A.
Pendahuluan
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu
instrument yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai
bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan
sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan
bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.[1][1] Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu
yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya,
bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang
berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan
aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan
antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan
sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang
lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis
yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia
Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta
dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini
lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan
kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit
dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan
tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli
yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek
perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini,
menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai
dengan pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan
dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga,
akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat,
khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di
samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem
Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih
berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad
dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih
hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak
negara mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi
Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan,
proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan
perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta
proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur
organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang
bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga
Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan
riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor
(penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri,
sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan
laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor
dapat mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama,
ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan
lil alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak
mengenal bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun
dalam pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer
Chapra , penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara
penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara
kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan
laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku
bunga tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum
pengusaha sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada
akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja
serta laju pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan menghukum para
penabung dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, karena suku
bunga yang rendah akan mengurangi rasio tabungan kotor, merangsang pengeluaran
konsumtif sehingga akan menimbulkan tekanan inflasioner, serta mendorong
investasi yang tidak produktif dan spekulatif yang pada akhirnya akan
menciptakan kelangkaan modal dan menurunnya kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari
hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2.
Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan
Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted,
tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di
akhirat;
4.
Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5.
Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan
adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi
meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan
kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang
mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang
dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai
kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan
secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut
memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan
prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang
dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
· -Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri,
terhadap orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
· -Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan,
bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan
tugas dan melayani mitra usaha;
· -Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi
pihak lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain
peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan,
perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga keuangan
syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical performance, melainkan
juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah.
Hal
ini perlu dilakukan sebagai environmental enforcement, mengingat agar sumber
daya yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik,
ketika masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak
mendukung.
Bisnis
berdasarakan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak
jelas pada sektor keuangan. Dimana kita telah mencatat tiga bank umum syariah,
78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unti Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah
mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip
syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut
oleh lembaga keuangan non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk
adalah:[1][2]
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis
transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan
pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas
bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
B.
Lembaga Keuangan Syariah
Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah
bukan hanya bank, secara garis besar
dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada,
yaitu:
1. Bank
Syariah
i.
Pengertian
Bank
merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, pada awalnya istilah bank memang tidak di
dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu
jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda yang kena pajak yaitu barang dan tanah.
Pada
zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran uang yang
pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat
dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan cenderung mencetak
fulusnya masing-masing sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut,
kemudian ada sistem penukaran uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga
menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
ii.
Sejarah Bank Syariah
Ide
untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama dan
ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai bank
syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan
Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi (1961),
selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962 bisa
dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan
bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang
pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji secara
non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal Saving
Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Dalam
jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka sembilan cabang
dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan
lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada
tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di
Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan
1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan
Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah
Bank Muamalat yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani
pada tanggal 1 Nopember 1991.
iii.
Produk-produk Bank Syariah
Secara
garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk
penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang diberikan bank
kepada nasabahnya.
·
Penyaluran Dana
o Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Jual
beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank
disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat tiga
jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bank syariah,
yaitu:
·
Ba’i Al Murabahah: Jual beli dengan
harga asalditambah keuntugan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah,
dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yang kemudian bank
memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.
·
Ba’i Assalam: Dalam jual beli ini
nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan uangnya di tempat akad sesuai
dengan harga barang yang dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya.
Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan
pembayaran dilakukan dengan segera.
·
Ba’i Al Istishna: Merupakan bagian
dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa digunakan dalam bidang
manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun
pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
o Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah
adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank
meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara
pasti sebelumnya.
o Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam
prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
·
Musyarakah: Adalah salah satu produk
bank syariah yang mana terdapat dua pihak atau lebih yang bekerjasama untuk
meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber
daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam
hal ini seluruh pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi yang dimiliki baik
itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan
dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yang
dijalankan pelaksana proyek.
·
Mudharabah: Mudharabah adalah
kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal memberikan memepercayakan
sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian pembagian keuntungan.
Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi
atas manajemen dan keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang
atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak
saja.
·
Penghimpun Dana
Produk
penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito.
Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam
prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal
sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh
bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank
menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas
kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
·
Mudharabah mutlaqah: prinsipnya
dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis yaitu tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi bank untuk
menggunakan dana yang telah terhimpun.
·
Mudharabah muqayyadah on balance
sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan pemilik dapat menetapkan
syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh disyaratkan
untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
·
Mudharabah muqayyadah off balance
sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usaha dan bank sebagai
perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat
mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan
jenis usaha dan pelaksana usahanya.
·
Jasa Perbankan
Selain
dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat
memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa atau
keuntungan, jasa tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah
jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang
sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan
ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa
dari jasa tersebut.
2. Bank
Perkreditan Rakyat Syariah
i.
Pengertian
Menurut undang-undang
(UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan yang menerima
simpanan uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga
keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang
menggunakan prinsip syariah tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi
layaknya BPR konvensional namun menggunakan prinsip syariah.
ii.
Sejarah
BPR merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank
Pasar, Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga perkreditan Desa (LPD), Badan
Kredit Desa (BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembaga
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lembaga-lembaga keuangan yang disebutkan merupakan lembaga
yang berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah, keberadaan lembaga keuangan
tersebut memunculkan pemikiran untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI)
yang berdiri pada tahun 1992, namun pada kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI
sangat terbatas pada wilayah tertentu seperti kecamatan, kabupaten, dan desa.
Maka dalam hal ini diperlukan adanya BPR untuk menangani masalah keuangan di
wilayah-wilayah yang tidak dijangakau oleh BMI.
Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR
Syariah, yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR
Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah
Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan izin
prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990.
iii.
Tujuan
Tujuan
didirikannya BPR Syariah adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi
umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya di
daerah pedesaan.
b.
Menambah lapangan kerja terutama di
tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
c.
Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan
ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup
yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut
diperlukan strategi operasional sebagai berikut:
a.
BPR Syariah tidak bersifat menunggu
terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan bersifat aktif dengan
melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha berskala kecil yang perlu
dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
b.
BPR Syariah memiliki jenis usaha
yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala
menengah dan kecil.
c.
BPR Syariah mengkaji pangsa pasar,
tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi
pembiayaan.
iv.
Usaha-usaha BPR Syariah
Usaha BPR Syariah untuk melangsungkan kegiatan
operasionalnya antara lain:
a.
Menghimpun dana dari masyarakat
dalam simpanan deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk tabungan lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
b.
Menyediakan pembiayaan dan
penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c.
Menempatkan dananya dalam bentuk
Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, serifikat deposito, dan atau
tabungan pada bank lain.
UU
BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional BPR Syariah dalam
pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a.
Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan yang meliputi:
·
Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
·
Deposito berjangka berdasarkan
prinsip mudharabah.
·
Bentuk lain yang menggunakan prinsip
wadiah atau mudharabah.
b.
Melakukan penyaluran dana melalui:
·
Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna, salam, ijarah, dan
jual beli lainnya.
·
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan
prinsip mudharabah, musyarakah, dan
bagi hasil lainnya.
·
Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c.
Melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
3. Pegadaian
Syariah
i.
Rukun dan Syarat Transaksi Gadai:
i.i
Rukun Gadai
a.
Ada ijab dan qabul (shigat).
b.
Terdapat orang yang berakad adalah
yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).
c.
Ada jaminan (marhum) berupa barang /
harta.
d.
Utang (marhun bih).
i.ii. Syarat Sah Gadai
a.
Shigat
b.
Orang yang berakad
c.
Barang yang dijadikan pinjaman
d.
Utang (marhun bih)
ii.
Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
ii.i
Penerima Gadai (Murtahin)
Hak
·
Apabila rahin tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahirin berhak untuk menjual marhun
·
Untuk menjaga keselamatan marhun,
pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
·
Pemegang gadai berhak menahan barang
gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi
Kewajiban
·
Apabila terjadi sesuatu (hilang
ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka murtahin harus
bertanggung jawab
·
Tak boleh menggunakan marhun untuk
kepentingan pribadi
·
Sebelum diadakan pelelangan marhun
harus ada pemberitahuan kepada rahin
ii.ii.
Pemberi Gadai
Hak
·
Setelah pelunasan pinjaman, rahin
berhak atas barang gadai yang ia serahkan kepada murtahin
·
Apabila terjadi kerusakan atau
hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi
atas marhun
·
Setelah dikurangi biaya pinjaman dan
biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan mahun
·
Apabila diketahui terdapat
penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya
kembali
Kewajiban
·
Melunasi pinjaman yang telah
diterima serta biaya-biaya yang ada didalam kurun waktu yang telah ditentukan
·
Apabila dalam jangka waktu yang
telah ditentukan rahin tak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan
penjalan atas marhun miliknya
iii.
Akad Perjanjian Transaksi Gadai
iii.i
Qadr al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan komsumtif. Oleh
karena itu nasabah akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian
kepada pegadai.
iii.ii
Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal
usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
iii.iii
Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang
bersifat produktif.
iii.iv
Ijarah
Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu,
bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
iv.
Mekanisme Operasional Pegadaian
Syariah
Teknis
pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah, sebagai berikut :
iv.i
Jenis barang yang digadaikan
·
Perhiasan
·
Alat-alat rumah tangga, dapur,
makan-minum, kebun, dan sejenisnya
·
Kendaraan
iv.ii
Biaya biaya
·
Biaya administrasi pinjaman
·
Jasa simpanan
iv.iii
Sistem cicilan atau perpanjangan
iv.iv
Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
No. |
Besarnya Taksiran |
Nilai Taksiran |
Biaya Administrasi |
Tarif Jasa Simpanan |
Kelipat -an |
A |
100.000 - 500.000 |
500000 |
5.000 |
45 |
10 |
B |
510.000 - 1.000.000 |
> 500.000 –
1.000.000 |
6.000 |
225 |
50 |
C |
1.050.000 – 5.000.000 |
> 1.000.000 –
5.000.000 |
7.500 |
450 |
100 |
D |
5.050.000 – 10.000.000 |
> 5.000.000 –
10.000.000 |
10.000 |
2.250 |
500 |
E |
10.050.000 |
> 10.000.000 |
15.000 |
4.500 |
1.000 |
iv.v
Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah tak dapat
mengembalikan pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum
tanggal penjualan.
v.
Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
·
Pemberian pinjaman atau pembiayaan
atas dasar hukum gadai
·
Penaksiran nilai barang
·
Penitipan barang (ijarah)
·
Gold counter
4. Asuransi
Syariah
i.
Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah
asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin
yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun
nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha
perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
ii.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda
pendapat dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi
controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok,
adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan
asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
·
Asuransi mengandung unsur perjudian
yang sangat dilarang di islam
·
Asuransi mengandung unsur
ketidakpastian
·
Asuransi mengandung unsur riba yang
dilarang dalam islam
·
Asuransi termasuk jual-beli atau
tukar-menukar mata uang tidak secara tunai
·
Asuaransi obyek bisnisnya
digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah
SWT
·
Asuransi mengandung unsur
eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
·
Tidak terdapat nash Al-Qur’an atau
Hadist yang melarang asuransi
·
Dalam asuransi terdapat kesepakatan
dan kerelaan antara kedua belah pihak
·
Asuransi menguntungkan kedua belah
pihak
·
Asuransi mengandung unsur
kepentingan umum, sebab premi-premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan
pembangunan
·
Asuransi termasuk akad mudharobah
antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
·
Asuransi termasuk syirikah
at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong
iii.
Akad Pada Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada
akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari
satu pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah
melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk
menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan
dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian.
Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling
tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul)
bersama
Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah
akad mudharabah , yaitu satu bentuk
akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss sharing atas untung dan rugi,
dimana dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan dapat di investasikan
oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara
perusahaan dan nasabah.
iv.
Perbedaan Asuransi Syariah dan
Asuransi Konvensional
No. |
Materi Pembeda |
Asuransi Syariah |
Asuransi Konvensional |
1 |
Akad |
Tolong-menolong dan investasi |
Jual-beli (tabaduli) |
2 |
Kepemilikan dana |
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik
peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengolahnya |
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya |
3 |
Investasi dana |
Investasi dana berdasar syariah dengan sistem bagi hasil
(mudharabah) |
Investasi dana berdasarkan bunga (riba) |
4 |
Pembayaran klaim |
Dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta |
Dari rekening dana perusahaan |
5 |
Keuntungan |
Dibagi antara perusahaan dengan peserta, sesuai prinsip bagi
hasil |
Seluruhnya menjadi milik perusahaan |
6 |
Dewan pengawas syariah |
Ada dewan pengawas syariah mengawasi manajemen, produk, dan
investasi |
Tidak ada |
5. Baitul
Maal Wattamwil (BMT)
i.
Pengertian
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri
Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi
hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.
ii.
Asas dan
Prinsip Dasar
Prinsip dasar BMT, adalah:
1.
Ahsan (mutu hasil terbaik),
thayyiban (terindah), ahsanu ’amala(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan
nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
2.
Barokah, artinya berdaya guna,
berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan(keterbukaan), dan
bertangggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
3.
Spiritual communication (penguatan
nilai ruhiyah)
4.
Demokratis, partisipatif, dan
inklusif.
5.
Keadilan social dan kesetaraan
jender, non-diskriminatif
6.
Ramah lingkungan
7.
Peka dan bijak terhadap pengetahuan
dan budaya local, serta keanekaragaman budaya.
8.
Keberlanjutan, memberdayakan
masyarat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
iii.
Sifat,
Peran, dan Fungsi
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan,
berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis
ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat
sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat sebagai
berikut :
1.
Motor penggerak ekonomi dan social
masyarakat banyak
2.
Ujung tombak pelaksanaan system
ekonomi syariah
3.
Penghubung antara kaum aghnia (kaya)
dan kaum dhu’afa (miskin)
4.
Sarana pendidikan informal untuk
mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ‘amaia dan salaam melalui
spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi
BMT di masayarakat
1.
Meningkatkan kualitas SDM anggota,
pengurus, dan pengelola menjadi lebih professional, salaam, dan amanah sehingga
semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha menghadapi tantangan
global.
2.
Mengorganisir dan memobilisasi dana
sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal
di dalam dan luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3.
Mengembangkan kesempatan kerja.
4.
Mengukuhkan dan meningkatkan
kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota
5.
Memperkuat dan meningkatkan kualitas
lembaga-lembaga ekonomi dan sosial rakyat banyak.
iv.
Pendirian
BMT
BMT dapat didirikan oleh :
1.
Sekurang-kurangnya 20 orang.
2.
Satu pendiri dengan lainnya
sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga vertical dan horizontal satu kali.
3.
Sekurang-kurangnya 70% anggota
pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah kerja BMT.
4.
Pendiri dapat bertambah dalam
tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para pendiri.
v.
Permodalan
BMT
Modal BMT terdiri dari :
1.
Simpanan pokok.
2.
Simpanan Pokok Khusus.
vi.
Mekanisme
kerja BMT
Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :
1.
Pendamping atau beberapa pemrakarsa
yang mengetahui tentang BMT, menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini
kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai
pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20 orang.
2.
Dua puluh orang atau lebih tersebut
kemudian menyepakati pendirian BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan
bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian BMT.
3.
Modal awal kemudian ditentukan
sesuai dengan kesepakata bersama (tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa,
hingga mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4.
Pemrakarsa membuat rapat untuk
memilih pengurus BMT.
5.
Pengurus BMT kemudian merapatkan dan
merekrut pengelola/ manajemen BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat
sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan
usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk
mengembangkan BMT.
6.
Penggurus BMT menghubungi PINBUK
setempat untuk memberikan pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT
tersebut(umumnya 2 minggu pelatihan dan magang).
7.
Pengelola yang telah diberi
pelatihan kemudian membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakan
simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di
sekitarnya.
8.
Pembiayaan pada usaha mikro
dilakukan dengan menerapkan system bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan
akad yang telah disepakati.
9.
Hasil dari bagi hasil ini kemudian
digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor para pengelola dan membayar
kegiatan operasional BMT.
10.
Hasil dari bagi hasil juga digunakan
untuk membayar bagi hasil kepada penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi
hasil yang diperoleh para penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank
konvensional.
6. Pasar
Modal Syariah
i.
Pengertian
Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga
dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga,
misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan
hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga
dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi
bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada
pihak lain. Adapun,yang dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek
syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya
memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat
yang berbeda dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam
menolak perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam
beberapa kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi
surat berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah
karena di dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam
secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan
oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi surat berharga.
Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga tersebut haruslah
di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut
haruslah timbul dari aktivatas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi,
selama kedua hal ini tidak dilanggar, tarnsaksi surat berharga menjadi sah
karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat.
Yang pasti, islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi
(mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan barang,
atau membiakan harta menjadi tidak produktif, sehingga aktifitas ekonomi yang
dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya adalah untuk
memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi, dunia dan akhirat.
Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan haruslah
berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan tidak saling merugikan.
Karena itu sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah
ini, ada tiga kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang
menawarkan predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena
termasuk kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik long
term maupun short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang tidak sah.
Saham preferen (preference stock), debenture, treasury securities and consul,
dan commercial papers masuk dalam kategori ini.
Kategori kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey
area (questionable) karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi
produk-produk derivates, seperti forward, future dan juga options.
Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik
secara penuh maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds,
profit loss sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar
sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai catatan-catatannya
begitu dominan.
7. Reksa
Dana Syariah
Reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunkanan untuk
menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa dana merupakan investasi campuran
yang menggabungkan saham dan obligasi dalam satu produk.
Sedangkan Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi
campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang
dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana
Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari
investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham
atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan
Investasi Melalui Reksa Dana
1.
Diversifikasi investasi
Diversifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio akan
menurunkan tingkat resiko. Reksa Dana melakukan diversifikasi dalam berbagai
instrumen efek, sehingga dapat menyebarkan resiko atau memperkecil resiko.
Investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan
diversifikasi investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini
berbeda dengan pemodal individual yang misalnya hanya dapat membeli satu atau
dua jenis efek saja.
2.
Kemudahan Investasi
Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di
pasar modal. Kemudahan investasi tercermin
dari kemudahan pelayanan administrasi dalam pembelian maupun penjualan
kembali unit penyertaan. Kemudahan juga diperoleh investor dalam melakukan
reinvestasi pendapatan yang diperolehnya sehingga unit penyertaannya dapat
terus bertambah.
3.
Efisiensi Biaya dan Waktu
Karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak
investor, maka biaya investasinya akan lebih murah bila dibandingkan jika
investor melakukan transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang
dilakukan oleh manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi
investor untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.
4.
Likuiditas
Pemodal dapat mencairkan kembali saham / unit penyertaan
setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga
memudahkan investor untuk mengelola hasilnya. Reksa dana wajib membeli kembali
unit penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.
5.
Transparansi Informasi
Reksa dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan
portofolio dan biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit
penyertaan dapat memantau keuntungan,
biaya dan resikonya.
Risiko Investasi dengan Reksa Dana
1.
Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham,
obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana
tersebut.
2.
Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer
investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali
(redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami
kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
3.
Risiko Politik dan Ekonomi
Perubahan kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi
kinerja bursa dan perusahaan sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas akan
terpengaruh yang kemudian mempengaruhi portofolio yang dimiliki reksa dana.
4.
Risiko Pasar
Hal ini terjadi karena sekuritas di pasar efek memang
berfluktuasi sesuai dengan kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya fluktuasi di
pasar efek akan berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama
jika terjadi koreksi atau pergerakan negatif.
5.
Risiko Inflasi
Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return investasi. Pendapatan
yang diterima dari investasi dalam reksa dana bisa jadi tidak dapat menutup
kehilangan karena menurunnya daya beli (loss
of purchasing power).
6.
Risiko Nilai Tukar
Risiko ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri
dalam portofolio yang dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai
sekuritas yang termasuk foreign invesment
setelah dilakukan konversi dalam mata uang domestik.
7.
Risiko Spesifik
Risiko ini adalah risiko dari setiap sekuritas yang
dimiliki. Disamping dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas
mempunyai risiko sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun nilainya jika
kinerja perusahaannya sedang tidak bagus, atau juga adanya kemungkinan
mengalami default, tidak dapat membayar kewajibannya.
Dilihat dari portofolio investasinya atau kemana kumpulan
dana diinvestasikan, reksa dana dapat dibedakan menjadi :
1.
Reksa dana pasar Uang
Reksa dana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek
bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah
untuk menjaga likuiditas dan menjaga modal.
2.
Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya
80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Reksa dana ini memiliki
risiko yang relatif lebih besar dari pada Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya
adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3.
Reksa Dana Saham
Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat
ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi
dari dua jenis reksa dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian
yang tinggi.
4.
Reksa Dana Campuran
Reksa dana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat
ekuitas (contoh: saham) dan efek bersifat utang (contoh : obligasi).
Reksa Dana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
kelompok investor yang menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber
dan cara yang bersih dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang
sejalan dengan prinsip syariah.
Reksa Dana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksa dana
konvensional. Namun memilki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling
tampak adalah proses screening dalam
mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan
saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi,
daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan seterusnya. Reksa Dana Syariah
di dalam investasinya tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya
melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal,
tetapi memperhatikan pula bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada
aspek investasi pada perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak
melanggar aturan syariah.
Perbedaan Reksa dana Syariah dan
Konvensional
Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana
konvensional dan reksa dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga
harus diperhatikan dalam investasi syariah ini.
a.
Kelembagaan
Dalam syariah islam belum dikenal
lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilkikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun
demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan
produk adalah Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan
ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti
perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip
investasinya.
b. Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan
lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis,
al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi,
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian
si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau kelalaian
pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam
hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat
diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta
(mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur
penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham
terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan
reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus
dilakukan dengan jelas.
c.
Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam melakukan kegiatan investasi
reksa dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah
investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman
yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh
Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual
belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum
dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di
Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks
ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam melakukan transaksi reksa dana
syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya
mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
8. Obligasi
Syariah
Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan
sukuk. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak) yang
memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya,
sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan,
baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.
Berbeda dengan konsep obligasi
konvensional selama ini, yakni obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban
membayar berdasarkan bunga, obligasi syariah adalah suatu surat berharga
berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).
Jika ditinjau dari aspek akad,
obligasi dapat dimodifikasi ke pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna,
murabahah, musyarakah, mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer
dalam perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah
obligasi mudharabah dan ijarah.
Obligasi syariah di Indonesia mulai
diterbitkan pada paruh akhir tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi
Indosat obligasi yang diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi
mudharabah mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa
DSN-MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI
No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali
diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi
syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan mudharabah dalam obligasi
cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib, pengelola dana dan investor
bertindak sebagai shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh
investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh
investor.
Dalam perdagangan obligasi syariah
tidak boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan
oleh obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah transfer
service atau pengalihan piutang dengan
tanggung bagi hasil, sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh
pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Di Indonesia penerbitan obligasi
syariah umumnya menggunakan akad mudharabah. Prinsip-prinsip pokok dalam
mekanisme penerbitan obligasi syariah dapat dilihat pada hal-hal sebagai
berikut :
1. Kontrak atau akad mudharabah atau akad syariah lainnya
yang sesuai dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2. Rasio atau
persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan
(revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT atau EBITDA).
3. Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun
menurun, dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan
di awal kontrak.
4. Pendapatan bagi
hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh
karenanya harus dibayarkan oleh Emiten pada pemegang obligasi syariah yang
dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan
pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam
keuangan konsolidasi emiten.
5. Pembagian hasil pendapatan ini keuntungan dapat dilakukan
secara periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
6. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan
oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return
tertentu.
Landasan Dasar Obligasi Syariah
1.
Firman Allah SWT :
Al-Baqarah ayat 275
“Dan Allah menghalalkan jual-beli
dan mengharamkan riba . . .”
Al-Mujamil ayat 20
“Dan sebagian mereka berjalan di
muka bumi mencari karunia Allah”
2.
Sabda Rasulullah SAW:
“Tiga
bentuk usaha yang didalamnya mengandung barakah: yaitu jual-beli secara
tangguh, mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan mencampur gandum dengan
kedelai (hasil keringat sendiri) untuk kepentingan keluarga bukan untuk dijual.
(HR. Ibnu Majah)
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah.
Perbedaan Obligasi Syariah dan
Obligasi Konvensional
1. Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya
memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah,
disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula
sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada
produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari
besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan
diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi
hasil yang didasakan atas aset dan prooduksi.
3. Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan
berdasarkan akad. Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah,
salam, istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan
kepasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi
konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
9. Lembaga
Zakat
i.
Pengertian
Zakat dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist
tentang penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah berkata “Terangkan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya”.
Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai sedekah.
ii.
Sejarah
Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada kewajiban tentang zakat,
sedangkan shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah. Akan tetapi ada ulama
yang berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah.
Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan ketentuan khusus
tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian disusun peraturan dan standar
tentang zakat karena pada waktu itu islam telah kuat. Pada masa itu pengelola
zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi mendapatkan bayaran dari dana tersebut.
Zakat pada masa itu merupakan salah satu pendapatan negara,
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat merupakan
kewajiban dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk zakat ada pada Al Quran
surat At taubah ayat 60.
Pada zaman Rasulullah zakat
dikenakan pada benda-benda berikut:
a.
Benda logam yang terbuat dari emas
dan perak seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam bentuk lainnya.
b.
Binatang ternak seperti unta, sapi,
domba, dan kambing.
c.
Berbagai jenis barang dagangan
termasuk budak dan hewan.
d.
Hasil pertanian termasuk
buah-buahan.
e.
Luqta,
harta benda yang ditinggalkan musuh.
f.
Barang temuan.
iii.
Perbedaan zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat dengan pajak:
ZAKAT |
PAJAK |
a.
Merupakan kewajiban agamadan merupakan
salah satu bentuk ibadah. b.
Diwajibkan kepada seluruh umat
islam saja di suatu negara. c.
Kewajiban agama bagi umat islam
yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun. d.
Sumber dana besar zakat ditentukan
berdasarkan kitab suci Al Quran dan Sunnah dan tidak boleh diubah oleh
seseorang maupun pemerintah. e.
Butir-butir pengeluaran dan
orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan oleh Al Quran
dan Sunnah zakat diperoleh dari orang berharta dan diterima kepada golongan
yang ditentukan Al Quran dan Al Hadist. f.
Zakat dikenakan bukan terhadap
uang saja tetapi juga terhadap baranag-barang komersil, hasil pertanian,
barang tambang, dan ornamen. |
|
iv.
Organisasi lembaga pengelola zakat
UU RI Nomor 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat Bab III
pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri
dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat.
10. Koperasi
Syariah
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia dari kata ‘Cooperation’ (Inggris).
Secara semantic koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan
makna dengan kata syirkah dalam bahasa Arab.[2][3] Syirkah ini merupakan wadah
kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal
yang sangat terpuji dalam islam.
Menurut Row Ewell Paul koperasi
merupakan wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama
dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi
Membangun mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1. Kebenaran untuk menggerakan
kepercayaan (trust)
2. Keadilan dalam usaha bersama
3. Kebaikan dan kejujuran mencapai
perbaikan
4. Tanggung jawab dalam individualitas
dan solidaritas
5. Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6. Kemauan menolong diri sendiri
7. Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8. Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi
versi Hatta, dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara
internal dan eksternal,yaitu:
1.
Keanggotaan sukarela dan terbuka
2.
Pengendalian oleh anggota secara
demokratis
3.
Partisipasi ekonomis anggota
4.
Otonomi dan kebebasan
5.
Pendidikan, pelatihan dan informasi
6.
Kerjasama antarkoperasi
7.
Kepedulian terhadap komunitas.
11. Wakaf Tunai
i.
Pengertian
Wakaf diambil dari kata “waqafa” yang
berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan
suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga
wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank
syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan
sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik
yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak
milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
ii.
Rukun Wakaf
Tunai
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a.
Al Wakif: Orang
yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan
tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan jiwanya tertekan.
b.
Al Mauquf:
Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya yang bersifat
abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil
manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c.
Al Mawqul
‘alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf dapat dibagi
menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana wakifnya tidak membatasi
sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk kepentingan umum, sedangkan
wakaf dzurri adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk
pihak tertentu, yaitu keluarga keturunannya.
d.
Sighah:
Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan, maupun isyarat.
iii.
Tujuan Wakaf
Tunai
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a.
Menggalang
tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial
serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b.
Meningkatkan
investasi sosial.
c.
Menyisihkan
sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan kepada fakir
miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d.
Menciptakan
kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan menggali tanggung jawab sosial
mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e.
Menciptakan
integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta meningkatkan
kesejahteraan.
iv.
Perbedaan Wakaf
dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan
shadaqah/hibah:
i.
Perbedaan Wakaf
dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf
dengan shadaqah/hibah:
Wakaf |
Shodaqoh |
a.
Menyerahkan
kepemilikan suatu barang kepada orang lain. b.
Hak milik
atas barang dikembalikan kepada Allah. c.
Objek wakaf
tidak boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain. d.
Manfaat
barang biasanya dinikmati untuk kepentingan sosial. e.
Objek wakaf
biasanya kekal zatnya. f.
Pengelolaan
objek wakaf diserahkan kepada administratur yang disebut nadzir/mutawalli. |
a.
Menyerahkan
kepemilikan suatu barang kepada pihak lain. b.
Hak milik
atas barang diberikan kepada penerima shadaqah/hibah. c.
Objek
shadaqah/hibah boleh diberikan atau dijual pada pihak lain. d.
Manfaat
barang dinikmati oleh penerima shadaqah/hibah. e.
Objej
shadaqah/hibah tidak harus kekal zatnya. f.
Pengelolaan
shadaqah/hibah diserahkan kepada penerima. |
DAFTAR
PUSTAKA
- Arbi, Syafii. 2003. Mengenal
Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Jakarta:Djambatan
- Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
- Euis Amalia,dkk. 2007. Serial
Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah dan Hukum No 1, Buku Modul
Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
- Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip
Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta.
- Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi
Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Muhammad. 2005. Pengantar
Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
- Nejatullah. S, Muhammad.1985.
Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
- Saladin, Djaslim dan Abdus
Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan. Bandung: Linda
Karya
- Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi
UII.
- M. Nadratuzzaman Hosen, AM
Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah.
_______________
[1] Muhamad, Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta,
2000, hal 5.
[2] Muhamad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press Yogyakarta, 2000, hal
25
[3] Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, Graha Ilmu,2007, hal 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar