BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari’at Allah yang
terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang
mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan
kehidupannya berdasarkan syari’at yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syari’at Ilahi yang
tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat
Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki
hubungan integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan,idealnya Islam ini
tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba
mencakup.
Yang dimaksud dengan prinsip hukum islam ialah kebenaran universal yang
inheren di dalam hukum islam dan menjadi titik tolak pelaksanaan dan
pembinaannya. Para ulama, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Juhay S Praja dalam
bukunya Filsafah Hukum Islam, telah menetapkan beberapa prinsip dalam Hukum Islam
yang secara umum dan dibagi menjadi dua macam yaitu prinsip umum dan prinsip
khusus. Prinsip umum adalah prinsip keseluruhan hukum islam yang bersifat
universal. Sedangkan prinsip khusus adalah prinsip-prinsip setiap cabang hukum
islam.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan “Prinsip Hukum
Islam”
1.2.2 Memahami dan mendefinisikan tentang “Prinsip – Prinsp
Hukum Islam”
1.2.3 Untuk mengatahui berapa jenis “Prinsip Hukum Islam” yang
ada
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
prinsip hukum islam
Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk
mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab
(firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan
redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara
langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur
hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia
dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum
adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf
baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun
berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah,
dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie
mendefinisikan hukum secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.
Sebagaimana
hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas
sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau
sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan
tiang pokonya.
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian
prinsip sebagai berikut,permulaan,tempat pemberangkatan,titik tolak, atau
al-mabda. Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran
universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak
pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip
hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip
keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus
ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.
1.2 Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai
berikut
1.2.1
Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum
hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu
ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan
selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64.
Katakanlah: "Hai Ahlul
Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb-Rabb selain Allah". Jika mereka
berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Berdasarkan atas prinsip tauhid
ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan
manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran
kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama
manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah
dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid
inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa
yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak
menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam
kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45
dan 47). Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang
merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam
fiqih ibadah sebagai berikut :
a.
Prinsip Pertama
Berhubungan langsung dengan
Allah tanpa perantara --- Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat
menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b.
Prinsip Kedua
Beban hukum (takli’f) ditujukan
untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan
pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai
bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas
kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan
kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a.
Al-ashlu fii
al-ibadati tuqifu wal ittiba’, yaitu pada pokoknya ibadah
itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa
saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
b.
Al-masaqqah
tujlibu at-taysiir, kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan
mendatangkan kemudahan.
1.2.2 Prinsip keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi).
Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan
yang berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan
Al-Hadid: 25. Term ,keadilan pada
umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi,
keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika
dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah
Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan
dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat
manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas
prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan
masyarakat.
QS. Al-Syura: 17
Artinya
“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan
(menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu
(sudah) dekat?” QS. Al-Syura: 17
Penggunaan
term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
a.
QS.
Al-Maidah : 8
Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan
dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan
kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi).
b.
QS.
Al-An‟am : 152
Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada
mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan
dalam bermuamalah/berdagang.
c.
QS.
An-Nisa : 128
Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri.
d.
QS.
Al-Hujrat : 9
Keadilan sesama muslim.
e.
QS.
Al-An‟am :52
Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi
manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan
hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni
suatu kaidah yang menyatakan elastisitas
Hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip
keadilan, yaitu :
Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah
menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka
kembali menyempit.
Teori
„keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :
1)
al-sala’h
wa al-aslah dan
2)
al-Husna
wa al-qubh.
Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan
sebagai berikut :
a)
Pernyataan
Pertama, Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” perbuatan
tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
b)
Pernyataan
Kedua, segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga
dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian
halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal
sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.
1.2.3 Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan
yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum
Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf
Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf
Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
QS. Al-Imran : 110
Artinya
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” QS Al-Imran.3:110
1.2.4 Prinsip Al-Hurriyah (Kebebasan dan Kemerdekaan )
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam
disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi,
argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl
arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun
kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada
paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5
QS. Al-Baqarah 256
Artinya
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” QS. Al-Baqarah 256
1.2.5 Prinsip Musawah ( Persamaan/egaliter)
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah
(al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah
manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam
pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol
sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti
komunis. Prinsip persamaan mengandung arti bahwa pada dasarnya semua manusia
adalah sama meskipun faktanya berbeda dalam lahiriyahnya, baik warna kulit,bahasa,
suku bansa dann lain-lainnya. Hukum ilsam memandang perbedaan secara lahiriyah
tidak menjadikan manusia berbeda dari segi nilai kemanusiaannya. Sesungguhnya
banyak ayat al-Quran yang menjelaskan prinsip ini, diantaranya terdapat Al-Hujuraat 49:13
Al-Hujuraat 49:13
Artinya
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa.
Sesunggguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengena.” (QS al-Hujurat [49]: 13)
1.2.6 Prinsip Ta’awun (Tolong-Menolong)
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang
diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan
ketakwaan. Prinsip ini juga mengajarkan bahwa sesama wrga masyarkat harus
saling tolong menolong atau saling membantu demi tercapainya kemaslahatan
bersama. Diantar ayat yang menjadi landasan prisip tersebut adalah QS Al-Maidah
5:2.
QS Al-Maidah 5:2
Artinya
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al-Maidah 5: 2
1.2.7 Prinsip Tasamuh (Toleransi)
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin
tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya tegasnya toleransi hanya dapat
diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Dianta ayat yang menjelaskan
prinsip ini adalah surat Al-Mumtahanah 60:8. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai
prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan
Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak
mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam.
Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja, tetapi
mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana,
ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
Al-Mumtahanah 60:8
Artinya
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” QS Al-Mumtahanah 60:8
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Islam adalah agama dan cara hidup
berdasarkan syari‟at Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur‟an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib
membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari‟at yang termaktub
dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Adapun Abu Zahrah
mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah
atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat).
Ketetapan Allah, dimaksudkan pada sifat
yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
perbuatan mukalaf. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi
adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.
Sebagaimana
hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas
sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau
sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan
tiang pokonya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan,
aturan pokok.
DAFTAR
PUSTAKA
http://jodisantoso.blogspot.co.id/2008/01/prinsip-prinsip-dan-asas-asas-hukum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar