BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dunia saat ini memasuki era
globalisasi dengan dampak positif dan negatifnya. Sejak kelahirannya belasan
abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian pada
keseimbangan hidup antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan manusia, antara ibadah dengan urusan muamalah.
Kita mengetahui bahwa manusia
menghadapi berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan
segera. Berbagai kasus penyimpangan dalam berbagai sektor dan lini kehidupan
terjadi, termasuk misalnya penyimpangan yang berkaitan dengan praktik kedokteran.
Pada zaman yang kian berkembang ini telah banyak terjadi berbagai
macam kasus, di antaranya, seperti perbuatan mencegah kehamilan, pengguguran
kandungan, transplantasi organ tubuh maupun euthanasia. Dalam memecahkan
masalah ini, bagaimana pandangan Islam tentang hukum-hukum perbuatan tersebut,
untuk itu, dalam tulisan singkat ini, kami mencoba menjelaskan hasil
pemikiran-pemikiran para ulama mengenai masalah tersebut dalam fiqih
kontemporer.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari fiqh kontemporer?
2. Apa tujuan dari fiqh kontemporer?
3. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh kontemporer?
4. Apa saja contoh masalah fiqh kontemporer?
1.2 TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian serta tujuan fiqh kontemporer
2.
Untuk tujuan
dari fiqh kontemporer
3.
Untuk
mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer
4.
Untuk
mengetahui contoh-contoh masalah fiqh kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
FIQH KONTEMPORER
Fiqh
menurut bahasa adalah mengetahui seusatu dengan mengerti. Adapun fiqh menurut
istilah adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali diambil dari
dalil-dalil yang tafsili.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, semasa,
pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini, dewasa ini. Jadi dapat
disimpulkan bahawa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh
dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan
dan metodologi hukum Islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah
kontemporer.
Perkembangan
kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan waktu, dan ilmu fiqh
adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Fiqh adalah
ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Dengan semakin
berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia, terjadi pulalah apa
yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut melahirkan
berbagai macam bentuk perubahan baik secara structural maupun kultural.
Berdasarkan
hal di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan secara tekstual
tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalami perubahan,
tetapi pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan
zaman. Karena perubahan social merupakan suatu proses kemasyarakatan yang
berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran
Islam juga harus bersifat kontinnu sepanjang zaman. Dengan demikian Islam akan
tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan sosial secara umum ada dua macam. Ada yang terletak
di dalam masyarakat (faktor intern) seperti bertambah dan berkurangnya jumlah
penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, terjadinya pertentangna atau konflik
dalam masyarakatdan timbulnya pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat
itu sendiri. Dan ada pula yang bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat
lain (faktor ekstern) seperti terjadinya peperangan dan pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di
atas dapat menimbulkan peruhan dalam system pemikiran Islam termasuk
pembaharuan dalam hukum islam. Dengan demikian hukum islam akan tetap mampu
mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman (modenitas). Tanpa adanya
upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan menimbulkan kesulitan dalam
kemasyarakatan hukum sebagai salah satu pilar masyarakat, sedangkan kehidupan
masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan, maka upaya
pembaharuan pemahaman hukum Islam pun harus dapat mengikuti perubahan itu.
2.2 TUJUAN FIQH KONTEMPORER
Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara
implisit mengungkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer. Dengan adanya kemajuan
yang cukup mendasar, timbul pertanyaan bagi kita, mampukan ilmu fiqh menghadapi
zaman modern? Hukum Islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk
diterapkan. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara
konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer tersebut
Qardlawi menawarkan konsep ijtihad. Ijtihad yang perlu dibuka kembali.
Menapak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan
dengan hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab. Pandangan Prof. Said
Ramadan tentang hal serupa. Semua pendapat yang harus ditimbang dengan kriteria
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah saw. Dapat
berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka
pertimbangan masalah sajalah yang mengikat dan bahwa aturan demi masalah dapat
berubah bersama perubahan kedaan di masa terdahulu.
2.3 RUANG LINGKUP KAJIAN FIQH KONTEMPORER
Ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup
masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern).
Kajian fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan
situasi kontemporer (modern) dan mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Kajian fiqh kontemporer tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa
aspek:
1. Aspek hukum keluarga, seperti ; akad nikah melalui
telepon, penggunaan alat kontra sepsi, dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi, seperti ; system bunga dalam bank,
zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
3. Aspek pidana , seperti ; hukum pidana islam dalam
sistem hukum nasional
4. Aspek kewanitaan, seperti ; busana muslimah
(jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5. Aspek medis, seperti ; pencangkokan organ tubuh atau
bagian organ tubuh, pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning,
penyebrangan jenis kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung,
percobaan-percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6. Aspek teknologi, seperti ; menyembelih hewan secara
mekanis, seruan adzan atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio
atau televisi, dan lain-lain.
7. Aspek politik (kenegaraan), seperti ; yakni
perdebatan tentang perdebatan sekitar istilah “Negara islam”, proses pemilihan
pemimpin, loyalitas kepada penguasa (kekuasaan), dan lain sebagainya.
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah,
seperti ; tayammum dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang,
menahan haid karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.
2.4
CONTOH MASALAH FIQH KONTEMPORER
1.
Keluarga
berencana
Keluarga berencana adalah suatu
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang berkisar pada pencegahan konsepsi
atau pencegahan terjadinya pembuahan atau pencegahan pertemuan antara sperma
dari laki-laki dan telur dari perempuan ketika terjadinya hubungan antara suami
istri.
Tujuan dari keluarga berencana
adalah untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga. Adapun faktor-faktor yang
mendorong dilaksanakannya keluarga berencana adalah sebagai berikut:
·
Kepadatan
penduduk
·
Pendidikan
·
Kesehatan
Menurut
Mahyuddin (1998:59) melaksanakan KB dibolehkan dalam ajaran Islam, karena
pertimbangan ekonomi, kesehatan dan pendidikan, artinya KB dibolehkan bagi
orang-orang yang tidak sanggup membiayai kehidupan anak-anak, kesehatan dan
pendidikannya, bahkan menjadi dosa baginya jika dia melahirkan anak yang tidak
terurus masa depannya, yang pada akhirnya menjadi beban bagi masyarakat, karena
orang tuannya tidak sanggup membiayai hidupnya, kesehatan dan pendidikannya. Firman
Allah ta’ala:
و ليخشَ الذين لو تركوا من خلفِهم ذريةً ضعافا
خافوا عليهم فليتّقوا الله وليقولوا قولا
سديدا
“Dan hendaklah
orang-orang merasa khawatir kalau mereka meninggalkan di belakang mereka anak
cucu yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh karena
itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang
benar” (An-nisa : 9)
Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya
kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak akibat kekurangan
makanan yang bergizi menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.
2.
Alat
kontrasepsi
Alat kontrasepsi adalah alat untuk
mencegah atau mengatur terjadinya kehamilan, alat-alat kontrasepsi ditinjau
dari segi fungsinya dapat dibagi menjadi 3 macam:
·
Mencegah
terjadinya ovulasi
·
Melumpuhkan
sperma
·
Menghalangi
pertemuan antara sel telur dengan sperma.
Dari
segi metode, kontrasepsi dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a.
Cara
kontrasepsi sederhana:
1)
Tanpa memakai
alat atau obat, yang disebut dengan cara tradisional, yaitu: senggama terputus
dan pantang berkala.
2)
Menggunakan
alat atau obat, yaitu: kondom, diafragma atau cap, cream, jelly dan cairan berbusa, tablet
berbusa (vaginal tablet).
b.
Kontrasepsi
dengan metode efektif:
1)
Tidak permanen:
pil, IUD (intra Uterine Device), suntikan.
2)
Permanen: tubektomi
(Sterilisasi untuk wanita), vasektomi (sterilisasi untuk pria).
3)
Cara keluarga
berencana lainnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kelahiran: abortus,
induksi haid (menstrual regulation).
Dari
metode-metode di atas para ulama berpendapat bahwa pembatasan atau pencegahan
kelahiran secara mutlak bertentangan dengan kehendak Allah yang telah
menciptakan bumi dan makhluknya dengan kekuatan produksi yang berlimpah-limpah.
Alam yang diciptakan Allah ini tidak akan kurang untuk menutupi kebutuhan
manusia sekian dekade.
3.
Pengguguran
Kandungan
Aborsi adalah pengguguran janin dari
rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum atau mengeluarkan
hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya atau sebelum bayi itu dapat lahir
secara alamiah.
Aborsi(pengguguran) ada 2 macam:
1.
Abortus spontan
ialah yang tidak disengaja. Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit syphilis,
kecelakaan dan sebagainya.
2.
Abortus provokatus
atau disebut pula abortus dengan sengaja. Abortus dengan sengaja ini dibagi
kedalam 2 bagian yaitu:
a.
Abortus artificialis
therapicus, yaitu abortus yang dilakukan oleh dokter atas indikasi medis.
Abortus provokatus
criminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis.
Apabila
Islam memperbolehkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena
alasan-alasan yang mengharuskannya, maka Islam tidak memperbolehkan melakukan
kejahatan terhadap kandungan tersebut apabila sudah terjadi.
Masalah pengguguran kandungan telah menyebabkan perbedaan pendapat
di kalangan para ulama. Menurut Ayatullah al-Uzhma dalam bukunya “Fatwa-fatwa
2” menggugurkan janin haram secara syar’i dan sama sekali tidak diperolehkan.
Para ahli fiqih sepakat bahwa pengguguran kandungan yang telah berusia 4 bulan
hukumnya haram, sedangkan para ulama fiqh dari kalangan Hanafiyah berpendapat
bahwa pengguguran kandungan yang belum berusia 4 bulan dibolehkan.
Jika
pengguguran kandungan itu semata-mata bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu
atas anjuran dokter yang terpercaya, maka harus memilih salah satu masalah yang
lebih sedikit resikonya daripada hal lainnya.
اذا
تعارضَتْ مَفسدتانِ روعىَ اعظمُهما ضررا بارتكابِ احفِّهم
“Manakala berhadapan dua
macam mafsadah, maka yang dipertahankan adalah yang lebih besar risikonya,
sedangkan yang lebih ringan risikonya dikorbankan”.
Kesimpulannya,
bahwa keselamatan hidup ibu yang lebih diutamakan daripada nyawa janinnya,
dengan pertimbangan bahwa kehidupan ibu di dunia ini sudah nyata, sedangkan
kehidupan janin belum tentu. Selain itu, mengorbankan ibu lebih banyak
risikonya daripada mengorbankan janinnya.
4.
Transplantasi
Organ Tubuh
Transpalantasi yakni pencangkokan
organ tubuh yang rusak (sudah tidak berfungsi) dengan organ lain yang sejenis.
Secara teknis dalam dunia medis ada 3 jenis transplantasi.
1.
Auto transplantasi,
pencangkokan internal dalam tubuh seseorang.
2.
Homo
transplantasi. Dalam teknik ini, donor (pemberi organ) dan resipein (penderita
yang ditransplantasi organnya) sama-sama manusia.
3.
Hetero
transplantasi, yakni resipiennya manusia, sementara donornya hewan.
Seseorang
tidak boleh mengorbankan orang lain demi kepentingan dirinya sendiri. Mengambil
organ orang lain ketika ada hajat atau dalam kondisi darurat dapat menimbulkan
mafsadah bagi orang lain. Donor akan kehilangan salah satu organ tubuhnya.
Dengan demikian jika pengambilan organ tersebut tidak mengandung mafsadah,
berarti boleh-boleh saja. Maka dari itu, transplantasi dari organ tubuh orang
lain tak dilarang, selama tidak menimbulkan mafsadah.
Transplantasi
organ-organ mati dengan merusak jasad mayyit dengan tegas fiqih menyatakan
tidak boleh. Larangan ini semata-mata demi menjaga kemuliaan mayyit. Akan
tetapi, ketika dalam kondisi darurat atau ada keperluan yang mendesak, para
ulama berselisih pendapat.
·
Kalangan
Malikiyyah berpendapat bahwa dalam kondisi apapun tidak boleh memakan daging
manusia, sekalipun dia khawatir akan mati.
·
Kalangan
Syafi’iah, menurut mereka, boleh makan organ mayat manusia selama tidak
ditemukan makanan yang lain.
·
Menurut
Hanabilah, dalam kondisi darurat, boleh makan mayat manusia yang halal
darahnya.
Ketika kondisi darurat, mayoritas
ulama membolehkan mengkonsumsi organ mayat manusia. Kebolehan ini diterbitkan
semata-mata untuk memelihara jiwa dan kehormatan manusia, dengan catatan tidak
ditemukan organ yang lain.
Begitu pula transplantasi organ
babi, kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa seseorang boleh menyambung
tulangnya dengan benda najis, jika memang tidak ada benda lain yang sama atau
lebih efektif. Jadi, organ babi baru dibolehkan jika tidak ada organ lain yang menyamainya.
Menurut kalangan Hanafiyah, berobat dengan barang haram, tidak dibolehkan.
Dari
kedua pendapat di atas, transplantasi dengan menggunakan organ babi,
boleh-boleh saja. Kebolehan ini, bisa diberikan selama tidak ada benda lain
yang sama atau lebih efektif.
5.
Euthanasia
Euthanasia
adalah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan tanpa
merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit baik
dengan cara positif maupun negatif.
Secara medis, euthanasia
baru dilaksanakan jika penyakit tersebut tidak mungkin disembuhkan lagi. Namun
demikian, faktor ketidakmampuan biaya juga menjadi pertimbangan.
Dalam dunia
medis, dikenal 3 macam euthanasia.
1. Euthanasia aktif.
Disebut euthanasia aktif
apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya dengan sengaja melakukan suatu
tindakan untuk memperpendek (mengakhiri)
hidup pasien.
2. Euthanasia tak langsung.
Euthanasia ini terjadi apabila dokter atau tenaga medis lainnya tanpa maksud
mengakhiri hidup pasien melakukan suatu tindakan medis untuk meringankan hidup
pasien. Walaupun mereka mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat memperpendek
hidup pasien.
3. Euthanasia pasif.
Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak
lagi memberikan bantuan yang dapat memperpanjang hidup pasien.
Islam
sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena itulah, Islam
melarang seseorang melakukan bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya jiwa yang
bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya sendiri. Sebaliknya, jiwa merupakan
titipan Allah SWT yang harus dipelihara dan harus digunakan secara benar. Maka
dari itu, dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Allah SWT
berfirman:
ولا تقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما. و من
يفعل ذلك عدوانا و ظلما فسوف نصليه نارا وكان ذلك على الله يسيا
“Dan
janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri). Sesungguhnya Allah SWT Maha penyayang
kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka
kami kelak akan memasukkannya ke dalam api neraka. Yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah”.
Dalam
komentarnya (tentang ayat ini), Imam Fakhrurrazi menyatakan bahwa secara
fitrah, manusia beriman tidak akan melakukan tindakan bunuh diri. Akan tetapi,
dalam kondisi tertentu misalnya karena frustasi, mengalami kegagalan dan
sebagainya akan terbuka peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka
itulah, Al-Quran melarang keras kaum
mukminin untuk melakukan bunuh diri.
Karena
alasan itu pula, seorang pesakitan dalam Islam dianjurkan untuk segera berobat.
Sebab, orang berobat pada hakikatnya dalam rangka mempertahankan kehidupannya.
Di
sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Secara global,
kalangan syafi’iah menjunjung jumhurul ulama membagi pidana pembunuhan menjadi
3.
·
Pembunuhan
secara sengaja.
·
Pembunuhan semi
sengaja.
·
Pembunuhan
keliru.
Dari
penjelasan di atas euthanasia aktif bisa masuk dalam kategori pembunuhan
sengaja. Karena, dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas
menggunakan obat yang pada biasanya memang bisa mempercepat kematian si pasien.
Berbeda
dengan euthanasia pasif, Dalam kasus ini si dokter sudah tidak mampu
lagi untuk memberikan pertolongan medis. Karena itu, ia tidak bisa
dipersalahkan begitu saja. Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak
mampu lagi membiayai pengobatan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.
Imam
al-Nawawi berkomentar dalam kitabnya al-Majmu’, jika seseorang yang sakit tidak
mau berobat semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal itu lebih
utama. Malah makruh hukumnya, memaksa
dia untuk berobat”.
6. Bedah Mayat
Dalam Islam hukum pembedahan mayat dlihat berdasarkan
tujuan dari dilakukannya pembedahan mayat tersebut. Jika pembedahan mayat
dilakukan demi kebaikan, apalagi demi kebaikan banyak orang maka hal tersebut
diperbolehkan. Namun, jika pembedahan
mayat dilakukan semata-mata untuk keburukan dan pelampiasan dendam maka hal tersebut tidaklah
diperbolehkan.
Pembedahan mayat
yang diperbolehkan oleh beberapa Ulama adalah sebagai berikut :
·
Pembedahan mayat
untuk keperluan pendidikan
Dalam
kasus ini pembedahan mayat diperlukan untuk mempraktekan dan menerapkan teori
yang telah didapat oleh para mahasiswa kedokteran atau kesehatan lainnya. Tanpa melakukan hal
tersebut maka para mahasiswa kedokteran
dan kesehatan tidak dapat mengetahui
ilmu anatomi manusia.
·
Pembedahan mayat untuk keperluan forensik
Manusia
meninggal dikarenakan berbagai macam faktor dan kejadian, diantaranya adalah
faktor kecelakaan, pembunuhan, kesehatan atau bahkan belum diketahui apa
penyebabnya. Lalu disitulah kegunaan dilakukannya pembedahan mayat atau forensik,
yaitu untuk menyelidiki penyebab kematian seseorang dan mencari kebenaran hukum
dari peristiwa yang terjadi.
Pada
intinya, tujuan pembedahan mayat forensik adalah untuk menetapkan hukum secara
adil seperti yang tertera dalam (QS. An-Nisa[4] : 58) bahwa kita sebagi umat
muslim dianjurkan untuk menetapkan hukum di antara manusia secara adil.
·
Pembedahan mayat
untuk keilmuan
Didunia
ini masih ada jenis-jenis penyakit yang belum diketahui obatnya dan dengan
melakukan autopsi klinis, para dokter atau ilmuwan kesehatan akan membedah
mayat untuk mencari tahu jalan keluar dan jawaban dari keraguan atau
ketidaktahuan mengenai persoalan medis
yang mereka hadapi. Dalam Islam diperbolehkan untuk mengembangkan ilmu
kesehatan dan pembedahan mayat untuk keilmuan pada dasarnya bertujuan untuk
mengantisipasi dan menemukan obat dari penyakit yang pada saat itu belum
ditemukan obatnya.
Ada
beberapa ulama yang tidak memperkenankan pembedahan pada perut mayat karena hal
tersebut dianggap tidak menghormati orang yang sudah meninggal, dan pembedahan
mayat hanya boleh dilakukan jika ada seorang ibu yang meninggal dalam keadaan
hamil dan janin yang ada dalam kandungannya berumur enam bulan keatas serta
memiliki harapan besar untuk hidup, maka harus dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan
dan menyelamatkan janin tersebut.
Rasulullah
SAW bersabda : “Memecah tulang mayat sama haramnya dengan memecah tulang
manusia hidup.” (HR. Abu Dawud dari Aisyah binti Abu Bakar dengan sanadd
syarat Muslim).
Ada
pula beberapa ulama yang tidak memperbolehkan pembedahan mayat dikarenakan
dalam proses pembedahan, mayat dipotong daging dan tulangnya, diangkat organ
tubuh dan disentuh sana-sini. Hal tersebut sama saja seperti tidak
memperlakukan mayat dengan baik dan dianggap tidak menghormati orang yang sudah
meninggal.
Jadi,
pembedahan mayat dalam Islam diperbolehkan namun harus berdasarkan pada
kebutuhan darurat dan haruslah bermanfaat serta sesuai dengan sumber pokok ajaran
Islam dan menggunakan
mayat orang yang kafir harbi.
7.
Transfusi Darah
Donor
darah adalah suatu kegiatan pemberian atau sumbangan darah yang dilakukan oleh
seseorang secara sengaja dan sukarela kepada siapa saja yang membutuhkan
transfusi darah. Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara
memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan jiwanya.
Pada
dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis menurut
hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat
pada beberapa ayat yang berbunyi:
· حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللهِ بِهِ…
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah” … [Q.S. al-Maidah (5): 3].
[*] Ialah: darah
yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surah al-An‘am (6) ayat 145.
Tetapi
bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam keadaan
darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan
untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya
sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya seseorang
menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan
dalam Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut “transfusi
darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang
dalam keadaan darurat, sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-Baqarah (2)
ayat 173, yang artinya:
“Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang
ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” …
Dan firman Allah
dalam surah al-An’am (6) ayat 119:
“Padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
Dan kaidah fiqh
yang berbunyi :
Tidak ada
yang haram bila berhadapan dengan darurat dan tidak ada yang makruh bila
berhadapan dengan hajat (kebutuhan).
Dengan
demikian dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam tidak lepas
dari unsur kemaslahatan yang bersifat dharury, yaitu menyelamatkan jiwa manusia
dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan,
yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang
sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan donor darah.
8.
Bayi Tabung
Bayi
tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel
telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Menurut
Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti Al-Azhar Mesir mengatakan
bahwa praktik bayi tabung tersebut dibolehkan agama. Tetapi dengan syarat
sperma suami tidak tercampur dengan sperma lain saat proses inseminasi. Jika
tercampur sperma milik orang lain, meskipun sedikit, maka praktik inseminasi
haram dilakukan dan sperma milik orang lain tersebut harus dibuang karena dapat
menyebabkan tertukarnya nasab. Sebab, menukar nasab dengan sengaja adalah
tindakan kejahatan yang dilarang agama dan pelakunya diancam akan diberi siksaan pedih.
Seorang
istri yang ingin mengandung lewat inseminasi buatan harus yakin sepenuhnya
bahwa sperma yang akan disuntikkan benar-benar milik suaminya, tidak tercampur
dengan sperma lain, baik sperma milik kerabat dekat maupun kerabat jauh.
Praktik inseminasi ini harus dilakukan dan di bawah arahan dokter yang dapat
dipercaya dan ahli di bidangnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dapatlah
kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang lebih
komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus
perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai
persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesame maupun dengan kehidupan
alam sekitarnya. Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan
pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa
pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut,
yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan
dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia
di dunia ini.
Teks
Al-Qur’an tentunya tidak mengalami perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya
dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubahan social
merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka
perubahan penerapan dan pemahaman ajaran Islam juga harus bersifat kontinu
sepangjang zaman. Dengan demikian Islam akan tetap relevan dan aktual, serta mampu
menjawab tantangan modernitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html
http://diyahhalimatusadiya.blogspot.co.id/2013/05/fiqh-kontemporer.html
http://farisah-amanda.blogspot.com/2010/03/fiqih-kontemporer.html
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/13268.html
http://diyahhalimatusadiya.blogspot.com/2013/05/fiqh-kontemporer.html
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-membedah-mayat-dalam-islam
https://fazarsodik.blogspot.com/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar