Prinsip Kedua

Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.

Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :

a.    Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’, yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

b.    Al-masaqqah tujlibu at-taysiir, kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan.

 

1.2.2   Prinsip keadilan

Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25. Term ,keadilan  pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.

 

 

QS. Al-Syura: 17

Description: Image result for QS. Al-Syura: 17

 

 

 

 

 

Artinya

“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?” QS. Al-Syura: 17

 

Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :

 

a.    QS. Al-Maidah : 8

Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi).

b.    QS. Al-An‟am : 152

Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang.

c.    QS. An-Nisa : 128

Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri.

d.    QS. Al-Hujrat : 9

Keadilan sesama muslim.

e.    QS. Al-An‟am :52

Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.

 

Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas Hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu :

 

 

Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.

 

Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :

1)      al-sala’h wa al-aslah dan

2)      al-Husna wa al-qubh.

Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :

a)    Pernyataan Pertama, Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia

b)   Pernyataan Kedua, segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.

 

1.2.3   Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar

Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

 

QS. Al-Imran : 110

 

Description: Image result for qs al-imran 110

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artinya

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” QS Al-Imran.3:110

 

1.2.4   Prinsip Al-Hurriyah (Kebebasan dan Kemerdekaan )

Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5

 

 

QS. Al-Baqarah 256

Description: Image result for qs al baqarah 256

 

 

 

 

 

 

Artinya

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-Baqarah 256

 

1.2.5   Prinsip Musawah ( Persamaan/egaliter)

Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis. Prinsip persamaan mengandung arti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama meskipun faktanya berbeda dalam lahiriyahnya, baik warna kulit,bahasa, suku bansa dann lain-lainnya. Hukum ilsam memandang perbedaan secara lahiriyah tidak menjadikan manusia berbeda dari segi nilai kemanusiaannya. Sesungguhnya banyak ayat al-Quran yang menjelaskan prinsip ini,  diantaranya terdapat Al-Hujuraat 49:13

 

Al-Hujuraat 49:13

 

Description: Image result for Al-Hujurat 49:13

 

 

 

 

 

 

Artinya

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesunggguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengena.” (QS al-Hujurat [49]: 13)

 

1.2.6   Prinsip Ta’awun (Tolong-Menolong)

Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan. Prinsip ini juga mengajarkan bahwa sesama wrga masyarkat harus saling tolong menolong atau saling membantu demi tercapainya kemaslahatan bersama. Diantar ayat yang menjadi landasan prisip tersebut adalah QS Al-Maidah 5:2.

 

QS Al-Maidah 5:2

 

Description: Image result for QS Al-Maidah 5:2

 

 

 

 

 

 

Artinya

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al-Maidah 5: 2

 

1.2.7   Prinsip Tasamuh (Toleransi)

Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Dianta ayat yang menjelaskan prinsip ini adalah surat Al-Mumtahanah 60:8. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja, tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.

 

Al-Mumtahanah 60:8

 

Description: Image result for Al-Mumtahanah 60:8

 

 

 

 

 

Artinya

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” QS Al-Mumtahanah 60:8

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1.Kesimpulan

     Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari‟at Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari‟at yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah,  dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.

     Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://jodisantoso.blogspot.co.id/2008/01/prinsip-prinsip-dan-asas-asas-hukum.html

https://www.google.com/search?q=QS.+Al-Syura:+17&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjcsNGnm__SAhXIp48KHeJUALAQ_AUIBygC&biw=1366&bih=667#imgrc=8zvjHJ3SxHVIgM:

http://tafsirq.com/42-asy-syura/ayat-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar